Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“DESAIN KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN”

DOSEN PENGAMPU : Rizki Susanto,M.pd.

KELOMPOK 10 :

MUHAMMAD KHOLIL (11811184)

SONIA (11811189)

SEMESTER/KELAS : IV/F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau
komponen kurikulum . Penyusunan desain  kurikulum dapat dilihat dari
dua dimensi, yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal
berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan
lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan
mengajarnya. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan
berdasrkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang
mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang
dasar diteruskan dengan yang lanjutan. Desain Kurikulum ini
mendeskripsikan secara terperinci tentang komponen yang harus ada
pada setiap kurikulum serta desain kurikulum yang dapat digunankan
untuk proses pembelajaran. Wacana tersebut menyebutkan bahwa dalam
kurikulum itu terdapat beberapa komponen, diantaranya adalah tujuan
kurikulum, bahan ajar atau materi atau isi dari kurikulum tersebut,
strategi mengajar atau metode mengajar, media mengajar dan evaluasi
pengajaran serta penyempurnaan pengajaran. Komponen-komponen
tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Setiap komponen
mempunyai isi yang sangat penting sekali bagi kelangsungan kurikulum.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Seperti apa Kurikulum yang Berpusat pada Bahan Ajar?
2.  Seperti apa Kurikulum yang mengutamakan Peranan Siswa?
3. Seperti apa Kurikulum yang Berpusat pada Masalah-masalah yang?
dihadapi Masyarakat
C. Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui apa-
apa saja desain kurikulum dalam Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum yang berpusat pada bahan ajar
Subject Centered Curriculum (Berpusat pada Bahan Ajar)
Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi
vertikal dan horizontal. Dimeni horizontal berkenaan dengan penyusunan
dari lingkup isi kurikulum (proses belajar mengajarnya). Dimensi vertikal
menyangkut penyususnan sekuen bahan berdasarkan urutan tingkat
kesukaran (penyusunannya dari mudah kesulit). Kelebihan Subject Centered
Curriculum (berpusat pada bahan ajar) diantaranya Mudah disusun,
dilaksanakan , di evaluasi dan disempurnakan Para pengajarnya tidak perlu
persiapan khusus, , asal menguasai ilmu atau bahan yang diajarkan sering
dipandang sudah dapat menyampaikannya. Kekurangan Subject Centered
Curriculum (berpusat pada bahan ajar) diantaranya: Karena pengetahuan
diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentagan dengan kenyataan, sebab
dalam kenyataan pengetahuan merupakan satu kesatuan Krena
mengutamakan bahan ajar maka peran serta didik sangat pasif.
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, maka terdapat tiga
pola desain kurikulum, yaitu:
Subject centered design
Merupakan suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar atau pada
isi dan materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata
pelajaran. Pada pola desain ini terbagi dalam 3 jenis, yaitu:
1. The Subject Design
Pada pola ini kurikulum ditekankan pada isi/ materi pelajaran dan disajikan
secara terpisah-pisah dalam bentuk mata pelajaran. Pada pola ini siswa
ditekankan untuk menguasai fakt-fakta dan informasi, sehingga siswa
mengusai bahan hanya pada tahap hafalan, dan verbalistis.
2. The Disciplines Design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, yaitu pola
kurikulum yang menekankan pada materi pelajaran. Namun dalam
disciplines ini telah ada kriteria yang tegas tentang ilmu, yang membedakan
suatu pengetahuan itu disiplin ilmu atau bukan. Selain itu pada pola ini juga
lebih menekankan pada pemahaman. Peserta didik didorong untuk
memahami logika, ide, konsep dan prinsip-prinsip penting, sehingga mampu
melihat hubungan berbagai fenomena yang ada.
3. The Broad Fields design
Pada pola ini mulai dihilangkan pemisahan antar mata pelajaran, tetapi
dilakukan penggabungan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau
berhubungan. Misalnya: sejarah, geografi, dan ekonomi di gabung menjadi
ilmu pengetahuan sosial.
B. Kurikulum yang Mengutamakan Peranan Siswa
Menurut Hamalik Omear ( 2006: 15) Asumsi yang mendasari
desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu
anak didik. Oleh karenanya, pendidikan tidak boleh terlepas dari
kehidupan anak didik. Anak didik adalah manusia yang unik. Mereka
memiliki karakteristik tertentu. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan anak adalah mahkluk yang sedang berkembang yang
memiliki minat dan bakat yang beragam.
Menurut Nasution (2008: 21) Kurikulum yang mengutamakan
peranan siswa atau di sebut juga dengan Learner centered design yakni
kurikulum yang berpusat pada peranan siswa. Desain ini hadir sebagai
reaksi sekaligus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan subject
centered design. Desain ini berbeda dengan subject centered, yang berlatar
belakang dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya.
Learner centered hadir dari para ahli kurikulum yang memberikan
pengertian bahwa kurikulum didesain dan dibuat untuk peserta didik.
Desain ini memberikan tempat utama kepada peserta didik. Didalam
pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta
didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi
belajar-mengajar, mendorong, dan memberikan bimbingan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
Menurut Nasution ( 2008: 32) Ada dua ciri utama yang
membedakan desain ini dengan subject centered, yakni: pertama, learner
centered mengembangkan kurikulumdengan berpusat pada peserta didik
dan bukan dari isi. Kedua, learner centered bersifat not-preplanned (tidak
direncanakan sebelumnya). Ada beberapa variasi model learner centered,
yakni kurikulum berpusat pada anak didik (child centered design),
kurikulum berpusat pada pengalaman (experience-centered).
1. Child centered design
Para penganjur child-centered design ini meyakini bahwa
pembelajaran yang optimal adalah ketika siswa dapat aktif di
lingkungannya. Pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
siswa di lingkungannya. Dengan demikian, child centered design
harus berdasar kepada kehidupan, kebutuhan, dan kepentingan siswa.
2. Experience-centered design
Experience-centered design adalah desain kurikulum yang
berpusat pada kebutuhan anak. Ciri utama dari experience-centered
design adalah pertama, struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan
dan minat peserta didik. Kedua, kurikulum tidak dapat disusun
terlebih dahulu, melainkan disusun secara bersama-sama oleh guru
dengan para siswa. Ketiga, desain kurikulum ini menekankan prosedur
pemecahan masalah.
Experience-centered design ini memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya:
a. Karena kegiatan pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat
peserta didik, maka motivasi bersifat instrinsik dan tidak perlu
dirangsang dari luar.
b. Pengajaran memperhatikan perbedaan individual sehingga mereka
mau turut dalam kegiatan belajar kelompok karena
membutuhkannya.
c. Kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal
pengetahuan untuk menghadapi kehidupan diluar sekolah.

Menurut Wina Sanjaya (2009: 47) Penyusunan pengembangan


kurikulum berdasarkan pada peserta didik dan bukan berdasarkan isi,
kurikulum tidak diorganissikan sebelumnya tetapi dikembangkan bersama
guru dengan siwa dalam penyelesaian tugas guru-guru dan siswa, minat,
kebutuhan, dan tujuan. Desain kurikulum yang berorientasi pada anak
didik, dapat dilihat minimal dari dua perspektif, yaitu:
1. Perspektif kehidupan Anak di Masyarakat
Francis Parker, seorang tokoh yang menganjurkan siswa sebagai
sumber kurikulum percaya bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah
apabila siswa belajar secara rill dari kehidupan mereka di masyarakat.
dengan kurikulum yag konvensional , menurut Parker proses
pembelajaran bukan menghafal dan mengusai materi pelajaran seperti
yang dituliskan dalam buku teks, akan tetapi bagaimana anak belajar
dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Di sini berorientasi pada anak dalam perspektif kehidupan di
masyarakat, mengharapkan materi kurikulum yang dipelajari di
sekolah serta pengalaman belajar, didesain sesuai dengan kebutuhan
anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup di masyarakat.
2. Perpektif Psikologis
Dalam perspektif psikologis, desain kurikulum yang berorientasi
kepada siswa sering diartikan juga sebagai kurikulum yang bersifat
humanistic, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan
yang hanya mengutamakan segi intelektual. Kurikulum ini juga
muncul sebagai reaksi terhadap psikologi beaviorisme yang
menganggap tigkah laku manusia itu bersifat mekanistik yang
menekankan kepada pengaruh lingkungan. Menurut pendidikan
humanistic setiap manusia memiliki potensi, punya kemampuan, dan
kekuatan untuk berkembang. Oleh karena itu kurikulum didesain
untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa.
Menurut Wina Sanjaya (2009: 62) Berikut kelebihan dan kekuarangan
yang terdapat pada kurikulum yang mengutamakan peran siswa:
1. Kelebihan
a. Motivasi instrinsik pada siswa
b. memperhatikan perbedaan individu
c. Kegiatan pemecahan masalah memberikan kemampuan dlm
menghadapi kehidupan di luar sekolah
2. Kekurangan
a. Kenyataan, siswa belum tentu tahu persis kebutuhan dan minatnya
b. Kurikulum tidak mempunyai pola dalam penyusunan strukturnya.
c. Sangat lemah dlm kontinuitas dan se kuens bahan
d. Menuntut guru yg ahli dalam banyak hal
C. Kurikulum yang Berpusat pada Masalah-masalah yang dihadapi
Masyarakat
Menurut Nasution ( 2008: 49) Kurikulum yang berpusat pada
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat atau juga bisa di sebut
dengan Problem desain centered berawal dari pada filsafat yang
mengutamakan peranan manusia (man centered) yang menekankan pada
kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat, menekankan pada
isi, kurikulum mereka disusun sebelumnya, model kurikulum ini
berasumsi bahwa manusia sebagai mahluk sosial.
Menurut Sukmadinata ( 2002 : 18) Konsep pendidikan para
pengembang model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia
sebagai makhluk social selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama
ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang harus
dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam
memecahkan masalah-masalh social yang mereka hadapi untuk
meneingkatkan kehidupan mereka.
Menurut Nasution ( 2008: 56) Isi kurikulum berupa masalah-
masalah social yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan
datang. Sekuens bahan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan
kemampuan peserta didik. Problem centered design menekankan pada isi
maupun perkembangan peserta didik. Minimal ada dua variasi model
desain kurikulum ini, yaitu The Areas Of Living Design, dan The Core
Design.

1. The Areas Of Living Design


Ciri lain dari model desain ini adalah menggunakan pengalaman
dan situasi-situasi nyata dari perserta didik sebagai pembuka jalan dalam
mempelajari bidang-bidang kehidupan. Strategi yang sama juga
digunakan dalam subject centered design, tetapi pelaksanaannya
mengalami kesulitan, sebab dalam desain tersebut hubungan mata
pelajaran dengan bidang dan pengalaman hidup peserta didik sangat
kecil. Sebaliknya dalam the areas of living hubungannya besar sekali.
Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-
bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan suatu desain merangkumkan
pengalaman-pengalaman social peserta didik. Dengan demikian, desain
ini sekaligus menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada
pemenuhan kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.
2. The Core Design
The core design kurikulum timbul sebagai reaksi utama kepada
separate subject design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam
mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata-mata
pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya
dikembangkan di sekitar core tersebut. Karena pengaruh pendidikan
progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas
pandangan progresif. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar
dipusatkan pada kebutuhan individual dan social.
Terdapat banyak variasi pandangan tentang the core design.
Mayoritas memandang core curriculum sebagai suatu model
pendidikan atau program pendidikan yang memberikan pendidikan
umum. Pada beberapa kurikulum yang berlaku di Indonesia dewasa
ini, core curriculum disebut kelompok mata kuliah atau pelajaran
dasar umum, dan diarahkan pada pengembangan kemampuan-
kemampuan pribadi dan social. Kalau kelompok mata kuliah/pelajaran
spesialisasi diarahkan pada penguasaan keahlian/kejuruan tertentu,
maka kelompok mata pelajaran ini ditujukan pada pembentukan
pribadi yang sehat, baik, matang, dan warga masyarakat yang mampu
membina kerja sama yang baik pula.
The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki
penguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping
memberikan pengetahuan, niali-nlai dan keterampilan social, guru-
guru tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan
social pribadi peserta didik.
Menurut Nasution ( 2008: 67) Ada beberapa variasi desain core
curriculum yaitu:
a. The separate subject core. Salah satu usaha untuk mengatasi
keterpisahan antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang
dipandang mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya
dijadikan core.
b. The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the
separate subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa
mata pelajaran yang erat hubungannya.
c. The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari separate
subject, pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga
pelajaran tetapi lebih banyak. Sejarah, geografi, antropologi,
sosiologi, ekonomi dipadukan menjadi studi kemasyarakatan.
Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah umum yang
dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.
d. The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari
pendidikan progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti
halnya pada learner centered, the activity/experience core
dipusatkan pada minat-minat dan kebutuhan peserta didik.
e. The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga pada
pendidikan progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan
dirancang sebelumnya. Berbentuk pendidikan umum yang isinya
diambil dari masalah-masalah yang muncul di masyarakat. Bentuk
desain ini dipandang sebagai core design yang paling murni dan
paling cocok untuk program pendidikan umum.
f. The social problems core. Model desain ini pun merupakan produk
dari pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama
dengan the areas of living core. Perbedaannya terletak pada the
areas of licing core didasarkan atas kegiatan-kegiatan manusia yang
universal tetapi tidak berisi hal yang controversial, sedangkan the
social problems core di dasarkan atas problema-problema yang
mendasar dan bersifat controversial. Beberapa contoh masalah
social yang menjadi tema model core design ini adalah kemiskinan,
kelaparan, inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan
sebagainya. Hal-hal di atas adalah sesuatu yang mendesak untuk
dipecahkan dan berisi suatu controversial bersifat pro dan kontra.
The areas of living core cenderung memelihara dan
mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems
core mencoba memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari sudut
sistem nilai sosial dan pribadi yang berbeda.

 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Desain Kurikulum ini mendeskripsikan secara terperinci tentang
komponen yang harus ada pada setiap kurikulum serta desain kurikulum
yang dapat digunankan untuk proses pembelajaran. Wacana tersebut
menyebutkan bahwa dalam kurikulum itu terdapat beberapa komponen,
diantaranya adalah tujuan kurikulum, bahan ajar atau materi atau isi dari
kurikulum tersebut, strategi mengajar atau metode mengajar, media
mengajar dan evaluasi pengajaran serta penyempurnaan pengajaran.
Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Setiap komponen mempunyai isi yang sangat penting sekali
bagi kelangsungan kurikulum.
Desain kurikulum merupakan rencana pembelajran yang harus
dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Desain
kurikulum yang dapat digunakan diantaranya adalah subject centered
design, learned centered design, problem centered design. Setiap design
kurikukum memberikan teknik atau cara yang efektif dalam proses
pembelajaran agar berjalan dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak
setian design kurikulum dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman
dalam melakukan proses pembelajaran. Jadi setiap design kurikulum
memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanannya

B. Saran
penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
kami butuhkan demi perbaikan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA

Malik Qomar, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung:


Rosda, 1993).

Nasution, 2008, asas-asas kurikulum, Jakarta: bumi aksara

Sanjaya, 2008, kurikulum dan pembelajaran, teori dan praktik


kurikulum tingkat satuan Pendidikan, Jakarta: kencana

Hamalik, 2006, menejemene pengembangan kurikulum, bandung: PT.


remaja rossa makalah

Sukamandinata, 2002, pengembangan kurikulum teori dan praktik,


bandung : remaja rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai