FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO 2020 1. Apa yang menjadi pertimbangan dalam tahap disaster management cycle, pertimbangan ketersediaan 5 M Pertimbangan ketersediaann 5 M (Man,Material, Machine, Method dan Money) yang di maksud di antaranya: 1) Man: Tersedianya SDM professional 2) Material: Tersedianya bahan habis pakai dan obat yang sesuai kegawatdaruratan 3) Machine: Tersedianya peralatan medis dan penunjang 4) Method: Tersedianya prosedur dan tata kerja yang dapat diterapkan 5) Money: Tersedianya sistem pendanaan yang mencukupi kebutuhan pelayanan Sumber: Modul Peningkatan Kapasitas Petugas Kesehatan dalam Pengurangan Risiko Bencana Internasional.Viewed 03 Mei 2020.From: https://www.who.int/docs/default- source/searo/indonesia/non-who-publications/2015-training-on-disasater-risk- reduction--bahasa.pdf?sfvrsn=c9bba3c1_2 2. Bagaimana sistem koordinasi saat terjadi bencana Dalam rangka koordinasi jaringan pennaganan bencana, Indonesia telah memiliki Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yaitu lengbaga setingkat menteri yang khusus menangani bencana. Di daerah dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). BNPB lebih berperan sebagai koordinator sehari-hari dan sebagai komando pada waktu bencana massal secara nasional. Adapun pelaksanaannya dilokasi bencana perlu dilakukan secara terintegrasi dengan satu komando. Dengan demikian penanganan bencana menjadi komprehensif dan terintegrasi. Setiap wilayah atau kota harus mempunyai manajemen bencana yang efektif. Sebuah pendekatan manajemen bencana yang efektif memiliki 4 ciri: 1) Perencanaan tunggal ‘untuk semua hazard” (single disaster plan-multi hazard). 2) Pendekatan menyeluruh a. Pencegahan dan mitigasi. Tindakan pembuatan peraturan dan tindakan fisik untuk mencegah terjadinya bnecana atau mengurangi efeknya. b. Kesiapan. Perencanaan dan program, sistem dan prosedur, pelatihan dan pendidikan untuk menjamin bahwa apabila bencana benar terjadi, maka sumber daya dapat di mobilisasi dan disebarluaskan. c. Respons. Tindakan yang di ambil secara langsung setelah dampak sebuah bencana untuk memperkecil efek dan untuk memberikan keselamatan dan bantuan langsung kepada masyarakat. d. Pemulihan. Restorasi jangka panjang dan rehabilitasi bagi masyarakat yang terkena musibah. e. Kesiapan masyarakat. 3) Keterpaduan instansi dan organisasi. Sumber: Pusponegoro,A,D.2016.Kegawatdaruratan Dan Bencana.Jakarta:PT Rayyana Komunikasindo 3. Penjelasan siklus penanggulangan bencana (3 tahap bencana). A. Prabencana Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a meliputi: a. Dalam situasi tidak terjadi bencana Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a meliputi: 1) Perencanaan penanggulangan bencana; 2) Pengurangan risiko bencana; 3) Pencegahan; 4) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan; 5) Persyaratan analisis risiko bencana; 6) Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; 7) Pendidikan dan pelatihan; dan 8) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Kegiatan-kegiatan dimaksud meliputi: - Pengenalan dan pemantauan risiko bencana; - Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; - Pengembangan budaya sadar bencana; - Peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan - Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana. b. Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. 1) Kesiapsiagaan, sebagaimana dimaksud dilakukan melalui: - Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana; - Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini; - Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; - Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; - Penyiapan lokasi evakuasi; - Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan - Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana. 2) Peringatan dini sebagaimana dimaksud dilakukan melalui: - Pengamatan gejala bencana; - Analisis hasil pengamatan gejala bencana; - Pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang; - Penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana; dan - Pengambilan tindakan oleh masyarakat. 3) Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud dilakukan melalui: - Pelaksanaan penataan ruang; - Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan - Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. B. Tanggap darurat Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b meliputi: 1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya; - Cakupan lokasi bencana; - Jumlah korban; - Kerusakan prasarana dan sarana; - Gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dan - Kemampuan sumber daya alam maupun buatan. 2) Penentuan status keadaan darurat bencana; 3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; - Pencarian dan penyelamatan korban; - Pertolongan darurat; dan/atau - Evakuasi korban. 4) Pemenuhan kebutuhan dasar; - Kebutuhan air bersih dan sanitasi; - Pangan; - Sandang; - Pelayanan kesehatan; - Pelayanan psikososial; dan - Penampungan dan tempat hunian. 5) Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan 6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. C. Pascabencana 1) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a dilakukan melalui kegiatan: - Perbaikan lingkungan daerah bencana; - Perbaikan prasarana dan sarana umum; - Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; - Pemulihan sosial psikologis; - Pelayanan kesehatan; - Rekonsiliasi dan resolusi konflik; - Pemulihan sosial ekonomi budaya; - Pemulihan keamanan dan ketertiban; - Pemulihan fungsi pemerintahan; dan - Pemulihan fungsi pelayanan publik. 2) Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi: - Pembangunan kembali prasarana dan sarana; - Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; - Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; - Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana; - Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat; - Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; - Peningkatan fungsi pelayanan publik; dan - Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat. Sumber: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA 4. Metode pembiayaan pelayanan kesehatan pada saat bencana (adakah aturan yang mengatur?) Reformasi Keuangan di Indonesia yang ditandai dengan lahirnya UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Tujuan dari reformasi tersebut salah satunya adalah untuk menciptakan Anggaran yang efektif dan efisien. Agar APBN lebih efektif dan efisien, dalam penyusunan anggaran diterapkan tiga pendekatan utama yaitu: a. anggaran terpadu (unified budgeting): Pendekatan anggaran ini adalah untuk memastikan bahwa tidak terjadi duplikasi dalam penganggaran baik sumber dana, pelaku dan penanggungjawab suatu urusan. Dengan pendekatan ini diharapkan anggaran dapat tepat sasaran an efisien. Selain itu keberhasilan instansi yang melakukan kegiatan dan mendapat alokasi anggaran menjaid lebih mudah untuk diukur. Penentuan instansi mana yang berhasilan dan gagal dalam melaksanakan fungsinya dapat ditentukan dengan mudah; b. anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Dalam konsep ini penyusunan anggaran dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang hendak dicapai. Besar kecilnya anggaran disediakan sesuai dengan output yang hendak dicapai. Dalam pendekatan anggaran performance based budgeting harus memperhatikan tiga instrument yaitu: indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja agar tujuan efektivitas dan efisiensi anggaran dapat terwujud. Selanjutnya dengan adanya ketiga instrument anggaran tersebut maka setiap Rupiah anggaran diharapkan dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya. c. Kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework). Pendekatan anggaran ini dilakukan dengan menentukan besaran anggaran dengan memperhatikan perspektif lebih dari satu tahun. KPJM disusun berdasarkan kebijakan yang dipilih. KPJM harus memperhatikan kebutuhan anggaran guna mengimplementasikan kebijakan tersebut meskipun dengan konsekwensi penyediaan anggaran lebih dari satu tahun anggaran, sampai kebijakan yang telah ditetapkan benar-benar terwujud. Diperlukan disiplin penganggaran yang tinggi untuk tidak tergoda mengalokasikan anggaran yang terbatas kepada program lain pada jangka waktu yang lebih dari satu tahun anggaran. Berdasarkan Pasal 3 PP 22/2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, pengaturan pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana meliputi: a. Sumber dana penanggulangan bencana; b. Penggunaan dana penanggulangan bencana; c. Pengelolaan bantuan bencana; dan d. Pengawasan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana. Sumber: Madjid,N,C.2018. ANALISIS METODE PENGHITUNGAN DAN ALOKASI ANGGARAN BENCANA ALAM.Simposium Nasional Keuangan Negara.Viewed On 03 Mei 2020.From file:///C:/Users/Acer%20Notebook/Downloads/263-Article %20Text-2386-1-10-20181113.pdf