Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA BERAT (CKB)

DISUSUN OLEH :
KRISHNA GILANG PERMANA
113 115 043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP


2020

1
A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang
mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 1996).
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu
cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang,
bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8.
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena
aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata
edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi
membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy
ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.

B. ETIOLOGI
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal :
kecelakaan, dipukul dan terjatuh.
2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

C. MANIFESTASI KLINIS
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut
dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu
dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting
diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa
sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat
sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya
reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat
(amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula

2
sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-
tanda lemah ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan
EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga beraneka
ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan
kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam
atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan
syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah
syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam.
Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

D. PATOFISIOLOGI
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan
karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus –
menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan
meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan meneyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam mobilitas.

3
Cidera Kepala TIK - Oedem
- Hematom
Respon Biologi Hypoxemia

Kelainan Metabolisme
Cidera Otak Primer Cidera Otak Sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel Otak 

Gangguan Autoregulasi  Rangsangan Simpatis Stress

Aliran Darah Keotak   Tahanan Vaskuler  Katekolamin


Sistemik & TD   Sekresi Asam Lambung

O2   Ggan Metabolisme  Tek. Pemb.Darah Mual, Muntah


Pulmonal

Asam Laktat   Tek. Hidrostatik Asupan Nutrisi Kurang

Oedem Otak Kebocoran Cairan Kapiler

Ggan Perfusi Jaringan Oedema Paru  Cardiac Out Put 


Cerebral
Difusi O2 Terhambat Ggan Perfusi Jaringan

Gangguan Pola Napas  Hipoksemia,


Hiperkapnea

4
Hubungan Cedera Kepala Terhadap Munculnya Masalah Keperawatan

Cedera Kepala Primer Cedera Kepala Sekunder


-Komotio, Kontutio, -Hipotensi, Infeksi General,
Laserasi Cerebral Syok, Hipertermi, Hipotermi,
Hipoglikemi

Gangguan vaskuler serebral dan produksi


prostaglanding dan peningkatan TIK

Nyeri
Intracerebral Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung

Kerusakan / Penurunan ADO2, VO2,


Penekanan Sel Otak Komotio Cerebri CO2,
Local / Difus Kontutio Cerebri Peningkatan Katekolamin,
Lateratio Cerebri Peningkatan Asam Laktat

Gangguan
kesadaran / Edema Cerebri
Penurunan GCS

Gangguan Seluruh Gangguan Sel Glia / Kejang


Kebutuhan Dasar Gangguan Polarisasi
(Oksigenasi, Makan,
Minum, Kebersihan
Diri, Rasa Aman, Resiko Trauma
Gerak, Aktivitas Dll

5
E. MEKANISME CEDERA KEPALA
Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala manusia
maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi menjadi dua:
1. Static loading
Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat,
lebih dari 200 milidetik. Mekanisme static loading ini jarang terjadi tetapi
kerusakan yang terjadi sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai
pada kerusakan tulang kepala, jaringan dan pembuluh darah otak. (Bajamal
A.H , 1999).
2. Dynamic loading
Gaya yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50 milidetik).
Gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact injury) ataupun
gaya tersebut bekerja tidak langsung (accelerated-decelerated injury).
Mekanisme cidera kepala dynamic loading ini paling sering terjadi (Bajamal
A.H , 1999).
F. KLASIFIKASI
1. Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
a. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio
atau temotom (sekitar 55% ).
b. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
c. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari
24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina
atau edema.
2. Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
a. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala
duramater disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat.
Akibatnya, dapat menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk
pencegahan, perlu operasi dengan segera menjauhkan pecahan tulang dan
tindakan seterusnya secara bertahap.

6
1) Fractura Basis Cranii
Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala
fractura di depan:
a) Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal,
spenoidal, dan arachnoidal.
b) Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari
sinus maksilaris masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
c) Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena
pada orbita mata dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan
intracranialis pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala
khas menetesnya cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor,
melalui tuba eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas pada
fractura basis cranii selalu hanya memperlihatkan sebagian. Karena
itu, dokter-dokter ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada satu
tanda-tanda klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis
cranii antara lain anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan
gerakan-gerakan biji mata (III,IV, V); gangguan rasa di wajah (VI);
kelumpuhan facialis (VII); serta ketulian bukan karena trauma
octavus tetapi karena trauma pada haemotympanon. Pada umumnya,
N. VIII - XII jaringan saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis
cranii. Kalau fractura disebut fractura impressio maka terjadi
dislocatio pada tulang-tulang sinus tengkorak kepala. Hal ini harus
selalu diperhatikan karena kemungkinan ini akibat contusio cerebri.

b. Cidera kepala tertutup


Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi
keretakan-keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea
fractura sedemikian rupa sehingga menyebabkan luka pada daerah
periferia a. meningia media, yang menyebabkan perdarahan arteri.
Haematoma dengan cepat membesar dan gambaran klinik juga cepat
merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk
haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum
intervalum (mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis

7
haematoma, sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan
(depresi). Dengan tindakan yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat
ditolong. Paling sering terdapat di daerah temporal, yaitu karena
pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-cabang a. meningia media
akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr. Capitis).
1) Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin.
transversus. Foto rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih
penting adalah pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang
cepat dan tepat ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita
sangat terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi", karena dicurigai
akan terjadi epiduralis haematoina. Dengan ini sekaligus bisa
didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk epiduralis haematoma
adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera ditangani.
2) Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks,
dimana pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau terjadi
perdarahan. Atau jembatan vena bagian atas pada interval yang akibat
tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena
tekanan jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan
memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan
cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak
(TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian akut haematoma,
lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam sampai 1 atau 2
hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala
epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma
subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura
Cranii, namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka.
Pasien segera pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval
time". Kadang-kadang pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus
dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering dijumpai kombinasi
dengan intracerebral haematoma sehingga mortalitas subdural
haematoma akut sangat tinggi (80%).
3) Subrachnoidalis Haematoma

8
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak,
yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling
sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada
permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna
“pelebaran pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak. Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-
gejala penyakit tetapi terjadi gangguan ingatan karena timbulnya
gangguan meningeal. Akut Intracerebralis Haematoma terjadi karena
pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang
mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan
otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi
pecah pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar
sehingga terjadilah "subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.
4) Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan
dengan tipe centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus,
atau kelumpuhan syaraf-syaraf otak, gangguan bicara, yang
tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada
kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak
encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak
pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan,
gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia,
kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat
profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan
(decebracio rigiditas).
G. Penanganan pertama kasus cidera kepala
Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart
yang telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang
meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan
pemeriksaan fisik meliputi Airway, Breathing, Circulasi, Disability (ATLS ,
1997). Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala
miring, buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan
tulang leher, Immobilisasi, Cegah gerakan hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun
rotasi, Semua penderita cidera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai
cidera vertebrae cervikal sampai terbukti tidak disertai cedera cervical, maka

9
perlu dipasang collar barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal
saturasinya diatas 90 %, jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan
support pernafasan. Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya
diperhatikan frekwensinya normal antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara
nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan
monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO 2 antara 28 – 35 mmHg
karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat
terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan
menyebabkan vaso konstruksi yang berakibat terjadinya iskemia, Periksa
tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg jika kurang beri oksigen masker 8 liter /menit.
Pada pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut nadi/jantung, jika (tidak ada)
lakukan resusitasi jantung, Bila shock (tensi < 90 mm Hg nadi >100x per menit
dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cidera
kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock.
Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2x. Pada
pemeriksaan disability/kelainan kesadaran pemeriksaan kesadaran memakai
glasgow coma scale, Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi
terhadap cahaya langsung maupun tidak langsung, Periksa adanya
hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika penderita
sadar baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya
aphasia. Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain
dengan cara melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull
foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya
dikerjakan secara stimultan dan seksama) (ATLS , 1997).
1. Glasgow Coma Scale (GCS)
Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara
kwantitatif (yang sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti
apatis, somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang tidak
seragam antara satu pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka
dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara glasgow, ada 3 macam
indikator yang diperiksa yaitu reaksi membuka mata, Reaksi verbal, Reaksi
motorik.

10
a) Reaksi membuka mata

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4

Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1

b) Reaksi Verbal
Reaksi Verbal Nilai
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4

Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3

Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata 2

Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1

c) Reaksi Motorik
Reaksi Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Melokalisir rangsangan nyeri 5
Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4
Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3
Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2
Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1

Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi


yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat
sedang, bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama
dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh
karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua
mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya
maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita
dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi
nilai “T”.
2. Indikasi foto polos kepala

11
Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk
pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin
dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus
(tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi
dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan
kesadaran (Bajamal A.H ,1999). Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi
jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi
syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos
posisi AP/lateral dan oblique.
3. Indikasi CT Scan
Indikasi CT Scan adalah :
a) Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat – obatan analgesia/anti muntah.
b) Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
c) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi
shock, febris, dll).
d) Adanya lateralisasi.
e) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur
depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
f) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
g) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
h) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak.
(Tunner, 2000) Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada
pendertia cedera kepala (Turner, 2000)

Penatalaksanaan umum adalah:


1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma

12
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
      Penatalaksanaan lainnya :
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin,
aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari),
tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer
dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-
3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
a. Pemantauan TIK dengan ketat
b. Oksigenisasi adekuat
c. Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e. Peningkatan kepala tempat tidur
f. Bedah neuro.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke
otak.

13
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan
intra kranial.
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan
elektrolit meningkat.
7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan
menelan.
8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan
medula oblongata

14
J. INTERVENSI

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Gangguan Gangguan perfusi jaringan - Pantau status neurologis Mengkaji adanya
perfusi jaringan tidak dapat diatasi setelah secara teratur. kecenderungan pada
b/ d oedema dilakukan tindakan tingkat kesadaran dan
cerebri, keperawatan selama 2x 24 jam potensial peningkatan TIK
meningkatnya dengan KH : dan bermanfaat dalam
aliran darah ke - Mampu mempertahankan menentukan lokasi,
otak. tingkat kesadaran perluasan dan
- Fungsi sensori dan motorik perkembangan kerusakan
membaik. SSP
Menentukan tingkat
kesadaran

- Evaluasi kemampuan Mengukur kesadaran


membuka mata (spontan, secara keseluruhan dan
rangsang nyeri). kemampuan untuk
berespon pada rangsangan
eksternal.

- Kaji respon motorik Dikatakan sadar bila pasien


terhadap perintah yang mampu meremas atau
sederhana. melepas tangan pemeriksa.

Peningkatan tekanan darah


- Pantau TTV dan catat sistemik yang diikuti
hasilnya. dengan penurunan tekanan
darah diastolik merupakan
tanda peningkatan TIK .
Peningkatan ritme dan
disritmia merupakan tanda
adanya depresi atau trauma
batang otak pada pasien
yang tidak mempunyai
kelainan jantung

15
sebelumnya.
Nafas yang tidak teratur
menunjukan adanya
peningkatan TIK

Ungkapan keluarga yang


- Anjurkan orang terdekat menyenangkan klien
untuk berbicara dengan tampak mempunyai efek
klien relaksasi pada beberapa
klien koma yang akan
menurunkan TIK

Pembatasan cairan
- Kolaborasi pemberian diperlukan untuk
cairan sesuai indikasi menurunkan Oedema
melalui IV dengan alat cerebral: meminimalkan
kontrol fluktuasi aliran vaskuler,
tekanan darah (TD) dan
TIK
Gangguan rasa Rasa nyeri berkurang setelah - Teliti keluhan nyeri, Mengidentifikasi
nyaman nyeri b/ dilakukan tindakan catat intensitasnya, karakteristik nyeri
d peningkatan keperawatan selama 2 x 24 jam lokasinya dan lamanya. merupakan faktor yang
tekanan intra dengan KH : penting untuk menentukan
kranial. - pasien mengatakan nyeri terapi yang cocok serta
berkurang. mengevaluasi keefektifan
- Pasien menunjukan skala dari terapi.
nyeri pada angka 3. - Catat kemungkinan Pemahaman terhadap
- Ekspresi wajah klien rileks. patofisiologi yang khas, penyakit yang
misalnya adanya infeksi, mendasarinya membantu
trauma servikal. dalam memilih intervensi
yang sesuai.

- Berikan kompres dingin Meningkatkan rasa


pada kepala nyaman dengan
menurunkan vasodilatasi.
Perubahan Fungsi persepsi sensori - Evaluasi secara teratur Fungsi cerebral bagian atas

16
persepsi sensori kembali normal setelah perubahan orientasi, biasanya terpengaruh lebih
b/ d penurunan dilakukan perawatan selama 3x kemampuan berbicara, dahulu oleh adanya
kesadaran, 24 jam dengan KH : alam perasaan, sensori gangguan sirkulasi,
peningkatan - mampu mengenali orang dan proses pikir. oksigenasi. Perubahan
tekanan intra dan lingkungan sekitar. persepsi sensori motorik
kranial. - Mengakui adanya dan kognitif mungkin akan
perubahan dalam berkembang dan menetap
kemampuannya. dengan perbaikan respon
secara bertahap

- Kaji kesadaran sensori Semua sistem sensori dapat


dengan sentuhan, panas/ terpengaruh dengan adanya
dingin, benda tajam/ perubahan yang
tumpul dan kesadaran melibatkan peningkatan
terhadap gerakan. atau penurunan sensitivitas
atau kehilangan sensasi
untuk menerima dan
berespon sesuai dengan
stimuli.

- Bicara dengan suara Pasien mungkin


yang lembut dan pelan. mengalami keterbatasan
Gunakan kalimat pendek perhatian atau pemahaman
dan sederhana. selama fase akut dan
Pertahankan kontak penyembuhan. Dengan
mata. tindakan ini akan
membantu pasien untuk
memunculkan komunikasi.

- Berikan lingkungan Mengurangi kelelahan,


tersetruktur rapi, nyaman kejenuhan dan
dan buat jadwal untuk memberikan kesempatan
klien jika mungkin dan untuk tidur REM
tinjau kembali. (ketidakadaan tidur REM

17
ini dapat meningkatkan
gangguan persepsi
sensori).

- Gunakan penerangan Memberikan perasaan


siang atau malam. normal tentang perubahan
waktu dan pola tidur.

- Kolaborasi pada ahli Pendekatan antar disiplin


fisioterapi, terapi ilmu dapat menciptakan
okupasi, terapi wicara rencana panatalaksanaan
dan terapi kognitif. terintegrasi yang berfokus
pada masalah klien

Gangguan Pasien dapat melakukan - Periksa kembali Mengidentifikasi


mobilitas fisik mobilitas fisik setelah kemampuan dan keadaan kerusakan secara
b/d spastisitas mendapat perawatan dengan secara fungsional pada fungsional dan
kontraktur, KH : kerusakan yang terjadi. mempengaruhi pilihan
kerusakan saraf - tidak adanya kontraktur, intervensi yang akan
motorik. footdrop. dilakukan.
- Ada peningkatan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh - Pertahankan kesejajaran Penggunaan sepatu tenis
yang sakit. tubuh secara fungsional, hak tinggi dapat membantu
- Mampu seperti bokong, kaki, mencegah footdrop,
mendemonstrasikan tangan. Pantau selama penggunaan bantal,
aktivitas yang penempatan alat atau gulungan alas tidur dan
memungkinkan tanda penekanan dari bantal pasir dapat
dilakukannya alat tersebut. membantu mencegah
terjadinya abnormal pada
bokong.

- Berikan/ bantu untuk Mempertahankan mobilitas


latihan rentang gerak dan fungsi sendi/ posisi
normal ekstrimitas dan
menurunkan terjadinya
vena statis.

18
- Bantu pasien dalam Proses penyembuhan yang
program latihan dan lambat seringakli
penggunaan alat menyertai trauma kepala
mobilisasi. Tingkatkan dan pemulihan fisik
aktivitas dan partisipasi merupakan bagian yang
dalam merawat diri sangat penting.
sendiri sesuai Keterlibatan pasien dalam
kemampuan. program latihan sangat
penting untuk
meningkatkan kerja sama
atau keberhasilan program.
Resiko tinggi Tidak terjadi infeksi setelah - Berikan perawatan Cara pertama untuk
infeksi b/ d dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik, menghindari nosokomial
jaringan trauma, keperawatan selama 3x 24 jam pertahankan teknik cuci infeksi.
kerusakan kulit dengan KH : tangan yang baik.
kepala. - Bebas tanda- tanda infeksi
- Mencapai penyembuhan - Observasi daerah kulit Deteksi dini perkembangan
luka tepat waktu yang mengalami infeksi memungkinkan
kerusakan, daerah yang untuk melakukan tindakan
terpasang alat invasi, dengan segera dan
catat karakteristik pencegahan terhadap
drainase dan adanya komplikasi selanjutnya.
inflamasi.
Menurunkan pemajanan
- Batasi pengunjung yang terhadap pembawa kuman
dapat menularkan infeksi infeksi.
atau cegah pengunjung
yang mengalami infeksi
saluran nafas atas.
Terapi profilaktik dapat
- Kolaborasi pemberian digunakan pada pasien
atibiotik sesuai indikasi. yang mengalami trauma,
kebocoran LCS atau
setelah dilakukan
pembedahan untuk

19
menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.

Gangguan Setelah dilakukan tindakan - Kaji tanda klinis Deteksi dini dan intervensi
keseimbangan keperawatan selama 3 x 24 jam dehidrasi atau kelebihan dapat mencegah
cairan dan ganguan keseimbangan cairan cairan. kekurangan / kelebihan
elektrolit b/ d dan elektrolit dapat teratasi fluktuasi keseimbangan
haluaran urine dengan KH : cairan.
dan elektrolit - Menunjukan membran
meningkat. mukosa lembab, tanda vital - Catat masukan dan Kehilangan urinarius dapat
normal haluaran urine haluaran, hitung menunjukan terjadinya
adekuat dan bebas oedema. keseimbangan cairan, dehidrasi dan berat jenis
ukur berat jenis urine. urine adalah indikator
hidrasi dan fungsi renal.

- Berikan air tambahan/ Dengan formula kalori


bilas selang sesuai lebih tinggi, tambahan air
indikasi diperlukan untuk
mencegah dehidrasi.

- Kolaborasi pemeriksaan Hipokalimia/ fofatemia


lab. kalium/fosfor serum, dapat terjadi karena
Ht dan albumin serum. perpindahan intraselluler
selama pemberian makan
awal dan menurunkan
fungsi jantung bila tidak
diatasi.

Gangguan Pasien tidak mengalami - Kaji kemampuan pasien Faktor ini menentukan
kebutuhan gangguan nutrisi setelah untuk mengunyah dan terhadap jenis makanan
nutrisi b/ d dilakukan perawatan selama 3 menelan, batuk dan sehingga pasien harus

20
kelemahan otot x 24 jam dengan KH : mengatasi sekresi. terlindung dari aspirasi.
untuk menguyah - Tidak mengalami tanda-
dan menelan tanda mal nutrisi dengan - Auskultasi bising usus, Fungsi bising usus pada
nilai lab. Dalam rentang catat adanya penurunan/ umumnya tetap baik pada
normal. hilangnya atau suara kasus cidera kepala. Jadi
- Peningkatan berat badan hiperaktif. bising usus membantu
sesuai tujuan. dalam menentukan respon
untuk makan atau
berkembangnya
komplikasi seperti paralitik
ileus.

- Jaga keamanan saat Menurunkan regurgitasi


memberikan makan pada dan terjadinya aspirasi.
pasien, seperti
meninggikan kepala
selama makan atatu
selama pemberian
makan lewat NGT.

- Berikan makan dalam Meningkatkan proses


porsi kecil dan sering pencernaan dan toleransi
dengan teratur. pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama
pasien saat makan.

- Kaji feses, cairan Perdarahan subakut/ akut


lambung, muntah darah. dapat terjadi dan perlu
intervensi dan metode
alternatif pemberian
makan.

- Kolaborasi dengan ahli Metode yang efektif untuk


gizi. memberikan kebutuhan

21
kalori.
Gangguan pola Tidak terjadi gangguan pola - Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat
nafas b/ d nafas setelah dilakukan kedalaman pernafasan. menunjukan komplikasi
obstruksi tindakan keperawatan selama Catat ketidakteraturan pulmonal atau menandakan
trakeobronkial, 2x 24 jam dengan KH : pernafasan. lokasi/ luasnya keterlibatan
neurovaskuler, - Memperlihatkan pola nafas otak. Pernafasan lambat,
kerusakan normal/ efektif, bebas periode apneu dapat
medula sianosis dengan GDA menendakan perlunya
oblongata. dalam batas normal pasien. ventilasi mekanis.

- Angkat kepala tempat Untuk memudahkan


tidur sesuai aturan posisi ekspansi paru dan
miring sesuai indikasi. menjegah lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas.

- Anjurkan pasien untuk Mencegah/ menurunkan


latihan nafas dalam yang atelektasis.
efektif jika pasien sadar.

- Auskultasi suara nafas. Untuk mengidentifikasi


Perhatikan daerah adanya masalah paru
hipoventilasi dan adanya seperti atelektasis, kongesti
suara- suara tambahan atau obstruksi jalan nafas
yang tidak normal. yang membahayakan
(krekels, ronki dan oksigenasi serebral atau
whiszing). menandakan adanya
infeksi paru (umumnya
merupakan komplikasi
pada cidera kepala).

- Kolaborasi untuk Menentukan kecukupan


pemeriksaan AGD, oksigen, keseimbangan
tekanan oksimetri. asam-basa dan kebutuhan
akan terapi.

- Berikan oksiegen sesuai Mencegah hipoksia, jika

22
indikasi. pusat pernafasan tertekan.
Biasanya dengan
mnggunakan ventilator
mekanis

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar


Penanganan Cidera Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.
American College of Surgeons, (1995), Advanced Trauma Life Support Course for
Physicians, ACS Chicago
Bajamal AH, (1999), Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf Surabaya.
Becker DP, Gardner S, (1985), Intensive Management of Head Injury. In : Wilkins
RH, Rengachary SS, eds. Neurosurgery New York : Mc. Grow Hill
Company, 1953.
Bouma GJ, Muizelaar JP, Choi Sc et.al, (1991), Cerebral Circulation and
Metabolism After Severe Traumatic Barin Injury : the elusive role of
ischemia. J. Neurosurg.
Bambang Wahyu Prajitno, (1990), Terapi Oksigen, Lab Anestesiologi F.K Unair
Surabaya.
Barzo MK, rau AM, Donaldson D et.al, (1997), Protective Effect of Ifenprodil on
Ishemic Injury Size, Blood Breakdown, and Edema Formation in Focal
Cerebral Ischemia.
Combs DJ, Dempsey RJ, Maley M et.al (1990), Relationship between plasma
glocose, brain lactate and intra cellular PH during cerebraal ischemia
in gebrils stroke.
Gennerelli TA and Meany DF ( 1996 ), Mechanism of Primary Head Injury, Wilkins
RH and Renfgachery SS ( eds ) Neurosurgery, New York
Ishige N, Pitts LH et.al (1987), Effect of Hypoxia on Traumatic brain Injury in rats
Neurosurgery
Jenkins N, Pitts LH et.al (1987), Increased vulnerability of the traumatized brain to
early ischemia in Baethment A, Go CK and Unterberg A ( eds )
Mecahnism of Secondary brain demage.PC Worksho, Italy
Klatzo I. Chui E, Fujiware K (1980), Resulation of Vasogenic brain edema, Adv.
Neurol.
Klauber MF, Marshall LF et.al (1989), Determinants of Head Injury Mortality,
Importance of the Row Risk Patients.
Kraus JF (1993), Epidemiology of Head Injury in Cooper P ( ed ) Head Injury.
Baltimore, William and Wilkins.

24
Narayan RK (1989), Emergency Room Management of the Head Injury Patient. In :
Becker D.P, Gudeman S.K, eds Text Book of Head Injury Philadelphia :
WB Saunders
R. Zander, F. Mertzlufft (1990), The Oxygen Status of Arterial Blood, Saarstrabe
Germany.
Sumarmo Makam et.,al (1999), Cidera Kepala, Balai Penerbit FK UI Jakarta.
Umar kasan (1998), Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala
Pidato Pengukuhan Guru Besar Airlangga Univ. Press.
Umar Kasan (2000), Penanganan Cidera Kepala Simposium IKABI Tretes
Vincent J. Collins, (1996), Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxia Germany
Zainuddin M, (1988), Metodologi Penelitian. Program Pasca Sarjana Universitas
Airlangga Surabaya.

25

Anda mungkin juga menyukai