Oleh:
Muhammad Halim Triwirani Syam 1940312101
Nadira Haura Sausano Gunawan 1940312032
Preseptor:
2.1.2 Epidemiologi
Di Indonesia, pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di
rumah sakit dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan dengan
crude fatality rate (CFR) 7,6%, paling tinggi bila dibandingkan dengan penyakit
lainnya.
2.1.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam kuman, yaitu bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Penelitian di beberapa negara melaporkan bahwa bakteri
Gram positif penyebab utama pneumonia komunitas.
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, foto torks dan
laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat/ air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala:
- Batuk
- Perubahan karakteristik sputum/ purulen
- Suhu tubuh ≥ 38°C (aksila) / riwayat demam
- Nyeri dada
- Sesak
- Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara nafas
bronkial dan ronkhi
Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum serta fungsi hati dilakukan
untuk menetukan derajat keparahan CAP. Uji mikrobiologi. dari sputum harus
dilakukan pada pasien CAP sedang dan berat, sedangkan pada pasien CAP ringan
sebaiknya pemeriksaan mikrobiologis harus berdasarkan faktor-faktor klinis seperti
usia, penyakit komorbid dan indikator-indikator beratnya CAP serta faktor
epidemiologi dan riwayat antibiotik yang digunakan sebelumnya. Jika hasil
pemeriksaan mikrobiologis menemukan kuman penyebab maka antibitiok yang
diberikan harus diganti ke antibiotik yang lebih spesifik terhadap kuman penyebab.
Pemeriksaan sputum untuk deteksi M.Tb (BTA) dilakukan bila tidak didapatkan
perbaikan setelah pemberian antibiotik yang ditandai dengan batuk produktif yang
persisten serta gejala klinis lain yang berhubungan dengan Tb.
Berdasarkan panduan IDSA pemeriksaan kultur sputum yang disertai dengan
pemeriksaan sputum Gram merupakan pemeriksaan rutin yang harus dilakukan pada
setiap pasien CAP akan tetapi hal ini tidak menjadi pemeriksaan rutin jika tidak
terdapat resiko infeksi oleh kuman resisten menurut panduan ATS oleh karena kuman
patogen penyebab CAP hanya ditemukan pada 40-50% dari seluruh pasien. ATS dan
IDSA merekomendasikan dilakukannya pungsi pleura jika pada pemeriksaan foto
torak lateral dekubitus didapatkan gambaran ketebalan cairan >10 mm untuk
menyingkirkan empiema dan efusi parapneumonia.
2.1.5 Tatalaksana
Dalam mengobati pneumonia sesuai dengan ATS/IDSA 2007 perlu
diperhatikan:
1. Pasien tanpa riwyat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
2. Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3
bulan sebelumnya.
Tabel 2. Perbedaan Pedoman CAP antara 2019 dan 2007 American Thoracic Society
/ Infectious Diseases Society of America
Panduan ATS/IDSA
Rekomendasi Panduan ATS/IDSA 2019
2007
Direkomendasikan meninggalkan
Diterima seperti yang kategorisasi ini. Penekanan pada
diperkenalkan dalam epidemiologi lokal dan faktor risiko
Penggunaan
pedoman ATS / IDSA yang divalidasi untuk menentukan
kategori hospital-
2005 tentang HAP kebutuhan akan cakupan MRSA atau
acquired pneumonia
dan ventilator- P. aeruginosa. Meningkatan
(HAP)
associated pneumonia penekanan pada pengurangan
(VAP) pengobatan jika kultur negatif
ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan, berusia 57 tahun datang ke IGD RSUP. Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal Desember 2019, dengan:
Keluhan Utama
Sesak napas meningkat sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
− Sesak napas meningkat sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Sesak tidak menciut, meningkat dengan aktivitas.Sesak sudah dirasakan sejak
4 bulan yang lalu karena sesaknya pasien dirawat di RS Yos Sudarso
diberikan obat-obat injeksi dan tablet, kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M.
Djamil.
− Batuk sejak 4 bulan yang lalu, berdahak berwarna putih. Batuk meningkat
sejak 1 minggu yang lalu.
− Nyeri dada ada jika batuk
− Batuk darah tidak ada
− Demam ada sejak 5 hari yang lalu, hilang timbul
− Keringat malam tidak ada
− Penurunan nafsu makan tidak ada
− Penurunan berat bada ada namun pasien tidak tahu berapa kg
− Suara serak tidak ada
− Muka sembab tidak ada
− BAB & BAK tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu
− Riwayat TB tidak ada
− Riwayat DM sejak ± 4 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur
− Riwayat Hipertensi tidak ada
− Riwayat keganasan di organ lain tidak ada
Riwayat Pengobatan
− Pasien dirawat di RS Yos Sudarso diberikan obat-obatan injeksi dan tablet
Riwayat Keluarga
− Tidak ada riwayat TB pada keluarga
− Tidak ada riwayat Hipertensi pada keluarga
− Tidak ada riwayat Diabetes Melitus pada keluarga
− Tidak ada riwayat Keganasan pada keluarga
Riwayat Kebiasaan, sosial, pekerjaan
− Pasien seorang ibu rumah tangga
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 37°C
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Tinggi badan : 149 cm
Berat badan : 39 Kg
Status Generalisata
- Kepala : Normocephal, muka tidak udem, bibir tidak sianosis
- Leher : JVP 5 – 2 cmH20, tidak ada pembesaran KGB
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
- Telinga : Tidak ada kelainan
- Hidung : Tidak ada kelainan
- Rongga Mulut : Tidak ada kelainan
- Thoraks
✔ Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC
V Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : BJ I II tunggal
✔ Paru-paru depan :
Inspeksi : Kiri sama dengan kanan (statis)
Pergerakan dinding dada kiri sama dengan kanan (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bronkovesikuler, Rh +/+, Wheezing -/-
✔ Punggung :
Inspeksi : asimetris kanan cembung dari kiri (statis)
pergerakan dinding dada kanan tertinggal dari kiri (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan< kiri
Perkusi : Kanan: Pekak
Kiri : sonor
Auskultasi : Kanan : suara nafas melemah
Kiri : suara nafas bronkovesikuler Rh (+) Wh (-)
- Abdomen :
Inspeksi : distensi (-) tidak ada jejas, terdapat venaektasi.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) Normal
− Genitalia & Ano-rektal : tidak ada kelainan.
− Anus : tidak dilakukan pemeriksaan colok dubur
− Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tidak ada, Clubbing finger
tidak ada
PEMERIKASAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin : Analisis Gas Darah :
Hb : 12,1 g/dl pH : 7,52
Leukosit : 9000 /mm3 PCO2 : 24,3
Trombosit : 215.000 /mm3 PO2 : 80,2
Ht : 33% SO2 : 95,4
GDS : 225 gr/dl BE : 1.500 mmol / L
Alb / Glob : 4 / 2,6 HCO3- : 23.500 mmol / L
Na / K / Cl : 139 / 3,6 / 103 mmol/L
PT / APTT : 9,7 / 36,6
Ureum / Kreatinin : 27 / 0,4
Bil Direct / Bil Indirect : 0,32 / 0,51
SGOT/SGPT : 26/37
DIAGNOSIS BANDING
Tuberculosis Paru
RENCANA PENGOBATAN
Cefixim 2x 200 mg
FOLLOW UP
Tgl Subject/ Objective/ Assessment/ Plan/
26/11/2019 ‒ Sesak nafas berkurang KU: sedang Suspect Ca Rencana bronkoskopi
06.00 WIB ‒ Batuk ada KS: CMC Bronkogenik jenis O2 3 L / jam
‒ Demam tidak ada TDD: 150/80 sel belum diketahui IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf
HR: 108x/menit T3NxMx minimal Cefixim 2 x 200 mg
RR: 20 x/menit Stage II b P S 70 – Nebu Ventolin 3 x 1
T: 36,7 80 Vit. K 3 x 1
DD : Vit. C 2 x 1
Paru - Interstitial Lung Amlodipin 1 x 5 mg
Auskultasi Disease Ramipril 1 x 5 mg
Kanan : suara nafas - Pneumocystis Canstatin 4 x 1 tetes
melemah carinii pneumonia Metyl prednisiolon 2 x 16,5 mg
Kiri : Suara nafas - Community Codein 3 x 20 mg
bronkovesikuler, Rh+ Acquired
Wh-/- Pneumonia
- Candidiasis oral
- DM Tipe II sudah
dikenal
normoweight
- Hipertensi stage II
27/11/2019 ‒ Sesak nafas ada berkurang KU: sedang Suspect Ca IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf
06.00 WIB ‒ Batuk ada berkurang KS: CMC Bronkogenik jenis Cefixim 2 x 200 mg
‒ Demam tidak ada TDD: 100/80 sel belum diketahui Nebu Ventolin 3 x 1
‒ Nyeri dada tidak ada HR: 98x/menit T3NxMx minimal Vit. K 3 x 1
RR: 23 x/menit Stage II b PS 70-80 Vit. C 2 x 1
T: 36,5 oC Community Amlodipin 1 x 5 mg
Acquired Ramipril 1 x 5 mg
Paru Pneumonia Canstatin 4 x 1 tetes
SN Bronkovesikuler Candidiasis Oral Metyl prednisolon 2 x 16,5 mg
Rh - /-, Wh -/- Hipertensi Stage II
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien mengeluhkan batuk sejak 4 bulan yang lalu dan meningkat sejak 1
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Batuk pasien berdahak berwarna
putih. Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang timbul akibat iritasi
percabangan tracheobronkial. Refleks batuk merupakan mekanisme yang penting
untuk membersihkan saluran napas bawah. Rangsangan yang menyebabkan refleks
batuk biasanya adalah rangsangan kimia, mekanik, dan peradangan. Batuk akibat
proses peradangan biasanya disertai dengan dahak (sputum) berupa cairan yang
dikeluarkan dan diproduksi oleh mukosa saluran napas yang mengandung benda
asing berupa bakteri ataupun virus yang mengganggu mekanisme pembersihan
saluran napas oleh silia sehingga mukus tertimbun. Dahak tersebut dapat dijadikan
spesimen untuk pemeriksaan selanjutnya untuk membuktikan bakteri penyebab
infeksi.3
Hasil pemeriksaan fisik dada kiri dan kanan pasien asimetris, kanan lebih
cembung saat statis dan pergerakan dada kanan tertinggal saat dinamis. Pada
pemeriksaan palpasi, fremitus dada kanan pasien menurun dibandingkan dada kiri
pasien. Pemeriksaan perkusi, ditemukan suara pekak pada dada kanan dan sonor pada
dada kiri. Pemeriksaan auskultasi, didapatkan suara napas yang melemah pada dada
kanan dan suara napas bronkovesikuler dengan ronki. Ronki dihasilkan oleh aliran
udara melalui saluran napas yang berisi sekret / eksudat atau akibat saluran napas
yang menyempit atau oleh oedem saluran napas.
Pemeriksaan menggunakan rontgen thoraks merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Pada
pasien ini telah dilakukan pemeriksaan rontgen thoraks dengan kesan Ca
Bronkogenik dan pneumonia sedangkan, dari pemeriksaan laboratorium biasanya
menunjukkan peningkatan leukosit dan pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan
alkalosis respiratorik. Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah
menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar
karbondioksida dalam darah menjadi rendah.4 Pernafasan yang cepat dan dalam
disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida
yang dikeluarkan dari aliran darah.