Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

LINGKUNGAN EKSTRASEL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Biologi Sel

Disusun Oleh :

Nasiha El Karima (4411417008)

Dosen Pengampu :

Dr. Wiwi Isnaeni, M.S.

Dr. Sigit Saptono, M.Pd.

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2018/2019

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Lingkungan Ekstrasel”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mohon maaf dengan adanya kekurangan
yang kami buat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Wiwi Isnaeni, M.S. dan
bapak Dr. Sigit Saptono, M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Biologi Sel.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini.
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca
sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Semarang, 5 Januari 2019

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Lingkungan adalah salah satu faktor penting dalam kehidupan sel maupun organisme.
Lingkungan adalah sistem kompleks yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan sel dan merupakan ruang tiga dimensi, dimana sel sendiri merupakan salah
satu bagiannya.

Lingkungan yang ekstrem baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri akan berpengaruh
tidak baik terhadap kehidupan sel. Sebagai ilustrasi atau gambaran tentang keadaan ekstrem
di antaranya adalah keberadaan air. Air dapat berada dalam keadaan ekstrem kiri (sangat
sedikit), maupun dalam keadaan ekstrem kanan (sangat berlimpah). Keadaan keduanya
sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan, baik kehidupan sel, maupun kehidupan suatu
organisme.

Eksistensi dari keberhasilan suatu organisme atau kelompok organisme tergantung


pada keadaan lingkungan yang sangat rumit. Suatu keadaan yang melampaui batas-batas
toleransi disebut keadaan yang membatasi atau faktor pembatas. Faktor pembatas dapat
mencapai nilai ekstrim maksimum maupun minimum dengan ukuran kritis. Faktor pembatas
bervariasi dan berbeda untuk setiap tumbuhan maupun hewan dengan nilai ekstrim tertentu,
sehingga terjadilah pengelompokan dan perkembangan serta penyebaran organisme tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor lingkungan ekstraseluler yang dapat menjadi ekstrem?
2. Bagaimana udara dapat menjadi sebagai lingkungan ekstraseluler yang ekstrem?
3. Bagaimana air sebagai lingkungan ekstraseluler?
4. Bagaimana sel dan mikroorganisme mengatasi temperatur tinggi sebagai lingkungan
yang ekstrem?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah
1. Mengetahui faktor lingkungan ekstraseluler yang dapat menjadi ekstrem.
2. Mengetahui penyebab udara dapat menjadi lingkungan ekstraseluler yang ekstrem.
3. Mengetahui bagaimana air sebagai lingkungan ekstraseluler.
4. Mengetahui bagaimana sel dan mikroorganisme mengatasi temperatur tinggi sebagai
lingkungan yang ekstrem

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor-Faktor Lingkungan yang Ekstrem
Suatu keadaan yang melampaui batas-batas toleransi disebut keadaan yang membatasi
atau faktor pembatas. Faktor pembatas dapat mencapai nilai ekstrim maksimum maupun
minimum dengan ukuran kritis. Faktor pembatas bervariasi dan berbeda untuk setiap
tumbuhan maupun hewan dengan nilai ekstrim tertentu.suatu sel hanya dapat hidup dan
berkembang biak pada lingkungan yang sesuai yaitu pada batas-batas pada umumnya, dan
suatu sel akan mengalami stres bahkan mati jika berada pada lingkungan yang ekstrem baik
minimum maupun maksimum. Diantara faktor-faktor yang dapat menjadi ekstrem adalah
sebagai berikut:
1. Air untuk aktivitas (Water bactivity)
Water activity adalah air yang tersedia atau air yang dimanfaatkan untuk keperluan
hidup, yang meliputi air untuk metabolisme, air untuk pertumbuhan dan air untuk
kepentingan reproduksi. Tidak semua air yang ada di likungan dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan hidup seperti diatas. Water activity merupakan salah satu faktor ekstrim bagi
kehidupan sel ketika dalam kondisi yang tidak wajar baik minimum maupun maximum. Ada
dua faktor yang mempengaruhi Water activity, yaitu derajat air yang dapat diserap oleh
permukaan sel dan derajat air yang dapat keluar sel. Kedua faktor ini harus dapat diatur
sedemikian rupa oleh sel agar jumlah air yang tersedia selalu tetap dalam batas kewajaran.
Bila Water activity terganggu maka kehidupan sel akan terganggu pula.
Ada dua jenis lingkungan di bumi kita ini yang memiliki Water activity rendah,.
Pertama adalah lingkungan kering, dimana jumlah air sangat sedikit. Air hanya terikat pada
partikel tanah/batuan, atau terikat hanya pada permukaannya. Kedua adalah lingkungan
garama air mengandung garam, jadi Water activity juga rendah, artinya air yang tersedia
untuk keperluan hidup juga sedikit.
Umumnya organisme dapat tumbuh dengan baik pada Water activity tinggi (>95%).
Organisme osmotoleran dan osmofilik, yaitu organisme yang bisa tumbuh pada lingkuagan
yang Water activitynya rendah akan dapat tumbuh lebih baik bila dipelihara atau dipindahkan
kelingkungan yang Water activitynya tinggi. Banyak diantara tanaman anggrek atau kaktus
yang umumnya tumbuh di lingkungan kering akan menunjukan pertumbuhan yang bagus bila
dirawat atau pindahkan ke lingkungan dengan Water activity yang yang lebih tinggi.

2. Salinitas
Bila kadar garam naik, berarti air yang tersedia menjadi berkurang. Pengaruhnya
terhadap kehidupan biasanya dilihat sebagai fenomina yang berkenaan dengan takanan
osmotik. Tetapi hal ini sebenarnya lebih cocok kalau dilihat sebagai fungsi dari Water
activity. Meningkatnya kadar garam dilingkungan air berarti menurunnya Water activity. Hal
ini akan memberi pekerjaan baru bagi sel untuk memisahkan garam yang meningkat tadi,
sehingga air cocok untuk proses kehidupan.
Peningkatan kadar garam lingkungan mungkin akan mempunyai pengaruh lain
terhadap sel. Ion-ion tertentu mungkin akan menjadi toksik, dan oleh karenanya dapat
menjadi salah satu bentuk pembatas toleransi terhadap lingkungan. Sementara itu ada
beberapa organisme yang justru cocok dengan meningkatkan kposentrasi ion-ion seperti yang
dijumpai di lingkungan garam. Organisme ini adalah halobakterium, yang membutuhkan ion
Na+ relative tinggi untuk prtumbuhannya. Halobakterium adalah salah satu contoh organisme
yang halofil, yaitu organisme yang hidupnya di lingkungan garam.
3. pH
pH berpengaruh terhadap struktur dan aktivitas enzim. Perubahan pH sebesar apapun
di lingkungan dapat berpengaruh tidak baik terhadap metabolisme. Di bumi ini habitat asam
lebih umum dari pada habitat alkali/basa. Catatan menunjukan bahwa air laut sedikit basis
dengan pH 8, sedangkan sungai dan danau memiliki pH yang kisarannya mendekati netral 5-
6. kisaran inilah yang banyak disukai oleh organisme, artinya pada kisaran pH inilah banyak
di jumpai berbagai jenis makhluk hidup. di beberapa tempat belahan bumi ini pH-nya sangat
rendah. Di bawah gunung-gunung berapi, lingkungnanya sangat asam. Contoh ekstrem dari
lingkungan yang sangat asam adalah solfatara, yaitu kawah gunung api yang kaya akan
belerang.kawah-kawah seperti ini bayak ditemukan diberbagai tempat di bum ini. Tempat-
tempat seperti ini biasanya mengandung endapan asam sulfat yang menjdikan lingkungan
dangan pH kurang dari duayellowstone national park, suatu taman nasional merupakan suatu
lingkungan dengan pH 0,05. lingkungan dengan pH serendah ini ternyata masih ada
kehidupan yaitu alga atau ganggang.
Berbagai organisme dapat hidup di berbagai tempat dengan batas pH terendah yang
juga berbeda-beda. Jenis-jenis fungi, bakteri, dan alga tertentu dapat toleran terhadap pH
ektrem redah, sedangkan tubuhan vaskuler pH rendah yang dapat ditolelir adalah pH 3, dan
ikan dapat hidup pada kisaran pH 4.
Karena ada hubungan yang erat antara pH dengan struktur protein., maka organisme
yang hidup dilingkungan asam harus memiliki satu diantara dua perlengkapan hidup berikut
inbi untuk menjadikan dirinya survive atau lestari, pertama, organisme iu harus mempunyai
enzim yang dapat bekerja dalam lingkungan tersebut. Kedua, organisme itu harus memiliki
kemampuan untuk memelihara lingkungan internal sel tanpa dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan eksternalnya.
4. Tekanan Hidrostatik
Faktor yang juga dapat menjadi ekstrem adalah tekanan hidrostatik. Ini akan dialami
oleh organisme yang hidup diair. Tiap kedalaman 10 m, tekanan akan meningkat satu
atmosfer. Beberapa organisme dinamakan barotolerant, kalau organisme itu dapat tumbuh,
berkembang dan reproduksi dengan lingkungan dengan tekanan hidrostatik yang tinggi
tersebut. Organisme macam ini adalah organisme yang memiliki enzim yang tetap dapat
bekerja walaupun tekanan hidrostatik menjadi tinggi, dan mempunyai membran sel maupun
sistem membran lain yang tidak terpengaruh sama sekali oleh adanya tekanan yang tinggi.
5. Temperatur
Temperatur juga dapat menjadi ekstrem. Ada diantara organisme itu terutama
mikroorganisme dapat hidup pada kisaran temperatur yang sangat luas. Beberapa diantaranya
dapat hidup, artinya dapat melakukan metabolisme dan reproduksi pada suhu dibawah 00C,
sementara yang lain dapat tumbuh dan berkembang pada lingkungan air dengan suhu yang
sangat tinggi.
Organisme yang hidup pada temperatur tinggi memiliki enzim termostabil, yang
umumnya tidak dimemiliki oleh organisme lain. Walaupun lingkungan itu panas sehingga
tdak ada organisme mampu bertahan hidup, tewtapi bagi organisme tertentu lingkungan itu
justru sebagai lingkungan yang ideal untuk menyelenggarakan kehidupannya, atau sebagai
habtat yang normal. Lingkngan menjadi ekstrem hanya karena organisme tersebut tidak adatif
terhadapnya.
Umumnya organisme hanya dapat bertahan lagi apabila dikenai beberapa ekstrem.
Sebagai contoh, kombinasi pH rendah dan temperatur tinggi akan menyebabkan kematian
(lethal) bagi hampir semua bentuk kehidupan. Kematian itu terjadi sebagai akibat dari
terhidrolisisnya molekul-molekul biologik pokok pada kedua keadaan ekstrem tadi.
Organisme yang hidup di air pada umumnya mempunyai batas toleransi yang lebih sempit
terhadap temperatur dari pada binatang yang hidup di darat, sehingga temperatur penting dan
sering kali merupakan faktor pembatas.
6. Konsentrasi oksigen
Konsentrasi oksigen berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim bagi organisme yang
melakukan metabolisme. Beberapa organisme menjadi toleran bila ada oksigen (aerobik), dan
yang lain akan mengalami kematian bila ada oksigen (anaerobik). Jadi, kebutuhan oksigen
tiap organisme berbeda-beda. Organisme bisa hidup pada lingkungan yang mengandung
oksigen sesuai dengan kebutuhan dan akan mengalami stres atau kematian jika hidup pada
lingkungan yang konsentrasi oksigenya tidak sesuai.
7. Nutrien
Lingkungan air dalam umumnya nutrien atau makanan terbatas jumlahnya, sehingga
organisme yang membutuhkan diet komplek akan mengalami kesukaran untuk memenuhi
makananya. Untungnya di laut dalam ada arus air, sehingga melalui arus ini juga makanan
akan berputar. Dengan demikian kelangsungan kehidupan di air dalam tetap dapat
dipertahankan. Namun demikian, tiap organisme tidak dapat disamaratakan dalam kebutuhan
nutrien atau makanan, nutrien menjadi faktor lingkungan yang ekstrim jika dalam kondisi
minimum atau maksimum.
8. Radiasi
Radiasi dapat hadir dengan lingkungan yang sangat merugikan bagi organisme.
Mikroorganisme dapat mengalami kerusakan yang hebat oleh adanya radiasi terutama bila
berada di udara atau di dekat udara.

2.2 Udara Sebagai Lingkungan Ekstraseluler


Udara bukan merupakan habitat bagi kebanyakan sel secara individual, tetapi lebih
merupakan habitat bagi kebanyakan organisme multisel yang benar-benar terestrial.
Organisme uniseluler, terutama yang tergabung dalam prokariotik seperti bakteri,
menggunakan udara sebagai alat transport. Akan tetapi umumnya pengaruh udara terhadap
sel, bila hanya dilihat dari sisi lingkungan ekstra sel, udara banyak mendatangkan kerugian
dan bersifat destruktif/merusak. Oleh karenanya udara di anggap sebagai lingkungan yang
ekstrem. Kerugian dan kerusakan yang ditimbulakan udara bila dilihat hanya dari sisi
lingkungan, karena udara akan menyebabkan desikasi dan karena adanya radiasi.
1. Desikasi
Desikasi atau kekeringan dapat terjadi bila dehidrasi terjadi secara berlebihan. Arang
kali pengaruh yang paling membahayakan dari udara terhadap sel adalah karena udara dapat
menyebabkan sel kehilangan air sampai tahap dimana metabolisme berhenti. Beberapa kiat
organisme untuk mengatasi adanya desikasi adalah sebagai berikut:
a) Adanya konstruksi dinding sel
Adanya konstruksi dinding sel untuk mengurangi terjadinya evaporasi Sebagai contoh
bakteri penyebab penyakit TBC yakni Mycobakterium tuberculosis, selnya dilindungi oleh
dinding sel yang kaya akan lemak atau llin, sehingga mereka tahan pada sputum (dahag)
kering atau debu berbulan-bulan. Dinding sel dihasilkan oleh Mycobakterium tuberculosis ini
dapat dianggap sebagai struktur adaptasi yang menyebabkan ia survive dalam waktu yang
lama hingga ia dapat berpindah dari orang yang satu kepada orag yang lain.
b) Dormansi
Pada keadaan yang tidak menguntungkan, diantara organisme menyikapinya dengan
jalan memasuki fase yang dinamakan fase istirahat. Pada bakteri fase ini dilalui dengan cara
membentuk endospora. Endospora dihasilkan memiliki dinding yang tebal dan komposisinya
dibuat demikian rupa yang menyebabkan DNA dan enzim-enzim tertentu tetap dalam status
darman hingga saat tertentu.
c) Dengan membentuk kiste
Pada protozoa, dalam menyikapi desikasi ini dengan cara membentuk kiste. Kiste yag
terbentuk berdinding tebal, yang melindunginya dari pengaruh tidak menguntungkan pada
keadaan kering dalam waktu yang lama. Bila keadaan telah kembali normal kiste akan
kembali ke bentuk vegetativnya, yaitu tropozoid.
d) Sekresi meterial protektif anti desikasi.
Pada organisme tingkat tinggi, utamanya adalah organisme multiseluler darat
menyikapi desikasi ini dengan membentuk bangunan khusus di permukaan tubuh yang
bertugas untuk sintesis meterial protektif dan mensekresikan hasilnya sebagai senyawa anti
desikasi. Tidak seperti pada organisme tingkat rendah dalam mengtasi deskasi itu langsung
bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup, sedangkan kiat yang dilakukan pada
organisme tingkat tinggi lebih mengarah pada tujuan tidak langsung yaitu dengan hanya
menghasilkjan senyawa protektif anti desikasi.
2. Radiasi
Mycobakterium tuberculosis yang selamat dari ancaman desikasi atau kekeringan
berbulan-bulan ternyata akan segera mati jika terkena cahaya matahari tidak lebih dari dua
jam. Cahaya matahari mengandung faktor sterilan berupa sinar violet. Celakanya materi sel
yang peka terhadap sinar ultra violet adalah asam inti. Tergantung banyaknya sinar ultra
violet yang mendedah sel, pengaruh sinar ultra violet dapat bersifat mutagenik atau lethal.
Efek merusak dari sinar ultra violet adalah fotodimerisasi basa nitrogen timin menjadi
dimersiklobutan. Dengan terbemtuknya dimersiklobutan, maka asa nitrogen timin tidak lagi
tersedia, sedagkan untuk replikasi DNA dibutuhkan timin bebas. Akibatnya sudah jelas,
replikasi DNA tidak dapat berlangsung alias terhenti. Tampilan yang dapat diamati seperti
telah disebut sebelumya yaitumutagenik (menyebabkan mutasi) atau lethal (menyebabkan
kematian) sel.
Bakteri memiliki enzim dalam jumlah yang sangat kecil yaitu enzim fotoliase.
Dengan adanya sinar dengan panjang gelombang maksimal 380 nm, fotoliase akan menjadi
aktif dan mengadakan reaksi balik yaitu dimerisasi dengan menghasilkan timin bebas. Proses
reaksi balik dari dimersiklobutan menjadi timin bebas yang dipacu oleh enzim fotolise ini
dinamakan fotoreaktivasi. Bakteri yang memiliki enzim fotolisasi akan tetap survive
meskipun tertedah oleh sinar ultra violet yang memiliki efek merusak tadi.
2.3 Air Sebagai Lingkungan Ekstraseluler
Air adalah kebutuhan dasar dari semua bentuk kehidupan. Kira-kira 80% dari sel
tersusun atas air, dengan beberapa fungsi yang diembannya. Fungsi pertama air adalah
memelihara lingkungan, di mana nutrien dan intermediet metabolik terlarut. Fungsi pertama
air adalah memelihara lingkungan dimana nutrien dan intermediet metabolik terlarut. Dalam
bentuk ini ia berfungsi sebagai pengangkut bakteri dari luar atau lingkungan kedalam sel, dan
bertindak sebgai pengangkut enzim dari satu tempat ketempat yang lain pada saat metabolik
berlangsung. Kedua, sebagai donor elektron dalam reaksi oksidasi reduksi. Reaksi-reaksi
hidrolisis selalu melibatkan air.
Fungsi air yang ketiga, adalah turut memlihara struktur membran sel. Molekul
ampipatik yang dimiliki olah fospolipod akan berinteraksi membentuk struktur dwilapis
hanya terjadi bila hanya ada air. Tanpa air tidak akan terbentuk dwilapis membran.
a. Air tawar
Ada dua cara yang dapat ditempuh oleh organisme uniseluler agar ia sukses atau
survive di air tawar. Pertama dengan membuat dinding sel yang membuatnya ia dapat
mengatasi masalh tekanan osmotik didalam selnya. Bakteri dan cyanobakteria memiliki
dinding sel yang dapat mempertahankan tekanan osmotik diodalam selnya sehingga tetap
berada pada tekanan 20-30 atmosfer, yang membuat ia dapat survive pada air tawar seperti
air danau, sungai, dan mungkin air disterilisasi di laboratorium. Organisme eukariot yang
jhuga padat hidup di air tawar yaitu alga dan fungi.
Cara kedua untuk mengatasi rendahnya kadar garam dilingkungan air tawar adalah
dengan sistem pompa air, suatu organel pompa air pada sel-sel protozoa.
b. Air laut dan cairan tubuh
Jalan keluar untuk mengatasi tekanan osmotik adalah dengan cara memilih atau
menciptakan lingkungan yang mengandung garam dengan konsentarasi yang mendekati
konsentrasi cairan selnya ada dua lingkungan yang mengandung garam pertama air laut,
suatu lingkungan dengan kadar garam tinggi yang ada disekitar sel. Lingkungan yangn kedua
adalah darah dan cairan tubuh.
c. Tekanan hidrostatik
Umumnya tekanan hidrostatik akan mempengaruhi pada tiga hal yaitu:
1. Inaktivasi enzim
2. Menekan kecepatan reaksi fisiologik
3. Menekan pertumbuhan atau reproduksi

2.4 Temperatur Tinggi Sebagai Lingkungan Ekstraseluler


Bila air temperaturnya meningkat, akan terjadi sejumlah perubahan fisika dan kimia
di mana organisme harus dapat menyesuaikan agar dapat survival. Thomas Bork dan kawan-
kawannya telah meneliti kehidupan mikroorganisme termofilik, ia menemukan adanya sifat-
sifat dari bentuk kehidupan pada temperatur tinggi di bawah kondisi tak normal yang harus
betul-betul diperhitungkan agar cocok untuk hidup.
a. Batas atas temperatur
Batas atas temperatur yang dapat ditolerir oleh organisme agar cocok untuk hidup
ternyata berbeda-beda. Umumnya organisme eukariotik lebih peka terhadap panas tinggi
daripada organisme prokariotik.
b. Enzim termostabil
Organisme yang hidup pada temperatur tinggi memiliki enzim yang dapat bekerja
pada temperatur tinggi. Enzim demikian disebut enzim termostabil. Sebagai contoh
termostabilitas dari enzim aldose yang dimiliki oleh bakteri Thermus aquaticus. Bakteri ini
hidup pada kisaran suhu 70-80 C.
c. Membran termostabil
Sebagai contoh pada bakteri Thermus aquaticus, membrannya tidak akan mengalami
lisis sehingga membran ini disebut membran termostabil. Jika temperatur lingkungan naik,
organisme yang memiliki membran termostabil seperti T. aquaticus akan memproduksi
lemak yang memiliki titik cair yang lebih tinggi.
d. Asam inti termostabil
Sintesis protein pada suhu tinggi tidak hanya membutuhkan enzim termostabil,
tetapi juga membutuhkan asam inti yang termostabil, yaitu mRNA, tRNA, dan rRNA
termostabil.
Ada 3 perbedaan yang tidak dijumpai organisme misofilik :
1) kandungan pasangan basa nitrogen guanin- sitosin ( G – C )
2) Adanya magnesium ion yang melindungi denatunasi akibat panas.
3) Terjadi teolasi dari ribotinidin menjadi 5-metil-2-tiouridin.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Faktor yang ekstrem akan menimbulkan kerusakan. Di antara faktor-faktor


lingkungan yang dapat menjadi ekstrem adalah: air tersedia, salinitas, pH, tekanan
hidrostatik, temperatur, konsentrasi oksigen, nutrien, dan radiasi. Udara sebagai lingkungan
ekstrasel akan menimbulkan kerusakan bila dilihat dari sisi lingkungan, karena udara dapat
menyebabkan desikasi dan radiasi.

Air sebagai faktor lingkungan ekstrasel, kebanyakan sel memiliki lingkungan ionik
tertentu. Organisme maupun sel memiliki cara sendiri untuk survive baik di air tawar maupun
air yang mengandung garam, serta mengatasi adanya tekanan hidrostatik.

Ssetiap organisme punya batas atas temperatur. Organisme yang hidup pada
temperatur tinggi mengatasinya dengan memiliki enzim termostabil, membran termostabil,
dan asam inti termostabil.

3.2 Saran
Kami menyarankan bagi pembaca untuk mencari literatur-literatur yang lain terkait
lingkungan ekstraseluler untuk lebih memperdalam pengetahuan pada bab ini.

DAFTAR PUSTAKA

Sumadi dan Marianti, A. 2007. Biologi Sel. Yogyakarta: Graha Ilmu


Thorpe, N. O. 1984. Cell Biologi. New York: Jhon Wiley & Sons.
.

Anda mungkin juga menyukai