Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Lanjut Usia

1. Pengertian

Seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun keatas.

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.

Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup

serta peningkatan kepekaan secara individual (Muhith dan Suyoto, 2016).

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pola daur

kehidupan manusia (Rhosma, 2014). Lanjut usia adalah seorang yang

telah mencapai usia 60-65 tahun keatas baik pria maupun wanita

(Kushariyadi, 2011).

Jadi, dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa lansia

merupakan seseorang yang usianya diatas 65 tahun atau merupakan tahap

akhir dari perkembangan daur kehidupan yang ditandai dengan

penurunan kemampuan tubuh, baik secara fisik maupun fisiologisnya.

2. Klasifikasi Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2013), klasifikasi

lansia yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun.

8
9

b. Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun.

Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:

a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun.

b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau

lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari

nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Proses Menua

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti atau

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Muhith dan

Siyoto, 2016).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai pada satu waktu tertentu saja, tetapi dimulai

sejak permulaan kehidupan. Proses menua yang terjadi bersifat individual

yang berarti, tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda,
10

setiap lansia memiliki kebiasaan yang berbeda, dan tidak ada satu faktor

pun yang dapat mencegah proses menua.(Rhosma, 2014).

Proses penuaan terjadi secara degeneratif, di mulai dari sel yang

berdampak pada berubahan-perubahan pada diri manusia (Azizah, 2016)

meliputi:

a. Sel

Jumlah sel sedikit dan ukurannya lebih besar. Membuat

berkurangnya cairan tubuh, cairan intraselular dan berkurangnya

proporsi protein di otak , ginjal, darah dan hati. Jumlah sel otak akan

menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan otak menjadi

atrofi.

b. Sistem Panca Indra

Sistem panca indra atau sistem sensori pada lansia juga akan

mengalami perubahan yang bersifat degeneratif. Berbagai organ

panca indra tersebut baik pada fungsi melihat, mendengar,

keseimbangan ataupun perasa dan perabaan pada keadaan yang

ekstrim bisa bersifat patologik, misalnya terjadinya

ektropion/entropion, ulkus kornea, glaukoma dan katarak pada mata,

sampai pada keadaan konfusio akibat penglihatan yang terganggu.

Pada telinga dapat terjadi tuli konduktif dan sindrom Meniere

(Keseimbangan).
11

c. Perubahan Sistem Gastro-Intestinal.

Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal disease,

penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk (karies gigi) dan

gizi yang buruk. Esofagus mengalami kemunduran dalam melakukan

gerakan peristaltik, sehingga dapat menyebabkan lansia merasa

disfagia, nyeri dada, muntah. Asam lambung menurun sehingga

sensitifitas rasa lapar menurun dan waktu mengosongkan lambung

menurun. Perubahan pada usus halus termasuk atropi dari permukaan

mukosa, menipisnya lapisan villi, dan berkurangnya jumlah dari

folikel limfatik. Pada pankreas terjadi penurunan jumlah sekresi

pankreatik serta pengeluaran enzim yang berkurang. Penurunan

aktivitas enzim berhungan denganpencernaan lemak. Kemampuan

peristaltik usus melemah sehingga biasanya timbul konstipasi pada

lansia

d. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa

darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun, serta

meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan

darah meningkat.

e. Perubahan Sistem Respirasi

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,

menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas.

Semua ini berakibat menurunnya rasio ventilasi-perfusi dibagian paru


12

yang tak bebas dan pelebaran gradient alveolar arteri untuk oksigen.

Oklusi sebagian atau total saluran napas atas dapat terjadi, hal ini

dapat menyebabkan Obstructive Sleep Apnea (OSA). Disamping itu,

terjadi penurunan refleks batuk dan refleks fisiologik lain yang

menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya infeksi akut pada

saluran napas bawah.

f. Sistem Endokrin

Kematian sel merupakan hal yang mendominasi pada

perubahan sistem endokrin secara fisiologis, karena kematian sel

inilah perubahan sistem endokrin pada lansia ditemukan bahwa

hampir semua produksi hormon berkurang. Salah satu contoh

penurunan sistem endokrin adalah terganggunya sekresi

norepinephrine dan serotonin. Keduanya berperan dalam hal terjaga

dan rasa kantuk. Hal inilah yang mengakibatkan gangguan tidur.

g. Sistem Muskulokeletal

Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh sehingga

menyebabkan pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas,

begitupun dengan persendian yang menjadi kaku dan membesar.

Tendon mengerut dan mengalami sklerosis, juga adanya atrofi

serabut otot sehingga menyebabkan pergerakan yang lambat, otot-

otot dapat mudah menjadi kram dan tremor, sehingga sering dijumpai

sebagai gejala Restless Legs Syndrome (RLS), tetapi pada otot polos

tidak begitu terpengaruh. Dengan bertambahnya usia, proses


13

berpasangan (coupling) penulangan yaitu perusakan dan

pembentukan tulang melambat, terutama pembentukannya. Hal ini

selain akibat menurunnya aktivitas tubuh, juga akibat menurunnya

hormon estrogen (wanita), vitamin D (terutama mereka yang kurang

terkena sinar matahari) dan beberapa hormon lain, misalnya

parathormon dan kalsitonin.

h. Sistem Urogenital

Terjadi perubahan yang signifikan pada sistem perkemihan.

Banyak yang mengalami kemunduran contohnya laju filtrasi, ekskresi

dan reabsorbsi oleh ginjal, hilangnya protein terus menerus dari

ginjal, penurunan kapasitas kandung kemih, nokturia, peningkatan

inkontinensia urgensi, dan stres pada wanita terjadi akibat penurunan

tonus otot perineal. Pada pria sering terjadi retensi urin dan sulit

berkemih akibat pembesaran prostat.

i. Sistem Imun

Sistem imun merupakan mekanisme yang digunakan untuk

mempertahankan keutuhan tubuh. Bagian tubuh yang bertanggung

jawab dalam hal penanganan penyakit infeksi dalam tubuh adalah

sistem barier tubuh. Contoh sistem barier pada tubuh adalah batuk,

bersin, permukaan mukosa, kulit, sel silia, air mata dan, pH lambung.

Pada lansia mekanisme pertahanan ini mengalami penurunan

kemampuan, hal ini menyebabkan penurunan kemampuan tubuh

dalam menghilangkan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh.


14

Penurunan sensitivitas imun pada lansia berhubungan dengan

penurunan kelenjar-kelenjar imun, seperti kelenjar timus, kelenjar

limfe dan limpa.

j. Sistem Saraf

Berat otak pada lansia umumnya menurun 10-20%. Selain

penurunan berat otak, terjadi juga penebalan meningen, kedalaman

giri dan sulci berkurang pada otak lansia. Pada lansia, resiko sindrom

Parkinson dan demensia tipe Alzheimer disebabkan oleh adanya

degenerasi pigmen substansia nigra, kekusutan neurofibriler, dan juga

pembentukan badan-badan hinaro. Perubahan patologik pada jaringan

saraf sering diikuti berbagai penyakit metabolik seperti diabetes

mellitus, hipertiroid, hipotiroid, yang juga menyebabkan gangguan

pada susunan saraf tepi.

Proses penuaan meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke

semua sistem organ tubuh diantaranya yaitu (Muhith & Siyoto,

2016):

Tabel 2.1 Masalah Pada Proses Penuaan Lansia


Perubahan
Masalah
Fisiologis
a. Sistem 1) Otot pernapasan kaku dan kehilangan
pernapasan kekuatan, sehingga volume udara
inspirasi berkurang, sehingga pernapasan
cepat dan dangkal.

2) Penurunan aktivitas sillia menyebabkan


penurunan reaksi batuk sehingga reaksi
batuk, sehingga potensial terjadi
penumpukan sekret.
15

3) Penurunan aktivitas paru sehingga


jumlah udara pernapasan yang masuk ke
paru mengalami penurunan, kalau pada
pernapasan yang tenang kira-kira 500 ml.
4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya
berkurang (luas permukaan normal 50
m2), menyebankan terganggunya proses
difusi.
5) Penurunan oksigen (O2) arteri menjadi 75
mmHg mengganggu proses oksigenasi
dari hemoglobin, sehingga O2 tidak
semua terangkut ke jaringan.

b. Sistem 1) Cepat menurunkan hubungan


persarafan persarafan.
2) Lambat dalam merespon dan waktu
untuk berpikir.
3) Mengecilnya saraf pancaindera.
4) Berkurangnya pengelihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf
penciuman dan perasa. Lebih sensitif
dingin.

c. Pengelihatan 1) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).


2) Sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya spons terhadap sinar.
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada
lensa).
4) Meningkatnya pengamatan sinar : daya
adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat, susah melihat dalam cahaya
gelap.
5) Hilangnya daya akomodasi.
6) Menurunnya lapang pandang dan
berkurangnya luas pandang.
7) Menurunnya daya membedakan warna
biru atau hijau pada skala .

d. Pendengaran 1) Gangguan pada pendengaran.


2) Hilangnya kemampuan pendengaran
pada telinga dalam, terutama dalam
bunyi suara, antara lain nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas 65 tahun.
16

3) Membran timpani menjadi atropi


menyebabkan otosklerosis.
4) Terjadinya pengumpulan serumen,
dapat mengeras karena meningkatnya
kreatin.

e. Pengecap dan 1) Menurunnya daya pengecap.


Penghidung 2) Menurunnya daya penghidung sehingga
menyebabkan selera makan berkurang.

f. Peraba 1) Kemunduran dalam merasakan sakit.


2) Kemunduran dalam merasakan tekanan,
panas dan dingin.

g. Sistem 1) Katup jantung menebal dan menjadi


Kardiovaskuler kaku.
2) Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% per tahun sesudah
berumur 20 tahun. Hal ini
menyebabkan menurunnya kotraksi dan
volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
4) Kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan
posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan tekanan
darah menurun menjadi 65 mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak).
5) Tekanan darah meningkat akibat
meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer (normal ± 170/95 mmHg).

h. Sistem 1) Ginjal : mngecil dan nefron menjadi


Genetalia atropi, aliran darah ke ginjal menurun
Urinaria sampai 50%, penyaringan di
glomelurus menurun sampai 50%,
fungsi tubulus berkurang akibatnya
berkurangnya kemampuan
mengonsentrasi urin, berat jenis urin
menurun proteinuria (biasanya +1).
2) Vesika urinaria : otot-otot menjadi
lemah, kapasitasnya menurun sampai
200 ml atau menyebabkan frekuensi
BAK meningkat, vesika urinaria susah
dikosongkan pada pria lanjut usia
sehingga meningkatnya retensi urin.
17

3) Atrofi vulva.
4) Vagina : selaput menjadi kering,
elastisitas jaringan menurun juga
permukaan menjadi halus, sekresi
menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih
alkali terhadap perubahan warna.
5) Daya seksual : frekuensi seksual
intercouse cenderung menurun tapi
kapasitas untuk melakukan dan
menikmati berjalan terus.

i. Sistem 1) Produksi hampir semua hormon


Endokrin/ menurun.
Metabolik 2) Pituitari : pertumbuhan hormon ada
tetapi lebih rendah dan hanya ada di
pembuluh darah dan berkurangnya
produksi dari ACTH, TSH, FSH, dan
LH.
3) Menurunnya produksi aldosteron.
4) Menurunnya sekreksi hormon :
progesteron, estrogen, testosteron.
5) Defisiensi hormonal dapat
menyebabkan hipotiroidisme, depresi
dari sumsum tulang, serta kurang
mampu dalam mengatasi tekanan jiwa
(stres).

j. Sistem 1) Kehilangan gigi, penyebab utama


Pencernaan adanya periodontal disease yang bisa
terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab
lain meliputi kesehatan gigi yang buruk
dan gizi yang buruk.
2) Inra pengecap menurun, adanya iritasi
yang kronis dari selaput lendir, atrofi
indra pengecap (± 80%), hilangnya
sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah
terutama rasa manis, asin, asam dan
pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung : rasa lapar menurun
(sensitivitas lapar menurun), asam
lambung menurun.

5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul


konstipasi.
6) Funsi absorbsi melemah, daya absorbsi
18

terganggu).
7) Liver (hati) : makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.
k. Sistem 1) Tulang rapuh.
Muskuloskeletal 2) Resiko terjdi fraktur.
3) Kyphosis.
4) Persendian besar dan menjadi kaku.
5) Pada wanita lansia ˃ risiko fraktur.
6) Pinggang, lutut, dan jari pergelangan
tangan terbatas.

7) Pada diskus intervertebralis menipis


dan menjadi pendek (tinggi badan
berkurang).

l. Sistem Kulit 1) Kulit kering dan kurang elastis karena


dan Jaringan menurunnya cairan dan hilangnya
Ikat jaringan adipose.
2) Kelenjar keringat mulai tidak bekerja
dengan baik sehingga tidak begitu tahan
terhadap panas dengan temperatur yang
tinggi.
3) Kulit pucat dan terdapat bintk-bintik
hitam akibat menurunnya aliran darah
dan menurunnya sel-sel yang
memproduksi pigmen.
4) Menurunnya aliran darah dalam kulit
juga menyebabkan penyembuhan luka
kurang baik.
5) Kuku pada jaringan tangan dan kaki
menjadi tebal dan rapuh.
6) Pertumbuhan rambut berhenti, rambut
menipis dan botak serta warna rambut
kelabu.
7) Temperatur tubuh menurun akibat
kecepatan metabolisme yang menurun.
8) Keterbatasan refleks menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang
banyak, rendahnya aktivitas otot.

m. Sistem 1) Perubahan sistem reproduksi.


Reproduksi 2) Selaput vagina menurun / kering.
dan Kegiatan 3) Meniutnya ovarium dan uterus.
Seksual 4) Atrofi payudara.
5) Testis masih dapat memproduksi
19

meskipun adanya penurunan secara


berangsur-angsur.
6) Dorongan seks menetap sampai usia
diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan
baik.

Sumber: Muhith & Siyoto (2016).

4. Masalah Ganguan Tidur Pada Lansia

Gangguan tidur pada lansia terjadi akibat tidak tercapainya tahap

tidur REM karena sering terjaga. Lanisa dengan usia 65 tahun keatas

memiliki kebiasaan bangun sebanyak 25 kali dalam semalam, dan

frekuensinya terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Sepertiga populasi bangun berkali – kali di malam hari, sementara

seperempatnya bangun lebih awal di pagi hari dan sulit untuk tidur

kembali. Senyawa kimia yang menyebabkan gangguan tidur yaitu

melatonin. Hormon melatonin disekresi oleh kelenjar pineal, yang

terletak paada pusat otak. Pada malam hari, hormon ini diproduksi untuk

mengatur siklus tidur seseorang. Mulai dari munculnya rasa kantuk,

tidur, hingga terbangun dari tidur. Seiring bertambahnya usia, produksi

hormon melatonin dalam tubuh memang akan menurun secara alamiah.

Normalnya, kadar melatonin meningkat sekitar dua jam sebelum waktu

tidur dan mencapai puncak saat suhu tubuh paling rendah, untuk

menginduksi tidur. Dengan menurunnya kadar melatonin, tubuh tidak

bisa memasuki NREM tahap 1 (Michael dan Mehmet, 2010).


20

2.1.2 Insomnia

1. Definisi Insomnia

Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan

tidur yang bisa bersifat sementara maupun persisten (Siregar, 2011).

Insomnia didefinisikan suatu keluhan tentang kurangnya kualitas

tidur yang disebabkan oleh sulit memasuki tidur, sering terbangun malam

kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu pagi, dan tidur

yang tidak nyenyak (Taat dan Wahyudi, 2010)

Insomnia adalah ketidakmampuan tidur pada jam normal untuk

tidur walaupun tidak ada faktor yang mengganggu seperti bunyi ribut dan

lain – lain (Sumawinata,2011)

Insomnia sebagai suatu kondisi ketidakpuasan seseorang dalam

hal kuantitas atau kualitas tidurnya dan berlangsung selama beberapa

waktu (Fitri dan Sugeng, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa insomnia adalah kesulitan untuk tidur

pada jam normal tidur yang berlangsung beberapa waktu dan

menyebabkan ketidakpuasan kuantitas dan kualitas tidur, sering

terbangun di malam hari, sulit kembali untuk tidur, serta bangun terlalu

pagi.

2. Klasifikasi Insomnia

Menurut Green (2011), tipe insomnia dibedakan dalam 2 kelompok

yaitu:

a. Insomnia berdasarkan waktu terjadinya


21

1) Sleep onset insomnia

Insomnia ini terjadi ketika penderita merasakan kesulitan untuk

tertidur. Rata-rata orang normal membutuhkan waktu antara 1-

20 menit untuk tertidur, namun penderita insomnia

membutuhkan waktu 1 jam untuk bahkan lebih.

2) Sleep maintenance insomnia

Insomnia ini terjadi ketika penderita merasakan masalah disaat

tertidur, seperti sering terbangun secara konstan sepanjang

malam. Para penderita insomnia terus terjaga setelah terbangun

dan tidak dapat kembali tidur hinga beberapa menit atau bahkan

beberapa jam selama satu waktu. Terbangun di malam hari

selama setengah jam atau lebih.

b. Insomnia berdasarkan frekuensi terjadinya

1) Transient insomnia

Penderita transient insomnia biasanya termasuk orang yang

tidur secara normal, tetapi dikarenakan suatu stres yang

berlangsung dalam waktu yang tidak terlalu lama, misalnya

perjalanan jauh dengan kapal terbang yang melampaui zona

waktu, maka hospitalisasi mereka menjadi tidak bisa tidur.

Penderita merasakan masalah dalam tidur selama bebrapa

malam.
22

2) Short term insomnia

Penderita short term insomnia mengalami stres situasional,

misalnya kehilangan atau kematian seseorang yang dekat,

perubahan pekerjaan dan penyakit fisik. Biasanya penderita

insomnia merasakan masalah dalam tidur selama hingga 1

bulan.

3) Long term insomnia

Long term insomnia adalah insomnia kronik. Insomnia ini dapat

berlangsung dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun

dan perlu diobati dengan teknik tertentu atau dengan obat-

obatan yang sesuai dengan gangguan utama yang diderita

pasien.

3. Tingkatan Insomnia

Menurut Swanenghyun (2015), untuk menentukan tingkatan

insomnia yang dialami oleh seseorang dapat menggunakan lembar

kuesioner Insomnia Severity Index (ISI). Kuesioner Insomnia Severity

Index (ISI) berisi 7 item pertanyaan, yang berupa daftar pertanyaan

mengenai keparahan onset tidur, pemeliharaan tidur dan masalah

setelah bangun tidur, ketidakpuasan tidur, gangguan kesulitan tidur

dengan gangguan fungsi siang hari, pendapat orang lain dari masalah

tidur yang dialami dan penderitaan akibat sulit tidur.

Sistem penilaiannya terdapat skor setiap pernyataan dari 0-4

dan total skor yang didapatkan adalah 0-28. Untuk menentukan kategori
23

insomnia bisa dijumlahkan dari hasil yang ada pada lembar kuesioner.

Untuk skala atau kriteria insomnia yaitu :

a. Tidak mengalami insomnia : 0-7

b. Insomnia ringan : 8-14

c. Insomnia sedang : 15-21

d. Insomnia berat : 22-28

4. Etiologi Insomnia

Faktor insomnia menurut Green (2011), yaitu :

a. Faktor psikologis

Meliputi stress, kecemasan, depresi serta stimulasi yang berlebihan

terhadap otak.

b. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor gangguan dan masalah yang

dapat mempengaruhi saat memulai tidur. meliputi ruangan untuk

tidur terlalu panas atau dingin, terlalu terang dan berisik.

c. Faktor gaya hidup

Meliputi gaya hidup yang tidak baik seperti diet yang tidak

memenuhi standar kecukupan gizi, kurang olahraga atau berolahraga

terlalu sering, kurang kontak dengan cahaya alami siang hari serta

penggunaan stimulasi yang berlebihan termasuk kopi, alkohol dan

nikotin.
24

d. Kondisi medis

Masalah kesehatan apapun yang menimbulkan gangguan pernafasan.

Rasa nyeri atau gangguan fungsi kelenjar dapat mengganggu

kenyamanan tidur. seperti arthritis, asma, diabetes, kondisi jantung,

penyakit parkinson dan masalah prostat.

e. Masalah kesehatan mental

Insomnia seringkali dikaitkan dengan schizophrenia, bipolar disorder

dan demensia juga dikaitkan dengan gangguan tidur.

f. Kelainan tidur

Kelainan yang dapat mempengaruhi tidur meliputi kelainan pada

pernafasan, kelainan pada gerakan-gerakan yang tidak lazim

dilakukan saat tidur, kelainan pada ritme cicrcandian, parasomnia

dan hipersomnia.

5. Tanda dan Gejala Insomnia

Menurut pedoman dari National Sleep Foundation (2017), tanda

dan gejala penderita insomnia orang dengan insomia memiliki satu atau

lebih gejala seperti berikut:

a. Kesulitan tidur

b. Bangun pagi-pagi sekali

c. Kesulitan tidur (terbangun di malam hari dan mengalami kesulitan

untk kembali tidur)

d. Tidur yang tidak segar (tidur non-restoratif)

e. Kelelahan atau energi rendah


25

f. Kerusakan kognitif, seperti sulit berkonsentrasi

g. Masalah perilaku, seperti agresi atau implusif

h. Gangguan mood, seperti iritabilitas

i. Kesulitan dalam hubungan pribadi, termasuk keluarga dan teman.

6. Penatalaksanaan Insomnia

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan

tidur pada lansia (Perry & Potter, 2013), sebagai berikut :

a. Terapi Farmakologis

Terapi ini diberikan sesuai dengan penyebab yang mendasari

terjadinya gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang terjadi. Obat

tidur dapat membantu jika digunakan dengan benar, tetapi

penggunaan agens antiansietas sediatif atau hipnotik jangka panjang

dapat mengganggu.

b. Terapi Nonfarmakologis

Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan yaitu :

1) Mebatasi konsumsi seperti karbohidrat dan susu sebelum tidur,

kurangi asupan cairan 2-4 ml sebelum tidur, hindari kafein,

alkohol dan nikotin.

2) Mempertahankan waktu bangun dan tidur yang teratur.

3) Kurangi tidur siang, lakukan kegiatan atau hobi yang

menyenangkan.

4) Mengontrol lingkungan dari suara bising dan pengaturan

temperatur ruangan.
26

5) Lakukan olahraga ringan setiap pagi setelah bangun.

6) Lakukan berdoa sebelum tidur.

7) Gunakan teknik relaksasi atau mediasi untuk meningkatkan

kualitas tidur.

Terapi non farmakologis lainnya yang dapat menurunkan tingkat

insomnia meliputi terapi pembatasan tidur, terapi kontrol stimulus,

terapi pencatatan waktu tidur (sleep diary), serta terapi

komplementer meliputi pengobatan herbal, terapi teknik relaksasi

(progresif,meditasi, yoga, hipnotis), pijat refleksi,aromaterapi terapi

medan magnet, serta terapi bekam dan akupuntur. Terapi

komplementer yang dapat direkomendasikan oleh perawat

komunitas untuk gangguan tidur adalah terapi Spyritual Emosional

Freedom Tehnique (SEFT). (Eny Pujiati & Irma Febita,2019)

2.1.3 Konsep Aromaterapi

1. Pengertian Aromaterapi

Aromaterapi berasal dari kata “aroma”, yang artinya bau yang

menarik yang berasal dari tumbuhan (minyak essensial) atau rempah, dan

berasal dari kata “terapi”, yang artinya suatu perawatan yang dirancang

untuk pengobatan (Rifkia 2011).

Aromaterapi adalah terapi atau pengobatan menggunakan bau

– bauan yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, bunga, pohon yang

berbau harum dan enak. Minyak astiri digunakan untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan,


27

sering digabungkan untuk menenangkan sentuhan penyembuhan

dengan sifat terapeutik dari minyak astiri (Craig Hospital, 2013)

2. Cara Penggunaan Aromaterapi

Inhalasi merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam

penggunaan metode aromaterapi yang paling sederhana dan cepat.

Inhalasi juga merupakan metode yang paling tua. Aromaterapi masuk

dari luar tubuh ke dalam tubuh dengan satu tahap yang mudah, yaitu

lewat paru – paru di alirkan ke pembuluh darah melalui alveoli.

Inhalasi sama dengan metode penciuman bau, di mana dapat dengan

mudah merangsang olfactory pada setiap kali bernafas dan tidak akan

mengganggu pernafasan normal apabila mencium bau yang berbeda

dari minyak essensial. Aroma bau wangi yang tercium akan

memberikan efek terhadap fisik dan psikologis konsumen. Cara ini

biasanya terbagi menjadi inhalasi langsung dan inhalasi tidak langsung.

Inhalasi langsung diperlakukan secara invidual, sedangkan inhalasi

tidak langsung dilakukan secara bersama – sama dalam satu ruangan.

Aromaterapi inhalasi dapat dilakukan dengan menggunakan elektrik,

baterai, atau lilin diffuser, atau meletakkan aromaterapi dalam jumlah

yang sedikit pada selembar kain atau kapas. Hal ini berguna untuk

minyak esensial relaksasi dan penenang. (Craig, Hospital, 2013).

3. Aromaterapi Mawar

Bunga mawar dengan nama ilmiah Rosaceae merupakan

tanaman dari ordo Rosanales dengan julukan si “Ratu Bunga” karena


28

hampir semua orang menyukai dan mengenal mawar warna

bunganya yang cantik menawan dengan aneka ragam warna warni

seakan menghidupkan suasana taman menjadi semarak. Ditambah

lagi pesona harumnya yang semerbak wangi (Ernawati, 2013).

Bunga Mawar adalah salah satu tumbuhan yang memiliki

fungsi sebagai aromaterapi. Beberapa bahan kimia yang terkandung

dalam minyak atsiri bunga mawar diantaranya sitral, sitronelol,

geraniol, linalol, nerol, eugenol, feniletil, alhohol, farnesol, nonil,

dan aldehida (Rubkahwati, at al, 2013).

4. Manfaat Aromaterapi Mawar

Aromaterapi mawar adalah salah satu aromaterapi yang

mengandung Zat linalool dan graniol dan aktif saat digunakan

melalui inhalasi/hirup yang dapat bermanfaat meningkatkan

kewaspadaan, menenangkan, anti cemas, manajemen stres, dan

gangguan tidur. Sehingga aromaterapi mawar merupakan terapi non

farmakologi yang dapat mengatasi masalah gangguan tidur atau

insomnia dan memperbaiki kualitas tidur dengan cara pemberian

aromaterapi mawar (Ageng et al. 2017).

Efektivitas aromaterapi mawar tidak hanya di satu fokus tapi

aromaterapi dapat menumbuhkan tenang (fisik, pikiran dan spiritual)

perasaan, yang dapat menciptakan suasana damai (Reini, 2018).


29

5. Mekanisme Aromaterapi Mawar

Menurut dari Lestari, (2018) adalah Bunga mawar bersifat anti

depresan sehingga dapat membuat jiwa menjadi tenang. Caranya

bubuhkan 2-5 tetes minyak bunga mawar ketika stres diatas tisu

lembut atau saputangan lalu letakkan didada, kemudian hirup

wanginya 2-3 kali tarikan nafas dalam secara teratur selama 10 menit.

Pada saat minyak bunga mawar dihirup molekul yang mudah

menguap akan membawa unsur aromatik yang terkandung

didalamnya (geraniol dan linalool) ke puncak hidung dimana silia-

silia muncul dari sel-sel reseptor. Apabila molekul-molekul menempel

pada rambut-rambut tersebut, suatu pesan elektrokimia akan

ditransmisikan melalui saluran olfaktori kedalam sistem limbik. Hal

ini akan merangsang memori dan respon emosional. Hipotalamus

yang berperan sebagai regulator memunculkan pesan yang harus

disampaikan ke otak. Pesan yang diterima kemudian diubah menjadi

tindakan berupa senyawa elektrokimia yang menyebabkan perasaan

tenang dan rileks.


30

2.2 Kerangka Teori

Faktor Resiko Lansia : Hereditas atau genetik,


nutrisi atau makanan, status kesehatan,
Proses Aging pengalaman kehidupan, lingkungan dan stress.

Perubahan Lansia :
1. Perubahan fisik, biologis, jasmani
2. Perubahan mental, emosional/jiwa

Cara mengatasi Insomnia


Insomnia :
1. Farmakologis :
Pemberian obat tidur
Efek Aromaterapi Mawar:
2. Non farmakologis :
a. Membuat jiwa menjadi tenang
a. Relaksasi otot
b. Membuat perasaan lebih rileks
progesif
c. Meningkatkan kewaspadaan
b. Relaksasi
d. Anti cemas
genggam jari
e. Manajemen stres
c. Aomaterapi f. Mengatasi insomnia
c.
g. Memperbaiki kualitas tidur
d. Terapi pijat
e. Terapi musik

Pemenuhan kebutuhan tidur

Tingkat Insomnia

Keterangan :

: Diukur

: Tidak diukur

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Erwani & Nofriandi (2017), Muhith & Siyoto (2016), Fadilah et al.
(2016), Sayekti & Hendrati (2015), Babaii et al. (2015).
31

2.3 Kerangka Konsep

V. Independen V. Dependen

Aromaterapi Tingkat Insomnia


Mawar Pada Lansia

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Variabel Independen : Aromaterapi Mawar

Variabel Dependen : Tingkat Insomnia Pada Lansia

2.4 Hipotesis

Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian. Sedangkan secara statistik hipotesis diartikan sebagai

pernyataan mengenai keadaan populasi (parameter) yang akan diuji

kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian

(Sugiyono, 2015).

a. H0 : tidak ada pengaruh aromaterapi mawar terhadap tingkat insomnia.

b. Ha : ada pengaruh aromaterapi mawar terhadap tingkat insomnia.


32

2.5 Keaslian Penelitian

Tabel 2.2 Keaslian Penelitian

No Nama Peneliti Judul Metode Hasil


. Penelitian
1. Ageng Abdi Putra, Perbandingan Desain penelitian Hasil uji Mann
Robiatul Efektifitas menggunakan Whitney U sebesar
Adawiyah, dan Rendam Kaki Quasy 0,136> 0,05
Dinawari Untisari Air Hangat Eksperiment Pre – sehingga Ha di
(2017) Dan Post test. Teknik tolak dan H0
Aromaterapi sampling diterima. Sehingga
Mawar menggunakan rendam kaki air
Terhadap purposive hangat dan
Kualitas Tidur sampling.Analisa aromaterapi
Lansia Di data mawar dapat
Balai Sosial menggunakan uji dijadikan sebagai
Lanjut Usia Mann Whitney U. pengobatan
Mandalika alternatif untuk
NTB membantu
mengatasi
gangguan tidur
seseorang
khususnya pada
lansia.
2. Ni Made Pengaruh Desain penelitian Hasil uji wilcoxon
Sumartyawati, Aromaterapi Pra Eksperimen. didapatkan
Febriati Astuti dan Mawar Menggunakan kualitas Post dan
Dwi Rizki Terhadap teknik sampling kualitas tidur Pre-
Susmitha (2017) Kualitas Tidur porvosive 4.122 Sig. (2-
Lansia Di sampling. tailed) sebesar
Balai Sosial Analisis 0.000 dengan
Lanjut Usia menggunakan Uji tingkat kemaknaan
Mandalika Wilcoxon < 0,05.
NTB Kesimpulan yang
didapat bahwa ada
pengaruh
aromaterapi
mawar terhadap
kualitas tidur
lansia di balai
sosial lanjut usia
Mandalika NTB.
3. Meihartati.Tuti,dk Pengaruh Desain penelitian Dari Hasil analisis
k (2019) Pemberian menggunakan pre Statistik
33

Aromaterapi experiment menunjukkan p


BunganMawar dengan rancangan value 0,004
Terhadap (one group (<0,05). Dapat
Durasi Tidur pretest postest) ditarik kesimpulan
Bayi Usia 3 – dan menggunakan terdapat perubahan
12 bulan uji Wilcoxon. durasi tidur bayi
sebelum dan
sesudah diberikan
aromaterapi bunga
mawar.
4. Astutik dan Intervensi Desain penelitian Setelah intervensi,
Nugrahwati Aromaterapi menggunakan hasilnya adalah
(2018) Mawar Untuk quasy- 3,87 dengan
Menurunkan experimentwith standar deviasi
Tekanan one group pre-test 0.743. Data
Darah Pada post-test with terdistribusi secara
Lansia control. normal, sehingga
Dengan uji statistik yang
Hipertensi digunakan adalah
korelasi T-test
dengan skor p
value <a (0,05).
Hasil penelitian
yang didapat ada
perbedaan yang
signifikan pada
tekanan darah
lansia dengan
hipertensi sebelum
dan sesudah
pemberian
aromaterapi
mawar.
5. Pandeirot dan Pengaruh Desain penelitian Uji Wilcoxon
Hendro (2017) Terapi Musik pra eksperimen dengan nilai p
Keroncong (one =0,04 dimana
Terhadap group pre-post H0 ditolak, berarti
Tingkat test design) ada pengaruh
Insomnia Pada terapi musik
Lansia Di keroncong
Panti Werda terhadap tingkat
Anugrah insomnia pada
Surabaya lansia

Anda mungkin juga menyukai