Bab Ii Kajian Teori PDF
Bab Ii Kajian Teori PDF
KAJIAN TEORI
A. Kanker Paru
2003:1). Menurut Zhou, et al (2002: 2) hanya 15% kasus kanker paru yang
ditemukan sejak stadium awal. Deteksi dini dan penanganan yang tepat pada
kematian yang diakibatkan oleh kanker paru dan dapat meningkatkan angka
harapan hidup.
Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tetapi paparan zat yang
sangat berkaitan dengan merokok. Asap rokok yang telah diidentifikasi dapat
Society (2013) kasus kanker paru disebabkan oleh rokok (perokok aktif)
10
sebesar 80%, dimana perokok pasif 20% sampai 30% beresiko terkena kanker
paru. Selain faktor utama penyebab kanker paru, terdapat faktor lain seperti
polusi udara, paparan radon, genetik dan lingkungan (Urman & Hosgood,
2015: 491).
SCLC adalah jenis kanker paru yang tumbuh lebih cepat daripada
tersebut.
1) Adenokarsinoma
kanker paru dan lebih banyak muncul pada wanita. Kanker tipe ini
saluran udara.
2) Karsinoma skuamosa
11
Jenis ini paling umum dari kanker paru serta paling banyak terjadi
pada pria dan orang tua. Karsinoma skuamosa berkembang dalam sel
yang mengisi saluran udara, dan kanker ini tumbuh relatif lambat.
dan dapat menyebar dengan cepat. Tipe ini sering disebut juga
besar.
berikut:
12
3) Stadium I merupakan tahap kanker yang hanya ditemukan pada paru-
kelenjar getah bening di sisi yang sama atau pun sisi berlawanan dari
tumor tersebut.
gejala objektif. Keluhan utama dapat berupa batuk-batuk atau tanpa dahak,
batuk darah, sesak napas, suara serak, sakit dada, sulit menelan, dan terdapat
benjolan di pangkal leher. Gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru,
hepar, dan berat badan berkurang juga merupakan ciri dari adanya kanker
13
menggunakan X-ray dapat digunakan untuk menghasilkan citra bagian tubuh
radio (Agency for Toxic Subtances and Disease Registry, 2013: 4).
pemeriksaan radiologi atau CT. Deteksi dini kanker paru yang diperoleh dari
hasil CT adalah proyeksi radiografi dari paru. Paru-paru yang tidak sehat
akan terdapat nodul di paru-paru pada citra foto paru. Nodul tersebut tidak
selalu menjadi indikasi kanker paru karena nodul yang muncul dapat juga
cancerous nodule (tumor jinak) dan cancerous nodule (tumor ganas). Tumor
jinak yang terdapat pada jaringan paru tidak akan menyerang selain organ paru
karena tumor jinak hanya menyerang satu tempat dan tidak menyebar ke
organ tubuh lainnya Agency for Toxic Subtances and Disease Registry
(2013:1) menyatakan bahwa tumor jinak bukanlah kanker karena tumor jenis
ini bisa diangkat dan tidak kambuh kembali, sedangkan tumor ganas adalah
sel kanker yang menyebar dan membahayakan organ dan jaringan yang ada di
sekitar tumor tersebut. Pertumbuhan tumor ganas pada jaringan paru sangat
berbahaya apabila tidak dapat dikendalikan, karena sel kanker ini dapat
14
B. Preprocessing Citra
salah satu teknik untuk meningkatkan kualitas citra. Hal ini bertujuan untuk
citra. Citra yang digunakan dalam pengolahan ini adalah citra grayscale. Citra
grayscale merupakan citra digital dengan warna yang dimiliki adalah warna
hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuaan di sini merupakan warna abu
dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale
operasi titik, operasi spasial, dan operasi transformasi (Rinaldi Munir, 2004:
83). Operasi titik dikenal juga dengan nama operasi pointwise yang terdiri dari
nilai pixel baru pada lokasi yang bersesuaian di dalam citra yang baru. Operasi
diulangi untuk keseluruhan pixel di dalam citra. Setiap pixel mewakili tidak
hanya satu titik dalam sebuah citra melainkan sebuah bagian berupa kotak
( ) * ( )+ (2.1)
keterangan,
15
citra input
citra output
bagian tertentu di dalam citra (Rinaldi Munir, 2004: 83). Beberapa teknik
digunakan pada tugas akhir ini adalah operasi titik intensity adjustment.
terhadap nilai intensitas pada histogram awal menjadi nilai intensitas pada
sebagai berikut.
( ) ( )
16
dengan ( ) adalah citra setelah penyesuaian dan ( ) adalah citra
adalah 255), maka nilai pixel tersebut akan dijadikan 255. Demikian pula
sebaliknya, jika nilai pixel hasil penyesuaian lebih kecil dari 0 (nol), maka
J = imadjust(I,[low_in,high_in),[low_out,high_out])
adjustment.
17
Frekuensi nilai keabuan pixel
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
(a) (b)
Gambar 2.3. (a) Citra N1.jpg setelah dilakukan operasi titik.
(b) Data histogram citra N1.jpg setelah dilakukan operasi titik
I=imread(‘N1.jpg’);
2.2(b)), dapat diketahui bahwa citra tersebut memiliki pixel yang rendah pada
18
intensitas di bawah 40 dan di atas 225. Nilai-nilai keabuan pixel pada
histogram (Gambar 2.2(b)) belum merata dari rentang 0 sampai 255, oleh
karena itu melalui operasi titik intensity adjustment nilai-nilai keabuan pixel
akan direntangkan dari 0 sampai 255 seperti pada (Gambar 2.3 (b)), dengan
C. Ekstraksi Citra
Matrix (GLCM). GLCM banyak digunakan dalam klasifikasi citra dan fitur-
fitur yang diperoleh dari GLCM dapat membantu memahami rincian gambar
secara keseluruhan dalam hal tekstur (Gadkari, 2004: 8). Ekstraksi citra yang
dissimiliraity.
1. Energy
∑ ∑ * ( )+ (2.2)
dengan,
19
banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra.
Nilai energi semakin besar apabila pixel yang memenuhi syarat matriks
letaknya menyebar.
2. Contrast
nilai terendah (gelap) dari pixel yang saling berdekatan. Suatu contrast
merupakan ukuran variasi antar derajat keabuan dari suatu daerah citra
(Gadkari, 2014: 13). Rumus contrast (C) adalah sebagai berikut (Kalas,
2010: 19):
∑ ∑ ( )( ) (2.3)
dengan,
3. Correlation
2013:2):
*( ) ( )+
∑ ∑ (2.4)
20
dengan,
∑ ∑ *( ) ( )+
∑ ∑ *( ) ( )+
∑ ∑ *( ) ( )+
∑ ∑ {( ) ( )}
pixel pada citra. Rumus sum of square variance (SSV) adalah sebagai
∑ ∑ ( )( ) (2.5)
dengan,
rata-rata ∑ ∑ ( ),
21
5. Inverse Difference Moment (IDM)
IDM adalah ukuran dari homogenitas lokal. Nilai IDM tinggi ketika
derajat keabuan (grayscale) lokal seragam dan invers dari GLCM tinggi
(Mohanaiah, et al, 2013: 2). Rumus IDM adalah sebagai berikut (Sharma
( )
∑ ∑ (2.6)
( )
dengan,
6. Sum average
Sum average adalah fitur yang menunjukkan seberapa banyak nilai rata-
rata pixel yang ada dalam citra. Rumus sum average (SA) adalah sebagai
∑ {( ) ( )} (2.7)
( )
dengan,
∑ ∑ ( )
( )
22
7. Sum entropy
keabuan (grayscale) yang acak. Rumus sum entropy (SE) adalah sebagai
∑ { } (2.8)
( ) ( )
dengan,
∑ ∑ ( )
( )
8. Sum variance
bervariasi dari nilai rata-rata (Sharma & Mukharjee, 2013: 331). Rumus
sum variance (SV) adalah sebagai berikut (Haralick, et al, 1973: 619):
∑ ( ) (2.9)
( )
dengan,
= sum entropy,
∑ ∑ ( )
( )
9. Entropy
23
dibutuhkan untuk mengkompres citra (Mohanaiah, et al, 2013: 2). Rumus
entropy (EN) dari suatu citra adalah sebagai berikut (Haralick, et al, 1973:
619):
∑ ∑ ( ) * ( )+ (2.10)
dengan,
keragaman suatu pixel pada citra. Rumus difference variance (DV) adalah
( ) (2.11)
( )
dengan,
∑ ∑ ( ) ( )
( )
∑ ( ){ ( )} (2.12)
( ) ( )
dengan,
24
∑ ∑ ( ) ( )
( )
* ( )+ (2.13)
dengan,
13. Homogeneity
( )
∑ ∑ (2.14)
dengan,
14. Dissimiliraity
25
∑ ∑ ( ) (2.15)
dengan,
sebuah arsitektur yang terdiri dari banyak neuron yang bekerja bersama untuk
memberikan respon pada input (Yeung, et al, 2010: 1). Neuron adalah unit
(hidden layer), dan lapisan output (output layer) (Siang, 2005: 23).
1. Lapisan input
Neuron pada lapisan input menerima input dari luar yang berupa gambaran
26
yang lebih kompleks. Output dari lapisan tersembunyi tidak dapat diamati
secara langsung.
3. Lapisan output
merupakan salah satu hal yang menentukan karakteristik dari NN. Arsitektur
pada jaringan.
1. Arsitektur Jaringan
sama. Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan saraf
oleh (Gambar 2.4). Beberapa neuron pada lapisan input dan lapisan output
27
𝑊
𝑋 𝑌
𝑊𝑗
𝑊𝑚
⋮ ⋮
𝑊𝑖
𝑊𝑗𝑖 𝑌𝑗
𝑋𝑖
𝑊𝑚𝑖
⋮ ⋮
𝑊𝑛
𝑊𝑗𝑛
𝑋𝑛 𝑌𝑚
𝑊𝑚𝑛
Jaringan multi layer memiliki satu atau lebih lapisan yang terletak
diantara lapisan input dan lapisan output (memiliki satu atau lebih lapisan
yang lebih sulit dari lapisan single layer. Model jaringan multi layer dapat
𝑋 𝑌
𝑉 𝑊
𝑍
𝑉𝑝 𝑊𝑝
⋮ ⋮
𝑉𝑖 𝑊𝑗
𝑋𝑖 𝑌𝑗
𝑉𝑝𝑖 𝑊𝑗𝑝
⋮ 𝑍𝑝 ⋮
𝑉𝑛 𝑊𝑚
𝑋𝑛 𝑌𝑚
𝑉𝑝𝑛 𝑊𝑚𝑝
28
c. Jaringan Lapisan Kompetitif
berbeda dengan jaringan lapisan single layer maupun jaringan multi layer,
dimana neuron yang satu dengan neuron yang lainnya saling terhubung.
kompetitif.
1 𝜖
1
𝐴 𝐴𝑚
𝜖
𝜖 𝜖
𝜖
1 1
𝐴𝑖 𝐴𝑗
𝜖
2. Fungsi Aktivasi
pada jaringan. Fungsi aktivasi akan menentukan output suatu unit (mengubah
sinyal input menjadi sinyal output) yang akan dikirim ke unit lain. Ada
beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan saraf tiruan
(step function) untuk mengkonversikan input dari suatu variabel yang bernilai
kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). Fungsi ini sering digunakan pada
29
jaringan dengan lapisan tunggal. Pada Matlab R2010a, perintah untuk
menggunakan fungsi undak biner adalah hardlim. (Gambar 2.7) adalah fungsi
( ) { (2.16)
x
𝜃
Gambar 2.7 Fungsi Aktivasi Undak Biner (Hard Limit)
pada nilai output yang dihasilkan. Nilai output bipolar berupa 1 dan -1
( ) { (2.17)
y
1
0 x
-1
30
c. Fungsi Identitas (Linier)
Fungsi linier memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya
( ) (2.18)
-1 1 x
-1
antara 0 dan 1 dan dapat diturunkan dengan mudah. Pada Matlab R2010a,
( ) (2.19)
( ) (2.20)
31
e. Fungsi Sigmoid Bipolar
( ) (2.21)
( ) (2.22)
3. Algoritma Pembelajaran
terhadap bobot yang ada pada NN, sehingga diperoleh bobot akhir yang tepat
sesuai dengan pola data yang dilatih. Pada proses pembelajaran akan terjadi
tersampaikan ke neuron yang lain. Sebaliknya, nilai bobot akan berkurang jika
lainnya. Nilai bobot akan diubah secara dinamis hingga mencapai suatu nilai
yang cukup seimbang pada saat pembelajaran dilakukan pada input yang
berbeda. (Sri Kusumadewi dan Sri Hartati, 2006: 84). Ada 2 metode
32
a. Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning)
suatu neuron pada lapisan input. Selanjutnya pola akan dirambatkan sepanjang
targetnya. Error muncul apabila terdapat perbedaan antara pola output hasil
pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu sesuai dengan
33
Tabel 2.1 Hasil Klasifikasi Uji Diagnosa
menyatakan tumor,
menyatakan kanker,
menyatakan kanker,
menyatakan tumor.
menyatakan normal.
menyatakan tumor,
34
b. Klasifikasi asli citra menyatakan normal dan hasil pembelajaran
menyatakan kanker.
menyatakan normal,
menyatakan normal.
yang umum digunakan untuk mendeskripsikan hasil uji diagnosa (Zhu, et al,
1. Sensitivitas
sensitivitas adalah peluang hasil uji positif yang diberikan kepada pasien
artinya ketika dilakukan uji diagnosa pada pasien yang berpenyakit, maka
(2.23)
35
2. Spesifisitas
secara tepat dalam uji diagnosa (Zhu, et al, 2010: 2). Spitalnic (2004: 1)
spesifisitas = 95%, artinya ketika dilakukan uji diagnosa pada pasien yang
berpenyakit). Rumus spesifisitas adalah sebagai berikut (Zhu, et al, 2010: 2):
(2.24)
3. Akurasi
negatif secara tepat. Contohnya, jika nilai akurasi = 95%, artinya klasifikasi
akurat sebesar 95%, baik untuk pasien yang dinyatakan tidak berpenyakit
(2.25)
36