Anda di halaman 1dari 32

  Konsep Medis

1.         Definisi
  Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gram atau lebih rendah (WHO, 1961). BBLR merupakan bayi
(neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan
2499 gram (Hidayat, 2005). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat
lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat
apakah prematur atau dismatus yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
pematangan (maturitas) organ serta menimbulkan kematian.

2.         Klasifikasi BBLR


Ada dua golongan BBLR, yaitu:
a.         Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat bayi sesuai
dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b.        Bayi small  for gestasional age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga jenis:
1)        Simetris (intrauterus for gestasional age) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan
dan dalam jangka waktu yang lama.
2)        Asimetris  (intrauterus growth retardation) yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir
kehamilan.
3)        Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi
dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilan (Mitayani, 2009).

3.         Etiologi BBLR


Etilogi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa gestasinya, yaitu:
a.         Komplikasi Obstetrik
1)        Multiple gestation
2)        Incompetence
3)        Pro (premature rupture of membran) dan kirionitis
4)        Pregnancy induce hypertention (PIH)
5)        Plasenta previa
6)        Ada riwayat kelahiran prematur
b.        Komplikasi Medis
1)        Diabetes maternal
2)        Hipertensi kronis
c.         Faktor Ibu
1)        Penyakit: hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia gravidarum, perdarahan
antepartum, taruma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskuler.
2)        Usia Ibu: angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia Ibu dibawah 20 tahun dan multi
gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
3)        Keadaan sosial ekonomi: keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya prematurnitas
kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh
keadaan yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
4)        Kondisi Ibu saat hamil: peningkatan berat badan yang tidak adekuat dan Ibu yang perokok
(Mitayani, 2009).
Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain:
1)        Pengaruh umur Ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR
Hendaknya Ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur produksi sehat yaitu 20-35
tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20 tahun) memiliki
perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini menyebabkan kompetisi
dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam tahap perkembangan dan janinnya. Dari
segi kejiwaan, belum siap dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yang
menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu perkembangan janin. Usia remaja
memberikan resiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan dengan
kelahiran pada usia produktif sehat. Umur ibu yang lebih tua juga dihubungkan dengan adanya
penyakit-penyakit yang menyertainya.
2)        Pengaruh pendidikan Ibu terhadap kejadian BBLR
Tingkat pendidikan seorang Ibu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan informasi yang
diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh bayi.
Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala (antenatal care).
Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi seorang ibu untuk menerima inovasi dan
sebagian besar kurang mampu menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang
menyadari betapa pentingnya perawatan sebelum melahirkan.
3)        Pengaruh paritas terhadap resiko kejadian BBLR
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup ataupun lahir
mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi
BBLR. Kehamilan yang berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding
uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila
dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan
janin.
4)        Pengaruh umur kehamilan terhdap resiko kejadian BBLR
Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT),
sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat diketahui dengan mengukur berat lahir, panjang
badan, lingkar kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil dari umur
gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang normal, umur gestasi yang
normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu, atau umur gestasi yang pendek
dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu.
5)        Pengaruh status gizi Ibu terhadap resiko kejadian BBLR
Bial ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu
maupun janin.
a)         Terhadap ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain:
anemia, perdarahan, berat badan ibu ttidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit
infeksi.
b)        Terhadap persalinan
Dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur),
perdarahan setelah persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c)         Terhadap janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin. Malnutrisi pada
awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan ukuran sel
normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi pada kehamilan
lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran
sel yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan
akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki. Kekurangan gizi juga dapat
menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia
intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin. Pada masa kehamilan
seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak hamil. Ganggua yang
menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan gangguan pada janin dan beresiko
untuk melahirkan bayi BBLR.

6)        Pengaruh kadar hemoglobin ibu terhadap resiko kejadian BBLR


Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah normal. Di
Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan
istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling
sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya
memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.
Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah
11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan
pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan
kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang
dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara
bermakna lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin
yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko
morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature
juga lebih besar.6 Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada
kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir
rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia
pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan
kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa dipengaruhi
oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami
anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.
7)        Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap resiko kejadian BBLR
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan
peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk
janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang
berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan
antepartum, trauma fisis dan psikologis.
8)        Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap resiko kejadian BBLR
Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang lebih dibandingkan ibu
yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan janin tidak tercukupi secara merata maka
mengakibatkan bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.
9)        Pengaruh sosial ekonomi terhadap resiko kejadian BBLR
Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh dalam kejadian BBLR,
walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk
memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan
bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat
diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai
efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku
reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
10)    Pengaruh pelayanan antenatal terhadap resiko kejadian BBLR
Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan kehamilan ibu, frekuensi
minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan memberikan
kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang dapat menyulitkan
kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat secepatnya.

11)    Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadian BBLR
Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu hamil yang akan
berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa berat
badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan perokok, walaupun
penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi sama. Beberapa penulis
mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil
dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
a)         Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu.
b)        Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke plasenta.
c)         Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi ibu hamil
berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak berubah.
d)        Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
e)         Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan fetal alcohol
syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir
dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol yang diminum setiap
harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan lamanya ibu tersebut mengkonsumsi
minuman beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar resiko
terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi alkohol, resiko
terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol
pada trimester pertama kehamilan saat berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus
akan lebih besar. Bila mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan
ukuran sel, maka akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya.
12)    Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-rata berat badan lahir bayi
laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai terdapat
perbedaan antara pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut Kloosterman (1969)
perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40 minggu. Jadi bayi laki-laki seringkali
lebih berat dari bayi perempuan.
13)    Pengaruh riwayat melahirkan BBLR sebelumnya terhadap resiko kejadian BBLR
Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya mempunyai kemungkinan untuk
melahirkan anak berikutnya dengan BBLR.

4.         Patofisiologi
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti zat besi,
kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi
preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan anemia.
Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari,
dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari. Belum matangnya fungsi mekanis dari
saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk
mencegah aspirasi pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu.
Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm.
Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit
simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak ,
dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam
pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar
kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja bernafas dan
kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara
oral. Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan dengan
berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan insulasi. Kehilangan
panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997).
Pathways

BBLR
 

Faktor Pencetus
 
Asupan gizikurang
 

O2 dalamdarah     CO2
 

Mudah kehilanganpanas
 
                                                                                             
 

5.         Manifestasi Klinik


Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
a.         Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan≤ 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm, lingkar
kepala< 33 Cm.
b.        Masa gestasi< 37 minggu.
c.         Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif lebih
besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi
tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga
tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
d.        Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
terjadi  apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.
Manifestasi klinis yang lain yaitu :
a.         Berat badan kurang dari 2.500 gram
b.        Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar
c.         Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang
d.        Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
e.         Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
f.         Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
g.        Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intrakranial
h.        Nafas belum teratur
i.          Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak.
j.          Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:
a.         Suhu Tubuh
1)        Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna
2)        Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
3)        Otot bayi masih lemah
4)        Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan
5)        Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan berat badan lahir rendah
perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan.
b.        Pernapasan
1)        Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna
2)        Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
3)        Otot pernapasan dan tulang iga lemah
4)        Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal
pernapasan.
c.         Alat pencernaan makanan
1)        Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan lemah/kurang baik
2)        Aktivitas otot pencernaan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung berkurang
3)        Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia
d.        Hepar belum matang
Mudah menimbulkan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hiperbilirubinemia
e.         Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna sehingga
mudah terjadi oedema
f.         Perdarahan dalam otak
1)        Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah
2)        Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya perdarahan dalam
otak
3)        Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
4)        Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis.

6.         Perawatan BBLR


Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada
bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada pengaturan panas
badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.
a.         Pengaturan suhu tubuh
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di lingkungan yang
dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang realtif lebih luas bila
dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah kulit, dan kekurangan
lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup
hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu
tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk nayi dengan
berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB 2000 gram sampai
2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban
inkubator berkisar antara 50-60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada bayi
dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu
untuk bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara berangsur – angsur ia dapat diletakkan
didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila inkubator tidak ada,
pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat
disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan
menggunakan metode kanguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah dengan memakai
alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator. Alat ini berguna untuk
mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah dimulai digunakan inkubator
yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor probe). Alat ini ditempelkan dikulit
bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat
dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk
bayi dengan berat lahir yang sangat rendah. Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal
ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku,
warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal
sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.
b.        Pernafasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus, bronchiolus
respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas akan menimbulkan
asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan
asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi
BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat
memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi
seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan
pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan
ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan
selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah
sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR
c.         Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya mikroba. Bayi
BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial.
Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulinserum pada bayi BBLR
masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan
fungsi imun belum berpengalaman. Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum.
Tetapi diagnosis dini dapat ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan)
tingkah laku bayisering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas
menetek, gelisah, letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah,
diare, berat badan mendadak turun. Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan
terhadap bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan
penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan
bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic
alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal,
mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang yang terlalu lama, mencegah timbulnya
asfiksia dan pemberian antibiotic yang tepat.
d.        Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang
sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi
mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup
mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan
susu Formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR. Cara
pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk mencegah
terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam incubator dengan kontak
yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi
kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada
bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol
atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui NGT. Jadwal pemberian makanan
disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap
jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah
e.         Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan bilirubin tak
berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat
diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia dapat
menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila
ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
f.         Perawatan Kulit
Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup bulan. Karena sangat sensitif
dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis yang dapat merusakmantel asam tidak boleh
digunakan. Semua produk kulit (misal: alkohol, povidone iodine) harus dipergunakan secara
hati-hati: kulit harus segaera dibilas dengan air sesudahnya karena zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan iritasi berat dan luka bakar kimia pada bayi. Kulit sangat mudah mengalami
eksoriasi dan terkelupas; harus diperhatikan jangan sampai merusak struktur yang halus tersebut.
Oleh karena itu, ikatannya jauh lebih longgar diantara lapisan kulit tipis tersebut. Penggunaan
perekat setelah penusukan tumit atau untuk melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat
eksoriasi kulit atau menempel erat pada permukaan kulit sehingga epidermis dapat terkelupas
dari dermis dan tertarik bersama plester sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk
mengelupas balutan atau plester dari ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis
memotong ekstremitas yang kecil tersebut atau melepas klit yang terikat longgar. Pelarut yang
digunakan untuk mengelupas plester juga harus dihindari karena cenderung mengeringkan dan
membakar kulit lembut.

7.         Komplikasi
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya menurut Mitayani,
2009 yaitu :
a.         Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi)
b.        Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki
c.         Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/ cukup, sehingga
olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli,
sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk yang berikutnya
d.        Asfiksia neonetorum
e.         Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan karena
gangguan pertumbuhan hati.

B.       Asuhan Keperawatan


1.         Pengkajian
a.         Identitas pasien
b.        Identitas orangtua
c.         Riwayat penyakit sekarang: berat kurang dari 2500 gram
d.        Riwayat kesehatan keluarga
1)        Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan seperti kelainan kardiovaskular
2)        Apakah ibu pernah mengalami sakit kronis
3)        Apakah ibu pernah mengalami gangguan pada kehamilan sebelumnya
4)        Apakah ibu seorang perokok
5)        Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu dekat
e.         Apgar skore
System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal dan persarafan bayi. Penilaian
dilakukan 1 menit setelah lahir dengan penilaian 7-10 (baik), 4-6 (asfiksia ringan hingga sedang),
dan 0-3 (asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint hingga bayi dalam keadaan stabil.
Tanda 0 1 2
Frekwensi Tidak ada < 100 > 100
jantung
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan katif


sedikit
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi
melawan
Warna kulit Seluruh tubuh Tubuh kemeraha, Seluruh tubuh
biru atau pucat ekstremitas biru kemerahan

f.         Pemeriksaan Cairan Amnion


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada cairan amnion tentang
jumlah volumenya, apabila volumenya > 2000 ml bayi mengalami polihidramnion atau disebut
hidramnion sedangkan apabila jumlahnya < 500 ml maka bayi mengalami oligohidramnion.
g.        Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan plasenta seperti adanya pengapuran,
nekrosis, beratnya dan jumlah korion. Pemeriksaan ini penting dalam menentukan kembar
identik atau tidak.
h.        Pemeriksaan tali pusat
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan dalam tali pusat seperti adanya
vena dan arteri, adanya tali simpul atau tidak.
i.          Pemeriksaan fisik
1)        Aktifitas/istirahat
Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam, meringis atau tersenyum adalah bukti
tidur dengan gerakan mata cepat (REM), tidur sehari rata-rata 20 jam.
2)        Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas normal (120-160 detik per menit).
Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktus arterious (PDA)
3)        Pernapasan
Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan diafragmatik intermiten atau periodik (40-60
kali/menit), Pernapsan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, juga derajat sianosis
yang mungkin ada. Adanya bunyi ampela pada auskultasi, menandakan sindrom distres
pernapasan (RDS)
4)        Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan karena ketidakadekuatan
pertumbuhan mungkin terlihat Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung,
hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, tonus otot dapat tampak kencang dengan
fleksi ekstremitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak, Pelebaran tampilan mata.
5)        Makanan/cairan
Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala.Kulit kering pecah-
pecah dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan. Penurunan massa otot, khususnya pada
pipi, bokong, dan paha. Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemia / hipokalsemia
6)        Genitounaria
Jelaskan setiap abnormalitas genitalia. Jelaskan jumlah (dibandingkan engnaberta badan), warna,
pH, temuan lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi) Periksa berat
badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).
7)        Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah, Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan, Warna
mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar pada tali pusat dengan warna kehijauan,
Menangis mungkin lemah
8)        Seksualitas
Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol, Testis pria
mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada skrotum.
9)        Suhu tubuh
Tentukan suhu kulit dan aksila, Tentukan dengan suhu lingkungan.

10)    Pengkajian kulit


Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda irirtasi, lepuh, abrasi, atau
daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau, infuse atau alat lain bersentuhan dengan
kulit; periks, dan tempat juga dan catat setiap preparat kulit yang dipakai (misal: plester
povidone – iodine). Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik, terkelupas, dll.
Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir. Tentukan apakah kateter infuse IV atau
jarum terpasang dengan benar, dan periksa adanya tanda infiltrasi. Jelaskan pipa infus parenteral:
lokasi, tipe (arterial, vena, perifer, umbilicus, sentral, vena perifer sentral); tipe infuse (obat,
salin, dekstrosa, elektrolit, lipid, nutrisi parenteral total); tipe pompa infuse dan kecepatan aliran;
tipe kateter atau jarum; dan tempat insersinya.
j.          Pemeriksaan psikologis
Orang tua klien tampak cemas dan khawatir melihat kondisi bayinya, dan orang tua klien
berharap bayinya cepat sembuh.
k.        Pemeriksaan refleks
1)        Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna
2)        Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki sedikit dorsofleksi
3)        Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki, namun belum sempurna
4)        Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat disentuhkan ke permukaan
5)        Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan spatel lidah
6)        Gallant’s: punggung sedikti bergerak kearah samping saat diberikan goresan pada punggungnya
7)        Morro’s: dijumpai namun belum sempurna
8)        Neck righting : belum ditemukan
9)        Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam namun belum sempurna
10)    Rooting: byi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi yang diberikan sedikit goresan
11)    Kaget (stratle) : bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi lengan yang belum sempurna
12)    Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang belum sempurna
13)    Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya terdapat pada bayi yang berusia > 2
bulan
l.          Pemeriksaan diagnostik
1)        Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan anemia atau
kehilangan darah
2)        Dektrosik: menyatakan hipoglikemia
3)        AGD: menentukan derajat keparahan distres bila ada
4)        Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia
5)        Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia
6)        Urinalis : mengkaji homeostasis
7)        Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis
8)        EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau komplikasi

2.         Diagnosa Keperawatan


a.         Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolik
b.        Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi residu,
penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan
merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk)
c.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi,
imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
d.        Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
e.         Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem, kehilangan
cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan
urine.
f.         Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik, dan
berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system sraf
sentral dan respons stress fisiologis imatur.
g.        Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.
h.        Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran
premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
i.          Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit.
j.          Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan orang tua
klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya cepat
sembuh.

3.         Intervensi
a.         Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif
Kriteria hasil:
Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik
Membran mukosa merah muda
Intervensi Rasional
Mandiri: 1.      Membantu dalam membedakan
1.      Kaji frekwensi dan pola pernapasan, periode perputaran pernapasan
perhatikan adanya apnea dan normal dari serangan apnetik sejati,
perubahan frekwensi jantung terutama sering terjadi pad gestasi
2.      Isap jalan napas sesuai kebutuhan minggu ke-30
3.      Posisikanm bayi pada abdomen atau 2.      Menghilangkan mukus yang
posisi telentang dengan gulungan neyumbat jalan napas
popok dibawah bahu untuk 3.      Posisi ini memudahkan pernapasan
menghasilkan hiperekstensi dan menurunkan episode apnea,
4.      Tinjau ulang riwayat ibu terhadap khususnya bila ditemukan adanya
obat-obatan yang akan memperberat hipoksia, asidosis metabolik atau
depresi pernapasan pada bayi   hiperkapnea
Kolaborasi : 4.      Magnesium sulfat dan narkotik
1.      Pantau pemeriksaan laboratorium menekan pusat pernapasan dan
sesuai indikasi aktifitas SSP
2.      Berikan oksigen sesuai indikasi 5.      Hipoksia, asidosis netabolik,
3.      Berikan obat-obatan yang sesuai hiperkapnea, hipoglikemia,
indikasi hipokalsemia dan sepsis
memperberat serangan apnetik
6.      Perbaikan kadar oksigen dan
karbondioksida dapat
meningkatkan funsi pernapasan

b.        Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi residu,
penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan
merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).
Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan
Kriteria hasil :
Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,50C)
Intervensi Rasional
Mandiri : 1.      Hipotermia membuat bayi
1.      Kaji suhu dengan memeriksa suhu cenderung merasa stres karena
rektal pada awalnya, selanjutnya dingin, penggunaan simpanan
periksa suhu aksila atau gunakan lemak tidak dapat diperbaruai bila
alat termostat dengan dasar terbuka ada dan penurunan
dan penyebar hangat. sensivitas  untuk meningkatkan
2.      tempatkan bayi pada inkubator kadar CO2 atau penurunan kadar
atau dalam keadaan hangat O2.
3.      pantau sistem pengatur suhu , 2.      Mempertahankan lingkungan
penyebar hangat (pertahankan termonetral, membantu mencegah
batas atas pada 98,6°F, bergantung stres karena dingin
pada ukuran dan usia bayi) 3.      Hipertermi dengan peningkatan
4.      kaji haluaran dan berat jenis urine laju metabolisme kebutuhan
5.      pantau penambahan berat badan oksigen dan glukosa serta
berturut-turut. Bila penambahan kehilangan air dapat terjadi bila
berat badan tidak adekuat, suhu lingkungan terlalu tinggi.
tingkatkan suhu lingkungan sesuai4.      Penurunan keluaran dan
indikasi.  peningkatan berat jenis urine
6.      Perhatikan perkembangan dihubungkan dengan penurunan
takikardia, warna kemerahan, perfusi ginjal selama periode stres
diaforesis, letargi, apnea atau karena rasa dingin
aktifitas kejang. 5.      Ketidakadekuatan  penambahan
berat badan meskipun masukan
kalori adekuat dapat menandakan
bahwa kalori digunakan untuk
mempertahankan suhu lingkungan
tubuh, sehingga memerlukan
peningkatan suhu lingkungan.
6.      Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat
berlanjut pada kerusakan otak bila
tidak teratasi.
7.      Stres dingin meningkatkan
Kolaborasi : kebutuhan terhadap glukosa dan
1.      pantau pemeriksaan laboratorium oksigen serta dapat
sesuai indikasi (GDA, glukosa mengakibatkan masalah asam basa
serum, elektrolit dan kadar bila bayi mengalami metabolisme
bilirubin) anaerobik bila kadar oksigen yang
2.      berikan obat-obat sesuai dengan cukup tidak tersedia. Peningkjatan
indikasi kadar bilirubin indirek dapat
·         fenobarbital terjadi karena pelepasan asam
lemak dari meta bolisme lemak
coklat dengan asam lemak
bersaing dengan bilirubin pada
pada bagian ikatan di albumin.
8.      Membantu mencegah kejang
berkenaan dengan perubahan
fungsi SSP yang disebabkan
hipertermi
9.      Memperbaiki asidosis yang dapat
terjadi pada hiportemia dan
hipertermia

c.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi,
imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil :
Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan  dalam kurva normal dengan
penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.
Intervensi Rasional
Mandiri : 1.      Menentukan metode pemberian
1.      Kaji maturitas refleks berkenaan makan yang tepat untuk bayi
dengan pemberian makan 2.      Pemberian makan pertama bayi
(misalnya : mengisap, menelan, dan stabil memiliki peristaltik dapat
batuk) dimulai 6-12 jam setelah
2.      Auskultasi adanya bising usus, kaji kelahiran. Bila distres pernapasan
status fisik dan statuys pernapasan ada  cairan parenteral di
3.      Kaji berat badan dengan indikasikan dan cairan peroral
menimbang berat badan setiap hari, harus ditunda
kemudian dokumentasikan pada 3.      Mengidentifikasikan adanya
grafik pertumbuhan bayi resiko derajat dan resiko terhadap
4.      Pantau masuka dan dan pola pertumbuhan. Bayi SGA
pengeluaran. Hitung konsumsi dengan kelebihan cairan ekstrasel
kalori dan elektrolit setiap hari kemungkinan kehilangan 15% BB
5.      Kaji tingkat hidrasi, perhatikan lahir. Bayi SGA mungkin telah
fontanel, turgor kulit, berat jenis mengalami penurunan berat badan
urine, kondisi membran mukosa, dealam uterus atau mengalami
fruktuasi berat badan. penurunan simpanan
6.      Kaji tanda-tanda hipoglikemia; lemak/glikogen.
takipnea dan pernapasan tidak 4.      Memberikan informasi tentang
teratur, apnea, letargi, fruktuasi masukan aktual dalam
suhu, dan diaphoresis. Pemberian hubungannya dengan perkiraan
makan buruk, gugup, menangis, kebutuhan untuk digunakan dalam
nada tinggi, gemetar, mata terbalik, penyesuaian diet.
dan aktifitas kejang. 5.      Peningkatan kebutuhan metabolik
dari bayi SGA dapat
Kolaborasi : meningkatkan kebutuhan cairan.
1.      Pantau pemeriksaan laboratorium Keadaan bayi hiperglikemia dapat
sesuai indikasi mengakibatkan diuresi pada bayi.
·         Glukas serum Pemberian cairan intravena
·         Nitrogen urea darah, kreatin, mungkin diperlukan untuk
osmolalitas serum/urine, elektrolit memenuhi peningkatan
urine kebutuhan, tetapi harus dengan
2.      Berikan suplemen elektrolit sesuai hati-hati ditangani untuk
indikasi misalnya kalsium glukonat menghindari kelebihan cairan
10% 6.      Karena glukosa adalah sumber
utama dari bahan bakar untuk
otak, kekurangan dapat
menyebabkan kerusakan SSP
permanen.hipoglikemia secara
bermakna meningkatkan mobilitas
mortalitas serta efek berat yang
lama bergantung pada durasi
masing-masing episode.
Kolaborasi :
1.      Hipoglikemia dapat terjadi pada
awal 3 jam lahir bayi SGA saat
cadangan glikogen dengan cepat
berkurang dan glukoneogenesis
tidak adekuat karena penurunan
simpanan protein obat dan lemak.
2.      Mendeteksi perubahan fungsi
ginjal berhubungan dengan
penurunan simpanan nutrien dan
kadar cairan akibat  malnutrisi.
3.      Ketidakstabilan metabolik pada
bayi SGA/LGA dapat
memerlukan suplemen untuk
mempertashankan homeostasis.

d.        Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi
Kriteri hasil :
Suhu 350C
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Leukosit 5.000 – 10.000
Intervensi Rasional
Mandiri : 1.      Untuk mengetahui lebih dini
1.      Kaji adanya tanda – tanda infeksi adanya tanda-tanda terjadinya
2.      Lakukan isolasi bayi lain yang infeksi
menderita infeksi sesuai kebijakan 2.      Tindakan yang dilakukan untuk
insitusi meminimalkan terjadinya
3.      Sebelum dan setelah menangani infeksi  yang lebih luas
bayi, lakukan pencucian tangan 3.      Untuk mencegah terjadinya
4.      Yakinkan semua peralatan yang infeksi
kontak dengan bayi bersih dan 4.      Untuk mencegah terjadinya
steril infeksi
5.      Cegah personal yang mengalami 5.      Untuk mencegah terjadinya
infeksi menular untuk tidak kontak infeksi yang berlanjut pada bayi
langsung dengan bayi.

e.         Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem, kehilangan
cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan
urine.
Tujuan : cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
bebas dari tanda dehidrasi.
Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.

Intervensi Rasional
Mandiri : 1.      Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam,
1.      Bandingkan masukan dan sementara kebutuhan terapi cairan
pengeluaran urine setiap shift dan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada
keseimbangan kumulatif setiap hari pertama, meningkat sampai
periodik 24 jam 120-140 ml/kg/hari pada hari
2.      Pantau berat jenis urine setiap ketiga postpartum. Pengambilan
selesai berkemih atau setiap 2-4 darah untuk tes menyebabkan
jam dengan menginspirasi urine penurunan kadar Hb/Ht.
dari popok bayi bila bayi tidak 2.      Meskipun imaturitas ginjal dan
tahan dengan kantong penampung ketidaknyamanan untuk
urine. mengonsentrasikan urine biasanya
3.      Evaluasi turgor kulit, membran mengakibatkan berat jenis yang
mukosa, dan keadaan fontanel rendah pada bayi preterm
anterior. ( rentang normal1,006-1,013).
4.      Pantau tekanan darah, nadi, dan Kadar yang rendah menandakan
tekanan arterial rata-rata (TAR) volume cairan berlebihan dan
Kolaborasi : kadar lebih besar dari 1,013
1.      Pantau pemeriksaan laboratorium menandakan ketidakmampuan
sesuai dengan indikasi Ht masukan cairan dan dehidrasi.
2.      Berikan infus parenteral dalam 3.      Kehialangan atau perpindahan
jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, cairan yang minimal dapat dengan
khususnya pada PDA, displasia cepat menimbulkan dehidrasi,
bronkopulmonal (BPD), atau entero terlihat oleh turgor kulit yang
coltis nekrotisan (NEC) buruk, membran mukosa kering,
3.      Berikan tranfusi darah. dan fontanel cekung.
4.      Kehilangan 25% volume darah
mengakibatakan syok dengan
TAR < 25 mmHg menandakan
hipotensi.
5.      Dehidrasi meningkatkan kadar Ht
diatas normal 45-53% kalium
serum
6.      Hipoglikemia dapat terjadi karena
kehilangan melalui selang
nasogastrik diare atau muntah.
7.      Penggantian cairan darah
menambah volume darah,
membantu mengenbalikan
vasokonstriksi akibat dengan
hipoksia, asidosis, dan pirau
kanan ke kiri melalui PDA dan
telah membantu dalam penurunan
komplikasi enterokolitis
nekrotisan dan displasia
bronkopulmonal.
8.      Mungkin perlu untuk
mempertahankan kadar Ht/Hb
optimal dan menggantikan
kehilangan darah.
f.         Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik, dan
berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system sraf
sentral dan respons stress fisiologis imatur.
Tujuan : pasien mendapatkan asuhan untuk mencegah cedera dan memeprtahankan aliran darah
sistemik dan otak memadai, glukosa dan oksigen otak adekuat; tidak memperlihatkan adanya
perdarahan intaventrikular.
Kriteria hasil:
Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial atau perdarahan
intraventrikel.
Intervensi Rasional
1.      Kurangi rangsangan lingkungan 1.      Respons stres, terutama
2.      Organisasikan asuhan selama peningkatan tekanan darah, dapat
jamsibuk normal sebanyak miningkatkan resiko peningkatan
mungkin TIK
3.      Tutup dan buka kelambu dan 2.      Untuk meminimalkan gangguan
lampu tidur tidur dan kebisingan intermiten
4.      Tutup inkubator dengan kain dan yang sering
pasang tanda “jangan diganggu” 3.      Untuk memungkinkan jadwal
5.      Kaji dan tangani nyeri siang dan malam
menggunakan metode farmakologis4.      Untuk mengurangi cahaya dan
dan non-farmakologis tidak membangunkan periode
6.      Kenali tanda stres fisik dan istirahat bayi
stimulasi berlebih 5.      Nyeri meningkatkan tekanan
7.      Hindari obat dan larutan hipertonis darah
8.      Pertahankan oksigenasi yang 6.      Untuk segera memberi intervensi
adekuat yang memadai
9.      Hindari memutar kepala ke 7.      Akan meningkatkan tekanan
samping tiba-tiba darah otak
8.      Hipoksia akan meningkatkan
aliran darah otak tekanan
intrakranial
9.      Akan mengurangi aliran arteri
karotis dan oksigenasi ke otak

g.        Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan


Tujuan: pasien tidak memperlihatkan adanya nyeri yang dirasakan
Kriteria hasil :
Pasien tidak merintih/menagngis kesakitan
Pasien tidak memperlihatkan tanda nyeri atau tanda nyeri yang minimal
Intervensi Rasional
1.      Kaji keefektifan upaya kontrol 1.      Beberapa upaya (misalnya
nyeri non farmakologis menggosok) dapat meningkatkan
2.      Dorong orang tua untuk distres bayi prematur
memberikan upaya kenyamanan 2.      Sebagai orang tua bayi,
bila mungkin kenyamanan lebih efektif diberikan
3.      Tunjukkan sikap sensitif dan langsung oleh orang tua kepada
kasih sayang pada bayi bayinya
3.      Seorang bayi sangat membutuhkan
kasih sayang, khususnya dari orang
tua

h.        Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran


premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua
Intervensi Rasional
1.      Berikan nutrisi yang maksimal 1.      Untuk menjamin penambahan berat
2.      Berikan periode istrahat yang badan dan pertunbuhan otak yang
teratur tanpa gangguan tetap
3.      Kenali tanda stimulus yang 2.      Untuk mengurangi panggunaan
berlebihan (terkejut, menguap, O2 dan kalori yang tidak perlu
aversi aktif, menangis) 3.      Untuk membiarkan istirahat bayi
4.      Tingkatkan interaksi orang tua- denagn tenang
bayi 4.      Sangat penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan normal
i.          Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit
Tujuan: bayi mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil:
Kulit tetap bersih dan utuh
Tidak terlihat adanya tanda-tanda terjadinya iritasi
Intervensi Rasional
1.      Observasi tekstur dan warna kulit. 1.      Untuk mengetahui adanya
2.      Jaga kebersihan kulit bayi. kelainan pada kulit secara dini
3.      Ganti pakaian setiap basah. 2.      Meminimalkan kontak kulit bayi
4.      Jaga kebersihan tempat tidur. dengan zat-zat yang dapat
5.      Lakukan mobilisasi tiap 2 jam. merusak kulit pada bayi
3.      Untuk meminimalisir terjadinya
iritasi pada kulit bayi
4.      Untuk mencegah kerusakan kulit
pada bayi

j.          Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan orang tua
klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya cepat
sembuh.
Tujuan: keluraga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya
Kriteria hasil:
Orang tua/keluarga mengekspreikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan prognosis
serta memperlihatkan pemahaman dan keterlibatan dalam asuhan
Intervensi Rasional
1.      Kaji tingkat pemahaman klien 1.      Belajar tergantung pada emosi
berikan instruksi /informasi pada dan kesiapan fisik dan diingatkan
klien maupun keluarga tentang pada tahapan individu
penyakitnya, baik tertulis atau lisan.
2.      Menurunkan ansietas dan dapat
2.      Jelaskan proses penyakit individu. menimbulkan perbaikan
Dorong orang terdekat menanyakan partisipasi pada rencana
pertanyaan pengobatan.
3.      Jelaskan tentang dosis obat, 3.      Meningkatkan kerjasama dalam
frekwensi, tujuan pengobatan dan program pengobatan dan
alasan tentang pemberian obat mencegah penghentian obatsesuai
kepeda keluarga perbaikan kondisi pasien.
4.      Kaji potensial efek samping 4.      Mencegah/menurunkan
pengobatan ketidaknyaman sehubungan
dengan terapi dan meningkatkan
kerjasam dalam program
DAFTAR PUSTAKA

Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta : EGC.

Doenges, E. Marilynn. (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta : EGC.

Tambayong, (2000) . Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

WWW. Pediatric.com

Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai