Anda di halaman 1dari 7

Nama : Syilfia Marwati Saadah

NIM : 1701033
Dosen Pengampu : Tahqiq Fathoni,S.Sy
Mata Kuliah : TAFSIR AHKAM

A. Q.S. Al-Baqarah ayat 158

)١٥٨( ‫ف ِب ِه َم ۗا َو َمنْ َت َطوَّ َع َخيْرً َفاِنَّ هللاَ َشا ِك ٌر َعلِ ْي ٌم‬ َّ ‫هللا َف َمنْ َح َّج ال َبيْتَ اَ ِواعْ َت َم َر َفالَ ُج َنا َح َعلَ ْي ِه اَنْ ي‬
َ َّ‫َّطو‬ ِۚ ‫ص َف َاوال َمرْ َو َة مِنْ َش َعائ ِِر‬
َّ ‫اِنَّ ال‬

“ Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka barang siapa
beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara
keduanya. Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha
Mensyukuri dan Maha Mengetahui”

 Asbabun Nuzul

Ayat ini turun disebabkan karena dua hal yaitu:

1. Sebelum Islam, di bukit Shafa dan marwah itu terdapat berhala yang selalu disembah oleh
orang arab pada zaman jahiliyah. Oleh karena itu umat muslim enggan melakukan sa’i.

2. Setelah perintah Thawaf di ka’bah, mereka tidak mau melakukan sa’i karena tidak disebutkan
oleh Allah. Untuk menjawab keragu-raguan itu maka Allah menurunkan ayat ini.

 Kata Mufradar

‫= َش َعائ ِِر‬ Syi’ar-syi’ar

ْ‫َف َمن‬ = Maka siapa yang

َ‫= َح َّج ال َبيْت‬ Rumah ini/ Ka’bah

‫= اعْ َت َم َر‬ Berumrah


َ‫َفال‬ = Maka tidak ada

َ ‫= ُج َن‬
‫اح‬ Dosa

·‫ف‬ َّ ‫= ي‬
َ ‫َّط َّو‬ Berthawaf/ bersa’i

‫=ب ِه َم ۗا‬
ِ Di antara keduanya (safa dan Marwah)
 Penjelasan rinci

dan penyembah berhala. Islam memperbaiki dan memurnikannya kembali dengan memelihara
prinsip ibadah agung ini.

Di antara ibadah haji adalah Sa'i antara Shafa dan Marwah, yaitu pulang pergi antara kedua bukit
yang terletak di samping Majidil Haram. Akan tetapi, para penyembah berhala memasang berhala-
berhala di atas kedua bukit ini dan bertawaf mengitari berhala-berhala tersebut tatkala melakukan
Sa'i lantaran persoalan ini, dan mereka mengira tidak boleh melakukan Sa'i antara keduanya. Karena
sebelumnya pernah diletakkan berhala di atas kedua bukit tersebut.

Namun Allah Swt melalui ayat yang diturunkan ini mengingatkan bahwa dua bukit ini merupakan
tanda kekuasaan ilahi dan mengingatkan kepada kenangan pelopor haji, yaitu Nabi Ibrahim as. Jika
manusia-manusia jahil mencampuradukkannya dengan hal-hal syirik. kalian tidak boleh
melepaskannya dan mengosongi gelanggang itu, bahkan kalian harus mencegah para pengyinmpang
dari sana dengan kehadiran kalian.

Tatkala Nabi Ibrahim datang ke Mekah bersama isteri dan puteranya Ismail, untuk melaksnakan
tugas ilahi, ia tinggalkan mereka di dataran tandus ini dengan pasrah kepada Allah lalu pergi. Ibu
Ismail berlari-lari mencari air di antara kedua bukit itu. Pada kondisi tersebut, Allah Swt
memancarkan sebuah mata air dari bawah jari-jari bayi Ismail yang diberi nama "Zam-zam".

Sejak saat itu melalui perintah Allah, setiap orang yang hendak berziarah ke Baitullah harus
melakukan Sa'i antara kedua bukit ini, mengenang gerak lari Hajar antara Shafa dan Marwah serta
memperingati berbagai pengorbanan ibu itu. Pelaksanaan ibadah ini merupakan tanda rasa syukur
Allah atas usaha yang sungguh-sungguh dimana hal tersebut mengajar kita bahwa janganlah kita
memikirkan pujian dan terima kasih manusia. Sebab Allah juga mengetahui perbuatan baik kita dan
mensyukurinya.

 Makna global

Shafa Dan Marwah

Shafa secara bahasa adalah batu yang lembut. Dikuatkan dari hal bersih tidak ada kecampuran
suatupun.

Dalam arti luas shofa adalah batu yang halus dan menjadi keras. Allah bersabda dalam QS. Al
Baqarah ayat 264

َ ‫َف َم َثلُهُۥ َك َم َث ِل‬


ٍ ‫ص ْف َو‬
‫ان‬

Artinya: “Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin”

Jamaknya sofa “‫”صاة‬

Mubarrad berkata: “Shofa itu setiap batu yang tidak tercampur yang lain dari debu atau tanah liat”.
Marwa kholil berkata “Bebatuan yang putih dan halus”.

Marwa diumpamakan buah kurma.

Alwasyi berkata “Terkadang dijadikan dalam adat orang-orang yang berilmu dua gunung dengan
mekah secara bahasa”.

Allah Aza Wajala bersabda “sesungguhnya sofa dan marwah – wahai mukminin, adalah sebagian dai
sekian banyak tanda tanda agama Allah swt. Yang telah dijadikannya sebagai rambu rambu dan
monumen kebesaran bagi hamba hamba Nya yang dapat mereka jadikan sarana menyembahNya
dan memanjatkan doa, berdzikir dan berbagai ,a,cam amal yang dapat mendekatkan diri padaNya.

Sai antara dua bukit ini (Shafa dan Marwa) merupakan salah satu tanda kebesaran agama Islam dan
salah satu amalan menasik haji yang tidak boleh diabaikan. Karena ia (sai) adalah ketetapan Dzat
Yang Maha Bijaksana lagi maha mengetahui, yakni ketetapan (hukum) yang telah diperintahkan-Nya
kepada kekasihnya Ibrahim as. syara’ perkara yang diperintahkan tersebut mengikuti jejak nabi
Ibrahim.

Maka barang siapa diantara kamu, hai orang orang beriman, menuju ke Baitullah Al Atiq untuk
menunaikan ibadah haji, atau menuju kepadanya untuk keperluan ziarah, maka janganlah sekali kali
ia merasa berdosa mengerjakan sai diantara keduanya. Karena memang tak ada dosa baginya. Sebab
ia bersa’i hanyalah karena Allah swt: semata mata, menuruti perintahNya dan mencari ridhaNya. [2]

Orang orang musyrik tidaklah demikian, mereka bersai karena beberapa berhala itu. Sedangkan
kalian bersai kare Allah Tuhan semesta alam. Oleh sebab itu janganlah kalian meninggalkan sai
diantara keduanya, hanya karena khawatir menyerupai orang orang diantara keduanya karena kufur,
sedangkan kalian sai diantara keduanya karena beriman dan percaya rasul utusanNya dan taat
kepada perintahKu.

Maka tidaklah dosa bagi kalian dalam kebajikan secara sukarela dengan menunaikan haji dan umrah
setelah menunaikan haji yang wajib atas dirinya, maka sesungguhnya Allah Maha Pembalas
terimakasih kepadanya karena ketaatannya, dan Maha Pembalas atas ketaatannya itu dengan sebaik
baiknya balasan di hari pembalasan (Yaumid din) nanti.

Orang yang menyengaja kesana – hai orang orang yang beriman Baitullah atau Mekkah untuk
berhaji, atau menyengaja berziarah tidak kelur dari thawaf, tidak keluar karena sesungguhnya sai
perintah Allah, mencari ridha Allah.[3]
B.Q.S Al-Baqarah ayat 196

‫ان ِم ْن ُك ْم َم ِريْضًا اَ ْو‬ َ ‫ي َم ِحلَّ ۗ ُه َف َمنْ َك‬


ُ ‫الح َّج َوال ُع ْم َر َة هلِل ِۗ َفاِنْ اُحْ صِ رْ ُت ْم َف َما اسْ َتي َْس َر م َِن ال َه ْد ۚيِ َوالَ َتحْ لِقُ ْوا ُرء ُْو َس ُك ْم َح َّتى َيبْلُغَ ال َه ْد‬
َ ‫َواَ ِتم ُّْوا‬
َ ۚ
‫الح ِّج َف َمااسْ َت ْي َس َرم َِن ال َه ْديِ َف َمنْ ل ْم َي ِج ْد َفصِ َيا ُم‬َ ‫ِلى‬ َّ ۗ ُ ْ َ ۚ ُ
َ ‫صدَ َق ٍة اَ ْو نسُكٍ َفاِذا اَ ِمنت ْم َف َمنْ َت َمت َع ِباال ُع ْم َر ِة ا‬ ْ
َ ‫ِب ِه اَ ًذى مِّنْ رَّ أسِ ِه َفف ِْد َية مِّنْ صِ يا َ ٍم اَ ْو‬
ٌ
ۗ
َ َّ‫واهللا َواعْ لَمُوا اَن‬
‫هللا‬ َ ُ‫ِالح َر ۗ ِام َوا َّتق‬ َ ‫ك لِ َمنْ لَ ْم َي ُكنْ اَهْ لُ ُه َحاضِ ِرى ال َمسْ ِجد‬ َ ِ‫ك َع ْش َرةٌ َكا ِملَ ٌة َذال‬ َ ‫الح ِّج َو َس ْب َع ٍة ِا َذا َر َجعْ ُت ۗ ْم ت ِْل‬
َ ‫فى‬ ِ ‫َثالَ َث ِة اَي ٍَّام‬
)١۹٦(‫ب‬ َ
ِ ‫ش ِد ْيدُال ِعقا‬ َ

“ Dan Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh
musuh). Maka sembelihlah hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu
sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada
gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka ia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau
berkurban. Apabila kamu dalam leadaan aman, maka barang siapa mengerjakan umrah baru haji dia
wajib menyembelih hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya maka dia
(wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh hari setelah kembali. Itu seluruhnya sepuluh
hari. Demikian itu bagi orang yang bukan penduduk masjidil haram. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya”

 Asbabun Nuzul

Para ulama sepakat bahwa ayat ini turun pada tahun keenam hijriah sebelum stabilnya keadaan
keamanan di Mekkah dan sekitarnya[3]. Mengenai ayat yang menjelaskan tentang masalah
bercukur, Dari Ka’ab bin Ujrah bercerita, “ ketika sedang melakukan umrah saya kepayahan karena
di rambut dan muka saya bertebaran kutu. Dan Rasulullah melihat ini maka turunlah ayat ini. Ayat ini
berlaku untukku dan untuk semua orang” . Rasulullah bersabda :” apakah kamu punya biri-biri untuk
fidyah?” aku menjawab: “ aku tidak memilikinya”. Rasulullah berkata: “berpuasalah kamu tiga hari
atau beri makan orang miskin setiap orang setengah sha’ (30 real) satu hari, selama enam hari. dan
bercukurlah kamu” (H.R. Bukhari dari Ka’ab bin Ujrah)[4]

 Kata mufradat

‫الح َّج‬
َ = Ibadah haji
‫م َرة‬
ْ ُ‫ =الع‬Umrah
ْ‫ =اُحْ صِ ر‬Terhalang/ terkepung

‫= الهدي‬Hadiah

َ ‫ =ال َمسْ ِجد‬penduduk masjidil al-haram (mekah)


‫ِالح َر ۗ ِام‬

 Penjelasan rinci

Lakukanlah ibadah haji dan umrah secara sempurna dengan mengharap perkenan Allah semata.
Janganlah kalian melakukannya untuk kepentingan dunia, semisal prestise dan sebagainya. Jika di
perjalanan kalian dikepung musuh, sedangkan kalian telah berniat haji dan telah mengenakan
pakaian ihram, maka kalian boleh melepas ihram itu setelah mencukur rambut. Sebelumnya, kalian
harus menyembelih kurban yang mudah didapat, seperti kambing, unta atau sapi. Lalu
sedekahkanlah kurban itu pada orang-orang miskin. Dan janganlah kalian mencukur rambut kecuali
setelah menyembelih kurban. Barangsiapa telah berihram kemudian ada gangguan di kepalanya
karena sakit atau luka di kepala, maka ia boleh mencukur rambut. Tetapi ia diwajibkan berfidyah
yaitu dengan berpuasa selama tiga hari, atau bersedekah dalam bentuk makanan pokok kepada
enam orang miskin, atau menyembelih seekor kambing yang disedekahkan kepada fakir miskin. Dan
bila berada di negeri yang aman dan damai yang tidak dihalangi oleh musuh, kalian boleh melakukan
umrah lebih dulu (tamattu’) hingga tiba waktu haji. Lalu berihramlah untuk niat haji. Di sini, kalian
diwajibkan menyembelih seekor kambing yang dagingnya disedekahkan kepada fakir miskin di tanah
haram. Jika kambing sulit didapatkan atau kalian tidak mampu mengeluarkan dana seharga kambing,
maka berpuasalah selama tiga hari di Mekah dan tujuh hari sekembalinya kalian ke tengah-tengah
keluarga. Kewajiban seperti ini hanya dikhususkan bagi mereka yang bukan penduduk kota Mekah.
Bagi penduduk Mekah, tidak diwajibkan apa-apa ketika melakukan haji tamattu’.

 Makna global

Allah menerangkan perkara hukum haji, dan waktu-waktu pelaksanaan serta sejumlah perbuatan
yang dilarang dilakukan jama’ah haji. Dikemukakannya persoalan haji ini setelah puasa, terutama
menyangkut hukum dan waktunya, sangatlah relevan mengingat bulan-bulan pelaksanaan haji
(Syawal, Dzul Qa’dah dan Dzul Hijjah) memang terdapat dibelakang bulan Ramadhan

C.Surat al baqoroh ayat 200

ْ‫اس َمن َيقُو ُل َر َّب َنٓا َءا ِت َنا فِى ٱل ُّد ْن َيا َو َما لَهُۥ فِى ٱ ْل َءاخ َِر ِة مِن‬ ۟ ‫ض ْي ُتم َّم ٰ َنسِ َك ُك ْم َف ْٱذ ُكر‬
ِ ‫ُوا ٱهَّلل َ َكذ ِْك ِر ُك ْم َءا َبٓا َء ُك ْم أَ ْو أَ َش َّد ذ ِْكرً ا َفم َِن ٱل َّن‬ َ ‫َفإِ َذا َق‬
ٰ
‫َخلَ ٍق‬

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah,
sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan)
berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: Ya Tuhan kami,
berilah kami (kebaikan) di dunia, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.

 Penjelasan rinci

Apabila kalian telah menyelesaikan manasik haji dan meninggalkan sikap berbangga-bangga
terhadap leluhur sebagaimana biasa kalian lakukan pada masa jahiliah, kini berzikirlah dan
agungkanlah Tuhan kalian. Berzikirlah dengan menyebut nama Allah sebagaimana kalian dahulu
menyebut dan berbangga-bangga dengan leluhur. Bahkan, berzikir kepada Allah itu seharusnya lebih
banyak ketimbang membangga- banggakan leluhur. Sebab Dialah yang telah memberikan karunia,
bukan saja kepada kalian, tetapi juga kepada leluhur yang kalian bangga-banggakan itu. Dan tempat-
tempat melakukan ibadah haji itu, seluruhnya merupakan tempat yang baik untuk berdoa dan
meminta karunia dan rahmat Allah. Hanya saja ada di antara jamaah haji itu yang hanya berdoa
untuk kemaslahatan dunia dengan melupakan kepentingan akhirat. Orang-orang seperti itu tidak
akan mendapatkan apa-apa di akhirat kelak.
 Kata kunci

‫ِم ْنال ُّد ْن َيا‬ dunia

ِ ‫ال َّن‬
‫اس‬ manusia

‫َفا َِذا‬ maka apabila

‫ ااْل ٰ خ َِر ِة‬akhirat

‫َر َّب َنٓا‬ Tuhan kami, Rabb kami

‫اَ َش َّد‬ lebih

‫َّيقُ ْو ُل‬ berkata, berdoa

‫ َف ْاذ ُكرُوا‬maka berdzikirlah oleh kalian, maka ingatlah oleh kalian

‫ٰا ِت َنا‬ berilah kami

‫َفم َِن‬ maka dari, maka di antara

‫ٰا َب ۤا َء ُك ْم‬ bapak-bapak kalian, nenek moyang kalian

‫َخاَل ٍق‬ keuntungan, bagian

‫ َك ِذ ْك ِر ُك ْم‬sebagaimana kalian menyebut

‫ض ْي ُت ْم‬
َ ‫َق‬ kalian telah menyelesaikan

‫ َّم َناسِ َك ُك ْم‬ibadah haji kalian

 Asbab An-Nuzulkalia

1.Orang-orang Arab Jahiliyah melakukan wuquf di musim Panar. Sebagianmereka membangga-


banggakan nenek moyangnya yang pernahmembagi-bagikan makanan dan meringankanbeban
orang lain denganmeneruskan pembayaran diyat (Denda). Pada saat wuquf merekamenyebut-
nyebut apa yang tidak pernah dilakukan oleh nenek moyangmereka. Maka turunlah ayat tersebut
sebagai petunjuk apa yangharus dilakukan pada saat wuquf berlangsung. (Diriwayatkan olehIbnu Abi
Hatim dari Ibnu Abbas).

2.Orang-orang Arab pada masa itu menunggu sudah selesai melakukan manasikhaji, mereka berdiri
di sisi jumrah sambil menyebut-nyebut jasanenek moyang mereka pada zaman Jahiliyah; maka
turunlah ayat tersebut,sebagai pelajaran apa yang harus dilakukan pada saat pelemparanjumrah.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Mujahid).

3.Riwayat berbaring menerangkan itu sebagian bangsa Arab kompilasi tiba di

tempat wuquf, mereka berdo 'a: “

Ya Allah, semoga Engkau menjadikantahun ini banyak hujannya, tahun yang makmur yang

membawa Maju dan kebaikan. " Mereka tidak menyinggung

urusan akhirat sama sekali, kemudian Allah menurunkan ayat 200 suratal-Baqarah sebagai tatacara
berdoa. Setelah itu, kaum Muslimin berdoasesuai dengan petunjuk Al-
Qur'an, yaitu memadukan

kepentingan duniawi dan ukhrawi, sesuai yang ditempatkan dalam surat al-Baqarah.(Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)

Anda mungkin juga menyukai