LP + Askep Anak
LP + Askep Anak
DISUSUN OLEH:
RISA DAMAYANTI
NIM. 199070300111063
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Pneumonia merupakan penyebab utama kematian di antara semua kelompok
umur. Pada anak-anak, banyak dari kematian ini terjadi pada masa neonatal.
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi baru
lahir disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta meninggal setiap tahun di seluruh
dunia (Walukow, 2013).
Pneumonia neonatal merupakan penyebab signifikan kematian pada bayi yang
baru lahir, yang terjadi dalam 30 hari pertama kehidupan bayi. Bayi dengan pneumonia
yang terkomplikasi oleh infeksi melalui darah memiliki resiko kematian 10% dan resiko
ini menjadi tiga kali lipat jika bayi memiliki berat badan kurang saat lahir (Walukow,
2013).
3. Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi :
a. Intrapartum pneumonia
1) Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir.
2) Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau
aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik,
atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah
dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya.
3) Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat
mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir.
4) Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang
memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi menyebabkan tanda-tanda
klinis.
b. Pneumonia pasca lahir
1) Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah
bayi lahir.
2) Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang
sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses
kelahiran.
3) Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak
pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering
mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme
resisten pathogenicity yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan dalam
oleh bayi sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya
tidak mudah diakses.
4) Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan
potensial. Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat mempengaruhi
gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.
4. Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab
pneumonia pada umumnya, yaitu:
a. Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E.
Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella.
b. Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.
c. Jamur: Candida.
Tabel 4 Bakteri Penyebab Neonatal Pneumonia
5. Patofisiologi
Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah:
a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin
(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut
juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):
Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic plate
menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paru-paru.
Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan,
persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang sering.
c. Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan
penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:
Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor predisposisi
antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat, prosedur invasif
banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen
yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan
Streptococcus Pneumoniae).
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi sel
dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan
fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi
benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia
melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi
hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi
akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC,
WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan
bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk,
selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru
menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan
membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat
menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.
6. Gejala Klinik
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit.
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan
multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi
(bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
b. Down Score:
Down score adalah pengkajian yang digunakan untuk menentukan sesak nafas
pada neonatus.
c. Pemeriksaan laboratorium:
1) DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan
diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.
2) Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.
3) Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
O2.
4) Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme
penyebab.
5) Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion
(risiko pneumonia tinggi).
d. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara
meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.
9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris,
mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman
penyebab infeksi. Dugaan mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan pada
pemilihan antibiotika yang tepat.
b. Pemeriksaan fisik
1) Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang pada
daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan intercostal
space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama
melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di
lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
2) Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang
(>3 det).
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji
tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.
5) Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi
alvi, adakah kelainan pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan pada
tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital, bagaimana
ATR (activity tonus respon).
3. Rencana Tindakan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan inflamasi bronchial, pembentukan
edema, dan penumpukan sekret. .
Tujuan: jalan napas bersih dan efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan.
2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit.
3) Batuk efektif.
4) Sianosis tidak ada.
5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space.
6) Nafas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional: takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan.
2) Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi napas.
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan,
krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan/secret.
3) Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan batuk efektif karena adanya penurunan tingkat
kesadaran.
4) Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi.
Rasional: menurunnya perfusi otak dapat menyebabkan perubahan sensorium
5) Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator
Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret, bronkodilator
mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif Tujuan:
pola nafas efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit).
2) Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit).
3) Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
4) Napas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi:
1) Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan
seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume
sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah
komplikasi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada
kontraindikasi. .
Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan perbaikan
kongesti paru.
3) Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
4) Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi
parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer, akral dingin, pucat, CRT<3
detik.
Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
1) Suara nafas bersih, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada.
2) Tanda vital dalam batas normal, denyut nadi teraba jelas.
3) Tidak sianosis, kulit tidak pucat, CRT<3 detik.
4) Akral hangat.
5) Tidak terjadi penurunan kesadaran.
Rencana intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman bernapas dan suara nafas.
Rasional: takipnea, pernapasan yang dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
2) Tempatkan pasien dalam incubator.
Rasional: mempertahankan suhu tubuh pasien, mencegah hipotermia, memperbaiki
metabolisme jaringan.
3) Pantau tanda vital.
Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lebih lanjut
dan mengetahuai perubahan sesegera mungkin.
4) Pantau tingkat kesadaran .
Rasional: kekurangan aliran oksigen ke otak dapat menyebabkan hipoksia sel-sel
otak, kematian jaringan otak dan terjadinya penurunan tingkat kesadaran .
5) Pantau tanda-tanda sianosis, warna kulit, akral perifer.
Rasional: sianosis, kulit pucat, akral dingin adalah salah satu tanda hipoksia jaringan
yang berat akibat perfusi yang tidak adekuat.
6) Kolaborasi: pertahankan pemberian O2 sesuai indikasi (Head box 5-10 lt/mnt).
Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
7) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
Rasional: Hb yang rendah (<10 gr/dl) mempengaruhi suplay oksigen ke jaringan.
4. Evaluasi
Sesuai dengan kriteria hasil yaitu bersihan jalan nafas efektif, pola nafas efektif, tidak
terjadi kerusakan pertukaran gas, perfusi jaringan adekuat, tidak terjadi hipertermi.
DAFTAR PUSTAKA
Barnett ED, Klein JO. Bacterial Infections Of The Respiratory Tract. In: Remington JS, Klein
JO (Eds). Infectious Diseases Of The Fetus And Newborn Infant. Philadelphia: WB
Saunders, 5th Edition 2001: 1006-1018.
Caserta, M.T., 2009, Neonatal Pneumonia, Online, Availble,
http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279l.html
Corwin, E.J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.
Dear PRF, FIFE A. Pneumonia. In: Greenough A, Milner AD.(Eds). Neonatal Respiratory
Disorders 2003; London: Arnold: 21: 278-310.
Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC.
Gelfand SL, Jonathan M, Fanaroff JM, Walsh MC. Meconium stained fluid: approach to
themother and the baby. Pediatr Clin N Am 2004; 51:655– 67.
Kosim, M.Sholeh. 2009. Infeksi Neonatal Akibat Air Ketuban Keruh. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dr.Kariadi, Semarang.
Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nissen MD. Congenital And Neonatal Pneumonia. Pediatrics Resp. Reviews 2007; 8:195-
203.
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4 Buku 1,
Jakarta: EGC.
Reiterer, Friedrich. 2013. Neonatal Pneumonia. Neonatal Bacterial Infection Journals.
Rüdinger M, Friedrich W, Rüstow B Et Al. Disturbed Surfactant Properties In Preterm Infants
With Pneumonia. Biol Neonate 2011;79:73-78.
Suriadi, Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Jakarta: CV Sagung Seto.
Walukow, Cicilia Reisy Amanda. 2013. Profil Pneumonia Neonatal di Sub Bagian
Neonatologi BLU RSU Prof.Dr.R.D.Kandou Manado Periode Januari 2009-juli 2011.
Jurnal e-Biomedik (eBM) Volume 1, Nomor 1, Maret 2013 hal.106-110.
Webber, et.al. 2016. Neonatal Pneumonia. Department of Paediatrics and Radiology John
Radcliffe Hospital. Oxford University.
Duke, T. 2204. Neonatal Pneumonia in Developing Countries. Australia: International Child
Health, University Department of Paediatrics. Vol: 90 p211-219.
PATHWAY
masuk ke
masuk mll plasenta mll sal nafas menyebar ke paru Chorionic Plate
RBC,WBC, cairan
keluar masuk alveoli Hipertermi
Kerusakan
Penurunan rasio ventilasi & difusi
pertukaran gas
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. OGT feeding <10 cc 10-14 cc 15-19 cc 20-24 25 cc
intake cc
2. Berat badan
<1900 1900-2099 2100- >2500
2299 2300-
2400
Keterangan Penilaian :
1 : Tidak Adekuat
2 : Sedikit Tidak Adekuat
3 : Sedang
4 : Cukup Adekuat
5 : Adekuat
NIC : Nutrition Management
1.Posisikan bayi dengan nyaman
2.Berikan susu (ASI/SF) sesuai dengan diit yang ditentukan
3.Monitor muntah saat pemberian susu
4.Monitor kecenderungan peningkatan dan penurunan berat badan
Tgl NO DX Jam Tindakan keperawatan Evaluasi Nama terang
Kep dan ttd
1 1. Memberikan posisi yang nyaman S:
untuk mengurangi sesak dengan - Ibu mengatakan batuk ngiklek dan lama
kepala sedikit menengadah
- Ibu mengatakan batuk tidak berdahak
2. Melakukan auskultasi bunyi
napas tambahan (ronchi) dan 0:
RR - Terpasang O2 2 lpm
3. Melakukan kolaborasi pemberian - Terapi nebulaizer
terapi oksigen nasal canule 2
Lpm - Suction jika ada secret
4. Memberikan terikan terapi - RR : 30x/mnt
nebulizer dengan epinefrin
5. Mengajarkan ibu/keluarga cara - saO2 98%
melakukan fisioterapi dada pada NOC : Respiratory status: airway patency
bayi dengan menepuk-nepuk no indikator 1 2 3 4 5
punggung bayi setelah dilakukan 1 RR
nebul 2 Suara
6. Memonitor warna secret dan napas
konsistensi tambahan
3 Irama
Memonitor status oksigenasi dan
napas
penggunaan otot bantu nafas
tambahan
4 Retraksi
dinding
dada