Anda di halaman 1dari 22

Clinical Report Sessions

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA

Oleh:
Muhammad Halim Triwirani Syam 1940312101
Nadira Haura Sausano Gunawan 1940312032

Preseptor:

dr. Yessy Susanty Sabri, Sp.P(K)FISR. FAPRS

dr. Afriani, Sp.P(K)

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pneumonia merupakan suatu peradangan akut parenkim paru yang


disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) selain disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan
oleh non-mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-
obatan, dan lain lain) disebut pneumonitis.

Berdasarkan gejala klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas


pneumonia komunitas (Community-Acquired Pneumonia= CAP), Pneumonia
didapat dari rumah sakit (Hospital-Acquired Pneumonia= HAP), Health Care
Associated Pneumonia = HCAP, dan pneumonia akibat pemakaian ventilator
(Ventilator Associated Pneumonia = VAP)

Selama 10-15 tahun terakhir terjadi perubahan situasi epidemiologis


disebabkan munculnya beberapa new emerging diseases yang melibatkan paru
terutama infeksi oleh virus, seperti virus influenza baru, virus corona dll yang
perlu mendapatkan perhatian kita khususnya para dokter spesialis. Peran
fluorokuinolon respirasi pada pengobatan pneumonia dewasa ini.Pemberian
antibiotik secara empiris perlu mempertimbangkan riwayat pemakaian antibiotik
3 bulan sebelumnya, faktor komorbid dan risiko terjadinya pseudomonas.
Pedoman ini banyak mengambil rujukan dari berbagai pedoman yang
direkomendasikan oleh organisasi seperti American Thoracic Society (ATS),
Infectious Diseeases Society of America dan British Thoracic Society (IDSA)

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan clinical report session ini bertujuan untuk memahami serta
menambah pengetahuan tentang manajemen pneumonia komunitas.
1.3 Batasan Masalah

Dalam clinical report session ini akan dibahas mengenai manajemen


pneumonia komunitas

1.4 Metode Penulisan


Penulisan clinical report session ini menggunakan metode diskusi dari
berbagai tinjauan pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PNEUMONIA KOMUNITAS


2.1.1 Definisi
Pneumonia komunitas merupakan peradangan akut pada parenkim paru yang
didapat di masyarakat. Infeksi saluran nafas bawah termasuk pneumonia komunitas
menduduki urutan ke-3 dari 30 penyebab kematian didunia. Angka kematian
pneumonia komunitas pada rawat jalan 2%, rawat inap 5-20% lebih meningkat pada
pasien di ruang intensif yaitu lebih dari 50%. Risiko kematian lebih meningkat pada
pasien umur ≥ 65 tahun, laki-laki dan adanya komorbid.

2.1.2 Epidemiologi
Di Indonesia, pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di
rumah sakit dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan dengan
crude fatality rate (CFR) 7,6%, paling tinggi bila dibandingkan dengan penyakit
lainnya.

2.1.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam kuman, yaitu bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Penelitian di beberapa negara melaporkan bahwa bakteri
Gram positif penyebab utama pneumonia komunitas.
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, foto torks dan
laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat/ air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala:

- Batuk
- Perubahan karakteristik sputum/ purulen
- Suhu tubuh ≥ 38°C (aksila) / riwayat demam
- Nyeri dada
- Sesak
- Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara nafas
bronkial dan ronkhi

- Leukosit ≥ 10.000 atau < 4500


Gambar 1. Alur diagnosis dan tatalaksana Pneumonia

Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum serta fungsi hati dilakukan
untuk menetukan derajat keparahan CAP. Uji mikrobiologi. dari sputum harus
dilakukan pada pasien CAP sedang dan berat, sedangkan pada pasien CAP ringan
sebaiknya pemeriksaan mikrobiologis harus berdasarkan faktor-faktor klinis seperti
usia, penyakit komorbid dan indikator-indikator beratnya CAP serta faktor
epidemiologi dan riwayat antibiotik yang digunakan sebelumnya. Jika hasil
pemeriksaan mikrobiologis menemukan kuman penyebab maka antibitiok yang
diberikan harus diganti ke antibiotik yang lebih spesifik terhadap kuman penyebab.
Pemeriksaan sputum untuk deteksi M.Tb (BTA) dilakukan bila tidak didapatkan
perbaikan setelah pemberian antibiotik yang ditandai dengan batuk produktif yang
persisten serta gejala klinis lain yang berhubungan dengan Tb.
Berdasarkan panduan IDSA pemeriksaan kultur sputum yang disertai dengan
pemeriksaan sputum Gram merupakan pemeriksaan rutin yang harus dilakukan pada
setiap pasien CAP akan tetapi hal ini tidak menjadi pemeriksaan rutin jika tidak
terdapat resiko infeksi oleh kuman resisten menurut panduan ATS oleh karena kuman
patogen penyebab CAP hanya ditemukan pada 40-50% dari seluruh pasien. ATS dan
IDSA merekomendasikan dilakukannya pungsi pleura jika pada pemeriksaan foto
torak lateral dekubitus didapatkan gambaran ketebalan cairan >10 mm untuk
menyingkirkan empiema dan efusi parapneumonia.

2.1.5 Tatalaksana
Dalam mengobati pneumonia sesuai dengan ATS/IDSA 2007 perlu
diperhatikan:
1. Pasien tanpa riwyat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
2. Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3
bulan sebelumnya.

Pemilihan antibiotik secara empiris berdasarkan beberapa faktor, termasuk:

1. Jenis kuman yang kemungkinan besar sebagai penyebab berdasarkan pola


kuman setempat.
2. Telat terbukti dalam penelitian sebelumnya bahwa obat tersebut efektif.
3. Faktor risiko resisten antibiotik. Pemilihan antibiotik harus
mempertimbangkan kemungkinan resisten terhadap Streptococcus pneumonie
yang merupakan penyebab utama CAP yang memerlukan perawatan
4. Faktor komorbid dapat mempengatuhi kecendrungan terhadap jenis kuman
tertentu dan penjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan

Penatalaksanaaan pneumonia komunitas dibagi menjadi:

a. Pasien rawat jalan


- Pengobatan suportif/ simptomatik
1. Istirahat ditempat tidur
2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
3. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
4. Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspektoran
- Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
b. Pasien rawat inap di ruang rawat biasa
- Pengobatan suportif / simptomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
3. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
- Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
c. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif - Pengobatan suportif / simptomatik

1. Pemberian terapi oksigen


2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
3. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
- Pengobatan antibiotik diberikan sesegera mungkin
- Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis

Tabel 2. Perbedaan Pedoman CAP antara 2019 dan 2007 American Thoracic Society
/ Infectious Diseases Society of America

Panduan ATS/IDSA
Rekomendasi Panduan ATS/IDSA 2019
2007

Sekarang direkomendasikan pada


Terutama
pasien dengan penyakit berat serta
direkomendasikan
Kultur Sputum pada semua pasien rawat inap yang
pada pasien dengan
ditatalaksana secara empiris untuk
penyakit berat
MRSA atau Pseudomonas aeruginosa
Sekarang direkomendasikan pada
Terutama
pasien dengan penyakit berat serta
direkomendasikan
Kultur darah pada semua pasien rawat inap yang
pada pasien dengan
ditatalaksana secara empiris untuk
penyakit berat
MRSA atau Pseudomonas aeruginosa

Rekomendasi bersyarat untuk pasien


Rekomendasi kuat untuk
Monoterapi makrolid rawat jalan berdasarkan level
pasien rawat jalan
resistensi

Tidak direkomendasikan untuk


Penggunaan pro
Tidak tercakup menentukan kebutuhan akan terapi
kalsitonin
antibakteri awal

Disarankan untuk tidak digunakan.


Penggunaan
Tidak tercakup Dapat dipertimbangkan pada pasien
kortikosteroid
dengan syok septik refraktori

Direkomendasikan meninggalkan
Diterima seperti yang kategorisasi ini. Penekanan pada
diperkenalkan dalam epidemiologi lokal dan faktor risiko
Penggunaan
pedoman ATS / IDSA yang divalidasi untuk menentukan
kategori hospital-
2005 tentang HAP kebutuhan akan cakupan MRSA atau
acquired pneumonia
dan ventilator- P. aeruginosa. Meningkatan
(HAP)
associated pneumonia penekanan pada pengurangan
(VAP) pengobatan jika kultur negatif

Kombinasi b-Lactam / Keduanya diterima tetapi lebih kuat


Terapi empiris
macrolide dan b- bukti yang mendukung kombinasi β-
standar pada CAP
lactam / fluoroquinolone laktam / makrolid
berat
diberi bobot yang sama
Disarankan untuk tidak
dilakukan. Pasien mungkin
Penggunaan rutin
memenuhi syarat untuk
pencitraan dada
Tidak dilakukan skrining kanker paru-paru,
pada tindak lanjut
yang harus dilakukan seperti
yang diindikasikan secara
klinis

Keterangan : ATS = American Thoracic Society, CAP = community-


acquired pneumonia, IDSA = Infectious Diseases Society of America,
MRSA = methicillin-resistant Staphylococcus aureus.

Pasien yang tidak respon dengan terapi empiriss


2.1.6 Prognosis
Tabel 3. Penentuan prognosis menurut IDSA dan British Thoracic Society (BTS)
dapat dilihat pada tabel berikut:
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. Nurmaini
Umur / Tgl lahir : 57 tahun/ 02 Februari 1962
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nomor RM : 01.05.04.81
Alamat : Jl. Siak, Gg.Setia No.6, Padang
Status Perkawinan : Janda
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Minang

ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan, berusia 57 tahun datang ke IGD RSUP. Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal Desember 2019, dengan:
Keluhan Utama
Sesak napas meningkat sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
− Sesak napas meningkat sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Sesak tidak menciut, meningkat dengan aktivitas.Sesak sudah dirasakan sejak
4 bulan yang lalu karena sesaknya pasien dirawat di RS Yos Sudarso
diberikan obat-obat injeksi dan tablet, kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M.
Djamil.
− Batuk sejak 4 bulan yang lalu, berdahak berwarna putih. Batuk meningkat
sejak 1 minggu yang lalu.
− Nyeri dada ada jika batuk
− Batuk darah tidak ada
− Demam ada sejak 5 hari yang lalu, hilang timbul
− Keringat malam tidak ada
− Penurunan nafsu makan tidak ada
− Penurunan berat bada ada namun pasien tidak tahu berapa kg
− Suara serak tidak ada
− Muka sembab tidak ada
− BAB & BAK tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu
− Riwayat TB tidak ada
− Riwayat DM sejak ± 4 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur
− Riwayat Hipertensi tidak ada
− Riwayat keganasan di organ lain tidak ada
Riwayat Pengobatan
− Pasien dirawat di RS Yos Sudarso diberikan obat-obatan injeksi dan tablet
Riwayat Keluarga
− Tidak ada riwayat TB pada keluarga
− Tidak ada riwayat Hipertensi pada keluarga
− Tidak ada riwayat Diabetes Melitus pada keluarga
− Tidak ada riwayat Keganasan pada keluarga
Riwayat Kebiasaan, sosial, pekerjaan
− Pasien seorang ibu rumah tangga

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : sedang
 Kesadaran : CMC
 Nadi : 80 x/menit
 Nafas : 22 x/menit
 Suhu : 37°C
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Tinggi badan : 149 cm
 Berat badan : 39 Kg
Status Generalisata
- Kepala : Normocephal, muka tidak udem, bibir tidak sianosis
- Leher : JVP 5 – 2 cmH20, tidak ada pembesaran KGB
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
- Telinga : Tidak ada kelainan
- Hidung : Tidak ada kelainan
- Rongga Mulut : Tidak ada kelainan
- Thoraks
✔ Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC
V Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : BJ I II tunggal
✔ Paru-paru depan :
Inspeksi : Kiri sama dengan kanan (statis)
Pergerakan dinding dada kiri sama dengan kanan (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bronkovesikuler, Rh +/+, Wheezing -/-
✔ Punggung :
Inspeksi : asimetris kanan cembung dari kiri (statis)
pergerakan dinding dada kanan tertinggal dari kiri (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan< kiri
Perkusi : Kanan: Pekak
Kiri : sonor
Auskultasi : Kanan : suara nafas melemah
Kiri : suara nafas bronkovesikuler Rh (+) Wh (-)
- Abdomen :
Inspeksi : distensi (-) tidak ada jejas, terdapat venaektasi.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) Normal
− Genitalia & Ano-rektal : tidak ada kelainan.
− Anus : tidak dilakukan pemeriksaan colok dubur
− Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tidak ada, Clubbing finger
tidak ada

PEMERIKASAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin : Analisis Gas Darah :
Hb : 12,1 g/dl pH : 7,52
Leukosit : 9000 /mm3 PCO2 : 24,3
Trombosit : 215.000 /mm3 PO2 : 80,2
Ht : 33% SO2 : 95,4
GDS : 225 gr/dl BE : 1.500 mmol / L
Alb / Glob : 4 / 2,6 HCO3- : 23.500 mmol / L
Na / K / Cl : 139 / 3,6 / 103 mmol/L
PT / APTT : 9,7 / 36,6
Ureum / Kreatinin : 27 / 0,4
Bil Direct / Bil Indirect : 0,32 / 0,51
SGOT/SGPT : 26/37

Kesan : Alkalosis respiratorik


Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Rontgen Thoraks

Rontgen diambil pada 11 September 2019 di RS Yos Sudarso Padang

Rontgen diambil pada 13 November 2019 di RSUP Dr. M. Djamil Padang

Kesan : Tumor Paru Kanan


DIAGNOSIS KERJA
Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahui TxNxMx + Community
Acquired Pneumonia

DIAGNOSIS BANDING
Tuberculosis Paru

RENCANA PENGOBATAN
Cefixim 2x 200 mg

FOLLOW UP
Tgl Subject/ Objective/ Assessment/ Plan/
26/11/2019 ‒ Sesak nafas berkurang KU: sedang Suspect Ca Rencana bronkoskopi
06.00 WIB ‒ Batuk ada KS: CMC Bronkogenik jenis O2 3 L / jam
‒ Demam tidak ada TDD: 150/80 sel belum diketahui IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf
HR: 108x/menit T3NxMx minimal Cefixim 2 x 200 mg
RR: 20 x/menit Stage II b P S 70 – Nebu Ventolin 3 x 1
T: 36,7 80 Vit. K 3 x 1
DD : Vit. C 2 x 1
Paru - Interstitial Lung Amlodipin 1 x 5 mg
Auskultasi Disease Ramipril 1 x 5 mg
Kanan : suara nafas - Pneumocystis Canstatin 4 x 1 tetes
melemah carinii pneumonia Metyl prednisiolon 2 x 16,5 mg
Kiri : Suara nafas - Community Codein 3 x 20 mg
bronkovesikuler, Rh+ Acquired
Wh-/- Pneumonia
- Candidiasis oral
- DM Tipe II sudah
dikenal
normoweight
- Hipertensi stage II
27/11/2019 ‒ Sesak nafas ada berkurang KU: sedang Suspect Ca IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf
06.00 WIB ‒ Batuk ada berkurang KS: CMC Bronkogenik jenis Cefixim 2 x 200 mg
‒ Demam tidak ada TDD: 100/80 sel belum diketahui Nebu Ventolin 3 x 1
‒ Nyeri dada tidak ada HR: 98x/menit T3NxMx minimal Vit. K 3 x 1
RR: 23 x/menit Stage II b PS 70-80 Vit. C 2 x 1
T: 36,5 oC Community Amlodipin 1 x 5 mg
Acquired Ramipril 1 x 5 mg
Paru Pneumonia Canstatin 4 x 1 tetes
SN Bronkovesikuler Candidiasis Oral Metyl prednisolon 2 x 16,5 mg
Rh - /-, Wh -/- Hipertensi Stage II
BAB IV
PEMBAHASAN

Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim


paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. Pnemunonia dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia komuniti dan
pneumonia nosokomial. Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat
infeksi di luar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah pneumonia
yang terjadi pada 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit.

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri,


virus, jamur, dan protozoa. Pneumonia komunitas yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak
disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dari
pemeriksaan dahak penyebab penumonia adalah bakteri gram negatif.

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk


(baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau
bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah
pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri
dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian
bawah saat bernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup
sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara
pernafasan bronchial, dan friction rub.

Community Acquired Pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, rontgen thoraks dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti
pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau
infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala. Penilaian derajat keparahan
penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor
Patient Outcome Research Team (PORT).
Hasil anamnesis berdasarkan keluhan utama yang didapatkan pada pasien ini
yaitu adanya sesak nafas. Pasien mengeluh sesak nafas yang meningkat sejak 1
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas tidak menciut dan
meningkat saat beraktivitas. Sesak sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu sebelum
masuk rumah sakit, karena sesaknya pasien sempat dirawat di RS Yos Sudarso dan
diberikan obat-obatan injeksi dan tablet kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil.

Pasien mengeluhkan batuk sejak 4 bulan yang lalu dan meningkat sejak 1
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Batuk pasien berdahak berwarna
putih. Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang timbul akibat iritasi
percabangan tracheobronkial. Refleks batuk merupakan mekanisme yang penting
untuk membersihkan saluran napas bawah. Rangsangan yang menyebabkan refleks
batuk biasanya adalah rangsangan kimia, mekanik, dan peradangan. Batuk akibat
proses peradangan biasanya disertai dengan dahak (sputum) berupa cairan yang
dikeluarkan dan diproduksi oleh mukosa saluran napas yang mengandung benda
asing berupa bakteri ataupun virus yang mengganggu mekanisme pembersihan
saluran napas oleh silia sehingga mukus tertimbun. Dahak tersebut dapat dijadikan
spesimen untuk pemeriksaan selanjutnya untuk membuktikan bakteri penyebab
infeksi.3

Hasil pemeriksaan fisik dada kiri dan kanan pasien asimetris, kanan lebih
cembung saat statis dan pergerakan dada kanan tertinggal saat dinamis. Pada
pemeriksaan palpasi, fremitus dada kanan pasien menurun dibandingkan dada kiri
pasien. Pemeriksaan perkusi, ditemukan suara pekak pada dada kanan dan sonor pada
dada kiri. Pemeriksaan auskultasi, didapatkan suara napas yang melemah pada dada
kanan dan suara napas bronkovesikuler dengan ronki. Ronki dihasilkan oleh aliran
udara melalui saluran napas yang berisi sekret / eksudat atau akibat saluran napas
yang menyempit atau oleh oedem saluran napas.
Pemeriksaan menggunakan rontgen thoraks merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Pada
pasien ini telah dilakukan pemeriksaan rontgen thoraks dengan kesan Ca
Bronkogenik dan pneumonia sedangkan, dari pemeriksaan laboratorium biasanya
menunjukkan peningkatan leukosit dan pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan
alkalosis respiratorik. Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah
menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar
karbondioksida dalam darah menjadi rendah.4 Pernafasan yang cepat dan dalam
disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida
yang dikeluarkan dari aliran darah.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka pasien


ini didiagnosis Pneumonia (Community Acquired Pneumonia) PSI class IV karena
telah ditemukan gejala batuk, sesak, demam dan telah dilakukan pemeriksaan rontgen
thorax dengan hasil yang sesuai dengan pneumonia. Penatalaksanaan yang diberikan
pada pasien ini meliputi IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf, Cefixim 2 x 200 mg, Nebu
Ventolin 3 x 1, Vit. K 3 x 1, Vit. C 2 x 1, Amlodipin 1 x 5 mg, Ramipril 1 x 5 mg,
Canstatin 4 x 1 tetes, Metyl prednisolon 2 x 16,5 mg.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pneumonia Komunitas Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
PDPI. 2014
2. American Thoracic Society. 2019. Diagnosis and Treatment of Adults with
Community-acquired Pneumonia
3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisisologi Kedokteran. 12th Ed. Penerjemah:
Irawat, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC,2008.
4. Hawfield A, DuBose T. Acid-Base Balance Disorders. eLS. 2010

Anda mungkin juga menyukai