Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu farmasi sudah semakin maju. Banyak sekali macam-
macam jenis sediaan farmasi yang dikembangkan. Segala macam penggolongan
obat pun sudah semakin diperbaharui dengan adanya peraturan dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2000 yang mengganti penggolongan jenis
obat menjadi 5 golongan saja. Bidang Farmasi juga terus mengembangkan ilmu
dalam menemukan jenis dan khasiat obat-obatan. Karena masyakarakat kita
semakin membutuhkan segala jenis obat dengan kerja yang sesuai di tubuhnya.
Kebutuhan obat di kalangan masyarakat sangatlah penting dan mutlak untuk
menunjang kesehatan mereka.
Pelayanan farmasi pun kini semakin baik karena menunjang kepentingan
kesehatan masyarakat. Ilmu yang berkenaan dengan pelayanan farmasi seperti
Farmasetika pun terus mengalami perubahan dan peningkatan menjadi yang lebih
baik. Para mahasiswa pun kini dintuntut untuk mampu membedakan segala
macam jenis sediaan farmasi dan juga mampu menggolongkan segala jenis obat
berdasarkan beberapa aturannya. Mahasiswa juga dituntut untuk mampu membuat
beberapa sediaan farmasi baik steril maupun non steril untuk menunjang
perkerjaan di masa depan kelak. Mahasiswa juga harus mampu bertindak dengan
tanggap dalam membuat sediaan obat, karena para mahasiswa diharapkan menjadi
seorang farmasis atau apoteker yang tanggap, cepat, dan mampu menolong
masyarakat yang membutuhkan obat untuk kesehatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan obat?
2. Apa saja penggolongan obat?
3. Apa metode pengujian senyawa obat?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari obat
2. Agar mahasiswa dapat menggolongkan senyawa obat
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui metode pengujian senyawa obat

1
BAB II
ISI
A. Definisi Obat
Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan
dalam mementukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan jasmani
dan rohani pada manusia atau hewan termasuk untuk memperelok tubuh
atau bagian tubuh manusia.

B. Penggolongan Senyawa Obat


Untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan obat
serta pengamanan distribusinya, obat yang beredar di Indonesia
digolongkan menjadi 6 golongan yaitu :
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah golongan obat yang dalam penggunaannya tidak
membahayakan dan masyarakat dapat menggunakannya tanpa pengawasan
dokter. Obat-obat dalam golongan ini dapat diperoleh bebas tanpa resep
dokter dan dapat dibeli di Apotek, toko obat berijin maupun warung-
warung kecil.
Dalam rangka pengamanan dan peningkatan pengawasan obat yang
beredar diperlukan penandaan yang mudah dikenal. Golongan obat bebas
bebas memiliki tanda khusus lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi
berwarna hitam. Termasuk dalam golongan obat bebas antara lain : tablet
vitamin C, tablet vitamin B kompleks, obat gosok rhemason, bedak salicyl
dan sebagainya.
2. Obat Bebas Terbatas
Golongan obat ini dalam jumlah tertentu (jumlah terbatas)
penggunaannya cukup aman, tetapi apabila terlalu banyak akan
menimbulkan efek kurang baik. Pemakian obat ini tidak perlu
pengawasan dokter sampai jumlah tertentu dan diperoleh tanpa resep
dokter di Apotek, toko obat berijin dan warung-warung. Golongan obat
bebas terbatas pada kemasannya bertanda khusus lingkaran berwarna biru
dengan garis tepi berwarna hitam dan harus dilengkapi dengan tanda
Peringatan P1 sampai P6.
Untuk menjamin penggunaan obat secara tepat aman dan rasional,
ditetapkan peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 919/Menkes/Per/X/1993
tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi
kriteria :

2
a. Tidak dikontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan
resiko kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
di Indonesia,
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.
3. Obat Wajib Apotek
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong
dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan , dirasa perlu ditunjang
dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat,
aman dan rasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan nomor
: 347 / Menkes / SK / VII 71990 tentang obat wajib Apotek.
Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh Apoteker di Apotek.
Contoh : OWA nomor 1 Metampiron maksimal 20 tablet
Asam mefenamat maksimal 20 tablet.
4. Obat Keras
Obat Keras adalah golongan obat yang pemakaiannya harus di
bawah pengawasan dokter. Untuk memperolehnya harus dengan resep
dokter dan hanya dapat dibeli di Apotek, termasuk di Rumah Sakit. Obat
keras pada kemasannya diberi tanda lingkaran merah dengan huruf K
yang berwarna hitam. Contoh : Obat-obat golongan antibiotika, obat
suntik (injeksi)
5. Psikotropika
Obat ini merupakan golonagn obat yang berbahaya yang pemakaiannya
harus di bawah pengawasan dokter dan untuk mendapatkannya harus
dengan resep dokter di Apotek, Rumah Sakit.
Obat psikotropika adalah obat yang digunakan untuk tujuan pengobatan
yang menyangkut masalah kejiwaan atau mental. Golongan obat ini
banyak disalah gunakan pemakaiannya oleh segolongan anggota
masyarakat.
Contoh : tablet Valium, Valisanbe, Mogadon, Dumolid.
6. Narkotika
Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang
pengobatan dan ilmu pengetahuan, namun disisi lain dapat menimbulkan
ketergantungan. Penyalahgunaan obat golongan ini dapat berakibat buruk

3
pada tubuh pemakainya , juga merugikan keluarga, lingkungan dan
masyarakat. Untuk mendapatkan obat ini harus dengan resep dokter dan
tidak boleh dilakukan pengulangan harus menggunakan resep yang baru.
Obat ini hanya dapat diperoleh di Apotek, Rumah Sakit. Sebagai
contohnya antara lain : Morfin, Codein.
Untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan obat
serta pengamanan distribusi untuk golongan obat Psikotropika dan
Narkotika Pemerintah. melakukan pengawasan secara ketat dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
dan Undang Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.

C. Metode Pengujian Senyawa Obat


Ada beberapa percobaan yang dilakukan yaitu :
1. Organoleptis
Uji organoleptis ini mula-mula dilakukan pengamatan pendahuluan dengan
menggunakan indera kita, dilihat, diraba kehalusannya denganujung jari, dibau
dan dirasakan. Menurut Farmakope Indonesia Edisi Ketiga dan Keempat, uji
organoleptis untuk masing-masing senyawa obat dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini.

Organoleptik
No. Nama Bahan
Bau Rasa Kehalusan
1 Asam Salisilat Tidak Berbau Manis Jarum-Hablur putih
2 Hexamine Tidak Berbau Manis-Pahit Habrul-Mengkilap
3 Sulfanilamid Tidak Berbau Pahit-Manis Habrul
4 Teofilin Tidak Berbau Pahit Serbuk Hablur
Berbau lemah dan
5 Nikotinamida khas Dingin-Pahit Hablur
6 Nipagin Tidak Berbau Mint Serbuk,hablur,halus
7 Sulfaguanidin Wangi Tidak Ada Rasa Agak kasar
8 Bolus Alba Tidak Berbau Kesat Serbuk
9 Amilum Tidak Berbau Tidak Ada Rasa Serbuk sangat halus
10 Parasetamol Tidak Berbau Pahit Serbuk Halur
11 Talk Tidak Berbau Tidak Ada Rasa Serbuk hablur halus
12 Na.Benzoat Bau Khas Asam-Hambar Granl, serbuk hablur

4
2. Uji Kelarutan
Uji kelarutan dilakukan dengan cara zat diselidiki kelarutannya dalam air,
alkohol, dan kloroform. Uji kelarutan beberapa senyawa obat menggunakan air,
alkohol, dan kloroform menurut Farmakope Edisi 3 dan 4 dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini.

No Kelarutan (Larut (+) Tidak Larut(-))


Nama Bahan
. Air Alkohol Kloroform
1 Asam Salisilat - + -
2 Hexamine + + +
3 Sulfanilamid - + -
4 Teofilin - - -
5 Nikotilamida + + -
6 Nipagin - + -
7 Sulfaguanidin + - +
8 Bolus Alba - - -
9 Amilum + - -
10 Parasetamol + + +
11 Talk + - -
12 Na.Benzoat + - -

3. Uji Fluorosensi di Bawah Lampu Ultraviolet


Uji fluorosensi dilakukaan dengan melihat larutan serbuk di bawah lampu
UV. Uji fluorosensi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hanya asam
salisilat yang terlihat menunjukkan perubahan warna ketika diamati di bawah
lampu ultraviolet. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa asam

5
salisilat dapat terlihat menunjukkan perubahan warna ketika diletakkan di bawah
lampu ultraviolet (Auterhoff dan Kovar, 1987).
4. Analisis Pendahuluan
A. Golongan Karbohidrat
Analisis pendahuluan golpngan ini dilakukan dengan cara senyawa
ditambahkan larutan NaOH, kemudian dipanaskan akan terjadi warna kuning.
Setelah dilakukan percobaan, tidak ada senyawa obat yang masuk dalam golongan
karbohidrat. Sedangkan menurut literature, senyawa amilum adalah termasuk
karbohidrat. Hal ini mungkin disebabkan kurang seimbangnya konsentrasi
senyawa yang dilarutkan dengan volume pelarut yang digunakan.
B. Golongan Fenol

Analisis ini dilakukan dengan cara menambahkan larutan FeCl3 pada senyawa
obat sehingga terjadi warna ungu-biru. Bila ditambahkan etanol, warnanya
menjadi kuning untuk fenol. Setelah dilakukan percobaan, senyawa obat yang
positif menimbulkan warna tersebut yaitu teofilin, bolus alba, dan sulfanilamid.
Menurut literature, selain tiga senyawa obat tersebut, Asam salisilat juga termasuk
golongan fenol, yakni pada pemeriksaan kualitatif, reaksi besi (III) klorida
memberikan warna ungu (Auterhoof dan Kovar, 1987).

C. Golongan Aniline

Analisis ini dilakukan dengan cara menambahkan NaOH dan etanol pada
suatu senyawa, kemudian dipanaskan, jika timbul bau busuk berarti positif
turunan amina aromatis. Setelah dilakukan percobaan, senyawa obat yang positif
menimbulkan bau busuk yaitu Hexamin. Menurut literature, Sulfanilamid juga
akan tercium bau amoniak dan aniline jika zat dilebur perlahan-lahan kemudian
diteruskan pemanasan (Auterhoof dan Kovar, 1987).

Selain menganalisis 12 senyawa obat di atas, terdapat juga suatu zat L yang
harus dianalisis secara kualitatif yang mana di dalam zat L ini terdapat 2 macam
senyawa obat. Langkah-langkah analisis yang dilakukan yaitu :

6
1. Melakukan uji organoleptis

Setelah diamati, zat L memiliki bentuk halus, rasa pahit, dan bau khas.

2. Melakukan Uji Kelarutan

Ketika Zat L dilarutkan dalam air, alkohol, dan klorofom, ditemukan bahwa
zat L tidak larut dalam air, alkohol, maupun kloroform.

3. Melakukan Uji fluorosensi di bawah UV

Ketika larutan Zat L diamati di bawah lampu UV, tidak berpendar cahaya
ataupun tidak menimbulkan perubahan warna

4. Melakukan Analisis pendahuluan

Setelah dilakukan 3 pengamatan di atas, kemungkinan senyawa obat yang


memiliki ciri seperti zat L adalah parasetamol dan teofilin. Sehingga dilakukan
analisis pendahuluan uji golongan fenol / salisilat yang menunjukkan postif warna
ungu-biru, kemudian menjadi kuning setelah ditambah etanol (merupakan salah
satu karakteristik teofilin).

5. Melakukan reaksi khusus

Reaksi khusus dilakukan pada golongan paracetamol yaitu dengan cara 10 mg


zat dilarutkan dalam 10 ml air dan ditambahkan 1 tetes larutan FeCl3 yang akan
memberikan warna biru violet.

Setelah dilakukan beberapa teknik anlisis di atas, disimpulkan bahwa senyawa


obat yang terkandung dalam senyawa L adala paracetamol dan teofilin. Namun,
ketika dicocokan, senyawa obat yang terkandung dalam zat L adalah paracetamol
dan nipagin. Kesalahan analisis yang dilakukan kemungkinan disebabkan ketika
melakukan pengamatan uji organoleptis sehingga nipagin tidak termasuk dalam
zat yang kemungkinan ada dalam zat L tersebut.

7
BAB III
KESIMPULAN
Obat merupakan suatu zat tunggal atau campuran yang digunakan untuk
bagian dalam maupun untuk pencegahan, diagnosa dan pengobatan.
Penggolongan senyawa obat digolongkan menjadi 6 golongan yaitu Obat
Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Wajib Apotek, Obat Keras, Psikotropika,
dan Narkotika. Percobaan yang digunakan pada metode pemeriksaan senyawa
obat yaitu : Organolepis, uji kelarutan, uji fluorosensi di bawah lampu
ultraviolet, analisa pendahuluan.

Anda mungkin juga menyukai