Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

(Sitokin Pro Inflamasi serta Mekanisme Sirs dan Sepsis)


Untuk Memenuhi Penugasan Mata Kuliah IDK II
Dosen Pengampu: Purnomo, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh:
Icha Elly Arwina
{A2R19115}

Semester 2

Prodi Sarjana Keperawatan 1 B


STIKes HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG
Tahun 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan taufik rahmat hidayat dan inayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah “IDK II” Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Hutama
Abdi Husada Tulungagung.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami mendapaykan


pengarahan,bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.Oleh karena itu kami
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat.

1. Bapak Purnomo, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pengampu

2. Ayah ibu kami semua yang senantiasa memberikan dukungan moral dan do’a
restunya.

3. Rekan-rekan mahasiswa yang memberi dukungan dan bantuan dalam


Menyelesaikan makalah

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari


sempurna,sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
yang sifatnya membangun demi penyempurnaan karya ilmiah ini.Harapan kami
semoga makalah ini dapat bermanfaat,khususnya bagi kami umumnya bagi
pembaca.

Tulungagung, 15 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1

A. Latarr Belakang…………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………......2

C. Tujuan………………………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………...……..........3

1.1 Definisi Sitokin……………………………………………………….……3


1.2 Klasifikasi Sitokin……………………………………………………...…..3
1.3 Klasifikasi Reseptor Sitokin Berdasarkan pada
Strukturnya………………………………………………………………...4
1.4 Peran Sitokin pada Penyakit………………………………………….........5
2.1 Definisi Sepsis dan Sirs……………………………………………………6
2.2 Etiologi dari Sirs dan Sepsis……………………………………………….6
2.3 WOC Sepsis dan Sirs………………………………………………………7
2.4 Penatalaksanaan Sirs dan Sepsis…………………………………………...8
2.5 Penatalaksanaan Syok Septik………………………………………………9
BAB III PENUTUP……………………………..………………………………..10

A. Kesimpulan…………………………………………………………..........10

B. Saran………………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...….11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 Sitokin adalah protein yang dibuat oleh sel-sel yang mempengaruhi
perilaku sel-sel lain. Sitokin bertindak pada reseptor sitokin tertentu
dalam sel yang mereka pengaruhi. sitokin merupakan protein-protein
kecil sebagai mediator dan pengatur imunitas, inflamasi dan
hematopoiesis. Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang
disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang
membawa sinyal antara sel-sel lokal, dan dengan demikian memiliki
efek pada sel-sel lain. Sitokin dihasilkan sebagai respon terhadap
stimulus system imun. Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-
reseptor membran spesifik, yang kemudian membawa sinyal ke sel
melalui second messenger (tirosin kinase), untuk mengubah
aktivitasnya (ekspresi gen) .
 Sepsis merupakan suatu kondisi kerusakan sistem imun akibat infeksi.
Hal ini merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya
yang sangat kompleks dan pengobatannya yang sulit serta angka
moralitas yang tinggi meskipun selalu terjadi perkembangan antibiotik
yang baru. Sepsis terjadi dibeberapa negara dengan angka kejadian
yang tinggi dan kejadiannya masih terus meningkat.
 Sindrom sepsis mulai dari Sstemic inflammatory Response Syndrome
(SIRS) sampai sepsis yang berat (disfungsi organ yang akut) dan syok
sepsis (sepsis yang berat ditambah dengan hipotensi yang tidak
membaik dengan resusitasi cairan). Terapi utama meliputi resusitasi
cairan untuk mengembalikan tekanan sirkulasi darah, tetapi antibiotic,
mengatasi sumber infeksi, pemberian vasoreseptor untuk mencegah
syok dan pengendalian kadar gula darah. Sepsis akan menyebabkan
terjadinya syok sehingga berdampak pada kerusakan organ.

1
B. Rumusan Masalah
1.1 Apa Definisi Sitokin
1.2 Apa Klasifikasi Sitokin
1.3 Apa Klarifikasi Reseptor Sitokin Berdasarkan pada Strukturnya
1.4 Apa Peran Sitokin pada Penyakit
2.1 Apa Definisi Sepsis dan Sirs
2.2 Apa Etiologi dari Sirs dan Sepsis
2.3 Apa WOC dari Sirs dan Sepsis
2.4 Bagaimana Penatalaksanaan Sirs dan Sepsis
2.5 Bagaimana Penatalaksanaan Syok Septik
C. Tujuan
1.1 Untuk Mengetahui Definisi Sitokin
1.2 Untuk Mengetahui Klasifikasi Sitokin
1.3 Untuk Mengetahui Klarifikasi Reseptor Sitokin Berdasarkan pada
Strukturnya
1.4 Untuk Mengetahui Peran Sitokin pada Penyakit
2.1 Untuk Mengetahui Definisi Sepsis dan Sirs
2.2 Untuk Mengetahui Etiologi dari Sirs dan Sepsis
2.3 Untuk Mengetahui WOC dari Sirs dan Sepsis
2.4 Untuk Mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan Sirs dan Sepsis
2.5 Untuk Mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan Syok Septik

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Definisi Sitokin


Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat-zat yang dikeluarkan
oleh sel-sel yang spesifik sistem kekebalan yang membawa sinyal lokal
antara sel, dan dengan demikian memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin
adalah kategori yang menandakan molekul yang digunakan secara luas
dalam komunikasi selular berupa protein, peptida atau glikoprotein. Istilah
sitokin meliputi keluarga besar dan beragam regulator polipeptida yang
dihasilkan secara luas di seluruh tubuh oleh sel asal embryological yang
beragam .
Sitokin Anti inflamasi adalah serangkaian molekul immuno
regulator yang mengontrol respon sitokin proinflamasi. Sitokin bekerja
dalam kaitan dengan inhibitor sitokin spesifik dan reseptor sitokin yang
larut untuk mengatur respon kekebalan tubuh manusia. Peran fisiologisnya
dalam peradangan dan peran patologis pada kondisi inflamasi sistemik
semakin diketahui. Sitokin anti-inflamasi mayor termasuk antagonis
reseptor interleukin IL1, IL4, IL6, IL10, IL-11, dan IL-13. Reseptor
sitokin spesifik untuk IL-1, Tumor Necrosis Factor–α, dan IL18 juga
berfungsi sebagai inhibitor sitokin pro inflamasi. Sifat anti inflamasi
sitokin dan reseptor sitokin yang larut adalah fokus dari kajian
1.2 Klasifikasi Sitokin
1.2.1 Klasifikasi Struktural
Homologi struktural telah mampu membedakan antara sebagian
sitokin yang tidak menunjukkan tingkat redundansi sehingga mereka
dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis:
 Keempat famili α-helix bundel sitokin Anggota memiliki struktur
tiga dimensi dengan empat bundel α-heliks. Famili ini dibagi
menjadi tiga sub-keluarga subfamily IL-2
1. subfamili interferon (IFN)

3
2. subfamili IL-10
 Yang pertama dari ketiga subfamili adalah yang terbesar. Hal itu
berisi beberapa non-imunologi sitokin termasuk eritropoietin (EPO)
dan thrombopoietin (TPO). Juga, empat bundel α-helix sitokin
dapat dikelompokkan menjadi sitokin rantai panjang dan rantai
pendek.
 Famili IL-1 yang primer termasuk IL-1 and IL-18
 Famili IL-17 , yang belum sepenuhnya ditandai, meskipun sitokin
anggota memiliki efek khusus dalam mempromosikan proliferasi
T-sel yang menyebabkan efek sitotoksik
1.2.2 Klasifikasi Fungsional
Sebuah klasifikasi yang terbukti lebih berguna dalam praktek klinis
dan eksperimental adalah pembagian sitokin imunologi ke orang-
orang yang meningkatkan respon imun seluler yaitu tipe 1 (IFN-γ,
TGF-β, dll), dan tipe 2 (IL-4, IL-10, IL -13, dll) adalah yang
mendukung respon antibodi.
Fokus utama yang menarik adalah bahwa sitokin dalam salah satu dari
dua sub-set cenderung untuk menghambat dampak yang timbul dari
lainnya. Disregulasi dari kecenderungan ini berperan dalam
patogenesis gangguan autoimun.

1.3 Klasifikasi Reseptor Sitokin Berdasarkan Pada Strukturnya


a. Reseptor sitokin tipe 1 (Haemopoitin Growth Factor family)
Anggota-anggotanya memiliki motif tertentu pada ekstraseluler
asam-amino domain.
Contoh, IL-2 reseptor memiliki rantai –γ (umumnya untuk beberapa
sitokin lain) yang kurang sehingga secara langsung bertanggung
jawab atas x-linked Severe Combined Immunodeficiency (X-SCID).
X-SCID menyebabkan hilangnya aktivitas kelompok sitokin ini.
b. Reseptor sitokin tipe 2 (Interferon) Anggota-anggotanya adalah
reseptor-reseptor terutama untuk interferon. Reseptor-reseptor
kelompok interferon memiliki sistein residu (tetapi tidak rangkain
Trp-Ser-X-Trp-Ser) dan mencakup reseptor-reseptor untuk IFNα,
IFNβ, IFNγ.
c. Reseptor sitokin tipe3 (Tumor Necrosis Factor family) Anggota-
anggotanya berbagi sistein-ekstraseluler yang umumnya banyak
mengikat domain, dan termasuk beberapa non-sitokin lain seperti
CD40, CD27, dan CD30, selain yang diberi nama (TNF).

4
d. Reseptor kemokin. Reseptor kemokin mempunyai tujuh
transmembran heliks dan berinteraksi dengan G protein. Kelompok
ini mencakup reseptor untuk IL-8, MIP-1, dan RANTES. 1 Reseptor
kemokin, dua diantaranya beraksi mengikat protein untuk HIV
(CXCR4 dan CCR5), yang juga tergolong ke dalam kelompok ini.
e. Immunoglobulin (Ig) superfamili Immunoglobulin (Ig) yang sudah
ada seluruhnya pada beberapa sel dan jaringan dalam tubuh
vertebrata, dan berbagi struktural homologi dengan immunoglobulin
(antibodi), sel molekul adhesi, dan bahkan beberapa sitokin.
Contoh, IL-1 reseptor.2
f. Reseptor TGF beta 7. Anggotanya dari transformasi faktor
pertumbuhan beta superfamili, yang tergolong kelompok ini, meliputi
TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3.2 Reseptor sitokin bisa keduanya
merupakan membran berbatas dan larut.

1.4 Peran Sitokin Pada Penyakit


1. IL-17 adalah sitokin pro-inflamasi yang dihasilkan terutama oleh
limfosit T atau prekursornya. Sistem sinyal IL-17 terdapat di
berbagai jaringan, seperti kartilago sendi, tulang, meniskus, otak,
jaringan hematopoietik, ginjal, paru, kulit dan usus.
2. Beberapa anggota famili IL-17 telah ditemukan dimana setiap
anggota tersebut merupakan produk transkripsi gen tertentu yang
bersifat unik. Anggota famili yang menjadi prototipe adalah IL-17A.
3. Karena kemajuan teknologi sekuens genom manusia dan proteomik,
lima anggota tambahan telah dikenali dan digandakan: IL-17B, IL-
17C, IL-17D, IL-17E dan IL-17F. Sedangkan reseptor-reseptor
untuk anggota famili IL-17 yang ditemukan sejauh ini adalah IL-
17R, IL-17RH1, IL-17RL (receptor-like), IL-17RD and IL-17RE.
Namun, hingga saat ini spesifisitas ligan kebanyakan reseptor ini
masih belum jelas.
4. Beberapa penelitian telah membuktikan peran IL-17 dalam
patogenesis berbagai penyakit. Sitokin ini telah lama dipelajari
memiliki keterlibatan dalam pathogenesis psoriasis dan produksi
keratinosit atas sitokin tertentu. Sejumlah sel Th17 meningkat di
darah tepi danlesi kulit akut dermatitis atopik.
5. Pengaruh IL-17 terhadap fungsi sel dan perannya dalam patofisiologi
penyakit. Untuk setiap pengaruh kunci IL-17, tipe target sel yang
terlibat dan produk yang dilepaskannya sebagai respon terhadap IL-

5
17. Setiap pengaruh biologik dikaitkan dengan sebuah kondisi
sebagai contoh dimana IL-17 ditemukan. CRP = C-reactive protein.
6. Ditemukan pula peningkatan sel-sel T yang menghasilkan IL-17
pada pasien tuberkulosis paru yang aktif. IL-17 juga memicu
produksi yang berlebihan atas auto antibodi dan sel mononuklear
darah tepi IL-6 pada pasien nefritis lupus.

2.1 Definisi Sepsis dan Sirs

Sepsis merupakan kumpulan gejala klinis sebagai respon


inflamasi secara sistemik (systemic inflammatory response
syndrome/SIRS) akibat adanya infeksi oleh bakteri, virus, jamur,
protozoa, seperti : 1. Suhu tubuh > 38C atau < 36C 2. Denyut
jantung > 90x/ menit 3. Pernapasan > 20x/ menit 4. Leukosit darah
> 12.000 / mm3 atau < 4000 mm3 atau 10% dalam bentuk
immature. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang
menyebar melalui darah dan  jaringan lain. (Muscari, Mary E. 2005.
Hal 186) Sepsis adalah syndrome yang dikarakteristikkan oleh
tanda - tanda klinis dan gejala –  gejala infeksi yang parah, yang
dapat berkembang kea rah septisema dan syok septic.

Sirs atau lebih dikenal dengan  systemic inflammatory


response syndrome merupakan respon sistemik yang disebabkan
oleh aktivitas inflamasi penderita yang mengakibatkan kerusakan
organ yang bervariasi dan luas serta berhubungan dengan berbagai
kondisi klinik. Selain infeksi, penyebab lain SIRS meiputi
pancreatitis, iskemia, perdarahan, syok, kerusakan organ yang
diperantai oleh reaksi imun, luka bakar. Tidak semua pasien infeksi
berkembang menjadi sepsis dan terdapat perkembangan dari infeksi
yang bersifat local menjadi bakterimia

2.2 Etiologi Dari Sirs dan Sepsis

Semua jenis mikroorganisme bisa menyebabkan sepsis walau tidak


selamanya berada dalam darah. Bagian tertentu dari kumna bisa
mempunyai efek local atau sistemis terhadap perkembangan sepsis.
Untuk kasus sepsis berat saja, hanya sekitar 20 –  40 % penyebab bisa
ditemukan, sedangkan untuk syok septic sekitar 30 –  70%.

Kuman penyebab, antara lain :

 Bakteri gram negative (40%) : Enterobakteri ( E. coli,


Salmonela typhi) dan Pseudomonas aeruginosa

6
 Bakteri gram positif (30%) : terutama Stafilokokus aureus

 Infeksi campuran (10%) : Gram negative + gram positif

 Kuman ―klasik‖ (< 5%) :  Pneumokokus, Meningokokus,


Stafilokokus pyogenes

 Jamur (5%) : Hanya untuk pasien dengan gangguan sistem


imun/daya tahan, misal AIDS : Candida, Aspergillus

Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan


penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan
komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab
sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan
humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik,
namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung
jawab terhadap sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga
menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan
yang merupakan komponen dinding sel dair semua kuman, dapat
menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas
membran sel imun secara langsung (Hermawan, 2007).

Faktor presdiposisi : Faktor-faktor yang mempermudah terjadi sepsis

yakni :

- Diabetes mellitus

- Luka bakar

- Neutopeni

- Limfom

- Divertikulitis, perforasi usus

- Adanya benda asing dalam tubuh seperti kateter.

2.3 Web Of Caution Sepsis dan Sirs

Timbulnya sepsis menunjukkan bahwa telah terjadi penyebaran


bakterikedalamsirkulasi melalui daerah injury, infeksi nosoksomial dan
proses translokasi kumanyang terutama terjadi didaerah mukosa oleh
karena kebanyakan infeksi port deentrynya melalui mukosa. Mekanisme
terjadinya sepsis merupakan proses yangsangat kompleks, dan
melibatkan interaksi multi sistim yang terkait dengan inflamasi,respon

7
imun dan perfusi seluler seperti : kaskade sitokin, kaskade pembekuan,
sistemkomplemen, cell mediated immunity dan respon imun
humoral.Kuman yang menyebabkan terjadinya sepsis akan melepaskan
endotoksin yangdihasilkan oleh kuman gram negatif dan endotoksin oleh
kuman gram positif yangdidalam plasma akan berikatan dengan lipo-
polysaccaride binding protein ( LBP).

Apabila proses inflamasi makin berat maka akan dilepaskan


mediator lainnya (kaskadeinflamasi ) oleh sel inflamasi, endotel, sistem
komplemen akan dapat memperburukhemodinamik, metabolisme serta
kerusakan jaringan yang selannjutnya gangguanekstraksi oksigen sampai
terjadinya gejala disfungsi organ multipel ( MODS).6 10Pada saat yang
sama tubuh akan mengembangkan mekanisme kendali yangmencegah
penyebaran reaksi inflamasi, berupa pelepasan sitokin anti-inflamasi
danberbagai mediator yang dapat meredam reaksi inflamasi. Tujuan dari
reaksi ini ( prodan anti inflamasi ) adalah untuk mengatasi agen
penyebab, mendorongpenyembuhan kerusakan jaringan, serta mencegah
perluasan reaksi yangmembahayakan tibuh. Reaksi ini merupakan reaksi
fisiologik yang harus dimiliki olehsetiap orang.

2.4 Penatalaksanaan Sepsis dan Sirs

Sepsis dan syok septic saat ini bertujuan untuk mengatasi infeksi,
mencapai hemodinamik yang stabil, meningkatkan respon imunitas, dan
memberikan support untuk organ dan metabolisme.Tiga prioritas utama
dalam penatalaksanaan sepsis:

1. Stabilisasi pasien langsung

Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda


vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi
yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu
fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif
dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.

2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme

Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika


diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan
angka mortalitas. Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan
regimen antimicrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah
ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan
agen penyebab sepsis tersebut. Sebelum ada hasil kultur darah,
diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara golongan
penisilin/penicillinase — resistant penicillin dengan gentamisin.

8
1. - Golongan penicillin

Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis

Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari

2. Golongan penicillinase — resistant penicillin

- Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-


10 hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini
masing-masing dosis obat diturunkan setengahnya, atau
menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4
x 1 gram/hari iv).

- Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari. Gentamycin

- Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari,


hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya. Bila hasil kultur dan
resistensi darah telah ada, pengob

2.5 Penatalaksanaan Syok Septik

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan


resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan
secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit
gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation;
c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila
diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan
untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri
rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.

1. Oksigenasi

Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat


disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi
maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu
akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan
penurunan curah  jantung.

2. Terapi cairan

Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan


baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu
dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara
klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari
peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan

9
isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan
membaiknya penurunan kesadaran

3. Vasopresor dan inotropik

Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi


dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih
mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah
secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90
mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8
mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8
mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/meni

4. Bikarbonat

Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum


bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki
keadaan hemodinamik.

5. Disfungsi renal

Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan


hemodialysis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous
hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik
dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi
digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan
kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat
dilakukan hemodialisis.

6. Nutrisi

Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,


cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin,
diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan
beru diberikan secara parenteral.

7. Kortikosteroid

Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi


insufisiensi adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan
keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4
kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan
mortalitas dibanding kontrol

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Systemic inflammatory response syndrome  adalah pasien yang
memiliki
dua atau lebih dari kriteria berikut:
1. Suhu > 38°C atau < 36°C
2. Denyut jantung >90 denyut/menit
3. Respirasi >20/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau >10% sel imatur
Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun
SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri,
tidak harus terdapat bakteriemia.
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan
hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi:
1. Asidosis laktat
2. Oliguria
3. Atau perubahan akut pada status mental
Terdapat beberapa kriteria diagnostik baru untuk sepsis, diantaranya
memasukkan pertanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-
reactive protein, sebagai langkah awal dalam diagnosis sepsis. Syok
merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan
perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme

11
sel/jaringan. Syok septik   merupakan keadaan dimana terjadi penurunan
tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >
40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan
resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan
tekanan darah dan perfusi organ
 Sitokin adalah protein yang disekresikan oleh sel imunitas tubuh yang
membawa sinyal antara sel-sel lokal. Jenis-jenis sitokin, yakni :
limfokin (sitokin yang dihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang
dihasilkan monosit), kemokin (sitokin dengan aktivitas kemotaktik),
dan interleukin (sitokin yang dihasilkan oleh satu leukosit dan beraksi
pada leukosit lainnya). Fungi sitokin diantaranya : berperan dalam
imunoregulasi tubuh, mekanisme pertahanan tubuh (respon inflamasi,
penyembuhan jaringan), hematopoesis, teknikrekombinan DNA.
Klasifikasi sitokin sendiri dibagi berdasarkan struktur dan fungsi.
Berdasarkan struktur, sitokin terbagi atas :
1. Keempat famili α-helix bundel sitokin,
2. non-imunologi sitokin termasuk eritropoietin (EPO) dan
thrombopoietin (TPO),
3. Famili IL-1,
4 Famili IL-
Berdasarkan fungsi, sitokin terbagi atas :
tipe 1 (IFN-γ, TGF-β, dll), dan tipe 2 (IL-4, IL-10, IL -13, dll).
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik
yang membangun dari para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

- https://www.scribd.com/doc/287735627/sitokin-pro-inflamasi
- https://www.google.com/search?
q=makalah+sitokin+pro+infla&oq=makalah+sitokin+pro+infla&aqs=chrom
e..69i57j33.10957j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
- https://www.academia.edu/33006916/Makalah_SEPSIS
- https://www.scribd.com/doc/214551824/Makalah-sepsis
- https://www.mdcalc.com/sirs-sepsis-septic-shock-criteria

13

Anda mungkin juga menyukai