Anda di halaman 1dari 21

Clinical Science Sessions

Miopia

Oleh:
Ferlina Fitrah 1940312078
Mai Ismil Husni T 1940312134
Ryan Ramadhan 1940312142

Preseptor : Dr. dr. Hendriati, SpM(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di
dunia, terutama yang menyebabkan kebutaan. Kelainan refraksi (0,14%)
merupakan penyebab utama kebutaan ketiga setelah katarak (0,78%) dan
glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang di dunia yang mengalami kelainan
refraksi, delapan juta orang diantaranya mengalami kebutaan.1
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi
dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik
fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan
kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.1
Salah satu jenis kelainan refraksi, yaitu miopia. Miopia adalah suatu
kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang memasuki mata secara
keseluruhan dibawa menuju fokus berada di depan retina. Miopia, yang umum
disebut sebagai rabun jauh (nearsightedness), merupakan salah satu dari lima
besar penyebab kebutaan di seluruh dunia. Dikatakan bahwa pada penderita
miopia, tekanan intraokular mempunyai keterkaitan yang cenderung meninggi
pada tingkat keparahan miopia.1
Kelainan ini banyak ditemukan pada anak-anak sekolah. Prevalensi
penderita miopia di Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa adalah sekitar
40-60% tetapi di Asia prevalensinya mencapai 70 – 90 %, dan angka rata-ratanya
meningkat di seluruh kelompok etnik. Di Jepang diperkirakan lebih dari satu juta
penduduk mengalami gangguan penglihatan yang terkait dengan miopia tinggi.
Berdasar bukti epidemiologis, prevalensi miopia terus meningkat khususnya pada
penduduk Asia. Selain pengaruh gangguan penglihatan, juga membebani secara
ekonomi. Sebagai contoh di Amerika Serikat, biaya terapi miopia mencapai
sekitar 250 juta per tahun.2
Miopia dapat menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh
karena itu pengetahuan mengenai miopia sangat diperlukan untuk pemeriksaan
dan penatalaksanaan miopia secara dini.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, faktor risiko, klasifikasi,


patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan pemeriksaan penunjang,
tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari miopia.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang


definisi, etiologi, faktor risiko, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis dan pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari
miopia.

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi


dan pengetahuan tentang miopia.

1.5 Metode Penulisan

Metode yang dipakai pada penulisan ini berupa tinjauan pustaka yang
mengacu pada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


Pemahaman tentang anatomi mata diperlukan untuk mengetahui berbagai
proses yang terjadi dalam mata. Pada penglihatan terdapat proses yang cukup
rumit oleh jaringan yang dilalui seperti membelokkan sinar, memfokuskan sinar
dan meneruskan rangsangan sinar yang membentuk bayangan yang dapat dilihat.3
Berikut adalah bagian mata yang memegang peranan pembiasan sinar pada
mata:
a. Kornea
Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dan sifatnya yang
transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang
masuk 80% atau dengan kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh
kornea ini. Indeks bias kornea adalah 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai
kekuatan yang berkuatan sebagai lensa hingga 40 dioptri.3
b. Iris
Iris atau selaput pelangi merupakan bagian yang berwarna pada mata. Iris
menghalangi sinar masuk ke dalam mata dengan cara mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam pupil melalui besarnya pupil.3
c. Pupil
Pupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil diserap
sempurna oleh jaringan dalam mata. Tidak ada sinar yang keluar melalui pupil
sehingga pupil akan berwarna hitam. Ukuran pupil dapat mengatur refleks
mengecil atau membesarkan untuk jumlah masuknya sinar. Pengaturan jumlah
sinar masuk ke dalam pupil diatur secara refleks. Pada penerangan yang cerah
pupil akan mengecil untuk mengurangi rasa silau. Pada tepi pupil terdapat
m.sfingter pupil yang bila berkontraksi akan mengakibatkan mengecilnya
pupil (miosis). Hal ini terjadi ketika melihat dekat atau merasa silau dan pada
saat berakomodasi. Selain itu, secara radier terdapat m.dilator pupil yang bila
berkontraksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midriasis). Midirasis
terjadi ketika berada di tempat gelap atau pada waktu melihat jauh.3
d. Badan siliar
Badan siliar merupakan bagian khusus uvea yang memegang peranan untuk
akomodasi dan menghasilkan cairan mata. Di dalam badan siliar didapatkan
otot akomodasi dan mengatur besar ruang intertrabekula melalui insersi otot
pada skleral spur.3
e. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam
mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris
yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang menebal
dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa yang jernih ini mengambil
peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri. Peranan lensa yang terbesar
adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi.3
f. Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya dan terletak di belakang pupil. Retina akan
meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda sebagai
rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal.3
g. Saraf optik
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis
serabut saraf, yaitu: saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Saraf penglihat
meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks visual untuk dikenali
bayangannya.3
Gambar 2.1 Anatomi Dasar Mata

2.2 Fisiologi Melihat


Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi. Mata
mempunyai sistem lensa, sistem apertura yang dapat berubah-ubah (pupil), dan
retina yang dapat disamakan dengan film. Sistem lensa mata terdiri atas empat
perbatasan refraksi, yaitu: perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara;
perbatasan antara permukaan posterior kornea dan humor aquos; perbatasan
antara humor aquosus dan permukaan anterior lensa mata; dan perbatasan antara
permukaan posterior lensa dan humor vitreous. Indeks internal udara adalah 1;
kornea 1,38; humor aquosus 1,33; lensa kristalina (rata-rata) 1,40; dan humor
vitreous 1,34.3
Pembelokan sebuah berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika suatu berkas
cahaya berpindah dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium
dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Dikenal beberapa titik di dalam bidang
refraksi, seperti pungtum proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang
masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum remotum adalah titik terjauh dimana
seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang
yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia,
pungtum remotum terletak di depan mata.3
Derajat refraksi ditentukan oleh dua faktor, yaitu: rasio indeks bias dari
kedua media transparan dan derajat kemiringan antara bidang peralihan dan
permukaan gelombang yang datang. Pada permukaan yang melengkung seperti
lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar derajat pembiasan dan semakin
kuat lensa. Suatu lensa dengan permukaan konveks (cembung) menyebabkan
konvergensi atau penyatuan berkas–berkas cahaya, yaitu persyaratan untuk
membawa suatu bayangan ke titik fokus. Dengan demikian, permukaan refraktif
mata bersifat konveks. Lensa dengan permukaan konkaf (cekung) menyebabkan
divergensi (penyebaran) berkas–berkas cahaya.3
Cahaya merambat melalui udara kira-kira dengan kecepatan 300.000
km/detik, tetapi perambatannya melalui benda padat dan cairan yang transparan
jauh lebih lambat. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke sebuah medium yang
lebih tinggi densitasnya, cahaya tersebut melambat (begitu pula sebaliknya).
Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya ketika melalui permukaan medium
baru pada setiap sudut kecuali sudut tegak lurus.3
Proses melihat bermula dari masuknya seberkas cahaya dari benda yang
diamati ke dalam mata melalui lensa yang kemudian dibiaskan pada retina
(makula). Terjadi perubahan proses sensasi cahaya menjadi impuls listrik yang
diteruskan ke otak melalui saraf optik untuk kemudian diinterpretasikan.
Kemampuan seseorang untuk melihat tajam (fokus) atau disebut juga tajam
penglihatan (acies visus) tergantung dari media refraktif di dalam bola mata.3
Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan yang
terbentuk di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak
terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang
terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu
sebagai keadaan normal.3
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/ cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aquosus,
lensa, dan humor vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi
cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh.
Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di
retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang
terlalu terang memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting untuk melindungi
mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat,
pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua
bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.3
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat
benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola
mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada retina.3
Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan
terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda pada
jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea. Akibat
akomodasi, daya pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan
meningkat sesuai dengan kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat mata harus
berakomodasi (mencembung). Akomodasi terjadi akibat kotraksi otot siliar.
Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan
meningkat bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat
dekat.3
Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi
trias akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula
Zinii mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat
difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul
konvergensi dan mata tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot konstriksi pupil
dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak berlebih, dan terlihat dengan
jelas.3

2.3 Definisi Miopia


Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang
masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari
bahasa Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan
manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness”.4
Miopia adalah keadaan pada mata dimana cahaya atau benda yang jauh
letaknya jatuh atau difokuskan di depan retina. Supaya objek atau benda jauh
tersebut dapat terlihat jelas atau jatuh tepat di retina diperlukan kaca mata sferis
negatif atau minus.4 Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan
jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu
panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung.5
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan
sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina
(bintik kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak
di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu
kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang. Miopia adalah suatu bentuk
kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga
oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan
retina.6

Gambar 2.2
Penglihatan Normal dan Penglihatan pada Miopia
2.4 Etiopatogenesis

Miopia terjadi apabila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di


depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi (nearsighted). 7 Secara umum
kondisi ini dapat terjadi bila terdapat kekuatan pembiasan yang berlebihan atau
panjang bola mata yang tidak normal. Menurut Ilyas (2006) miopia disebabkan
akibat :
1. Kornea terlalu cembung
2. Lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan
dibiaskan kuat
3. Bola mata terlalu panjang

Sinar dibiaskan terlalu kuat sehingga membentuk bayangan kabur atau


tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh
terletak di depan retina. Titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau
sinar datang tidak sejajar.6 Sedangkan pada pemanjangan bola mata, setiap
penambahan 1 mm panjang bola mata akan terdapat kecendrungan mata menjadi
miopi 3 dioptri. 7
Penelitian terdahulu mengemukakan bahwa miopia disebabkan oleh
elongasi sumbu bola mata, namun penyebab yang mendasarinya masih belum
jelas sepenuhnya. Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan
sumbu bola mata pada miopia.
Yang pertama adalah teori biologik, menganggap bahwa pemanjangan
sumbu bola mata sebagai akibat dari kelainan pertumbuhan retina (overgrowth)
sedangkan teori yang kedua adalah teori mekanik yang mengemukakan adanya
penekanan (stres) sklera sebagai penyebab pemanjangan tersebut.
Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada
teori mekanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan obliq
superior. Seperti diketahui, penderita miopia selalu menggunakan konvergensi
berlebihan. Von Graefe mengatakan bahwa otot ekstraokular terutama rektus
medial bersifat miopiagenik karena kompresinya terhadap bola mata pada saat
konvergensi.
Jakson menganggap bahwa konvergensi merupakan faktor etiologik yang
penting dalam perkembangan miopia. Dikemukakan juga bahwa muskulus oblik
superior juga menekan bola mata pada waktu melihat atau bekerja terlalu lama.
Konvergensi berlebihan disebabkan oleh karena penderita miopia memiliki jarak
pupil yang lebar. Di samping lebar, orbita juga lebih rendah sehingga porsi
muskulus oblik superior yang menekan bola mata lebih besar. Jadi di sini ada
pengaruh dari anatomi mata terhadap terjadinya miopia. Kebenaran akan hal ini
telah dikonfirmasi oleh beberapa ahli lain.
Possey dan Vandergift mengemukakan bahwa anatomi merupakan faktor
yang terpenting dalam terjadinya miopia. Fox mengidentifikasikan orbita bagian
dalam akan lebih memungkinkan untuk terjadinya pemanjangan sumbu bola mata.

2.5 Faktor Risiko


Terdapat pendapat yang menerangkan faktor risiko terjadinya miopia,
yaitu berhubungan dengan faktor herediter atau keturunan, faktor lingkungan, dan
gizi.5
1. Faktor Herediter atau Keturunan
Beberapa penelitian menunjukan 33-60% prevalensi myopia pada anak-
anak yang kedua orang tuanya memiliki miopia, sedangkan pada anak -anak yang
salah satu orang tuanya memiliki miopia, prevalensinya adalah 23-40%.
Kebanyakan penelitian menemukan bahwa ketika orang tua tidak memiliki
miopia, hanya 6-15% anak-anak yang memiliki miopia.
2. Faktor Lingkungan
Tingginya angka kejadian miopia pada beberapa pekerjaan telah
banyakdibuktikan sebagai akibat dari pengaruh lingkungan terhadap terjadinya
miopia. Beberapa pekerjaan telah dibuktikan dapat mempengaruhi
terjadinyamiopia termasuk diantaranya peneliti, pembuat karpet, penjahit, guru,
manager, dan pekerjaan-pekerjaan lain. Seiring dengan kemajuan teknologi dan
telekomunikasi sepertitelevisi, komputer, video game dan lain -lain, secara
langsung maupun tidaklangsung akan meningkatkan aktivitas melihat dekat.
3. Gizi
Konsumsi sayuran dan buah juga dapat mempengaruhi terjadinya miopia.
Adapun sayuran dan buah yang diketahui mempengaruhi, yaitu wortel,
pisang,pepaya, jeruk, buah merica dan cabai. Hal ini dikarenakan pada sayuran
dan buahtersebut memiliki kandungan beta karoten yang tinggi.

2.6 Klasifikasi
1. Berdasarkan Etiologi :
a. Miopia aksial
Kondisi ini terjadi bila panjang sumbu bola mata antero-posterior lebih
panjang sehingga bila pada mata yang tidak berakomodasi sinar jatuh di depan
retina akan menyebabkan bayangan menjadi kabur, sedangkan kelengkungan
kornea dengan lensa adalah normal.6
Menurut Plempius (1622) bahwa memanjangnya sumbu orbit bolamata
disebabkan karena kelainan anatomis. Sedangkan Donders (1864) berpendapat
bahwa memanjangnya sumbu orbit bolamata itu disebabkan oleh karena sering
mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi. Sedangkan menurut Levinshon
(1925) dikemukakan bahwa memanjangnya sumbu orbit bolamata itu disebabkan
oleh karena sering melihat kebawah pada saat bekerja diruang tertutup sehingga
terjadi peregangan pada bolamata, ini berkaitan dengan faktor gravitasi bumi.
b. Miopia refraktif
Kondisi yang terjadi saat terjadi peningkatan indeks pembiasan dari media
refrasi seperti kornea dan lensa, contohnya bila lensa menjadi terlalu cembung
pada kasus katarak intumesen maka sinar yang datang akan melewati lensa yang
lebih cembung dan memiliki indeks bias yang lebih tinggi membuat bayangan
cepat dibiaskan dan jatuh di depan retina sehingga bayangan akan terlihat kabur.6
Menurut Albert E. Sloane, miopia refraktif dapat terjadi karena :
- Kornea terlalu melengkung.
- Lensa kristalin terlalu cembung karena terlalu banyak cairan mata yang
masuk ke lensa kristalin sehingga lensa keruh seperti katarak immatura,
sehingga sinar yang masuk dibiaskan terlalu kuat.
- Peningkatan index bias cairan bolamata.
- Gangguan endokrin, over koreksi pada kacamata, dan memakai kacamata
yang tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan/koreksi anomali refraksi.
2. Berdasarkan derajat beratnya miopia :6
a. Miopia ringan, bila miopia kecil dari 1-3 dioptri.
b. Miopia sedang, bila miopia 3-6 dioptri.
c. Miopia berat/tinggi, bila miopia lebih besar dari 6 dioptri.
3. Berdasarkan perjalanannya:6
a. Miopia stasioner, bila miopia menetap setelah dewasa. Biasanya kurang
dari 5 atau 6 dioptri.
b. Miopia progresif, bila miopia terus bertambah setelah dewasa akibat
terus bertambahnya panjang bola mata.
c. Miopia maligna, bila miopia berlajan dengan progresif. Biasanya miopia
yang lebih dari 6 dioptri yang disertai dengan kelainan pada fundus okuli
dan panjang bola mata.
4. Menurut American Optometric Association :8
2.7 Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis miopia, dilakukan dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien mengeluh
penglihatan kabur saat melihat jauh dan hanya akan jelas jika pada jarak dekat,
saat membaca selalu mendekatkan benda yang dilihatnya dan saat melihat jauh
selalu menyipitkan matanya. Dalam hal ini pemeriksa harus menanyakan sejak
kapan terjadinya, terjadi tiba-tiba atau bertahap, apakah penglihatan yang tidak
jelas tersebut hanya pada satu mata atau keduanya, dan apakah keluhannya
menetap atau hanya sementara. Kemudian juga ditanyakan apakah disertai oleh
keluhan lain seperti rasa nyeri pada mata, mata cepat lelah, mata merah atau mata
berair, dan sakit kepala. Ditanyakan juga riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan riwayat pengobatan.7
Pada pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi yang
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan cara objektif.
Cara subjektif dilakukan dengan pengukuran dengan Snellen chart dan trial
lenses, dan cara objektif dengan retinoskopi dan refraktometer. Pemeriksaan
dengan Snellen chart dilakukan dengan jarak snellen chart dan penderita sejauh 6
m, sesuai dengan jarak tak terhingga, dan pemeriksaan ini harus dilakukan dengan
tenang, baik pemeriksa maupun penderita. Pada pemeriksaan terlebih dahulu
ditentukan tajam penglihatan atau visus dimulai pada satu mata terlebih dahulu
dan mata yang lainnya ditutup. Tajam penglihatan (VOD/VOS) yang dinyatakan
dengan bentuk pecahan : Jarak antara penderita dengan huruf Snellen chart/ Jarak
yang seharusnya dilihat oleh penderita yang normal.6
Visus yang terbaik adalah 6/6, yaitu pada jarak pemeriksaan 6 m dapat
terlihat huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 6 m. Bila penderita hanya dapat
membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 30, berarti visus mata pasien
adalah 6/30 atau 20/100 dalam feet. Bila huruf terbesar dari Snellen chart tidak
dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita
menghitung jari pada dasar putih, pada bermacam-macam jarak. Hitung jari pada
penglihatan normal terlihat pada jatak 60 m, jika penderita hanya dapat melihat
pada jarak 2 m, maka visus sebesar 2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung
jari tidak dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa
menggerakkan tangannya pada bermacam-macam arah dan meminta penderita
mengatakan arah gerakan tersebut.6
Gerakan tangan pada penglihatan normal terlihat pada jarak 300 m, jika
penderita hanya dapat melihat gerakan tangan pada jarak 1 m, maka visusnya
1/300. Namun apabila gerakan tangan tidak dapat terlihat pada jarak terdekat
sekalipun, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan menggunakan sinar/cahaya dari
senter pemeriksa dan mengarahkan sinar tersebut pada mata penderita dari segala
arah, dengan salah satu mata penderita ditutup. Pada pemeriksaan ini penderita
harus dapat melihat arah sinar dengan benar, apabila penderita dapat melihat sinar
dan arahnya benar, maka fungsi retina bagian perifer masih baik dan dikatakan
visusnya 1/~ dengan proyeksi baik. Namun jika penderita hanya dapat melihat
sinar dan tidak dapat menentukan arah dengan benar atau pada beberapa tempat
tidak dapat terlihat, berarti retina tidak berfungsi dengan baik dan dikatakan
visusnya 1/~ dengan proyeksi salah. Bila cahaya senter sama sekali tidak terlihat
oleh penderita maka berarti terjadi kerusakan dari retina secara keseluruhan dan
dikatakan dengan visus 0 (nol) atau buta total.6
Bila visus telah didapatkan kurang dari 6/6, maka pemeriksaan dilanjutkan
dengan trial lense. Lensa diletakkan pada bagian kacamata coba dengan kekuatan
S +0,25 D atau S -0,25 D, kemudian ditanyakan dengan lensa mana yang terlihat
lebih jelas. Untuk penambahan lensa lanjut, bila penglihatan dengan lensa S - 0,25
D lebih jelas, maka pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan lensa sferis negatif
yang dinaikan perlahan sehingga visus dapat mencapai 6/6.6

Cara objektif dilakukan dengan retinoskopi dan refraktometer. Penentuan


juga bisa dilakukan dengan retinoskopi, untuk pasien non-kooperatif, buta huruf,
atau anak kecil. Syaratnya: media refrakta harus jernih. Berikutnya dengan
refraktometer. Cara ini dilakukan otomatis dengan alat elektronik. Hasil
refraktometer biasanya sedikit berbeda dengan koreksi sesungguhnya. Jadi
setelah refraktometri, penglihatan pasien harus diuji dengan kacamata uji coba.
Pemeriksaan oftalmoskopi direk juga dapat dilakukan bertujuan untuk melihat
kelainan dan keadaan fundus okuli. Segmen posterior pada miopia simplek
biasanya normal atau disertai miopik kresen (gambaran bulan sabit) yang ringan
sekitar papil saraf optik.6
2.8 Penatalaksanaan
Penderita miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, lensa
kontak atau melalui operasi. Terapi terbaik pada miopia adalah dengan
penggunaan kacamata atau lensa kontak yang akan mengkompensasi panjangnya
bola mata dan akan memfokuskan sinar yang masuk jatuh tepat di retina.7
Menggunakan kacamata merupakan cara terapi yang sering digunakan
untuk mengkoreksi miopia. Lensa konkaf yang terbuat dari kaca atau lensa plastik
ditempatkan pada frame dan dipakai didepan mata. Pengobatan pasien dengan
miopia adalah dengan memberikan kacamata dengan lensa sferis negatif terkecil
yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal tanpa akomodasi. Sebagai
contoh bila pasien dikoreksi dengan –3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan
demikian juga bila diberi S – 3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi – 3,0
agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.6
Penggunaan lensa kontak merupakan pilihan kedua pada terapi miopia.
Lensa kontak merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari plastik yang
dipakai langsung di mata di depan kornea. Meski terkadang ada rasa tidak nyaman
pada awal pemakaian tetapi kebanyakan orang akan cepat membiasakan diri
terhadap pemakaian lensa kontak.7
Pilihan lain adalah melakukan operasi refraksi mata untuk mengkoreksi
miopia yang dideritanya. Ada tiga type dalam melakukan operasi mata tersebut
yaitu radial keratotomy, photorefraktive keratectomy, dan laser-assisted in- situ
keratomileusis (LASIK).9
1. Radial Keratotomy (RK)
Pada Radial Keratotomy (RK) dilakukan sayatan radial pada permukaan
kornea sehingga berbentuk jari-jari roda. Bagian sentral kornea tidak disayat.
Bagian kornea yang disayat akan menonjol sehingga bagian tengah kornea
menjadi rata. Insisi ini meratakan permukaan kornea sehingga mengurangi daya
refraktif. Prosedur ini memberikan koreksi yang baik dalam miopia derajat ringan
hingga sedang.
2. Photorefractive keratectomy (PRK)
Photorefractive keratectomy (PRK) merupakan prosedur operasi laser
eksimer untuk koreksi visus pada miopia. Pada PRK, epithel kornea akan dikikis
untuk kemudian kornea akan dibentuk ulang menggunakan laser eksimer. Setelah
prosedur PRK, dapat terjadi beberapa komplikasi dalam proses penyembuhan
kornea, salah satunya merupakan kekeruhan kornea. PRK memberikan koreksi
yang baik dalam miopia derajat ringan hingga sedang.
3. Laser in situ Keratomileusis (LASIK)
Laser in situ Keratomileusis (LASIK) merupakan tindakan bedah yang
paling sering digunakan untuk mengkoreksi kelainan refraksi, seperti miopia,
hiperopia, dan astigmatisma. LASIK direkomendasikan untuk miopia dengan
derajat sedang sampai berat. Pada LASIK, dibuat sebuah flap pada bagian tengah
kornea dengan menggunakan alat mikrokeratome atau laser.
Kemudian flap tersebut diangkat, sejumlah kecil jaringan kornea diangkat untuk
membentuk kornea, dan flap diposisikan kembali. Kornea akan pulih dalam waktu
beberapa hari. LASIK hanya menimbulkan sedikit rasa tidak nyaman pada saat
dan setelah pembedahan. Perbaikan penglihatan cepat terjadi dan seseorang dapat
kembali bekerja dalam waktu 1-3 hari setelah pembedahan. Namun, tidak semua
orang dapat dilakukan LASIK, orang-orang yang memiliki kornea yang tipis atau
permukaan kornea yang longgar bukan kandidat yang baik untuk LASIK.9

2.9 Komplikasi
Pada penderita miopia yang tidak dikoreksi dapat timbul komplikasi.
Komplikasi tersebut antara lain, ablasi retina dan strabismus esotropia. Ablasi
retina terjadi biasanya disebabkan karena didahului dengan timbulnya hole pada
daerah perifer retina akibat proses - proses degenerasi di daerah ini. Strabismus
esotropia terjadi karena pada pasien miopia memiliki pungtum remotum yang
dekat sehingga mata selalu dalam atau kedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap,
maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia. Bila terdapat juling
keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat amblyopia.6

2.10 Prognosis
Prognosis untuk koreksi miopia sederhana sangat baik. Pasien memiliki
lapangan pandang yang lebih jauh dengan koreksi. Anak-anak dengan miopia
sederhana harus diperiksa secara berkala. Anak-anak dengan derajat
perkembangan miopia yang tinggi harus diperiksa 6 bulan sekali. Orang dewasa
yang memiliki miopia harus diperiksa setidaknya setiap 2 tahun sekali. Kontrol
harus dilakukan lebih sering apabila pasien memiliki faktor risiko yang lebih
besar.
Miopia sangat di pengaruhi oleh usia. Setiap derajat miopia pada usia
kurang dari 4 tahun harus dianggap serius. Pada usia lebih dari 4 tahun dan
terutama 8 - 10 tahun, miopia sampai dengan -6 D harus diawasi dengan hati –
hati. Jika telah melewati usia 21 tahun tanpa progresivitas serius maka kondisi
miopia dapat diharapkan telah menetap dan prognosis dianggap baik. Pada tingkat
ringan dan sedang dari miopia simplek prognosisnya baik bila penderita miopia
memakai kacamata yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif,
prognosisnya akan buruk terutama bila disertai oleh perubahan koroid dan vitreus,
sedangkan pada miopia maligna prognosisnya jelek. Pemeriksaan secara teratur
sangat penting untuk penderita degeneratif miopi karena mereka mempunyai
faktor resiko untuk terjadinya ablasi retina, degenerasi retina atau masalah
lainnya.10 Faktor genetik yang mempengaruhi perkembangan dan derajat
keparahan miopia tidak dapat diubah, tetapi kita dapat mengendalikan faktor
lingkungan mengendalikan laju miopia. Cara pencegahan yang dapat kita lakukan,
dikenal dengan istilah visual hygiene, yaitu:11
1. Beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat setiap 30
menit. Selama istirahat ini diusahakan untuk dapat berdiri, berkeliling
ruangan dan melihat jauh ke luar jendela.
2. Ambilah posisi duduk tegak namun nyaman selama membaca, dan
duduklah pada kursi dengan sandaran tegak.
3. Gunakan penerangan yang cukup saat membaca
4. Jarak baca yang baik adalah sepanjang lengan hingga siku
5. Duduk setidaknya berjarak 6 kaki saat menonton televisi
6. Batasi waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi atau bermain
game
7. Olahraga teratur.
KESIMPULAN

Miopia merupakan kelainan refraksi yang ditandai dengan jatuhnya


bayangan di depan bola mata. Kondisi ini disebabkan oleh 2 kemungkinan secara
umum yaitu panjang bola mata yang berlebih dan atau karena kekuatan pembiasan
yang berlebihan. Penyebab pemanjangan bola mata belum diketahui secara pasti
namun terdapat beberapa teori yang telah ada seperti teori biologik dan teori
mekanik. Gejala klinis yang ditunjukan pasien miopia adalah pengelihataan kabur
jika melihat jauh dan jelas jika melihat dekat dan saat melihat jauh pasien sering
menyipitkan matanya. Pemeriksaan opthalmologis dilakukan adalah pemeriksaan
refraksi yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan
cara objektif. Cara subjektif dilakukan dengan penggunaan optotipe dari snellen
dan trial lenses, sedangkan cara objektif dilakukan dengan oftalmoskopi direk dan
pemeriksaan retinoskopi. Terapi terbaik pada miopia adalah dengan penggunaan
kacamata atau lensa kontak sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal tanpa akomodasi. Selain itu operasi refraksi mata juga
dapat dilakukan untuk mengkoreksi miopia. Komplikasi yang dapat terjadi akibat
miopia adalah ablasio retina dan esotropia. Prognosis miopia tergantung pada
umur pasien saat onset, derajat keparahan dan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi progresifitas miopia.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Basic Clinical Science and Course


2005-2006. New York: American Academy of Ophthalmology. 2009.
2. Charman N. Myopia: Its Prevalence, Origins, and Control, Ophthalmic
and Physiological Optics, 31: 3–6. 2011.
3. Guyton A C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC. 2007.
4. Curtin B J. The Myopia, The Philadelphia Harper & Row: 348. 2012.
5. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2006
6. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5. Jakarta: Badan
penerbit FKUI. 2015.

7. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: ECG; 2010.


8. American Optometric Associacion.Tersedia pada http://www.aoa.org

9. Khurara AK. Comprehensive Ophtalmology. 6th Ed. New Delhi: Jayphee


Brothers Medical Publisher; 2015.
10. American Optometric Association. Optometric Clinical Practice
Guideline: Care of the patient with myopia. 2006.
11. Budiono S. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga
University Press; 2013.

Anda mungkin juga menyukai