Anda di halaman 1dari 8

KAJIAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

M. Yusri

Fakultas Hukum IAIN Raniri


email: yusri_pantom@yahoo.com.

ABSTRACT

The birth of Consumerism Protection Law (UUPK) is meanthas a porpuse to protect


consumer in every business activity from many deceitfull whom did by producers and
other businessmen. The moslem jurists were admitted that in UUPK have been
containing the business ethics substantions that are appropriate with spirit in Islamic
teachings. However, as a human law product, UUPK is not loose from some deficits.
The deficits will appear clearly when several paragraphs in UUPK compared with
philosophical principles in Islamic law. And, this research intended to see how far
relevance UUPK towards the maslahat's spirit in Islamic law.

Kata-kata Kunci :
UUPK, Etika Bisnis Islam, Maslahat.

PENDAHULUAN problematik. Problematika ini terletak pada


kesangsian apakah moralitas mempunyai tempat
Sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa dalam kegiatan bisnis dan ekonomi pada
bisnis adalah aktivitas ekonomi manusia yang umumnya. Dari kalangan yang menyangsikan,
bertujuan mencari keuntungan semata-mata. kemudian muncul istilah “mitos bisnis amoral”
Karena itu cara apapun boleh dilakukan demi (Richard, 2002:2). Menurut Ricard T. George
meraih tujuan tersebut. Konsekuensinya bagi dalam Business Ethics, mitos bisnis amoral
pihak ini, aspek moralitas tidak bisa dipakai berkeyakinan bahwa perilaku bisnis tidak bisa
untuk menilai bisnis dan bahkan dianggap dibarengkan dengan aspek moralitas. Antara
membatasi aktivitas bisnis. bisnis dan moralitas tidak ada kaitan apa-apa
Berlawanan dengan kelompok pertama, dan karena itu merupakan kekeliruan jika
kelompok lain berpendapat bahwa bisnis bisa aktivitas bisnis dinilai dengan menggunakan
disatukan dengan etika. Kalangan ini beralasan tolak ukur moralitas (Keraf, 1997:2).
bahwa etika merupakan alasan-alasan rasional Dalam realitas bisnis kekinian, terdapat
tentang semua tindakan manusia dalam semua kecenderungan bisnis yang mengabaikan etika.
aspek kehidupannya, tidak terkecuali aktivitas Persaingan dalam dunia bisnis adalah
bisnis. Secara umum bisnis merupakan suatu persaingan dalam dunia modal kususnya bagi
kegiatan usaha individu yang terorganisasi para palaku usaha. Pelaku usaha dengan modal
untuk menghasilkan dan menjual barang dan besar berusaha memperbesar jangkauan
jasa guna mendapatkan keuntungan dalam bisnisnya sehingga menimbulkan efek negatif
memenuhi kebutuhan masyarakat (Alma, 1997: bagi para konsumen dan bahkan bagi pengusaha
16), atau juga sebagai suatu lembaga yang kecil (pemodal kecil) sendiri juga dapat
menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan tersingkir dari wilayah bisnis. Jika definisi
oleh masyarakat untuk dapat dikonsumsi produksi yang dijadikan patokan adalah sebagai
(Brown, 1997: 7). upaya menciptakan kekayaan melalui
Dengan adanya pandangan demikian, ide eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber
mengenai etika bisnis bagi banyak pihak kekayaan lingkungan” (al-Qardhawi, 1997:135),
termasuk ahli ekonomi merupakan hal yang berarti produksi di sini dianggap sebagai cara

M. Yusri, Kajian Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Islam 9


dan alat serta metode. Jika dikaitkan dengan Dalam hubungannya dengan perlindungan
tujuan, nilai dan aturan berproduksi maka konsumen, Islam dengan konsep Maqâshid
pemahaman ini adalah merupakan suatu Syarî’ah-nya juga mengatur tentang pemenuhan
kekeliruan. Berdasarkan hal tersebut diatas, kebutuhan konsumen. Kebutuhan konsumen
maka diperlukan pengkajian kembali tentang yang dipenuhi oleh pelaku usaha, didalamnya
bagaimana sebetulnya pandangan produksi yang harus mencakup pada pertimbangan terhadap
benar menurut nilai-nilai dan etika dalam hal-hal yang bersifat esensial dalam melindungi
berproduksi. konsumen, seperti pemenuhan kebutuhan
Dengan semakin terbukanya pasar konsumen berupa barang maupun jasa
nasional sebagai akibat dari proses globalisasi diharuskan turut menjaga, memelihara dan tidak
ekonomi, di satu pihak akan bermanfaat bagi menjadi ancaman bagi agama konsumen, jiwa,
konsumen karena kebutuhannya akan barang akal, keturunan, dan harta.
dan jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, serta Di Indonesia sendiri telah dibentuk
semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih Undang-Undang tentang perlindungan terhadap
aneka jenis dan kualitas barang dan atau jasa konsumen (UUPK) yang menggariskan tentang
sesuai dengan keinginan dan kemampuan asas-asas dalam bisnis. Pada dasarnya Undang-
konsumen. Undang ini mempunyai tujuan yang sama
Namun di sisi lain, kondisi dan fenomena dengan apa yang ditawarkan dalam Islam, yaitu
ini dapat mengakibatkan kedudukan pelaku menciptakan keseimbangan diantara pelaku
usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, usaha dan konsumen dan untuk memberikan
dimana konsumen berada pada posisi yang perlindungan terhadap konsumen. Namun
lemah. Konsumen menjadi obyek aktivitas secara garis besar, keseimbangan yang diatur
bisnis demi untuk memperoleh keuntungan yang dalam UUPK adalah cenderung keseimbangan
sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat yang merujuk kepada terpenuhinya keinginan
promosi, sistem pemasaran, serta penerapan masing-masing di antara pelaku usaha dan
perjanjian standar yang dapat merugikan konsumen daripada menyoroti hal-hal yang
konsumen. sifatnya esensial sebagaimana dijelaskan
Islam merupakan agama yang menjunjung sebelumnya.
tinggi nilai-nilai etika dan moral tersebut, Berdasarkan kerangka pemikiran di atas
termasuk dalam masalah ekonomi. Islam dan didasarkan oleh konteks perlindungan
mengatur perilaku manusia dalam memenuhi konsumen yang tidak hanya dilihat dari aspek
kebutuhannya, Islam mengatur bagaimana materi melainkan juga unsur spiritual, maka
manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan penulis merasa terdorong untuk mengkaji ulang
dalam bisnis yang membawa manusia berguna Undang-Undang Perlindungan Konsumen
bagi kemaslahatan. Berdasarkan hal itu, Islam (UUPK) dari sudut pandang hukum Islam. Hal
turut memberikan jalan bagi manusia untuk ini dilakukan disamping akan menunjukkan
melakukan berbagai improvisasi dan inovasi adanya titik persamaan dan perbedaan, juga
melalui sistem dan teknik dalam perdagangan. diharapkan dapat membantu pembangunan
Islam telah menawarkan asas-asas hukum di Indonesia kususnya dalam masalah
mendasar dan petunjuk pada orang-orang yang perlindungan terhadap konsumen.
beriman untuk suatu kebaikan dan perilaku etis Adapun penelitian ini berupaya melihat
dalam bidang bisnis. Asas-asas dan petunjuk bagaimana penerapan perlindungan terhadap
yang ditawarkan dalam Islam tersebut dapat konsumen yang diatur dalam UUPK dari sudut
diklasifikasikan dalam empat macam yaitu pandang hukum Islam. Penelitian ini
tauhid, keadilan, kebebasan berkehendak, dan menggunakan metode pustaka (library reserch)
pertanggung jawaban (Q.S.2:19 dan Q.S.17:35). dengan pendekatan yuridis normatif. Sumber
Asas dasar yang telah ditetapkan Islam data diperoleh dari peraturan perundang-
mengenai perdagangan dan niaga adalah undangan RI yang berhubungan dengan
manifestasi dari adanya etika dengan tolak ukur perlindungan terhadap konsumen. diantaranya
kejujuran, kepercayaan dan ketulusan. Undang-Undang No 8 Tahun 1999, juga nash-

 10 ULUMUDDIN, Volume V, Tahun III, Juli-Desember 2009


nash Al-Quran, Hadis, kitab-kitab fiqih serta ekonomi Islam, mendefinisikan pelaku usaha
beberapa literatur lain yang berkaitan dengan sebagai pembisnis yang mengkhususkan diri
pelaku usaha dan konsumen. Sedangkan analisa dalam proses membuat produksi (Muhammad,
data dilakukan dengan metode reduksi, 2004:4). Adapun konsumen adalah objek yang
kategorisasi, dan sintesisasi. dituju dalam proses produksi. Sementara istilah
konsumen sebagai definisi yuridis formal yang
PEMBAHASAN ditemukan dalam Undang-Undang No 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
Pada bagian penjelasan UUPK pasal 1 selanjutnya dikenal dengan UUPK pasal (1)
angka 3 disebutkan bahwa “pelaku usaha yang angka 2. Subjek yang disebutkan sebagai
termasuk dalam pengertian ini adalah konsumen dalam UUPK adalah setiap orang
perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, yang berstatus sebagai pemakai barang atau
importer, pedagang, dan distributor. Berangkat jasa. Hal ini sangat berbeda dengan pengertian
dari pengertian tersebut, maka pelaku usaha pelaku usaha dalam UUPK yang secara tegas
memiliki makna yang cukup luas karena memisahkan di antara keduanya, dengan kata-
meliputi grosir, pengecer dan sebagainya. kata orang-perseorangan atau badan usaha.
Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam Sehingga dengan demikian, pengertian
UUPK trsebut, tentu saja akan mempermudah konsumen yang tertuang dalam UUPK
pihak konsumen dalam menuntut ganti seharusnya tidak membatasi pengertian pada
kerugian. Konsumen pengguna produk tidak orang-perseorangan melainkan juga badan
akan kesulitan menemukan kepada siapa usaha. Hal ini sebagaimana juga yang
tuntutan akan diajukan, karena banyaknya pihak dikehendaki dalam makna pelaku usaha.
yang dapat digugat. Mengartikan konsumen secara sempit seperti
Pelaku usaha yang meliputi berbagai halnya sebagai orang yang mempunyai
bentuk/jenis sebagaimana yang dimaksud dalam hubungan kontraktual pribadi dengan pelaku
UUPK, sebaiknya ditentukan urutan-urutan usaha atau penjual adalah cara pendefinisian
yang seharusnya digugat oleh konsumen konsumen yang paling sederhana. Di Amerika
manakala dirugikan oleh pelaku usaha. Urutan- Serikat, cara pandang seperti itu telah
urutan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, ditinggalkan. Konsumen tidak lagi diartikan
pihak yang pertama digugat adalah pelaku usaha sebagai pembeli dari suatu barang dan/atau jasa,
yang membuat produk tersebut jika berdomisili tetapi termasuk bukan pemakai langsung,
di dalam negeri dan domisilinya diketahui oleh asalkan ia memang dirugikan akibat
konsumen. Kedua, apabila produk yang penggunaan suatu produk (Sidharta, 2000: 6).
merugikan konsumen tersebut diproduksi di luar Adapun berkaitan dengan istilah barang
negeri, maka yang digugat adalah importirnya, dan/atau jasa sebagai pengganti terminologi
kerena UUPK tidak mencakup pelaku usaha tersebut, UUPK mengartikan barang dengan
diluar negeri. Ketiga, apabila produsen maupun setiap benda, baik berwujud maupun tidak
importir dari suatu produk tidak diketahui, maka berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, baik
yang digugat adalah penjual dari siapa dapat dihabiskan maupun tidak dapat
konsumen membeli barang tersebut (Ahmadi, dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
2004:11). dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
Urutan-urutan di atas tentu saja hanya konsumen. Akan tetapi UUPK tidak
diberlakukan jika suatu produk mengalami menjelaskan perbedaan istilah-istilah dipakai,
kecacatan pada saat di produksi, karena dipergunakan atau dimanfaatkan.
kemungkinan barang mengalami kecacatan pada Sementara itu jasa diartikan sebagai setiap
saat sudah berada di luar kontrol atau diluar layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi
kesalahan pelaku usaha yang memproduksi yang disediakan bagi masyarakat untuk
produk tersebut. dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian
Muhammad Al-Amin dalam bukunya disediakan bagi masyarakat, menunjukkan jasa
etika dan perlindungan konsumen dalam itu harus ditawarkan kepada masyarakat.

M. Yusri, Kajian Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Islam 11


Artinya harus lebih dari satu orang. Juga konsumen diartikan “setiap orang, kelompok
demikian halnya, layanan yang bersifat kusus atau badan hukum pemakai suatu harta benda
dan individual tidak tercakup dalam pengertian atau jasa karena adanya hak yang sah, baik
tersebut. dipakai untuk pemakaian ahir ataupun untuk
Rumusan kata konsumen dalam Pasal 1 proses produksi selanjutnya (Muhammad,
Angka 2 UUPK diakhiri dengan kalimat “....dan 2004:129). Konsumen dalam Islam tidak
tidak untuk diperdagangkan.“ Pengertian terbatas pada orang perseorangan saja, tapi juga
konsumen dalam ketentuan ini hanyalah mencakup suatu badan hukum seperti yayasan
mencakup konsumen lahir. Batasan demikian wakaf atau perusahaan dan lembaga tertentu.
memang sudah biasa digunakan dalam peraturan Kata barang atau jasa secara singkat dalam
perlindungan konsumen di berbagai negara. hukum ekonomi Islam disebut sebagai harta (al-
Memang secara teoritis hal demikian terasa mâl) kerena harta terdiri dari barang dan jasa.
cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup Sedangkan penggalan kalimat “....baik ia
konsumen, akan tetapi secara praktik sulit dipakai untuk pemakaian akhir ataupun untuk
menetapkan batas-batas seperti itu. proses produksi selanjutnya“. Dengan
Menurut hemat penulis, seharusnya demikian dalam Islam tidak ada bedanya antara
batasan konsumen tidak perlu sekaku yang pemakai akhir dengan pemakai medium atau
dimuat dalam UUPK. Hal ini sekaligus konsumen sementara. Para ahli hukum Islam
menunjukkan bahwa batasan konsumen dalam juga tidak membedakan harta antara barang
UUPK dan hak-hak konsumen yang diadopsi di konsumsi, barang produksi dan barang perantara
dalamnya masih memerlukan pengkajian lebih sebagaimana yang terdapat dalam ilmu ekonomi
mendalam. Hal ini dikerenakan banyaknya umum. Hal ini membawa pengaruh pada
golongan yang tidak tercakup sebagai definisi konsumen yang harus dilindungi dalam
konsumen, sedangkan ia juga harus dilindungi, Islam, karena konsumen dalam Islam termasuk
seperti badan hukum, badan usaha, barang yang semua pemakai barang, apakah barang itu
tidak ditawarkan dalam masyarakat dan batasan- dipakai langsung hingga habis atau dijadikan
batasan yang samar. alat perantara untuk diproduksi selanjutnya.
Pada dasarnya, para ahli hukum Islam Untuk lebih mudah dalam mengetahui
terdahulu tidak pernah mendefinisikan perbedaan dan persamaan cakupan makna
konsumen dan menjadikannya objek kajian konsumen dan pelaku usaha, maka penulis
khusus. Namun jika dikembalikan pada prinsip- berusaha menuangkannya dalam bentuk tabel
prinsip umum bisnis dalam Islam, maka sebagaimana yang tertera berikut di bawah ini;

Cakupan Makna Menurut yang diatur Menurut yang diatur dalam


dalam UUPK Hukum Islam
Pelaku Usaha Mencakup orang-perorangan Mencakup orang-peroarangan
maupun badan usaha maupun badan usaha

Hanya orang-perorangan Orang-perorangan dan badan


usaha
Konsumen
konsumen dibatasi dengan Konmeh Konsumen tidak
konsumen ahir. Konsumen dibatasi kepada konsumen ahir
antara tidak termasuk dalam atau konsumen antara
pengertian.
Barang/jasa telah tersedia Konsmen Semua barang baik
atau telah di promosikan yang sudah diketahui oleh
kepada masyarakat masyarakat maupun belum

 12 ULUMUDDIN, Volume V, Tahun III, Juli-Desember 2009


Hak dan Kewajiban Konsumen serta Pelaku Wahbah Zuhaily yaitu ”Suatu sifat kekhususan
Usaha yang diatur dalam UUPK dan Hukum dimana dengannya syara’ menetapkan suatu
Islam kekuasaan bagi pemiliknya atau kewajiban atas
Di dalam UUPK telah diatur mengenai objeknya”.
hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen Definisi ini sudah mencakup semua hak,
dan pelaku usaha. Berdasarkan kesembilan butir termasuk di dalamnya hak konsumen dan
hak yang diberikan kepada konsumen yang di pelaku usaha. Definisi ini juga menunjukkan
atur dalam UUPK Pasal 4, terlihat bahwa bahwa sumber kepemilikan terhadap hak itu
persoalan kenyamanan, keamanan dan berasal dari syara’, karena hak dalam pandangan
keselamatan konsumen merupakan suatu hal Islam adalah pemberian Allah SWT. Oleh
yang utama dalam perlindungan konsumen. karena itu suatu hak harus ditentukan oleh
Barang dan atau jasa yang penggunaannya tidak hukum syara’ yang mengaturnya. Dengan
memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang demikian hak dalam Islam tidaklah bersifat
tidak aman atau membahayakan keselamatan mutlak dan tanpa batas, namun ia bersifat terikat
konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dengan harus berada dalam koridor ketentuan
dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk syara’ (Muhammad, 2004: 143).
menjamin bahwa suatu barang atau jasa dalam Persoalan hak konsumen dan pelaku usaha oleh
penggunaanya akan nyaman, aman maupun para ulama dimasukkan dalam bagian hak
tidak membahayakan konsumen penggunanya, publik dan hak manusia. Misalnya dalam
maka konsumen diberikan hak untuk memilih kedaan terjadi pelanggaran umum seperti
barang atau jasa yang dikehendakinya perilaku monopoli dalam dagang oleh pelaku
berdasarkan atas keterbukaan informasi yang usaha, hak perlindungan bagi manusia untuk
benar, jelas dan jujur. Jika terdapat kemaslahatan pribadinya, seperti menjaga
penyimpangan yang merugikan, konsumen terhadap harta, hak pembeli terhadap barang,
berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, hak penjual terhadap alat pembayaran.
pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi Dalam hukum ekonomi Islam
sampai kepada ganti rugi. kemungkinan pelanggaran akan hak konsumen
Menyangkut hak pelaku usaha, tampak bisa terjadi ketika sebelum terjadi transaksi jual
bahwa UUPK yang mengatur i’tikad baik, lebih beli berlangsung, yakni pada saat iklan atau
ditekankan pada pelaku usaha meliputi semua promosi. Bisa pula ketika transaksi itu sendiri
tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, berlangsung dan ketika purnatransaksi. Oleh
sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban karenanya pada tahapan-tahapan inilah
pelaku usaha beritikad baik dimulai sejak seharusnya perlindungan hukum dapat
barang dirancang atau diproduksi sampai pada diberikan. dalam kajian fiqih Islam kebenaran
tahap purnapenjualan. Sebaliknya konsumen dan keakuratan informasi ketika seorang pelaku
hanya dijwajibkan beritikad baik dalam usaha mempromosikan barang dagangannya
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau menempati kajian yang signifikan. Islam tidak
jasa. Hal ini disebabkan karena kemungkinan mengenal istilah bahwa konsumen yang harus
terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai berhati-hati atau sebaliknya pelaku usahalah
sejak barang dirancang oleh pelaku usaha, yang harus berhati-hati. Di dalam Islam yang
sedangkan bagi konsumen kemungkinan untuk berlaku adalah prinsip keseimbangan. Disni
dapat merugikan pelaku usaha atau produsen antara keduabelah pihak konsumen maupun
dimulai pada saat transaksi. pelaku usaha harus sama-sama berhati-hati.
Jika ditinjau dari hukum Islam, pemakaian Diantara sekian banyak hak konsumen
istilah hak itu sendiri sebenarnya dalam bahasa yang mendapat pembahasan dalam kajian fiqih,
Arab menempati banyak arti seperti ketetapan, maka penulis dapat membutirkannya sebagai
yang pasti, penjelasan, kebenaran, jatah atau berikut: (1) Hak untuk mendapatkan informasi
bagian, hakikat dan kewajiban (Mu’jam, dan pelayanan yang benar, jujur, adil, mendidik
1972:188). Istilah hak oleh para ahli hukum dan terhindar dari pemalsuan; (2) Tersedianya
Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh hak pilih dan nilai tukar yang wajar; (3) Hak

M. Yusri, Kajian Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Islam 367
363
untuk mendapatkan keamanan produk dan Disamping itu, di dalam Islam Informasi
lingkungan sehat; (4) Hak untuk mendapatkan produk yang diberikan kepada konsumen tidak
advokasi dan penyelesaian sengketa; (5) Hak hanya berhubungan dengan kuantitas dan
untuk mendapatkan perlindungan dari kualitas suatu barang (UUPK Pasal 4 huruf C),
penyalahgunaan keadaan; (6) Hak untuk akan tetapi juga berkaitan dengan efek samping
mendapatkan ganti rugi akibat negatif dari suatu atau bahaya pemakaian, kepercayaan terhadap
produk. agama tertentu, seperti informasi halal atau
Berdasarkan hak-hak di atas, dalam haramnya suatu produk. Resiko pemakaian
kajian fiqih Islam kebenaran dan keakuratan barang dikenakan pada pelaku usaha sebagai
informasi ketika seorang pelaku usaha penyebab kerugian karena melanggar prinsip
mempromosikan barang dagangannya hati-hati atau sewenang-wenang dalam
menempati kajian yang signifikan. Islam tidak penggunaan hak.
mengenal istilah bahwa konsumen yang harus Dalam persoalan pemenuhan hak
berhati-hati atau sebaliknya pelaku usahalah konsumen terhadap harga yang tidak normal
yang harus berhati-hati. Di dalam Islam yang dipasar, sebenarnya fiqih Islam telah
berlaku adalah prinsip keseimbangan. Disni menawarkan banyak solusi, yaitu dengan
antara keduabelah pihak konsumen maupun pelanggaran praktik ribawi, pelanggaran
pelaku usaha harus sama-sama berhati-hati. monopoli dan persaingan tidak sehat
UUPK Pasal 18, mengatur hal menyangkut (Muhammad, 2004:213). Demikian hal yang
dengan adanya pencantuman klausula baku atau menyangkut hak-hak konsumen dalam Islam.
pernyataan selanjutnya setelah perjanjian awal Sebagai bentuk keseimbangan, konsumen pun
oleh pelaku usaha tentang suatu produk yang hal harus dibebani dengan kewajiban yang
ini hanya dilakukan secara sepihak. Seperti walaupun tidak dijelaskan secara spesifik, akan
misalnya bentuk promosi kartu seluler yang tetapi penulis dapat menjelaskannya sebagai
menurut penjelasan dalam iklan, menyediakan berikut: (1) Beritikad baik dalam melakukan
Talk Mania (TM), telfon sepuasnya hanya transaksi barang dan/atau jasa; (2) Mencari
dengan harga 5000 rupiah. Setelah selang informasi dalam berbagai aspek dari suatu
beberapa waktu disaat taraf konsumen barang dan/atau jasa yang akan dibeli atau
meningkat, barulah dikeluarkan informasi digunakan; (3) Membayar sesuai dengan harga
selanjutnya yang berbentuk iklan atau media atau nilai yang telah disepakati dan dilandasi
cetak dengan pernyataan “Talk Mania (TM) rasa saling rela, yang terealisasi dengan adanya
berlaku hanya sampai dengan tanggal yang ijab dan qabul; (4) Mengikuti penyelesaian
ditentukan.” Hal ini bertentangan dengan apa hukum terhadap sengketa yang terkait dengan
yang diatur dalam Islam yang dapat perlindungan konsumen.
diidentifikasi melalui kaidah ushûl yaitu; Untuk dapat mewujudkan perlindungan
‫ﻻ‬
َ ‫ﺺ‬ ِ ‫ﺼ‬‫ﺨ ﱠ‬
َ ‫ﻦ اﻟ ُﻤ‬
ِ‫ﻋ‬َ ‫ﺚ‬
ِ ‫ﺤ‬
ْ ‫ﻞ اﻟ َﺒ‬
َ ‫ﻞ ﺑِﺎ ﻟﻌَﺎ ِّم َﻗ ْﺒ‬
ُ ‫اﻟ َﻌ َﻤ‬ terhadap konsumen, disamping hal-hal yang
‫ﺠ ْﻮ ُز‬
ُ ‫َﻳ‬ telah dibahas pada pembahasan sebelumnya,
Pelaksanaan yang belum dibahas maka hal ini sangat tergantung pula pada
pengkhususannya maka tidak diperbolehkan kewajiban dan tanggungjawab yang harus
(Usman, 2002:43). dipenuhi oleh pelaku usaha terhadap konsumen.
Dalam hal ini berarti konsepsi hukum Dalam ketentuan UUPK Pasal 27 huruf (e)
Islam memahami hubungan kontraktual kedua disebutkan bahwa, Pelaku usaha yang
belah pihak dapat dianggap baik, jujur, adil dan memproduksi barang dibebaskan dari
seimbang jika mengetahui hakikat dan kondisi tanggungjawab atas kerugian yang diderita
persetujuan yang disepakati pada awal proses konsumen apabila; lewat jangka waktu
transaksi atau promosi (umum). Karena tidak penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau
terdapat pengkhususan pada perjanjian awal lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
untuk memberlakukan produk dengan batas Dalam Islam, segala perbuatan yang dapat
waktu tertentu. merugikan satu pihak tidak dibatasi
pertanggungjawabannya dengan adanya jangka

 364 ULUMUDDIN, Volume V, Tahun III, Juli-Desember 2009


waktu. Selama kerugian yang ditimbulkan Dari beberapa kewajiban pelaku usaha
memang benar disebabkan oleh pihak tersebut, yang diatur dalam pasal 27 UUPK, dapat
maka pertanggungjawaban tetap ada demi disimpulkan bahwasanya pengaruh negatif yang
tercapainya asas keseimbangan yang berlaku. akan timbul dari kewajiban-kewajiban tersebut
Adapun prinsip-prinsip hukum Islam jika terjadi pelanggaran, hanya mengikutkan
dalam tanggungjawab pelaku usaha diantaranya dua belah pihak diantara konsumen dan pelaku
mencakup prinsip tauhîd, keadilan (al’adl), usaha. Di dalam etika Islam di bidang bisnis
amar ma’rûf nahiy munkar, prinsip sebuah kewajiban yang dipenuhi atau dilanggar,
kemerdekaan atau kebebasan (al-Hurriyah), akibatnya harus dengan berbagai pertimbangan
Prinsip al-Ta’awwun (tolong-menolong) dan yang tidak hanya berpengaruh kepada kedua
toleransi (Najmuddin, 2007). belah pihak diantara konsumen dan pelaku
Tujuan menghindari eksploitasi terhadap usaha namun juga keterlibatan sosial
manusia dalam Islam, secara garis besar tidak masyarakat dan agama. Tanggung jawab sosial
jauh berbeda dengan tujuan diundangkannya dari bisnis ialah pelaksanaan etika bisnis yang
UUPK di Indonesia, yaitu sebagai bentuk mencakup proses produksi, distribusi barang
perlindungan terhadap konsumen. Hanya saja dan jasa sampai penjagaan kelestarian
pengertian konsumen yang dimaksud dalam lingkungan hidup dari ancaman polusi dan
UUPK yang membedakan cakupan diatara sebagainya. Pelaku usaha atau perusahaan tidak
kedua hukum ini. hanya bertanggung jawab memenuhi kewajiban
Keadilan dalam hukum Islam berarti pula terhadap pemenuhan kebutuhan konsumen
keseimbangan antara kewajiban yang harus sesaat, akan tetapi juga perlu mempertimbang-
dipenuhi oleh manusia dengan kemampuan kan jangka panjang kelangsunngan hidup
manusia untuk menunaikan kewajiban itu. Jika manusia dan ekologi kemaslahatan umum.
keadilan dilanggar maka akan terjadi ketidak- Sejauh pembahasan penulis terhadap
seimbangan dalam pergaulan hidup, sebab satu penjelasan di atas mengenai hal-hal yang
pihak akan dirugikan atau disengsarakan berhubungan dengan hak dan kewajiban bagi
sementara yang lain memperoleh keuntungan. konsumen maupun pelaku usaha, maka terdapat
Jika sistem sosial rusak karena keadilan beberapa perbedaan dan persamaan. Adapun
dilanggar maka pastilah seluruh masyarakat diantara perbedaan dan persamaan secara garis
akan mengalami kerusakan yang dampaknya besar tersebut penulis tuangkan dalam bentuk
akan menimpa banyak orang. tabel berikut di bawah ini;

Menurut yang diatur dalam UUPK Menurut yang diatur dalam Islam

Hak konsumen maupun pelaku usaha Hak konsumen maupun pelaku usaha tidak
bersifat mutlak ditentukan dalam bersifat mutlak dan ditentukan oleh syara’
Undang-Undang /UUPK
Hak informasi yang diterima konsumen Hak informasi yang diterima konsumen
menyangkut dengan kualitas dan selain menyangkut kualitas dan kuantitas
kuantitas produk juga termasuk informasi kehalalan suatu
produk
Hak konsumen dalam kebebasan Hak konsumen dalam kebebasan memilih
memilih barang diukur dengan nilai barang, selain diukur dengan nilai tukar
tukar yang pantas terhadap suatu produk juga mempertimbangkan hak orang lain
yang terlebih dahulu melakukan penawaran
terhadap suatu produk
Kewajiban pelaku usaha dalam Kewajiban pelaku usaha dalam beriktikad
beriktikad baik dimulai sejak barang baik dimulai sejak barang dirancang sampai
dirancang sampai pada tahap purna pada tahap purna penjualan
penjualan

M. Yusri, Kajian Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Islam 365
Kewajiban bagi konsumen dalam Kewajiban bagi konsumen dalam beriktikad
beriktikad baik dimulai saat terjadinya baik dimulai sebelum transaksi maupun saat
transaksi transaaksi.

Dari semua persamaan dan perbedaan yang tidak hanya berpengaruh kepada kedua
yang penulis tuangkan pada tabel di atas, dapat belah pihak diantara konsumen dan pelaku
diketahui bahwa segala bentuk hak baik bagi usaha namun juga keterlibatan sosial
konsumen maupun pelaku usaha dalam Islam masyarakat dan agama.
diatur oleh syara’. Dalam hal memproduksi
suatu produk baik berupa barang maupun jasa, DAFTAR PUSTAKA
kehalalan dan kemaslahatan produk sangat
diutamakan. Ahmadi Miru, Sutarman Yodo. (2004). Hukum
Perlindungan Konsumen. Jakarta: Raja
KESIMPULAN Grafindo.
Alma, H. Bukhari. (1997). Pengantar Bisnis.
Defenisi konsumen yang diatur dalam Bandung: CV. Alfabeta.
UUPK maknanya lebih sempit dibandingkan Al-Wasith, Mu’jam. (1972). Majma ‘al Lughat
dengan pemaknaan terhadap pelaku usaha (tidak al Arabiyyah. Mesir: Dar al-Ma’rifah.
seimbang). Pengertian yang seimbang dari Anshorullah, Najamuddin. Prinsip Pelaku
keduanya akan membawa pengaruh positif usaha Dalam Islam, diakses pada tanggal
terhadap cakupan konsumen yang harus 07 November 2007 dari
dilindungi sebagaimana yang di atur dalam http://www.google.com/Prinsip-prinsip
hukum Islam. Namun sepanjang penelitian ini, Pelaku usaha Dalam Islam.
penulis menemukan beberapa ketidaksepakatan Brown dan Patrello, diedit dalam H. Buchari
hukum Islam terhadap UUPK yang selama ini Alma. (1997). Pengantar Bisnis.
diberlakukan terhadap umat Islam di Indonesia. Bandung: CV. Alfabeta.
UUPK Pasal 18, mengatur hal De George, Richard T. (2002). Business Ethics.
menyangkut dengan adanya pencantuman Diedit dalam Drs. Muhammad, R.
klausula baku atau pernyataan selanjutnya Lukman Faurani, Visi Al-Quran tentang
setelah perjanjian awal oleh pelaku usaha Etika dan Bisnis. Jakarta: Salemba
tentang suatu produk yang hal ini hanya Diniyah.
dilakukan secara sepihak. Hal ini bertentangan Keraf, A. Soni. (1997). Bisakah Bisnis Berjalan
dengan apa yang diatur dalam Islam bahwa tanpa Moralitas?. Diedit dalam H.
hubungan kontraktual kedua belah pihak dapat Buchari Alma. Pengantar Bisnis.
dianggap baik, jujur, adil dan seimbang jika Bandung: CV. Alfabeta.
mengetahui hakikat dan kondisi persetujuan Muhammad dan Alimin. (1994). Etika dan
yang disepakati pada awal proses transaksi atau Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi
promosi (umum). Karena tidak terdapat Islam. Yogyakarta.
pengkhususan pada perjanjian awal untuk Qardhawi, Yusuf. (1997). Nilai dan Moral
memberlakukan produk dengan batas waktu dalam Ekonomi Islam. Terj. Didin
tertentu. Hafidhuddin, Setiawan Bodiutomo, Aunur
Selain itu, dari beberapa kewajiban pelaku Rofiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Robbani
usaha yang diatur dalam pasal 27 UUPK, dapat Press.
dilihat bahwasanya pengaruh negatif yang akan Sidharta. (2000). Hukum Perlindungan
timbul dari kewajiban-kewajiban tersebut jika Konsumen Indonesia. Jakarta: PT.
terjadi pelanggaran, hanya mengikutkan dua Grasindo.
belah pihak diantara konsumen dan pelaku Usman, Mukhlis. (2002). Kaidah-Kaidah
usaha. Di dalam etika Islam di bidang bisnis Ushuliyah Dan Fiqhiyah. Jakarta : PT
sebuah kewajiban yang dipenuhi atau dilanggar, Raja Grafindo Persada.
akibatnya harus dengan berbagai pertimbangan

 10 ULUMUDDIN, Volume V, Tahun III, Juli-Desember 2009

Anda mungkin juga menyukai