Uveitis Posterior Referat
Uveitis Posterior Referat
PENDAHULUAN
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar
dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. 1 Secara anatomis
uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, juga
merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara bagian
anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus
sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior
yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri
siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada
badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 arteri siliar posterior brevis
yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.2
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis
yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi,
trauma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea
yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea
dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai
badan tengan disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga
dengan uveitis anterior. Dan bila mengenai lapisan korois disebut uveitis posterior atau
koroiditis. Uveitis umumnya unilateral, dan biasanya terjadi pada usia dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai dengan adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan kabur, mata
merah tanpa disertai sekret mata dan pupil kecil atau ireguler.3
BAB II
1
PEMBAHASAN
ANATOMI UVEA
Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri
atas iris, badan siliar, dan koroid.3
1. Iris
Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke
anterior. Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi
untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Permukaan iris warnanya sangat
bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang
disebut kripta. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil,
yaitu : Musculus dilatator pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan
Musculus sfingter pupil yang berfungsi untuk mengecilkan pupil. Kedua otot
tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan
normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokor.
Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut
anisokor. Iris menipis di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di
dekat pupil. Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang
berada di dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus
nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan
parasimpatik untuk miosis.5
2. Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem
ekskresi di belakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang
sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar
berfungsi untuk akomodasi.
2
Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi
kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara
iris dan koroid. Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat
menentukan tekanan bola mata. Humor akuos mengalir melalui kamera okuli
posterior ke kamera okuli anterior melalui pupil, kemudia ke angulus
iridokornealis, kemudia melewati trabekulum meshwork menuju canalis
Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera
untuk kembali ke jantung. 5
3. Koroid
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di
sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi
depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vaskular yang
3
terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menempati seluruh koroid,
tetapi berhenti beberapa milimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak
terselubungi retina disebut pars plana.
Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang
berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari
sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan
anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterios longus.
Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.5
UVEITIS POSTERIOR
Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu pada
koroid, dan disebut juga koroiditis.6 Karena dekatnya koroid pada retina, maka penyakit
koroid hampir selalu melibatkan retina (korioretinitis). Uveitis posterior biasanya lebih serius
dibandingkan uveitis anterior.5
Penyebab utama uvea posterior tidak berpengaruh pada faktor eksternal dari uvea
bagian posterior. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi standar dan lamanya peradangan
panyakit secara lengkap dengan perubahan pada koroid sudah dapat dilihat kelainan.
Terjadinya perubahan elevasi yang memberi warna kuning atau abu-abu yang dapat menutup
koroid sehingga pada pemeriksaan koroid tidak jelas.
Perdarahan di retina akan menutup semua area, pada beberapa kasus terdapat lesi
yang kecil disertai kelainan pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan akan
ditemukan infiltrat dan edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi dan
saling melekat. Daerah yang atrofi akan memberikan kelainan bermacam-macam dalam
bentuk dan ukuran. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan warna koroid menjadi putih,
kadang pembuluh darah koroid akan tampak disertai karakteristik dari deposit irregular yang
banyak atau berkurangnya pigmen hitam terutama pada daerah marginal.
Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan retina.
Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan melihat lalat
berterbangan (floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari ringan sampai berat
yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau papilomakula.
Kerusakan bisa terjadi perlahan-lahan atau cepat pada humor vitreus yang dapat
dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang lama biasanya
disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada trabekula anterior yang
dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall. Penyebab floaters adalah
terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari presipitat mutton fat pada kornea
bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal sebelum menjadi kuning atau putih yang
4
disertai penglihatan kabur. Bila terdapat kondisi ini biasanya sudah didapatkan atrofi pada
koroid. Seringkali uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya
kabur.
Gejala khas dari uveitis postrior adalah tajam penglihatan yang menurun, floating
spot dan skotoma. Karena terdapat banyak kelainan pada badan vitreus sel yang disebabkan
fokal atau multifokal retina dan koroid gambaran klinis bisa juga secara bersamaan.
Diagnosis banding tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan infeksi. Infeksi bisa
disebabkan virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non infeksi. Bisa juga disebabkan oleh
penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga penyebabnya tidak diketahui setelah
timbul endoftalmitis dan neoplasma.
Dalam membuat diagnosis uveitis posteriorharus akurat dan lengkap tentang riwayat
perjalan penyakit dan sistem yang mendapat kelainan yang berhubungan dengan uveitis.
Riwayat pemakan kortikosteroid yang lama, obat-obatan imunosupresan, terapi antibiotik,
obat-obat intravena atau pasien dengan hipereliminasi bakterial endogen, jamur, dan penyakit
virus. Pasien dengan penyakit sistemik kolagen vaskular yang berhubungan dengan
dermatologi, jaringan ikat, paru-paru, gastrointestinal dan saluran kemih yang dapat
mempermudah terjadinya inflamasi. Pertimbangan lain adalah umur pasien apakah timbulnya
unilateral atau bilateral. Pemeriksaan laboratorium dapat membantu memastikan.6
1) Etiologi
a. Penyakit virus
Penyakit Herpes
Lesi mata yang tersering dan paling serius adalah keratitis. Lesi
kulit vesikuler juga dapat muncul di kulit dan tepi kelopak. Herpes
simpleks dapat menyebabkan iridosiklitis. Virus herpes simpleks tipe I,
virus varicela zoster, dan CMV pernah dilaporkan sebagai penyebab
sindrom nekrosis retina akut.5
Sindrom Nekrosis Retina Akut (ARN)
ARN merupakan suatu proses nekrosis pada retina yang
disebabkan oleh infeksi. Biasanya mengenai kedua mata ( pada 33 %
pasien), paling banyak berusia 26 tahun . Penyebab penyakit ini yang
paling sering adalah virus varisela zoster, herpes simpleks tipe 2 dan
cytomegalovirus. Kadang penyakit ini tanpa gejala sehingga pasien
tampak sehat meskipun mengenai pasien dengan AIDS. ARN
merupakan diagnosis dari gejala klinik, pasien sering datang dengan
keluhan penglihatan kabur secara akut. Terdapat inflamasi segmen
anterior yang memberi rongga pada beberapa bagian disertai eksudat
pada badan vitreus. Masa inkubasi 2 minggu sampai terbentuknya
sumbatan yang akan menyebabkan arteriolitis retinal, vitritis dan
bercak kuning – putih di posterior retina.5
AIDS
5
Penyakit mata merupakan manifestasi umum dari AIDS, pasien
mengalami beberapa kondisi penyakit mata :
o Oklusi mikrovaskular menyebabkan perdarahan retina dan
cotton wool spot (daerah infark pada lapisan serabut saraf
retina).
o Deposit endotel kornea.
o Neoplasma pada mata dan orbita.
o Gangguan neurooftalmika termasuk palsy okulomotorik.
Retinitis Cytomegalovirus
Infeksi oportunistik yang paling umum adalah retinitis CMV.
Awalnya ditemukan lebih dari 1/3 pasien AIDS, namun populasi
beresiko telah berkurang secara bermakna sejak berkembangnya terapi
antivirus yang sangat aktif dalam terapi AIDS. Khas terjadi pada
pasien dengan hitung sel CD4 + dan leukosit 5/ μl. Pasien biasanya
mengeluh penglihatan kabur atau floaters. Diagnosis penyakit AIDS
biasanya telah ditegakkan dan sering ditemukan tampilan AIDS
lainnya seperti retinopati CMV yang terdiri dari area retina keputihan
berhubungan dengan perdarahan disertai likenifikasi hingga terlihat
seperti keju softage. Lesi itu dapat mengancam makula atau lempeng
optik dan biasanya terdapat sedikit inflamasi pada vitreus.
b. Penyakit jamur
Histoplasmosis
Merupakan kelainan multifaktor korioretinitis, epidemiologinya
berhubungan dengan Histoplasma capsulatum, yang merupakan jamur
dimorfik yang dalam perkembangannya dapat bertahan 2 tahun dalam
6
bentuk filamennya. Spora jamur tersebut dapat menyebabkan
terjadinya penyakit sistemik dan penyakit mata. Beberapa daerah di
Amerika Serikat yang endemis histoplasmosis yaitu Ohio dan lembah
sungai Missisippi. Diagnosis koroiditis yang diduga disebabkan oleh
histoplasmosis sering ditegakkan. Infeksi primer pada mata terjadi
setelah kontak spora jamur yang berasal dari paru – paru. Jamur ini
dapat menyebar ke limpa, hati, dan koroid mengikuti infeksi yang
berasal dari paru – paru. Histoplasmosis didapat kadang tidak
menimbulkan gejala atau akibat dari keadaan sakit yang tidak
berbahaya dan biasanya ditemukan pada anak – anak.
7
Pada daerah koroiditis dapat diobati dengan kortikosteroid oral
dan lokal. Pada tahap awal dari angiogram fluoresein, koroid aktif akan
menghambat zat tersebut dan akan tampak hipofluoresein. Selanjutnya,
lesi koroid akan berwarna dan menjadi hiperfluoresein. Dengan
kontras, area pada membran neovaskular subretina aktif akan menjadi
hiperfluoresein yang terjadi awal pada angiogram.
8
pasien rawat inap yang menggunakan kateter intavena atau yang
mendapat terapi antibiotik sistemik, steroid dan antimetabolit. Pasien
yang dirawat karena kandidemia harus diperiksa kemungkinan
mengenai mata. Pada pasien tersebut pada dua pemeriksaan akan
ditemukan dilatasi fundus yang dilakukan secara terpisah selama 1-2
minggu untuk mendeteksi metastasis penyakit mata.
9
menghindari potensi kematian. Diagnosis yang tepat pada waktunya
sangat penting karena toxoplasmosis memberi respon pada terapi anti
mikroba dan itu merupakan bentuk yang masih dapat diobati pada
uveitis posterior.5
1. Penyakit Behcet
Ditemukan pada usia 20-40 tahun, pria lebih banyak dari
wanita.Penyebab diduga suatu proses imunologik tetapi virus sebagai
penyebab tidak dapat disingkirkan. Walaupun memiliki banyak gambaran
penyakit hipersensitivitas tipe lambat, adanya perubahan mencolok kadar
komplemen serum pada permulaan serangan mengisyaratkan suatu gangguan
kompleks imun. Baru-baru ini pada pasien Behcet dapat dideteksi adanya
kompleks imun berkadar tinggi dalam darah. Sebagian besar pasien dengan
gejala mata positif untuk HLA-B51, suatu subtipe HLA-B5.7
3. Oftalmika Simpatika3
Yaitu pan uveitis granulomatosa pada mata yang semula sehat
(sympathetic eye) yang timbul minimal dua minggu setelah terjadinya trauma
tembus pada mata yang lain (exciting eye). Biasanya exciting eye ini tidak
pernah senbuh total dan tetap meradang pasca trauma, baik tauma tembus
akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata. Tanda awal dari
mata yang ber-simpati adalah hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel
12
radang di belakang lensa. Gejala ini diikuti oleh iridosiklitis sub akut, sebukan
sel radang dalam vitreus dan eksudat putih kekuningan pada jaringan dibawah
retina. Penyakit ini dapat disertai dengan gejala-gejala sistemik lain seperti
vitiligo, alopesia dan poliosis (uban) sehingga mirip sindrom VKH. Bedanya
adalah pada sindrom VKH tidak ada riwayat trauma.
Penyebab yang pasti belum diketahui tetapi diduga kuat merupakan
suatu reaksi autoimun terhadap jaringan pigmen uvea atau pigmen epitel retina
yang telah berubah sifat menjadi antigen pasca trauma tembus mata.
Pengobatan : pemberian kortikosteroid; bila tidak memberikan
perbaikan dapat ditambah pemberian imunosupresan. Yang terpenting adalah
hati-hati dan waspada menghadapi trauma tembus mata yang disertai destruksi
jaringan uvea.
4. Poliarteritis Nodosa3
Penyakit kolagen ini mengenai arteri berukuran sedang, terutama pada
pria. Terjadi peradangan hebat pada semua lapisan otot arteri, dengan nekrosis
fibrinoid dan eosinofilia perifer. Gambaran klinis utama adalah nefritis,
hipertensi, asma, neuropati perifer, nyeri dan atrofi otot dan eosinifilia perifer.
Sering terjadi kelainan jantung, walaupun kematian biasanya disebabkan oleh
disfungsi ginjal.
Kelainan mata dijumpai pada 20% kasus dan terdiri dari episkleritis
dan skleritis yang sering tidak nyeri. Apabila pembuluh-pembuluh limbus
terkena, dapat terjadi pembentukan alur-alur di kornea perifer. Sering terjadi
mikrovaskulopati retina. Hilangnya penglihatan secara mendadak mungkin
disebabkan oleh neuropati optikus iskemik yang mencerminkan keparahan
vaskulitis di pembuluh siliaris atau sumbatan arteri retina sentralis. Dapat
terjadi oftalmoplegia akibat arteritis vasa nervorum. Kortikosteroid sistemik
dan siklofosfamid memberi manfaat, tetapi prognosis jangka panjang tetap
buruk
2) Patofisiologi
13
sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang
menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari
dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba
yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah
proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang
iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-
partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang
berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada
endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic
precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen
yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.
14
(iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaukoma sekunder. 3
3) Gejala klinis
b. Injeksi mata : Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang
terkena. Jadi gejala ini jarang pada Toksoplasmosis dan tidak ada pada
histoplasmosis. Biasa terlihat seperti lalat yang berterbangan (floaters)
c. Sakit : Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut,
Sifilis, Infeksi bakteri endogen, Skleritis posterior dan pada kondisi-kondisi
yang megenai N. II.3
d. Fotofobia.
- Edema retina Menyolok dengan kesuraman Biasanya ringan atau sedang dan
dan sub retina. pinggir neuroretinal dan retinal berada sekitar eksudat.
- Eksudat- vascular bed.
eksudat
khoroid Tidak ada eksudat
- Retina terlibat. besar,kadang-kadang aerah Eksudat-eksudat besar pinggir-
tertentu infiltrasi lebih dalam pinggir susut akibat retina atau
edema sub retinasekitarnya.
Tidak ada atau terbatas pada
epitel pigmen kerucut dan Dekstrusi retina
batang.
4) Pemeriksaan
Pemeriksaan pada mata
Terdiri dari pemeriksaan visus, pemeriksaan dengan binokuler, pemeriksaan
dengan funduskopi dan pemeriksaan lapangan gelap.
Pemeriksaan darah
Terdiri dari pemeriksaan darah rutin dan indikator leukosit yang akan diamati.
Pemeriksaan etiologi
Seperti apabila dicurigai penyebabnya kuman TBC dilakukan Mantoux test
(test untuk Tuberkulosis) dan rontgen (Thorax ).
15
Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda
peradangan sehingga seringkali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita
sampai penglihatannya kabur.
Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa
komplikasi. Apabila proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinikoroiditis, hal
yang sama terjadi pada koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada
lesi yang baru didapatkan tepi lesi yang kabur dan lesi terlihat 3 dimensional dan
dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheating pembuluh
darah.
Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau
datar dan disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina atau koroid. Pada lesi yang
lebih lama didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana
yang lebih dahulu terkena.4
5) Penatalaksanaan
16
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier
relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan.
Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia,
ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.
Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
a. Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis
sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila
radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler : :
a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
d. Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg
per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang
mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari
dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.
Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis
anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka
obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti
disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah
sama tanpa memandang penyebabnya.
17
6) Penyulit
- Keratopati pita
Uveitis kronik dalam beberapa tahun khususnya pada anak akan menimbulkan
pengendapan kalsium pada membrane basalis dan lapisan bowman. Endapan
kalsium biasanya ditimbulkan pada daerah intrapalpebra sering meluas ke
daerah sumbu penglihatan. Terapi dilakukan dengan cara epitel kornea sentral
dilepaskan dengan 15 bard parker blade dengan meninggalkan sel – sel stem
limbal secara utuh, kemudian ditetesi EDTA 0,35% 5 menit kemudian dicuci
dengan BSS. Proses ini diulang hingga beberapa kali sampai deposit kalsium
hilang dan dipasang bandage lensa kontak kemudian diberi antibiotik dan
sikloplegik.
- Katarak
Penanganan katarak pada kasus uveitis bisa dilakukan dengan
fakoemulsifikasi dengan implantasi IOL in the bag. Pada kasus JRA terkait
uveitis penanganan operasi katarak dilakukan dengan menunggu ketenangan
reaksi dalam 3 bulan, kemudian diberi steroid pre operasi selama 1 hingga 2
minggu. Dilakukan sinekiolisis dengan viskoelastik diikuti oleh kapsuloresis
dan fakoemulsifikasi serta implantasi IOL in the bag. Steroid diberikan hingga
5 bulan. Dianjurkan menggunakan IOL akrilik hidrofobik. Penggunaan
intraoperatif tiamsinolon asetonid 4 mg intravitreal dapat mencegah terjadinya
fibrin pasca bedah katarak dibandingkan dengan penggunaan steroid
intravenus intraoperatif.
- Glaukoma
Dapat berupa hipertensi okular, glaukoma uveitik, glaukoma sekunder sudut
sempit, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma induksi kortikosteroid,
glaukoma uveitis mekanisme kombinasi. Pemeriksaan pasien dengan
hipertensi okuli dan uveitis dianjurkan diperiksa foto papil. Evaluasi OCT
papil nervus optikus dan pemeriksaan lapangan pandang secara berkala.
Tindakan operasi pada uveitis adam antiades Behcet dengan mitomisin C
intraoperatif pada trabekulotomi dapat mengontrol tekanan bola mata tanpa
obat – obatan pada 83 % pasien pada akhir tahun pertama dan 62 % pada 5
18
tahun pasca bedah. Beberapa penyulit dijumpai : katarak, kebocoran bleb, dan
efusi koroid. Beberapa kasus khusus misalnya pada pseudofakik atau afakik
membutuhkan alat drainase seperti implan monteno, implan ahmed, dan
implan baerveldt. Untuk mencegah terjadinya glaukoma steroid lebih aman
digunakan fluorometolol, loteprednol atau rimeksolon.
- Ablasi retina
Ablasi retina rematogenues terjadi pada 3 % pasien dengan uveitis, panuveitis,
infeksi uveitis, pars planitis dan uveitis posterior paling sering terjadi ablasi
retina. Lebih dari 30 % kasus uveitis dengan ablasi retina terjadi proliferasi
vitreoretina (PUR) dalam hal ini maka sklera buckling dan vitrektomi pars
plana perlu dilakukan. Angka keberhasilan operasi sebesar 60 % dengan visus
akhir kurang dari 6 / 60.
- Endoftalmitis
Dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan segmen
depan namun kenyataan juga dapat melibatkan koroid dan retina. Pada
prinsipnya endoftalmitis dibagi 2 bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi.
Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah endoftalmitis infeksi
yang dapat terjadi secara eksogen maupun endogen. Endoftalmitis infeksi
disebut juga endoftalmitis steril disebabkan oleh stimulus non- infeksi
19
misalnya sisa massa lensa pasca operasi katarak / atau bahan toksik yang
masuk ke dalam bola mata karena trauma.
Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam penglihatan,
hipopion, vitritis. Penurunan tajam penglihatan mendadak dapat berkisar mulai
dari ringan hingga berat, nyeri sering menyertai kasus endoftalmitis, kadang
didapat hiperemia maupun kemosis konjungtiva dan terdapat udem pada
kelopak mata dan kornea.
7) Komplikasi
- Hipopion
Penyakit segmen posterior yang menunjukan perubahan-perubahan
peradangan dalam uvea anterior dan disertai hipopion adalah leukemia,
penyakit behcet, sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri.
- Glaukoma
Glaukoma sekunder mungkin terjadi paad pasien sindom nekrosis retina akut,
toksoplasmosis, tuberculosis.
- Vitritis
Peradangan korpus vitreum dapat menyertai uveitis posterior.peradangan
dalam vitreum berasal dari focus-focus radang di segmen posterior mata.
Peradangan dalam vitreus tidak terjadi pada pasien koroiditis geografik atau
histoplasmosis. Sedikit sel radang dalam vitreus dapat terlihat pada pasien sel
sarcoma reticulum, infeksi cytomegalovirus, rubella, dan beberapa kasus
toksoplasmosis dengan focus-fokus kecil pada retina. Sebaliknya, peradangan
berat dalam vitreus dengan banyak sel dan eksudat terdapat pada tuberculosis,
toksokariasis, sifilis.
8) Prognosis
Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan
pemeriksaan berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi
tergantung di mana letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai
daerah makula dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.
20
BAB III
KESIMPULAN
Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu pada
koroid, dan disebut juga koroiditis. Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala
akut tapi biasanya berkembang menjadi kronik. Gejala khas dari uveitis posterior adalah
tajam penglihatan yang menurun, floating spot dan skotoma.
Dalam membuat diagnosis uveitis posteriorharus akurat dan lengkap tentang riwayat
perjalan penyakit dan sistem yang mendapat kelainan yang berhubungan dengan uveitis.
Riwayat pemakan kortikosteroid yang lama, obat-obatan imunosupresan, terapi antibiotik,
obat-obat intravena atau pasien dengan hipereliminasi bakterial endogen, jamur, dan penyakit
21
virus. Pasien dengan penyakit sistemik kolagen vaskular yang berhubungan dengan
dermatologi, jaringan ikat, paru-paru, gastrointestinal dan saluran kemih yang dapat
mempermudah terjadinya inflamasi. Pertimbangan lain adalah umur pasien apakah timbulnya
unilateral atau bilateral.
Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki
fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi
dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya
penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007
2. Riordan Paul – Eva et al : ”Anatomi dan Embriologi Mata” dalam : Riordan Paul –
Eva, et al : ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”. Jakarta : EGC, edisi 17, 2009
3. Vaughan, Dale. General Ophtalmology (terjemahan), Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.
4. Ilyas, S, Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta : 2004
5. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas
Diponegoro. 1993 : 75-6.
6. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI 1998 : 159-176
22
7. Conrad. Uveitis Posterior. Diunduh dari: E:\uveitis news_files\imgres.htm 20 Oktober
2008.
8. FKUKI. Teknik Penulisan Ilmiah. Majalah Kedokteran; Desember 2005.
23