Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

hiperglikemia akibat ketidakcukupan insulin, disfungsi insulin, atau keduanya,

di mana hal ini di sebabkan karena perubahan pola hidup yang instan dan

bergantung pada teknologi. Menurut World Health Organization (WHO) di

dalam laporannya yang di terbitkan pada tahun 2016, pada tahun 2014 terdapat

422 juta orang dewasa dengan penyakit DM (Chan M, 2016). Sementara itu,

International Diabetes Federation (IDF) diabetes atlas edisi ke 9 tahun 2019.

IDF mengeluarkan data 5 negara dengan penderita DM terbanyak di daerah

western pacific. Adapun 5 negara tersebut berturut-turut adalah : China

(116.400.000 penderita), Indonesia (10.700.000 Penderita), Jepang (7.400.000

penderita), Thailand (4.300.000 Penderita), dan Filpina (4.000.000 penderita)

(International Diabetes Federation, 2019). Pada tahun 2019 IDF

menunjukkan penurunan yang terjadi pada jumlah DM dengan usia 20-79

tahun yaitu 163 juta orang dan diperkirakan akan terjadi peningkatan menjadi

212 juta orang pada tahun 2045 (IDF, 2019).

American Diabetes Association (ADA) pada tahun 2015 sekitar 30,3 juta

atau 9,4% dari total penduduk amerika menderita DM dimana 1,25 juta

diantaranya menderita diabetes tipe 1 dan sekitar 12 juta dari total penderita

DM merupakan lansia umur 65 tahun. Di Amerika DM merupakan penyebab

kematian tertinggi ke 7 dimana pada tahun 2015 terdapat 79.535 kematian yang
2

dinyatakan disebabkan langsung karena DM dan 252.806 kematian yang

menyatakan diabetes sebagai kontributor penyebab kematian (American

Diabetes Association, 2015).

Studi penelitian sebelumnya oleh Ratih Saralangi tahun 2016 di RSUD dr.

Moewardi Surakarta di mana sebagian besar pasien DM tipe 2 melakukan

olahraga dengan kategori kurang dan sebagian pasien DM tipe 2 mengalami

komplikasi.

Indonesia sendiri, berdasarkan data terbaru Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas, 2018) prevalensi diabetes melitus pada penduduk umur 15 tahun

keatas adalah 2.0% dan untuk semua umur adalah 1.5%, dimana untuk umur

dengan prevalensi tertinggi adalah umur 55-64 dengan prevalensi 6,3%,

kemudian umur 65-74 dengan 6,0%, dan umur 45-54 dengan prevalensi 3,9 %

(Kementrian Kesehatan RI, 2018). Sedangkan Provinsi Sulawasi Selatan

prevalensi DM mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di mana pada tahun

2013 prevalensi DM yang terdiagnosis dokter sebesar 1, 63% dan mengalami

peningkatan di tahun 2018 sebesar 1, 80% (Riskesdas, 2018). Di Makassar

sendiri dari data terakhir tahun 2016 penderita DM sebanyak 4.555 orang

penderita (Dinas Kesehatan, 2016).

Adapun penyebab dari meningkatnya jumlah DM di Indonesia adalah

karena gaya hidup yang kurang sehat dan kurangnya olahraga. Keadaan

hiperglikemia yang terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama akan

menimbulkan berbagai macam komplikasi. Dan untuk mencegah

hiperglikemia adalah dengan melakukan olahraga yang teratur. Karena


3

keteraturan berolahraga merupakan elemen penting dari pilar penatalaksanaan

DM yang dapat m encegah hiperglikema dan dapat mengurangi resiko

terjadinya komplikasi.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan studi

literatur dengan judul ”Dampak Olahraga Terhadap Penurunan Resiko

Komplikasi Pada Pasien DM tipe 2”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingin

diangkat dalam studi literatur ini adalah “Dampak Olahraga Terhadap

Penurunan Resiko Komplikasi Pada Pasien DM tipe 2”.

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimanakah dampak olahraga terhadap

penurunan resiko komplikasi pada pasien DM tipe 2.

b. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui berbagai macam olahraga yang dapat menurunkan

resiko komplikasi pada pasien DM tipe 2.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Terhadap Institusi

Hasil studi ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan penulis dan khususnya bagi mahasiswa Keperawatan yang

akan melanjutkan penelitian ini.


4

b. Terhadap Penulis

Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dan pengamatan dalam

melaksanakan suatu proses penelitian sehingga dapat diterapkan dan

dikembangkan dikemudian hari.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Diabetes Melitus

1. Definisi

DM (diabetes melitus) merupakan penyakit kronik, progresif yang

dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya hiperglikemia

(kadar gula yang tinggi dalam darah) (Black & Hawk, 2009 dalam

(Damayanti S. , 2016).

DM merupakan penyakit kronik yang dapat terjadi ketika pankreas

tidak dapat memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat

menggunakan insulin yang di produksi secara efektif (Chan, 2016).

Keadaan ini menyebabkan peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah

yang dapat mengarah kepada komplikasi baik secara mikrovaskuler ataupun

makrovaskuler.

2. Patofisiologi

DM terikat erat dengan proses pengetahuan glukosa dalam darah.

Hormon insulin memiliki peran yang penting dalam pengaturan kadar

glukosa darah tersebut untuk, memahami hal ini tersebut, maka berikut ini

akan diuraikan tentang glukosa, hormon insulin, dan hubungan di antara

keduanya. Glukosa adalah suatu karbohidrat yang termasuk monosakarida


6

atau karbohidrat yang molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon

saja (Nuari N. A., 2017).

Seperti suatu mesin, badan kita memerlukan bahan untuk membentuk

sel baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga

memerlukan energi agar sel badan dapat berfungsi dengan baik. Seperti

halnya energi pada mesin bahan bakarnya yaitu bensin. Sedangkan pada

manusia bahan bakarnya adalah makanan yang kita makan sehari-hari, yang

terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung- tepungan seperti nasi, roti, semua

yang berasal dari padi-padian, umbi-umbian, buah-buahan, gula pasir)

protein (asam amino) dan lemak (asam lemak).

Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut ke lambung dan

selanjutnya ke usus. Makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan

itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak

menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus

kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh

untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar.

supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar. Zat makanan tersebut harus

masuk ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan

terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit yang akhirnya

adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme, dimana dalam

proses ini insulin memegang peran penting yaitu bertugas memasukkan ke

dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar insulin

ini adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pancreas.


7

Dalam kadar normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif, insulin

akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot,

kemudian membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat masuk ke sel

untuk kemudian dibakar menjadi energi atau tenaga. Akibatnya kadar

glukosa dalam darah normal. Pada diabetes di mana didapatkan jumlah

insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulin yang tidak baik

(resistensi insulin), meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena

ada kelainan di dalam sel itu sendiri pintu masuk sel tetap tidak dapat

terbuka tetap tertutup sehingga glukosa tidak dapat masuk ke sel untuk

dibakar (dimetabolisme). Akibatnya glukosa tetap berada diluar sel

sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat (soegondo, soewondo,

subekti, 2018).

3. Klasifikasi

a. DM tipe 1 Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)

IDDM adalah penyakit hiperglikemik akibat ketidakstabilan

insulin, pengidap penyakit harus mendapat insulin pengganti. IDDM

disebabkan oleh destruksi autoimun secera genetik pada orang yang

terkena (Maghfuri, 2016).

Diabetes tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel beta pancreas

yang menghasilkan insulin. Hal ini berhubungan dengan kombinasi

antara faktor genetik, imunologi dan kemungkinan lingkungan, seperti

virus. Terdapat juga hubungan terjadinya diabetes tipe 1 dengan

beberapa antingen leukosit manusia (HLAs) dan adanya autoimun


8

antibody sel islet (ICAs) yang dapat merusak sel sel beta pancreas.

Ketidakmampuan sel beta memproduksi insulin mengakibatkan

glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati dan

tetap berada dalam darah sehingga menimbulkan hiperglikemia

(Tarwoto, 2016). Adapun faktor penyebab terjadinya IDDM ialah :

1) Faktor genetik atau herediter, peningkatan kerentanan sel sel beta

dan perkembangan antibody autoimun terhadap penghancuran sel

sel beta.

2) Faktor infeksi firus, infeksi virus coxsakie pada individu yang peka

secara genetik.

3) Faktor autoimun, menyerang jaringan normal yang dianggap

jaringan asing.

b. DM tipe II Non Insulin Dependent Diabets Melitus (NIDDM)

NIDDM merupakan diabetes mellitus yang tidak bergantung pada

insulin. Diabetes mellitus tipe II di sebabkan karena kegagalan relative

sel beta pulau Langerhans dan turunan kemampuan insulin untuk

merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk

menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu

mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya (Fady, 2015). Faktor resiko

DM tipe 2, yaitu :

1) Usia di atas 45 tahun

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga
9

4) Riwayat adanya gangguan toleransi glukosa (IGT) atau gangguan

glukosa puasa (IFG).

5) Hipertensi

6) Riwayat gestasional DM atau riwayat melahirkan bayi diatas 4 kg.

7) Polycystic Ovarium Syndrome yang diakibatkan resistensi insulin.

Pada keadaan ini wanita tidak terjadi ovulasi ( keluarnya sel telur

dari ovarium), tidak terjadi menstruasi, tumbuhnya rambut secara

berlebihan, dan tidak bias hamil (Tarwoto, 2016).

c. Diabetes Melitus Gestasioanal

Terjadi pada intoleransi glukosa yang diketahui selama kehamilan

pertama. Jumlahnya sekitar 2-4 % dari jumlah kehamilan total. Wanita

dengan diabetes gestasional akan mengalami peningkatan risiko untuk

terkena diabetes 5-10 tahun setelah melahirkan (Porth, 2007 dalam

Damayanti, 2016).

d. DM Tipe Lain

DM tipe lain merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan

hiperglikemia akibat peningkatan produksi glukosa hati atau penurunan

penggunaan glukosa oleh sel (Damayanti S. , 2016). DM tipe lain

sebelumnya dikenal dengan istilah diabetes sekunder, diabetes tipe ini

menggambarkan diabetes yang dihubungkan dengan keadaan dan

sindrom tertentu, misalnya diabetes yang terjadi dengan penyakit

pankreas atau pengangkatan jaringan pankreas dan penyakit endokrin


10

seperti akromegali, karena zat kimia atau obat,infeksi dan

endokrineopati (Damayanti S. , 2016).

4. Tanda dan Gejala DM

Tanda dan gejala DM menurut (Tarwoto, 2016).

a. Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi buang air kecil

(poliura).

b. Meningkatnya rasa haus (polydipsia), banyak miksi menyebabkan

tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus

yang mengakibatkan peningkatan rasa haus.

c. Meningkatnya rasa lapar (palipagia), meningkatnya katabolisme,

pemecahan glikogen untuk energy menyebabkan cadangan energy

berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat lapar.

d. Kelainan pada mata, penglihatan kabur, keadaan hiperglikemia

menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak

lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak retina serta kekeruhan

pada lensa.

e. Penurunan berat badan, disebabkan karena banyaknya kehilangan

cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.

f. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina.

g. Ketonuria, ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energy, maka

digunakan asam lemak untuk energy, asam lemak akan dipecah menjadi

keton yang kemudian berada pada darah dan dikeluarkan melalui ginjal.
11

h. Kelemahan dan keletihan, kurangnya cadangan energy, adanya rasa

lapar, dan kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan

letih.

i. Terkadang tanpa gejala, pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat

beradaptasi dengan peningkatan glukosa darah.

5. Penatalaksanaan DM

Tujuan penatalaksanaan DM secara umum adalah meningkatkan

kualitas hidup penyandang diabetes yang ditandai oleh kemampuan

penyandang pradiabetes melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri

dan produktif (Rumahorbo H. , 2014).

Dalam jangka pendek, penatalaksanaan diabetes ditujukan untuk

menghilangkan keluhan dan tanda diabetes, mempertahankan rasa nyaman

dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. Sedangkan dalam

jangka panjang penatalaksanaan diabetes diarahkan untuk mengurangi

progresitas komplikasi baik secara makrovaskuler ataupun mikrovaskuler.

Adapun dalam penatalaksanaan DM terdapat lima pilar penting yang

perlu diperhatikan, Hal ini meliputi perencanaan diet, latihan jasmani/fisik,

terapi farmakologi, monitoring kadar gula darah, dan edukasi (Smeltzer,

et.al., 2008 dalam (Damayanti S. , 2016).

a. Perencanaan makanan/diet

Tujuan diet pada penderita diabetes melitus adalah membantu

pasien untuk memperbaiki kebiasaan makan dan untuk mendapatkan

kontrol metabolik yang lebih baik dengan syarat tertentu. Menurut


12

Tjokroprawiro (2011) prinsip diep DM hendaknya diikuti pedoman 3 J,

yaitu:

1) Jumlah Kalori yang diberikan harus dihitung berdasarkan

klasifikasi gizi penerita dengan menghitung presentasi Relative

Body Weight (RBW) atau berat badan relatif (BBR) yang

didapatkan dengan membagi berat badan (dalam kg) dengan tinggi

badan (dalam cm dan dikurang 100) kemudian dikalikan dengan

100%, dimana nilai ideal yang diaharapkan antara 90% - 100%.

2) Jadwal Diet, pada dasarnya diet diabetes dia surabaya diberikan

dengan cara tiga kali makanan utama dan tiga kali makanan

kudapan (snacks) dengan jarak interval tiga jam dan diberikan

secara selang-seling, yang artinya pemberian makanan berturut-

turut menjadi makanan utama, kudapan, makanan utama, dan

seterusnya sebanyak 3 siklus.

3) Jenis Makanan, jenis makanan yang diberikan harus diperhatikan

dimana komposisi yang dianjurkan adalah:

a) Karbohidrat, didistrubusikan 3 kali sehari dengan jumlah

sebesar 45-65% total asupan energi, dan total asupan tidak

boleh lebih dari 130 g/hari.

b) Lemak, konsumsi tidak melebihi 30% total asupan energi

dengan membatasi bahan makanan yang mengandung banyak

lemak jenuhdan lemak trans seperti daging berlemak dan susu

oenuh (whole milk).


13

c) Protein, dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi,

dengan sumber protein yang dianjutkan adalah seafood (ikan,

udang, cumi, dll.), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,

produk susu, rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan

tempe.

d) Natrium, dianjurkan tadak lebih 3000 mg atau 1 sendok teh,

kecuali pada penderita hipertensi, pembatasan natrium sampai

2400 mg garam dapur. Sumber natrium antara lain seperti

garam dapur, vetsin, soda.

e) Serat, dianjurkan mengkonsumsi serat kurang lebih sebanyak

25g/1000 kkal/hari, dimana sumbernya bisa dari kacang-

kacangan, atau buah dan sayuran (Nuari N. A., 2017).

b. Olahraga / Aktifitas Fisik

Olahraga tidak hanya dapat dilakukan oleh orang yang sehat, akan

tetapi sangat bermanfaat apabila dilakukan oleh orang dengan penyakit

metabolik seperti penyakit DM. Menurut (Nuari N. A., 2017) Latihan

fisik bagi pasien DM bertujuan untuk:

1) Memberikan lebih banyak tenaga

2) Membuat jantung lebih kuat dan meningkatkan sirkulasi

3) Memperkuat otot dan kelenturan otot

4) Meningkatkan kemampuan bernapas

5) Membantu mengatur berat badan dan memperbaiki kolesterol

serta lemak
14

6) Mengurangi stres dan memperlambat penuaan

c. Terapi farmakologi

Tujuan terapi farmakologi adalah menjaga kadar gula darah agar

dapat tetap normal atau mendekati normal. Terapi yang diberikan dapat

berupa Obat Hipoglikemia Oral (OHO) ataupun insulin. Berdasarkan

Konsensus perkeni (2006), OHO saat ini terbagi dalam 2 kelompok,

yaitu obat yang memperbaiki kerja insulin, obat golongan ini bekerja

pada hati, otot dan jaringan lemak, serta usus. Singkatnya obat jenis ini

bekerja di tempat dimana insulin mengatur glukosa darah. Contoh obat

jenis ini adalah metformin, glitazone, dan akarbosa. Golongan kedua

adalah obat-obatan yang meningkatkan produksi insulin. Obat jenis ini

bekerja dengan merangsang sel beta untuk meningkatkan pelepasan

insulin, contoh obat jenis ini adalah Sulfonil, Repaglinid, Neteflinid

(Damayanti S. , 2016).

Selain itu terdapat pula jenis OHO yang bekerja dengan

menghambat kerja enzim alfa-glukosidase, dan menghambat

penyerapan karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus.

Obat jenis ini menurunkan kadar gula darah terutama setelah makan.

Selain OHO, penanganan DM dapat pula dilakukan dengan

pemberian suntikan insulin. Insulin biasanya diberikan pada penderita

DM tipe 1, tapi dapat pula diberikan pada penderita DM tipe 2 sebagai

terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika


15

dengan diet, latihan fisik, dan OHO tidak dapat menjaga kadar gula

darah dalam rentang normal.

Berdasarkan konsesus perkeni (2006), indikasi penggunaan insulin

pada DM tipe-2 adalah:

1) Ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat

2) Stress berat

3) Berat badan yang menurun dengan cepat

4) Kehamilan atau DM gestasional yang terkendali dengan

perencanaan makanan

5) Tidak Berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada

kontra indikasi dengan OHO (Soegondo, Soewondo & Subekti,

2009 dalam (Damayanti S. , 2016).

d. Monitoring kadar gula darah

Pemantauan kadar gula darah pasien bertujuan untuk mendeteksi

dan mencegah terjadinya hiperglikemia atau hipoglikemia sehingga

mapu mengurangi komplikasi penyakit DM baik secara makrovaskuler

maupun mikrovaskuler. Pemeriksaan bisa dilakukan dengan bantuan

tenaga kesehatan, atau bisa dilakukan secara mandiri menggunakan

glukometer.

e. Edukasi

Pendidikan kesehatan pada pasien DM diperlukan karena

penatalaksanaan DM memerlukan perilaku penanganan yang khusus

seumur hidup. Pasien tidak hanya belajar untuk merawat diri sendiri
16

guna menghindari peningkatan kadar gula darah yang mendadak, tapi

juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk

menghinfari komplikasi diabetik jangka panjang.

B. Tinjauan Teori Olahraga

1. Definisi

Olahraga adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka

yang memerlukan pengeluaran energi.

Olahraga adalah gerakan tubuh yang membakar kalori, misalnya

menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun dan berolahraga teratur

tentunya. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkaian gerak beraturan

akan mengautkan dan mengembangkan otot dan semua bagian tubuh.

Termasuk di dalamnya adalah jalan, berenang, bersepeda, jogging, atau

senam (Tandra, 2017).

Olahraga atau latihan fisik merupakan elemen penting dalam mencegah

kadar gula darah tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi. Olahraga atau

latihan fisik juga merupakan salah satu pilar yang dalam penatalaksanaan

DM untuk memproses glukosa menjadi energi (Widya,dkk,2015).

2. Prinsip Pelaksanaan Olahraga

Ada beberapa prinsip pelaksanaan latihan fisik yaitu FITT yang

meliputi :

a. Frekuensi

Jumlah olahraga per-minggu sebaiknya dialakukan secara teratur

5 kali perminggu.
17

b. Intensitas

Sebaiknya olahraga dilakukan dengan intensitas ringan dampai

sedang, yaitu sebesar 60-70 MHR (Maximum Hearth Rate). Dan dapat

ditingkatkan dengan menggunakan MHR yaitu: 220 – umur. Setelah

MHR didapatkan, selanjutnya dapat ditentukan Target Hearth Rate

(THR). Contohnya Intensitas latihan yang diprogramkan bagi

diabetisi berusia 50 tahun adalah sebesar 60-70 %, maka THR = 60%

x (220-50) = 102. THR 70% adalah 70% (220-50) = 119.

c. Time (durasi)

Waktu yang dianjurkan untuk berolahraga adalah 30 menit.

d. Tipe (jenis)

Olahraga yang dilakukan dapat berupa olaraga ketahanan

(Aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti

jalan, jogging, berenang, dan bersepeda.

Aktivitas fisik yang baik juga harus memperhatikan prinsip

CRIPE, yaitu

1) Continous (terus-menerus). Latihan harus dilakukan secara

berkesinambungan dalam waktu tertentu untuk mendapatkan hasil

maksimal.

2) Rhytmical (berirama). Olahraga yang dipilih harus berirama,

sehingga otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contohnya:

jalan kaki, berlalari, berenang, dan bersepeda.


18

3) Interval (berselang). Latihan dilakukan secara berselang-seling

antara gerak lambat dan gerak cepat. Contohnya: lari dapat

diselingi jalan (tidak berhenti).

4) Progresive (meningkat). Latihan dilakukan secara bertahap dan

meningkat sesuai dengan kemampuan individu dari intensitas

ssedang hingga berat, dengan durasi 30-60 menit.

5) Endurance (ketahanan). Latihan ditujukan pada daya tahan untuk

meningkatkan kemampuan pernapasan dan jantung. Hal ini dapat

dilakukan dengan melakukan olahraga seperti jalan kaki, jogging,

berenang, dan bersepeda.

3. Efek Keteraturan Berolahraga

Efek dari keteraturan berolahraga adalah meningkatkan sensitivitas

insulin, memfasilitasi penyerapan glukosa dan membantu dalam mengontrol

glukosa darah menjadi normal sehingga dapat mencegah terjadinya

komplikasi pada pasien DM tipe 2. Konsenus pengelolaan dan pencegahan

DM tipe 2 dari PERKENI tahun 2015 menjelaskan bahwa untuk

mendapatkan hasil yang maksimal olahraga dilakukan setiap 3 sampai 5

kali perminggu selama 30 menit sampai 45 menit, dengan total 150 menit

perminggu. Jeda antar olahraga lebih dari 2 hari berturut-turut. Olahraga

yang dilakukan tidak harus olahraga yang berat. Olahraga yang dianjurkan

berupa latihan kardio respirasi seperti jalan kaki, bersepeda, jogging, dan

berenang (Perkeni, 2015).


19

4. Hal Yang Perlu Diperhatikan Setiap Kali Melakukan Olahraga

Selain itu ketika berolahraga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

yaitu tahap-tahap olahraga, yang mana setiap kali olahraga harus dimulai

dengan pemanasan (warm-up) dengan waktu 5-10 menit, kemudian

dilanjutkan dengan kegiatan inti (conditioning) yang mana pada tahap ini

denyut nadi diusahakan mencapai THR agar latihan benar-benar

bermanfaat. Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan (cooling-down)

selama 5-10 menit untuk menormalkan denyut nadi menjadi denyut nadi

istirahat. Dan yang terakhir perlu dilakukan peregangan (stretching) untuk

melemaskan dan melenturkan kembali otot-otot yang masih tegang (Nuari

N. A., 2017).

C. Tinjauan Teori Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi DM merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada

perjalanan penyakit DM. Komplikasi ini terdiri atas komplikasi akut dan

komplikasi kronis.

1. Komplikasi Akut

Terjadi akibat ketidakseimbangan akut kadar glukosa darah. (Black &

hawks, 2005, dalam (Damayanti S. , 2016) Dibagi atas:

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang

disebabkan oleh penurunan glukosa darah hingga mencapai dibawah

50 mg/dl. Gejala ini dapat bersifat ringan berupa gelisah sampai berat

berupa koma disertai kejang.


20

Hipoglikemia diabetik terjadi karena peningkatan insulin dalam

darah dan penurunan kadar glukosa darah yang diakibatkan oleh terapi

insulin yang tidak adekuat (Tomky, 2005 dalam (Santi, 2016). Pada

penderita diabetes keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin

atau proparat obat yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu

sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat dan berlebihan.

Berdasarkan tingkat keparahan penyakit, Hipoglikemia diabetik dapat

dibagi menjadi 3 yaitu:

1) Hipoglikemia ringan

Didiagnosis ketika kadar glukosa darah 50 mg/dl yang akan

merangsang sistem saraf simpatis dimana terjadi perangsangan

adrenalin sehingga menimbulkan gejala seperti tremor,

takhikardia, palpitasi, kegelisaha, dan rasa lapar.

2) Hipoglikemia sedang

Didiagnosis ketika terjadi penurunan kadar glukosa darah

kurang dari 50 mg/dL. Kondisi ini menyebabkan sel-sel otak

tidak mendapatkan cukup glukosa sehingga meninmbulkan

gangguan pada sistem saraf pusat yang dapat menimbulkan gejala

seperti ketidak mampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo,

bingung, penurunan daya ingat, mati rasa di daerah bibir serta

lidah, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku

yang tidak rasional, dan penglihatan ganda.


21

3) Hipoglikemia berat

Didiagnosis ketika terjadi penurunan kadar glukosa

darahhinggam mencapai <40 mg/dL. Gejala dapat mencakup

perilaku seperti disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan,

atau bahkan kehilangan kesadaran.

b. Diabetes Ketoasidosis

Disebabkan oleh tidak adanya insulin, atau jumlah insulin yang tidak

cukup. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang

penting pada ketoasidosis yaitu terjadi dehidrasi, kehilangan elektrolit

dan asidosis.

c. Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketoik (SHHNK)

Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran. Keadaan

hiperglikemia persisten menyebabkan ddiuresis osmotik sehingga

terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan

keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari intrasel ke

ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, maka akan

dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas cairan.

2. Komplikasi Kronis

WHO Membagi komplikasi Kronis DM menjadi komplikasi

mikrovaskuler (disebabkan karena kerusakan pada pembuluh darah kecil)

dan komplikasi makrovaskuler (disebabkan karena kerusakan pada


22

pembuluh darah besar). Komplikasi mikrovaskuler meliputi retinopati,

neuropati, dan nefropati. Adapaun komplikasi makrovaskuler meluputi

penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung, stroke, dan insufisiensi

aliran darah ke kaki. (WHO, 2014).

a. Retinopati

Retinopati adalah kerusakan pada mata khususnya pada bagian

retina yang disebabkan karena kerusakan pembuluh darah kecil pada

retina. Retina mengandung banyak sekali pembuluh darah kecil

seperti arteriol, vanula dan kapiler dimana kerusakan pada bembuluh

darah ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan penglihatan

secara progresif bahkan bisa menyebabkan kebutaan. Gejala yang

biasa muncul adalah penglihatan yang kabur.

WHO (2006) Retinopati menyebabkan pada sekitar 2% dari total

penderita DM tipe 2 menjadi buta den sekitar 10% berkembang

menjadi cacat visual yang parah setelah 15 tahun diabetes. Selain itu,

menurut WHO (2011) DM tipe 2 menjadi penyebab kebutaan pada

orang dewasa 20-70 tahun, dan 4,2 juta (28,5%) pada usia 40 tahun

mengalami retinopati yang dapat menyebabkan penglihatan.

b. Nefropati

Nefropati adalah kerusakan pada ginjal yang juga disebabkan

karena kerusakan pada pembuluh darah kecil, dalam kasus ini

kerusakan terjadi pada pembuluh darah ginjal. Ini terjadi karena kadar

gula yang tinggi akan meningkatkan kerja ginjal yang dapat berujung
23

pada ginjal mengalami stress yang mengakibatkan kerusakan pada

membran filtrasi ginjal sehingga terjadi kebocoran protein darah ke

dalam urin. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan dalam pembuluh

darah ginjal, kenaikan tekanan darah ginjal inilah yang diperkirakan

berperan sebagai stimulus dalam terjadinya nefropati yang mana

nefropati dapat mengarah pada gagal ginjal.

Lebih jelasnya urutan hipotesis terjadinya nefropati diabetik

adalah :

1) Akibat diabetes, diperberat dengan adanya hipertensi, maka pada

ginjal timbul gangguan hemodinamik (Abnormal Renal

Hemodynamics). Dari keadaan tersebut timbullah 2 efek yang

bersifat negatif, yaitu auto regulasi ginjal hilang (loss of renal

auto regulation). Akibatnya, arteriol aferen mengalami dilatasi

bersamaan dengan konstruksi pada arteriol aferen, dan

menyebabkan intraglomerulus meningkat (Increased

intraglomerular preassure). Efek yang ke dua adalah

peningkatan kepekaan dari arteri aferen terhadap angiotensi-II,

norepeneprin, dan vasopressine, sehingga timbullah

vasokonstriksi pada arterioral eferen (efferent arteriolar

constriction). Seperti disebutkan pada butir a. Bersamaan dengan

afferen arteriolar dilation terjadilah increased intraglomerular

(IIP).
24

2) Increased intraglomerular preasure mempunya 2 efek negatif

yaitu merangsang sintesis radikal bebas, dan merangsang

pelepasan sitokin (increased cytokines released / ICR). Radikal

bebas dan hiperglikemia juga merangsang terjadinya ICR

3) Selain itu, hiperglikemia merangsang terbentuknya AGE

(Advance Glycosylation End – Products) Glicated albumin.

Glicated albumin ini akan merangsang terjadinya ekspansi

matriks mesangium. Terakhir, Fisher et. al., (1996) menyatakan

bahwa hiperglikemia dapat mendesak atau mengganti matriks

plasminogen. Hal ini akan menyebabkan degradasi madangium

berkurang dan terjadilah ekspansi masangium yang khas untuk

nefropati diabetik.

4) Fase akhir dari patogenesis nefropati diabeteik adalah terjadinya

mesangial matrix ekspansion yang diapcu oleh sitokin, glycated

albumin, dan hiperglikemia (melalui displacement matric

plasminogen oleh glukosa).

5) Fengan adanya mesangial matrix expansion pada DM disertai

albuminuria persisten, maka diagnosis nefropati diabetik klinik

dapat ditegakkan.

Gejala nefropati biasanya tidak muncul pada tahap awal penyakit,

namun seiring berkembangannya penyakit gejala yang dapat muncul

dapat berupa kelelahan, anemia, tidak dapat berpikir dengan jenih,

bahkan sampai gangguan pada keseimbangan elektrolit tubuh.


25

c. Neuropati

Neuropati dibagi menjadi 2 yaitu polineuropati sensorik dan

neuropati otonom. polineuropati sensorik disebut juga neuropati

perifer. Gejala permulaannya adalah parastesia (rasa tertusuk-

terbakar, kesemutan, dan peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar

(utamanya pada malam hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati

ini kaki akan terasa baal. penurunan sensibilitas terhadap sentuhan

ringan dan penurunan sensibilitas nyeri dan suhu dapat membuat

penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi

pada kakinya tanpa disadari. Keadaan ini bila tidak diatasi dengan

baik dapat menyebabkan pada munculnya ulkus bahkan sampai

kepada amputasi.

Neuropati otonom atau menoneuropati meurpakan jenis neuropati

yang menyerang sistem saraf otonom dan mengeakibatkan berbagai

disfungsi otonom yang mengenai hampir seluruh sistem organ tubuh

seperti kardiovaskuler, gestrointestinal, urianarius, kelenjar adrenal,

dan disfungsi seksual.

Angka kejadian neuropati pada penderita DM tipe 2 menurut

WHO (2006) mencapai 50%. Faktor resiko utama dari terjadinya

neuropati pada penderita DM tipe 2 adalah tingkat keparahan dan

durasi hiperglikemia.
26

d. Penyakit Kardiovaskuler

DM mengakibatkan kerusakan secara makrovaskuler melalui

proses yang dinamakan aterosklerosis atau penyumbatan pada arteri

yang dapat terjadi akibat peningkatan kadar glukosa dalam darah

dalam jangka waktu yang lama. Penyumbatan ini akan menyebabkan

penyempitan pembuluh darah yang mengarah pada penurunan aliran

darah pada lokasi terjadinya aterosklerosis seperti pada pembuluh

darah ke jantung (yang dapat mengakibatkan gagal jantung), ke otak

(yang mengarah kepada stroke), atau ke ekstremitas (yang mengarah

pada nyeri dan penyakit vaskuler perifer.


27

D. Kerangka Pikir

Keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama akan menimbulkan

berbagai komplikasi pada pasien DM tipe 2. Untuk mencegah terjadinya

komplikasi maka dari itu pasien dengan hiperglikemia harus rutin dan teratur

dalam berolahraga karena olahraga dapat menurunkan kadar gula darah

menjadi normal dan mencegah terjadinya komplikasi.

DM TIPE 2 KOMPLIKASI DM

4 PILAR HIPERGLIKEMIA
PENATALAKSANAAN DM

DIET

OLAHRAGA / OLAHRAGA
AKTIFITAS FISIK TERATUR

TERAPI OBAT

EDUKASI

(gambar 1)
28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi literatur

B. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber penelitian ini adalah data sekunder dengan pengumpulan data

dilakukan dengan melalui studi pustaka dengan cara melakukan penelusuran

hasil publikasi ilmiah dengan rentang tahun 2015-2020 dengan menggunakan

database Google Scholar. Hasil penelusuran kemudian dianalisis dan

disimpulkan.

C. Kriteria Data

1. Kriteria Inklusi

a. Artikel yang dipublikasikan pada periode 2015-2020

b. Dipublikasikan oleh jurnal terakreditasi

c. Jumlah populasi dan sampel representative

2. Kriteria Ekslusi

a. Artikel literatur review

b. Artikel biasa
29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Studi literatur ini melalui penelusuran hasil publikasi ilmiah dengan

rentang tahun 2010-2020 dengan menggunakan database google scholar

dengan menggunakan keyword olahraga dan penurunan komplikasi DM. Pada

pencarian google scholar dilakukan skrining tahun (2015-2020) dan

menggunakan frase “Olahraga dan Penurunan Komplikasi DM”.

Berdasarkan hasil pencarian literatur, terdapat 7 artikel yang memenuhi

kriteria inklusi. Penelitian-penelitian tersebut mengidentifikasi berbagai

macam olahraga yang dapat menurunkan kadar gula darah tinggi sehingga

dapat mencegah resiko terjadinya komplikasi pada pasien DM tipe 2.


30
SINTESIS GRID

NO PENELITI, TAHUN, TUJUAN DESAIN RESPONDEN PENGUMPULAN HASIL


DAN JUDUL PENELITIAN PENELITIAN DATA PENELITIAN

1 Aviana Gita (2017), Penelitian ini Jenis penelitian ini 96 responden Teknik Hasil penelitian
HUBUNGAN bertujuan untuk adalah pengumpulan data menunjukkan
FAKTOR menganalisis observasional penelitian terdapat hubungan
KEBIASAAN hubungan antara analitik dengan menggunakan kebiasaan olahraga
OLAHRAGA DAN kebiasaan sampel penelitian metode dengan kualitas
GEJALA olahraga dan lansia penderita wawancara dan hidup (p=0,005)
KOMPLIKASI gejala DM 2 studi dan terdapat
MIKROVASKULER komplikasi yang berobat di dokumentasi. hubungan gejala
DENGAN KUALITAS mikrovaskuler Puskesmas komplikasi
HIDUP LANSIA dengan kualitas Wonokromo mikrovaskuler
hidup lansia sebanyak 96 dengan kualitas
penderita DM sampel dengan hidup (p=0,030)
tipe 2 di pengambilan
Puskesmas sampel secara
Wonokromo. Simple
31

Random Sampling.
Analisis data
menggunakan uji
Chi Square Test
2 Dodik Hartono (2019), Jenis penelitian 67 responden Tekhnik Hasil penelitian
HUBUNGAN SELF yang digunakan pengumpulan data menunjukkan
CARE DENGAN dalam pnelitian ini menggunakan bahwa dari 57
KOMPLIKASI adalah penelitian lembar kuesioner responden
DIABETES analitik self kebanyakan dari
MELLITUS PADA korelasional care dan mereka memiliki
PASIEN DIABETES dengan pendekatan komplikasi DM perawatan diri
MELLITUS TIPE II DI cross sectional, yang diberikan yang baik, yaitu
POLI Tekhnik sampling kepada responden. sebanyak 23
PENYAKIT DALAM menggunakan responden (40,3%)
RSUD DOKTER purposive sampling. dan sebagian besar
MOHAMAD SALEH tidak mengalami
KOTA komplikasi, yaitu
PROBOLINGGO sebanyak 30
32

responden (52,6%).
Hasil dari
perhitungan uji
statistik spearman
pada tingkat
signifikan 5 = 0,05
diperoleh nilai ρ
dari 0,000 yang
berarti bahwa ada
hubungan antara
perawatan diri dan
komplikasi
diabetes mellitus
pada pasien dengan
diabetes mellitus
tipe 2.
33

3 Cahyono Widodo, Didik Jenis penelitian 86 responden Pengumpulan data Aktifitas fisik
Tamtomo, Ari Natalia adalah analitik menggunakan berkategori tinggi
Prabandari (2016), observasional kuesioner dan berhubungan
HUBUNGAN dengan desain dokumentasi. dengan kadar gula
AKTIFITAS FISIK, cross sectional darah (p = 0,021),
KEPATUHAN dengan teknik kategori rendah
MENGKONSUMSI sampling random dan sedang tidak
OBAT ANTI sampling berhubungan
DIABETIK dengan kadar gula
DENGAN KADAR darah
GULA DARAH (p=0,061 ).
PASIEN DIABETES Kepatuhan
MELLITUS mengkonsumsi
DI FASYANKES obat anti diabetik
PRIMER KLATEN berkategori tinggi,
berhubungan
dengan kadar gula
34

darah (p = 0,002 ),
berkategori rendah
dan sedang tidak
berhubungan
dengan kadar gula
darah (p= 0,066).
Secara
simultan,
kepatuhan
mengkonsumsi
obat anti diabetik
dan aktifitas fisik
berhubungan
dengan kadar gula
darah.
Kesimpulan
kepatuhan
mengkonsumsi
35

obat anti diabetik


dan aktifitas fisik
berhubungan
dengan kadar gula
darah
(p=0.001)
4 Ida Rahmawati dan Penelitian ini Desain penelitian 49 responden Pengumpulan data Hasil penelitian ini
Endah Lestari (2019), bertujuan ini menggunakan menggunakan data didapatkan bahwa:
HUBUNGAN DIET mempelajari pendekatan cross primer dan (1) Dari 49
DAN OLAHRAGA hubungan diet sectional dengan sekunder penderita diabetes
DENGAN dan olahraga teknik melitus, terdapat
KESTABILAN GULA dengan pengambilan 26 orang (53%)
DARAH PADA kestabilan gula sampel yang taat
PENDERITA darah yang menggunakan melakukan diet dan
DIABETES MELITUS berobat di accidental 23 orang (46,9%)
YANG BEROBAT DI poliklinik sampling yang tidak taat
POLIKLINIK penyakit dalam melakukan diet. (2)
PENYAKIT DALAM Dari 49 penderita
36

RSUD DR. M. YUNUS RSUD Dr. M. diabetes melitus


BENGKULU Yunus Bengkulu terdapat yang patuh
berolahraga 38
orang (77,6%) dan
yang tidak teratur
11 orang (22,4%).
(3) Terdapat
hubungan yang
signifikan antara
diet dengan
kestabilan gula
darah pada
penderita diabetes
melitus yang
berobat di
poliklinik penyakit
dalam RSUD Dr.
M. Yunus
37

Bengkulu. (4)
Terdapat hubungan
yang signifikan
antara olahraga
dengan kestabilan
gula darah pada
penderita diabetes
melitus yang
berobat di
poliklinik penyakit
dalam RSUD Dr.
M. Yunus
Bengkulu.
Kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga akan
mampu mengontrol
kadar gula dalam
38

darah penderita
diabetes.
5 Nany Suryani, Pramono, Penelitian ini Desain penelitian 34 ressponden Teknik Berdasarkan
Henny Septiana (2015), bertujuan untuk yang digunakan pengumpulan data uji statistik
DIET DAN menganalisis adalah sarana penelitian menunjukkan tidak
OLAHRAGA pola makan dan analitik menggunakan ada hubungan diet
SEBAGAI UPAYA olahraga sebagai investigasi dengan metode untuk mengontrol
PENGENDALIAN upaya untuk desain case-control wawancara dan kadar gula dalam
KADAR GULA mengendalikan studi darah (p = 0,001),
DARAH PADA kadar gula darah dokumentasi dengan OR 29, dan
PASIEN ada hubungan
DIABETES MELITUS latihan pada
TIPE 2 DI kontrol kadar gula
POLIKLINIK darah (p =
PENYAKIT DALAM 0,000), dengan OR
RSUD ULIN 35. Dari hasil
BANJARMASIN tersebut dapat
TAHUN 2015
39

disimpulkan bahwa
ada hubungan
signifikan bahwa
responden diet gula
darah tidak
terkontrol itu akan
menjadi 29 kali
lebih besar dari
mereka yang tidak
diet dan
berolahraga
responden gula
darah akan
diperiksa lebih dari
35
kali lebih tinggi
daripada mereka
yang tidak
40

berolahraga. Diet
dan olahraga dapat
membantu
mengendalikan
darah
kadar gula dan
membantu
pengobatan yang
paling efektif.
6 Susi Astutik, Elis Penelitian ini Rancangan 32 responden Rancangan yang Hasil uji
Hartati, Mutia Galuh bertujuan untuk penelitian ini digunakan pada independent t-test
(2017), mengetahui menggukan pre penelitian ini yaitu didapatkan nilai
EFEKTIVITAS efektivitas experimental tidak mean latihan active
LATIHAN ACTIVE latihan active dengan desain menggunakan assistive range of
ASSISTIVE RANGE OF assistive range penelitian pre test- kelompok kontrol, motion 9.9375
MOTION DAN of motion dan post test design tetapi sebelum mg/dL, sedangkan
SENAM DIABETES senam diabetes dengan teknik diberikan nilai mean senam
TERHADAP terhadap pengambilan eksperiment diabetes 25.0625
41

PENURUNAN penurunan kadar sampel dilakukan mg/dL maka dapat


KADAR GLUKOSA glukosa darah menggunakan pengamatan awal disimpulkan bahwa
DARAH PADA USIA pada usia purposive (pretest) pada nilai mean yang
DEWASA TENGAH dewasa tengah sampling kelompok diberikan senam
DENGAN DIABETES dengan diabetes tersebut, diabetes lebih
DI KELURAHAN di Kelurahan kemudian tinggi dibanding
SENDANG MULYO Sendang Mulyo diberikan dengan kelompok
SEMARANG Semarang intervensi pada diberikan active
masing-masing assistive range of
kelompok dan motion. Nilai p
dilakukan value 0.009 (<0.05)
pengamatan akhir dengan demikian
(post test). senam diabetes
lebih efektif dari
pada latihan active
assistive range of
motion terhadap
penurunan kadar
42

glukosa darah pada


usia dewasa
tengah. Bagi
peneliti selanjutnya
diharapkan mampu
memperhatikan
dan meminimalkan
faktor-faktor
perancu terhadap
penurunan kadar
glukosa darah.
7 Mirnawati, Harliani, Tujuan Jenis penelitian ini 8 responden Penumpulan data Hasil penelitian ini
Akuilina Semana penelitian ini menggunakan menunjukkan
dilakukan dengan
(2018), untuk penelitian bahwa hasil
membentuk satu
EFEKTIVITAS mengetahui kuantitatif,dengan pengukuran kadar
SENAM AEROBIK Efektivitas desain penelitian grup saja. gula darah sebelum
TERHADAP KADAR Senam Aerobik menggunakan (minggu I)
GULA DARAH PADA Terhadap metode Quasy didapatkan rata-
43

PENDERITA Penurunan Experiment,dengan rata sebesar 194,00


DIABETES MELITUS Kadar Gula rancangan One mg/dL; hasil
TIPE II Darah Pada Group pre test and pengukuran kadar
DI PUSKESMAS Penderita post test design. gula darah sesudah
MAMAJANG KOTA Diabetes Teknik senam (minggu II)
MAKASSAR Melitus Tipe II pengambilan sebesar 167,13
Di Puskesmas sampel dalam mg/dL; tidak
Mamajang penelitian ini efektivitas senam
dengan purposive aerobic terhadap
sampling penurunan kadar
gula darah pada
penderita Diabetes
Melitus Tipe II di
puskesmas
Mamajang Kota
Makassar p-value=
0,198>α=0,05.
Kesimpulan dari
44

penelitian ini
adalah tidak
efektivitas Senam
aerobik terhadap
penurunan kadar
gula darah pada
penderita Diabetes
Melitus Tipe II di
Puskesmas
Mamajang Kota
Makassar
45

B. Pembahasan

Komplikasi DM merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada

perjalanan penyakit DM. Komplikasi DM di kelompokkan menjadi dua bagian

yaitu mikrovaskuler dan makrovaskuler. Pertambahan usia lansia membuat

lansia mengalami kemunduran dalam berbagai hal, yang berpengaruh pada

kualitas hidup lansia. DM tipe 2 pada lansia apabila tidak menjaga kadar

glukosa salah satunya dengan olahraga akan menimbulkan komplikasi. Salah

satu komplikasi DM tipe 2 adalah komplikasi mikrovaskuler. Hasil penelitian

menunjukkan terdapat hubungan kebiasaan olahraga dengan kualitas hidup

(p=0,005) dan terdapat hubungan gejala komplikasi mikrovaskuler dengan

kualitas hidup (p=0,030). Proporsi lansia yang teratur berolahraga sebesar

62,5% serta terbanyak gejala komplikasi mikrovaskuler yang dialami adalah

gejala neuropati. Olahraga pada lansia penderita DM tipe 2 bermanfaat untuk

menjaga kadar glukosa tetap normal dan mencegah terjadinya komplikasi

(Gita, 2017).

Perawatan diri adalah perawatan diri yang dilakukan untuk menjaga

kesehatan dalam bio-psiko-sosial-spiritual. Hal yang harus dilakukan untuk

mencegah komplikasi diabetes mellitus, yaitu mengontrol gula darah, minum

obat secara teratur, olahraga dan diet yang sesuai. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari 57 responden kebanyakan dari mereka memiliki

perawatan diri yang baik, yaitu sebanyak 23 responden(40,3%) dan sebagian

besar tidak mengalami komplikasi, yaitu sebanyak 30 responden (52,6%).

Dengan melakukan perawatan diri yang baik dikehidupan sehari-hari itu akan
46

mencegah komplikasi pada pasien diabetes mellitus tipe 2, sehingga mencegah

komplikasi pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Petugas kesehatan perlu

memberikan informasi dan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk selalu

memberikan dukungan dalam menerapkan perawatan diri dalam kehidupan

sehari-hari (Hartono, 2019).

Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik

berkarakteristik hiperglikemia karena adanya kelainan sekresi insulin. Selain

kematian, DM juga menyebabkan kecacatan pasien. 30% pasien DM

mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati dan 10% amputasi tungkai

kaki, sehingga penatalaksanaan DM sangatlah penting. Keberhasilan

pengelolaan DM dapat dicapai melalui kepatuhan mengkonsumsi obat anti

diabetik dan aktifitas fisik. menganalisis hubungan aktifitas fisik, kepatuhan

mengkonsumsi obat anti diabetik, dengan kadar gula darah penderita DM tipe

2 rawat jalan di Fasyankes Primer Klaten (Widodo, Tamtomo, & Prabandari,

2016).

Ketidakpatuhan terahadap pengaturan diet dan olahraga akan

mengakibatkan komplikasi pada pasien diabetes melitus, oleh karena itu pasien

harus belajar keterampilan khusus untuk merawat diri sendiri setiap hari, guna

menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah mendadak,

disamping itu juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk

menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Penelitian menunjukan dari

49 orang responden di polklinik penyakit dalam RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu ada 38 orang pasien yang teratur dalam melakukan olahraga dan 11
47

orang pasien yang tidak teratur dalam melakukan olahraga. Ada 26 orang yang

melakukan olahraga tetapi gula darahnya stabil dan terdapat 12 orang yang

melakukan olahraga tetapi gula darahnya tidak stabbil kemudian terdapat 11

orang pasien tidak melakukan olahraga , gula darahnya tidak stabil dan tidak

ada pasien yang tidak melakukan olahraga teratur (Rahmawati & Lestari,

2019).

Hasil peneltian ini di ketahui pada kelompok kasus sebagian besar

responden tidak olahraga dan pada kelompok control sebagian besar responden

berolahraga. Sesuai dengan teori, olahraga sangat bermanfaat untuk

meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah.

Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi

kronik Diabetes mellitus (Suryani, Pramono, & Septiana, 2016).

Senam diabetes lebih efektif dibanding dengan latihan active assistive

range of motion untuk menurunkan kadar glukosa darah pada usia dewasa

tengah dengan diabetes mellitus dan dengan senam diabetes secara teratur

dapat mencegah terjadinya komplikasi di Kelurahan Sendang Mulyo Semarang

(Astutik, Hartati, & Galuh, 2017).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar gula darah dari 6 responden

yang merupakan sampel ada 4 orang (66,7%) responden yang kadar gula

darahnya mengalami penurunan, namun ada 2 responden (33,3%) yang justru

mengalami peningkatan, setelah dilakukan aktivitas berupa senam aerobik

dengan frekuensi 1x/minggu selama tiga minggu berturut-turut. Hal tersebut


48

terjadi karena responden tidak mampu untuk mengontrol/ menurunkan kadar

gula darahnya untuk dalam kondisi tetap stabil. Faktor pencetus peningkatan

kadar gula darah tersebut tidak terlepas dari gaya hidup yang salah satunya

karena kurangnya aktivitas. Selain itu masih minimnya dari masyarakat yang

mengetahui dan /atau kurangnya motivasi untuk melakukan latihan fisik

(Mirnawati, Harliani, & Semana, 2018).


49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari berbagai penelitian tentang olaharaga pada penurunan resiko

komplikasi hasilnya hampir sama yaitu olahraga dapat menurunkan kadar

gula darah yang tinggi sehingga dapat mencegah terjadinya resiko komplikasi

pada DM tipe 2. Tapi hanya ada satu penelitian yang hasilnya berbeda

mengatakan olahraga tidak efektif karena masih minimnya motivasi untuk

melakukan olahraga dan kurangnya pengetahuan tentang olahraga dikalangan

masyarakat.

B. Saran

1. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada tatanan yang berbeda dengan

memodifikasi dari keterbatasan yang ada dari penelitian ini.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mampu memperhatikan dan

meminimalkan faktor-faktor perancu terhadap penurunan kadar glukosa

darah.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai datadasar untuk

acuan dan pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya, misalnya

dengan menambahkan variabel lain seperti variabel peran petugas

kesehatan, kondisi pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan dan lain-lain

didalam penelitiannya, atau bisa juga dengan menggunakan desain

penelitian yang lain seperti penelitian eksperimen, ataupun penelitian

kualitatif

Anda mungkin juga menyukai