Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kanker Paru
1. Definisi
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan yang menyerang organ paru
secara primer. Kanker paru primer yaitu keganasan yang berasal dari paru. Menurut
klasifikasi WHO terdapat empat tipe sel keganasan primer di paru yaitu karsinoma sel
kecil, karsinoma sel skuamosa atau epidermoid, adenokarsinoma dan karsinoma sel
besar. Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter spesialis Patologi Anatomi
mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologi yang tepat. Karena itu, untuk
kepentingan pemilihan jenis terapi minimal harus ditetapkan apakah termasuk kanker
paru karsinoma sel kecil atau kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Sekitar 85-
90% kanker paru adalah kanker paru bukan sel kecil. Kanker paru adalah keganasan
yang berasal dari luar paru (metastasis tumor paru) maupun yang berasal dari paru
sendiri, dimana kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada
sel epitel saluran nafas, yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat
dikendalikan. Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus
atau karsinoma bronkus (Purba, 2015).

2. Etiologi
Paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat karsinogenik merupakan
faktor risiko utama selain adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan
lain- lain (Husen, 2016). Merokok diduga menjadi penyebab utama kanker paru
(Riskesdas, 2013). Namun, tidak semua orang yang terkena kanker paru-paru adalah
perokok. Banyak orang dengan kanker paru adalah mantan perokok, tetapi sebagian
lain tidak pernah merokok sama sekali. Kanker paru dapat disebabkan oleh polusi
udara, paparan zat karsinogenik di tempat kerja seperti asebstos, kromium,
hidrokarbon polisiklik dan gas radon yang ditemukan secara alami dalam batu, air
tanah dan tanah (Purba, 2015) serta perokok pasif. Perokok pasif adalah orang yang
menghirup asap rokok dari orang lain. Risiko kanker paru dapat terjadi pada anak
anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun. Wanita yang hidup dengan pasangan
perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat.
Pada usia muda terjadi perubahan gen tertentu sehingga menyebabkan
pertumbuhan sel yang tidak normal dan dapat berlanjut menjadi kanker. Beberapa gen
berisi instruksi untuk mengontrol ketika sel-sel tumbuh, membelah untuk membuat
selsel baru dan untuk mati. Kanker dapat disebabkan oleh perubahan DNA yang
mengaktifkan onkogen atau mematikan gen supresor tumor. Beberapa orang mewarisi
mutasi DNA dari orang tua mereka yang sangat meningkatkan risiko mereka untuk
menderita kanker tertentu. Hal ini sangat berperan pada beberapa keluarga dengan
riwayat kanker paru (Husen, 2016)
3. Patogenesis
Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor dalam
genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi) atau penyisipan (insersi) sebagian susunan pasangan basanya,
tampilnya gen erbB1 dan atau erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel
untuk mati secara alamiah,programmed cell death). Perubahan tampilan gen ini
menyebabkan sel sasaran, yaitu sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat
pertumbuhan otonom (Amin, 2006)
4. Faktor resiko
Faktor risiko dari kanker paru ada tiga,yaitu merokok, gas radon dan riwayat
keluarga dengan kanker paru. Merokok merupakan faktor risiko utama dari kanker
paru. Seorang perokok lebih berisiko 10 hingga 20 kali terkena kanker paru atau
meninggal akibat kanker paru tersebut dibanding dengan orang yang tidak
merokok.Merokok juga menyebabkan kanker laring, mulut, tenggorokan, esofagus,
kandung kemih, ginjal, pankreas, serviks, dan juga acute myeloid leukemia.Merokok
dari bekas rokok orang lain( secondhand smoke ) juga mengakibatkan kanker paru
(CDC, 2010). Gas Radon juga menyebabkan kanker paru. Gas ini biasanya
ditemukan di dalam rumah. Gas ini tidak berbau, tidak berwarna yang keluar dari
batu atau debu dan bisa terperangkap dalam rumah atau bangunan. Gas radon
merupakan penyebab kedua dari kanker paru setelah merokok (CDC, 2010).
Risiko kanker paru akan meningkat apabila orang tua ataupun saudara
pernah menderita penyakit kanker paru. Bisa karena di dalam keluarga saling berbagi
kebiasaan, misalnya merokok. Bisa juga karena tinggal di dalam lingkungan yang
sama di mana ada karsinogen, yaitu gas radon. Selain itu, bisa juga karena penyakit
ini diturunkan dalam gen mereka (CDC, 2010).
5. Manifestasi Klinis
Gejala klinis penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya,
terdiri dari keluhan subjektif dan gejala objektif. enurut Van Cleave dan Cooley
(2004), sebagian kecil pasien datang dengan gejala lokal yang berkaitan dengan
tumor primer, tetapi kebanyakan hadir dengan gejala sistemik atau gejala metastasis
nonspesifik.15 Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit,
serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan
utama dapat berupa :
1) Batuk kronik
Batuk kronik merupakan gejala yang sering tampak dan paling menyedihkan pada
orang dengan kanker paru. Batuk bisa dengan atau tanpa dahak, dahak dapat
berwarna putih atau purulen. Batuk hadir pada 65-75% dari pasien dengan kanker
paru dan lebih dari 25% memiliki batuk produktif.
2) Batuk darah
Batuk darah merupakan keluhan utama dari 6-35% pasien kanker paru. Sekitar
20-30% pasien akan mengalami hemoptysis, dengan 3% mengalami batuk darah
yang parah.
3) Sesak napas
Sesak napas menjadi gejala yang muncul di awal pada 60% pasien kanker paru.
Hal ini terjadi karena oklusi tumor pada saluran pernapasan utama atau parenkim
paru, efusi pleura, pneumonia, serta komplikasi terapi baik kemoterapi maupun
radioterapi seperti pneumonitis.
4) Nyeri dada
Nyeri dada adalah gejala yang umum terjadi pada sekitar 50% pasien pada saat
diagnosis. Ketidaknyamanan sering tidak jelas dan hilang timbul. Invasi dinding
dada seringkali ditandai dengan nyeri pleuritis yang menetap
5) Sindroma Pancoast
Sindroma Pancoast timbul dari lesi pada sulkus superior paru dengan keterlibatan
pleksus brakialis dan saraf simpatis servikal. Gejala yang tampak terutama berupa
nyeri hebat di daerah bahu yang memancar ke arah ketiak dan ada pula sepanjang
ulnar dan otot-otot tangan, atrofi otot lengan dan tangan, serta sindroma Horner.
6) Lain-lain
Pembesaran kelenjar getah bening terjadi di pangkal leher. Suara serak terjadi
karena paralisis nervus laringeus rekurens dan terjadi pada 2-18% pasien. Sulit
atau sakit saat menelan pada pasien dengan obstruksi esophagus juga sering
terjadi. Selain itu, terdapat edema pada wajah dan plethora serta dilatasi vena pada
tubuh bagian atas, bahu, dan lengan pada pasien dengan obstruksi vena kava
superior. Selain itu juga terdapat gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :
• Berat badan berkurang
• Nafsu makan hilang
• Demam hilang timbul
• Sindrom paraneoplastik, seperti Cushing’s syndrome,
hiperkalsemia, hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena
perifer dan sindroma neurologis
6. Pengobatan Kanker Paru
Tujuan pengobatan kanker paru adalah kuratif, paliatif dan suportif.
Terdapat perbedaan fundamental dari Non Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC)
dengan Small Cell Lung Carcinoma (SCLC), sehingga pengobatannya harus
dibedakan. Pengobatan Non Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC) meliputi terapi
bedah yang merupakan pilihan pertama pada stadium I atau II pada pasien yang
adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Survival pasien pada stadium I mendekati
60%, pada stadium II 26-37%. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai
keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat
metastasis. Pada stadium IIIb dan IV tidak dioperasi, tetapi dilakukan Combined
Modality Therapy yaitu gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (Amin,2006).
Untuk jenis Small Cell Lung Carcinoma (SCLC), dibagi dua, yaitu
limitedstage disease yang diobati dengan tujuan kuratif ( yaitu kombinasi kemoterapi
dan radiasi ) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20% serta extensive-stage disease
yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi inisial sebesar 60-70% dan
angka respon terapi komplit sebesar 20-30%. Angka median-survival time untuk
limited-stage adalah 18 bulan dan untuk extensive-stage disease adalah 9 bulan
(Amin,2006)
B. Kemoterapi
1. Pengertian
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti radiasi
atau operasi yang bersifat local, kemoterapi merupakan terapi yang bersifat sistemik,
yang berrati obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang
telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007)
2. Tujuan Penggunaan Kemoterapi
a. Terapi Adjuvant
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi dapat sendiri atau bersamaan dengan
radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel kanker yang telah metastase.
b. Terapi Neodjuvant
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor,
biasanya dikombinasi dengan radioterapi.
c. Kemoterapi Primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinankecil untuk
diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol gejalanya
d. Kemoterapi Induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dan beberapa terapi berikutnya
e. Kemoterapi Kombinasi
Menggunakan 2 ataulebih agen kemoterapi ( Rasjidi, 2007)
3. Cara Kerja
Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel ynag
teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel lain akan
mati. Sel yang abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak terkontrol,
yang pada akhirnya akan terjadi suatu masa yang dikenal sebagai tumor ( Rasjidi,
2007)
Siklus sel sederhana dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
1. Fase G0, dikenal juga sebagai fase istirahat. Ketika sinyal untuk berkembang, sel
ini akan memasuki fase G1
2. Fase G1, pada fase ini sel suap untuk membelah diri yang diperantarai oleh
beberapa protein penting untuk bereproduksi. Fase ini berlangsung 18-30 jam
3. Fase S, disebut sebagai fase sintesis. Pada fase ini DNA sel akan di kopi yang
berlangsung selama 18-20 jam
4. Fase G2, sintesis protein terus berlanjut. Fase ini berlangsung 2-10 jam
5. Fase M, sel dibagi menjadi 2 sel baru. Fase ini berlangsung 30-60 menit
Siklus sel sangat penting untuk kemoterapi, sebab obat kemoterapi mempunyai
target dan efek merusak yang berbeda bergntung pada siklus selnya. Obat
kemoterapi aktif pada saat sel sedang bereproduksi (bukan pada fase G0),
sehingga sel tumor yang aktif merupakan target utama dari kemoterapi namun
oleh karena itu sel yangs ehat juga bisa bereproduksi,maka tidak tertutup
kemungkinan mereka juga akan terpengaruh oleh kemoterapi, yang akan muncul
sebagai efek samping obat ( Rasjidi, 2007)
4. Efek Samping
Wijayanti (2007) menyebutkan beberapa dampak psikologis pasien kanker diataranya
sebagai berikut :
a. Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan pada penderita kanker bisa terjadi karena proses kognitif pada
penderita yang berupa pikiran bahwa usahanya selama ini untuk memperpanjang
hidupnya menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan ( mual, muntah,
rambut rontok, diare kronis, kulit menghitam, pusing dan kehilangan energy).
b. Kecemasan
c. Rasa malu
d. Amarah
e. Stres
f. Depresi
g. Harga diri
Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh :
a. Masing masing agen memiliki toksisitas spesifik terhadap organ tubuh
tertentu
b. Dosis
c. Jadwal pemberian
d. Rute pemberian (iv,im,oral,drip infus)
e. Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungang efek toksisitas pada
organ tertentu.

C. Farmakoekonomi
1. Definisi

Analisis Farmakoekonomi merupakan cara yang komprehensif untuk menentukan


pengaruh ekonomi dari alternatif terapi obat atau intervensi kesehatan lain. Penilaian
efektivitas klinik dari suatu intervensi baru dalam pelayanan kesehatan, termasuk
pengobatan sangat penting dalam menentukan peran intervensi tersebut dalam praktik
klinik.Pada intervensi farmasi, farmakoekonomi digunakan untuk menilai apakah
tambahan keuntungan dari suatu intervensi sepadan dengan biaya tambahan dari
intervensi tersebut. Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis biaya
terapi pada masyarakat atau sistem pelayanan kesehatan (Andayani, 2013).
Farmakoekonomi mengidentifikasi mengukur dan membandingkan biaya dan
konsekuensi dari produk dan pelayanan farmasi. Klinik dan pembuat keputusan dapat
menggunakan metode ini untuk mengevaluasi dan membandingkan total biaya dan
keluaran (outcome) dari suatu pilihan terapi.

BIAYA Rx OUTCOMES

Gambar II.4 Persamaan Farmakoekonomi Dasar (Rascati,2009)


Dari gambar 4 dapat dijelaskan, isi sebelah kiri dari persamaan menunjukkan input
(biaya) yang digunakan untuk mendapatkan produk atau pelayanan farmasi. Produk obat
atau pelayanan yang akan dinilai diberi simbol Rx. Jika hanya sisi sebelah kiri persamaan
yang diukur tanpa menilai outcome maka disebut cost analysis (analisis biaya atau analisis
ekonomi parsial). Jika hanya sisi sebelah kanan dari persamaan yang diukur tanpa menilai
biaya, merupakan studi klinik atau outcome (bukan analisis ekonomi). Pada analisis
farmakoekonomi, kedua sisi pada persamaan diperhitungkan dan dibandingkan
(Andayani,2013).
Bagi praktisi, diterjemahkan sebagai pertimbangan biaya yang diperlukan untuk
mendapatkan produk atau pelayanan farmasi dibandingkan dengan konsekuensi (outcome)
yang diperoleh untuk menetapkan alternatif mana yang memberikan keluaran optimal per
rupiah yang dikeluarkan.Informasi ini dapat membantu pengambil keputusan klinik dalam
memilih pilihan terapi yang paling cost-effective.Biaya didefinisikan sebagai nilai dari
sumber daya yang digunakan dalam suatu progam atau terapi obat.Konsekuensi
didefinisikan sebagai efek.Output atau outcome dari suatu progam atau terapi obat
(Andayani,2013).
Sistem farmakoekonomi juga dapat digunakan untuk memilih pengobatan yang tepat
dengan cara mencari hasil optimal dengan pengeluaran biaya yang rendah. Salah satu
acuan dalam pengambilan keputusan di farmakoekonomi dapat dilihat dari perspektif
penyedia layanan kesehatan bila dilihat dari perspektif penyedia layanan kesehatan bias
rumah sakit, manage-care organization (MCOs), ataupun lembaga kesehatan swasta. Bila
dilihat dari perspektif ini biaya langsung (direct cost) seperti pembelian obat, pembayaran
pengobatan dirumah sakit, dan tes laboratorium, masukan dan pengeluaran selama
pengobatan dapat diidentifikasi, diukur serta dibandingkan (Andayani, 2013).
Biaya dapat didefinisikan sebagai nilai dari sumber daya yang digunakan untuk suatu
program atau terapi obat.Biaya diklasifikasikan dalam empat kategori pada tahun 1980 dan
1990, yaitu biaya tidak langsung, biaya tidak teraba, biaya medik langsung dan non-medik
langsung (Andayani, 2013).Biaya yang berhubungan langsung dengan pengobatan pasien
seperti biaya obat, biaya alat kesehatan, biaya pengobatan, biaya tindakan medis, biaya
pemeriksaan penunjang, biaya fisioterapi dan biaya tindakan kefarmasian merupakan biaya
medis langsung.Biaya non-medik langsung biaya yang tidak berhubungan dengan
pengobatan pasien yaitu biaya makan, biaya pencucian pakaian, biaya pemeliharaan
ruangan kamar pasien dan biaya administrasi
Cost Analysis, merupakan jenis analisis sederhana yang mengevaluasi intervensi-
intervensi biaya. Cost Analysis berguna untuk melihat semua biaya pelaksanaan atau
pengobatan, dengan tidak membandingkan pelaksanaan dengan pengobatan dan efikasi
Ada beberapa metode yang digunakan untuk evaluasi Cost Analysis yaitu, Cost
Minimization Analysis (CMA), Cost Benefit Analysis (CBA) (Andayani, 2013).

2. Tipe Studi Farmakoekonomi

Tipe studi Farmakoekonomi meliputi cost-minimization analysis, cost –


effectiveness analysis, cost – utility analysis, cost- analysis, cost – benefit analysis, cost-
of ilness, cost – consequence, dan teknik analisis ekonomi lain yang memberikan
informasi yang penting bagi pembuat keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan untuk
mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Setiap metode mengukur biaya dalam rupaih
tetapi berbeda dalam mengukur dan membandingkan outcome kesehatan.
a. Cost – Minimization Analysis (CMA)
CMA mempunyai kelebihan yaitu analisis yang sederhana karena outcome
diasumsikan ekuivalen, sehingga hanya biaya dari intervensi yang dibandingkan.
Kelebihan dari metode CMA juga merupakan kekurangan karena CMA tidak bisa
digunakan jika outcome dari intervensi tidak sama. Intervensi yang bisa dianalisis
dengan CMA terbatas. CMA tidak bisa digunakan untuk membandingkan obat yang
berbeda kelas terapi dengan outcome yang berbeda .
b. Cost - Effectiveness Analysis (CEA)
CEA mengukur outcome dalam unit natural (misalnya mmHg, kadar kolesterol,
hari bebas gejala, years of life saved). Kelebihan utama dari pendekatan ini adalah
outcome lebih mudah diukur jika dibandingkan dengan cost–utility analysis (CUA)
atau cost benefit analysis (CBA), dan klinisi lebih familiar dengan mengukur outcome
kesehatan tipe ini karena outcome tersebut selalu dicatat/ dievaluasi dalam uji klinik
maupun praktek klinik. Kekurangan dari CEA adalah tidak bisa membandingkan
progam dengan tipe outcome yang berbeda. Misalnya membandingkan implementasi
klinik dari antikoagulan dan diabetes, karena outcome klinik yang diukur dinilai
dalam unit yang berbeda (prothrombin time) dengan kadar glukosa darah ).
CEA dapat memperkiraan biaya tambahan yang disebabkan oleh setiap unit
tambahan outcome (sembuh, tahun kehidupan, hari bebas gejala). Karena tidak ada
ukuran sejumlah uang untuk outcome klinik yang menggambarkan nilai dari outcome
tersebut, maka keputusan yang diambil tergantung pada pasien, klinisi atau pembuat
keputusan apakah allternatif tersebut cost-effective pada sudut pandangnya.
c. Cost – Utility Analysis (CUA)
Pada cost–effectiveness analysis seperti evaluasi obat kanker, parameter unit
efektivitas klinik adalah jumlah tahun kehidupan yang diperoleh karena terapi. Dalam
analisis ini hanya dilakukan pengukuran lamanya hidup karena terapi dan tidak
mempertimbangkan ‘kualitas” atau “utility” , dengan rentang dari 1,0 untuk kesehatan
yang sempurna sampai 0,0 untuk kematian. Jika morbiditas dan mortalitas merupakan
outcome yang penting dalam terapi, CUA bisa digunakan untuk menggabungkan
keduanya dalam satu unit outcome. Kekurangan dari CUA adalah tidak adanya
konsensus bagaimana cara mengukur utility dan kesulitan dalam mengukur utility.
Beberapa peneliti memmpertimbangkan CUA sebagai bagian dari CEA.

d. Cost – Benefit Analysis (CBA)


CBA merupakan metode analisis yang khusus karena tidak hanya biaya yang
dinilai dengan moneter, tetapi juga benefit. Mengukur baik biaya maupun benefit dalam
mata uang mempunyai dua kelebihan utama, yaitu pertama, klinis dan pengambilan
keputusan dapat menentukan apakah keuntungan dari suatu progam atau intervensi lebih
tinggi dari pada biaya yang diperlukan untuk implementasi.
Kedua, klinis dan pengambilan keputusan dapat membandingkan beberapa
progam atau intervensi dengan outcome yang sama atau yang sama sekali tidak
berhubungan

D. CUA ( Cost Utility Analysis )


1. Pengertian
Cost Utility Analysis merupakan teknik ekonomi untuk menilai efisiensi
dari intervensi pelayanan kesehatan. Beberapa peneliti menyampaikan bahwa CUA
merupakan bagian dari CEA (Cost Effectiveness Analysis) karena outcome dinilai
menggunakan tipe ukuran outcome klinik yang khusus, yaitu QALY ( Quality
Adjusted Life Year ). CUA merupakan tipe evaluasi ekonomi yang relative baru dan
mungkin masih kontroversial. Kontroversi ini terutama dalam pengukuran utility.
Utility adalah nilai pada tingkat status kesehatan atau perbaikan status kesehatan yang
diukur dengan apa yang lebih disukai indivisdu atau masyarakat. CUA menggunakan
pilihan pasien yang disebut juga utility untuk mengukur konsekuensi kesehatan.
Meskipun istilah utility lebih tepat pada bisang ekonomi, tetpai juga digunakan secara
umum pada disiplin ilmu yang lain untuk menyatakan pilihan dari seseorang atau
kelompok. Keluaran yang sering digunakan dalam CUA adalah QALY, yang
menggabungkan baik kualitas ( Morbiditas ) maupun kuantitas ( mortalitas) hidup.
Unit pengukuran keluaran lain yang jarang digunakan adalah quality adjusted life
months (QALMs) dan health year equivalents ( HYEs)
2. Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan CUA adalah tipe keluaran kesehatan yang berbeda dan penyakit dengan
beberapa keluaran dapat dibandingkan dengan menggunakan satu unit pengukuran,
yaitu QALY. CUA menggabungkan morbiditas dan mortalitas kedalam satu unit
keluaran kesehatan. Kekurangan dari metode ini adalah kesulitan untuk menentukan
utility dan QALY secara tepat.
Drummond dkk menyampaikan beberapa keadaan dimana CUA merupakan
pendekatan analisis yang paling sesuai, yaitu :
1. Jika health releated quality of life ( HRQol) adalah outcome yang penting, sebagai
contoh jika membandingkan intervensi yang tidak berpengaruh pada mortalitas,
tetpai berpengaruh utama pada fungsi dan kenyamanan pasien.
2. Jika health releated quality of life ( HRQol) merupakan outcome yang penting,
sebagai contoh evaluasi outcome terapi pada infark miokard akut. Outcome yang
diukur tidak hanya dapat menyelamatkan jiwa ,tetapi juga kualitas dari kehidupan
yang terselamatkan (misalnya terapi untuk mencegah stroke)
3. Jika intervensi mempengaruhi baik mortalitas maupun morbiditas misalnya
evaluasi terapi estrogen pada wanita post menomause yang dapat meningkatkan
kualitas hidup, dapat menurunkan mortalita yang disebabkan penyakit lain
( missal jantung ) tetpai dapatmeningkatkan mortalitas penyakit yang lain ( missal
kanker uterus )
4. Jika intervensi yang dibandingkan mempunyai rentang outcome yang luas dan
diperlukan satu unit outcome untuk dibandingkan. Banyak terjadi kasus
pengambil keputusan harus mengalokasikan dana yang terbatas untuk beberapa
intervensi yang tujuan dan manfaatnya berbeda seperti missal pilihan antara
peningkatan pelayanan pre natal atau memperluas program screening dan terapi
hipertensi.
5. Jika tujuannya adalah membandingkan intervensi yang dilakukan evaluasi
terhadap biaya per QALY yang diperoleh.
Jika mengukur QALY , 1 tahun kehidupan dengan kesehatan yang
sempurna mempunyai nilai 1,0 QALY. Jika kesehatan seseorang berkurang
karena penyakkit atau terapi, 1 tahun kehidupan pada keadaan tersebut kurang
dari 1.0 QALY. Dengan ketentuan kesehatan sempurna mempunyai nilai 1,0 per
tahun dan kematian dinilai 0,0 per tahun. Beberapa peneliti menyampaikan bahwa
terdapat keadaan kesehatan yang lebih buruk daripada kematian, maka keadaan
tersebut mempunyai nilai QALY negative
Daftar Pustaka
Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. RISKESDAS. Jakarta. Balitbang Kemenkes RI.

Andayani, Tri Murti.2013. Farmakoekonomi Perinsip dan Metodologi.Yogyakarta. Bursa Ilmu.

Rasciati KL. 2009. Essentials Of Pharmacoecconomics. Lippincott Williams & Willkins.


Philladelphia.
Trueman P,Drummond M, Hutton J. Developing Guidance For Budget Impact Analysis.
Pharmacoeconomics.2001:19(6): 609-621
Rasjidi, Imam.2007.Kemoterapi Kanker Ginekologi Dalam Praktek Sehari hari.Jakarta.CV
Sagungseto.
Amin, Z.2006.Kanker Paru. Dalam :Sudoyo, AW., dkk.Ilmu Penyakit Dalam Edisi
keempat.Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran UI:1015-21
Wijayanti.2007. Pasien Kanker Paru.Jakarta.EGC.
Purba, Ardina F. & Wibisono.2015. Pola Klinis Kanker Paru RSUP DR. Kariadi Semarang.
Semarang. Fakultas Kedokteran Undip.
Van Cleave,J.2004. Proyek- proyek Biologi. Bandung.Pakar Raya.
Centers For Desease Control And Prevention.2010.Lungs Cancer
Husen,Auliya.2016.Hubungan Antara Derajat Nyeri Dengan Tingkat Kualitas Hidup Pasien
Kanker Paru Yang Menjalani Kemoterapi.Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai