TAHUN 2020
i
KATA PENGANTAR
Mungkin tugas ini tidak akan selesai jika tidak ada yang menyemangati serta
memberikan motivasi kepada kelompok penulis. Jadi, kelompok 4 juga
menugucapkan terimakasih kepada teman-teman semua.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian kejang pada neonatal
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab kejang dan prosedur menghentikan kejang
1.3.3 Untuk mengetahui terapi kejang pada bayi baru lahir
1.3.4 Untuk mengetahui penilaian pada bayi baru lahir
1.3.5 Untuk mengetahui langkah awal resusitasi
1.3.6 Untuk mengetahui ventilasi tekanan positif (VTP)
1.3.7 Untuk mengetahui menghentikan resusitasi
1.3.8 Untuk mengetahui rujukan yang optimal pada bayi baru lahir dengan
asfiksia
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
(lebih dari 130 mg/dl); hiperbilirubinemia (kernikterus); kekurangan
vitamin B.
d. Infeksi (tetanus neonatorum, meningitis).
e. Bayi dengan kelainan kongenital (anensefali, hidrosefalus,
meningoensefalokel).
Keadaan kejang pada bayi baru lahir merupakan masalah gawat darurat
sehingga memerlukan konsultasi dengan dokter anak. Selain itu, pemeriksaan
yang dilakukan cukup rumit sehingga perlu dilakukan rujukan.
Lakukan tindakan :
4
membandingan antara keuntungan pengobatan dengan efek samping dari obat anti
kejang yang diberikan.
Prinsip yang kedua ini jarang dipertimbangkan karena sedikit provokatif,
sebab pengaruh obat yang diharapkan kurang seimbang dengan efek samping obat
tersebut. Menurut Boylan, Rennie, Pressler & Wilson (2002), penggunaan
antikonvulsan seringkali kurang efektif dalam mengatasi kejang. Dalam penelitian
yang sama dikatakan bahwa efektivitas obat tersebut dalam menurunkan
manifestasi klinik kejang pada bayi yang mempunyai latar belakang pemeriksaan
EEG normal dengan derajat penyakit dalam rentang sedang hanya 29%.
Pemberian anti kejang merupakan upaya yang tersering dilakukan untuk
mengontrol kejang. Obat yang popular untuk mengontrol kejang adalah
fenobarbital (Boylan, Rennie, Pressler & Wilson ,2002). Dosis yang diberikan
mungkin bervariasi.
Menurut Evans dan Levene (1998) dosis awal adalah 20 mg/kg BB diberikan
secara diguyur, kemudian ditingkat 10 mg/kg BB menjadi 40 mg/kg BB yang
merupakan dosis akhir dan diberikan secara diguyur.Sedangkan dosis
pemeliharaan adalah 6 mg/kg BB/hari. Jenis obat yang lain adalah
clonazepam,lorazepam dan fenitoin. Di Indonesia, anti kejang jenis diazepam dan
fenobarbital diberikan secara bergantian (Ismael, 1991).
5
Dalam Bagan Alur Manajemen BBL dapat dilihat alur penatalaksanaan BBL
mulai dari persiapan, penilaian dan keputusan serta alternatif tindakan yang
sesuai dengan hasil penilaian keadaan BBL. Untuk BBL cukup bulan dengan
air ketuban jernih yang langsung menangis atau bernapas spontan dan
bergerak aktif cukup dilakukan manajemen BBL normal. Jika bayi kurang
bulan (< 37 minggu/259 hari) atau bayi lebih bulan (≥ 42 minggu/283 hari)
dan atau air ketuban bercampur mekonium dan atau tidak bernapas atau
megap-megap dan atau tonus otot tidak baik lakukan manajemen BBL dengan
Asfiksia.
6
3. ASUHAN PASCA RESUSITASI
a. Pemantauan tanda bahaya
b. Perawatan tali pusat
c. Inisiasi menyusu dini
d. Pencegahan hipotermi
e. Pemberian vitamin K1
f. Pemberian salep/tetes mata
g. Pemeriksaan fisis
h. Pencatatan & Pelaporan
7
c. Jika dada mengembang lakukan ventilasi 20 x dengan tekanan 20 cm air
selama 30 detik
Nilai napas jika bayi mulai bernapas normal
a. Hentikan Ventilasi
b. ASUHAN PASCA RESUSITASI
a. Sesudah 10 menit bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut
jantung pertimbangkan menghentikan resusitasi.
b. Konseling.
c. Pencatatan & Pelaporan.
8
Setelah Resusitasi jantung paru dilakukan ada beberapa beberapa alasan untuk
menghentikan Resusitasi, diantaranya :
a. Korban dan penolong berada dalam kondisi tidak aman dilokasi kejadian
b. Jantung mulai berdenyut secara adekuat
c. Adanya tenaga terampil lain yang mengambil alih Resusitasi
d. Penolong kelelahan dan tidak dapat melanjutkan Resusitasi
2.8 Rujukan Yang Optimal Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia
1. Langkah langkah rujukan dalam sitem pelayanan kebidanan yaitu :
a. Menentukan tingkat kegawatdaruratan.
b. Menentukan tempat rujukan (bersedia, lengkap, dan terdekat).
c. Memberika KIE kepada keluarga tentang rujukan.
d. Menginformasikan tempat rujukan yang dituju.
a) Memberitahu bahwa ada pasien yang akan dirujuk.
b) Meminta saran apa yang harus dilakukan selama persiapan dan
perjalananke tempat rujukan.
e. Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
1) B (Bidan) Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga
kesehatan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan kegawatdaruratan.
2) A (Alat) Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan
seperti spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop.
3) K (keluarga) Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien)
dan alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang
lain harus menerima ibu (klien) ke tempat rujukan.
4) S (Surat) Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu
(klien), alasan rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat
yang telah diterima ibu.
9
5) O (Obat) Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama
perjalanan merujuk.
6) K (Kendaraan) Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk
memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat
mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
7) U (Uang) Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah
yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang
diperlukan di tempar rujukan DA (Darah) Siapkan darah untuk
sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah apabila terjadi
perdarahan.
f. Mengiriman penderita.
g. Tindak lanjut penderita (dikembalikan atau tidak).
2. Data yang harus di informasikan:
a. Identitas bayi dan tanggal lahir.
b. Identitas orang tua.
c. Riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya, tindakan Resusitasi yang
dilakukan.
d. Obat yang di konsumsi oleh ibu.
e. Nilai afgar.
f. Masa gestasi dan berat lahir.
g. Tanda vital ( suhu, frekuensi jantung pernafasan warna kulit dan aktif/
tidak nya bayi.
h. Tindakan/prosedur klinik dan terapi lain yang sudah di berikan.
i. Bila tersedia data pemeriksaan penunjang yang ada.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan
sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan pelepasan
listrik serba yang berlebihan. (Sowden, 2002).
Kejang adalah depolarisasi berlebihan sel-sel neuron otak, yang
mengakibatkan perubahan yang bersifat paroksimal fungsi neouron
(perilaku,fungsi motorik dan otonom). Dengan atau tanpa perubahan kesadaran.
(Sari Pediarti, 2007).
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi
motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak
(Buku Pelayanan Obstetric neonatal emergensi dasar 2008). Kejang bukanlah
suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari gangguan saraf pusat, lokal atau
sistemik.
3.2 Saran
Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini demikian pula makalah yang
kami buat. Kami menyadari masih banyak kekurangan pada makalah yang kami
buat. Oleh sebab itu kami mengharapkan dan membuka kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk kemajuan dan sempurnanya makalah
ini.Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
11
DAFTAR PUSTAKA
12