Si
NIM : 091924353001
Prodi : Immunologi
Mata kuliah : Immunologi molekuler
Nama Dosen : Heny Arwati, Dra, M.Sc.,Ph.D
Tanda tangan :
1. Cell-mediated immunity:
a. Pada imunitas seluler, bagaimanakan pemrosesan antigen sampai
dipresentasikan oleh APC kepada sel imun, baik antigen yang intraseluler
maupun yang ekstraseluler
Antigen processing atau pemrosesan antigen merupakan proses kompleks dimana
antigen akan diproses dari suatu molekul berukuran besar (makromolekul) dari
mikroorganisme/ antigen. Makromolekul yang bersifat antigenik akan dipecah
sehingga menghasilkan peptida kecil, proses ini merupakan bagian dari Antigen
processing (Mak and Jett, 2014).
Terdapat 2 jalur Antigen processing, yaitu Jalur prosesing antigen endogenus dan
eksogenus.Jalur pemprosesan antigen endogenus (cytocolic pathway) memproses
protein yang disintesis atau dibentuk didalam sel host (protein intraseluler) atau
sel yang telah terinfeksi suatu pathogen, lalu akan didegradasi di dalam sel
(sitoplasma). Sedangkan, jalur prosesing antigen eksogenus (endolytic pathway)
memproses protein dari luar dari sel tubuh host (non self ) yang merupakan
protein ekstraseluler, selanjutnya protein tersebut akan didegradasi di dalam sel.
Kedua antigen yang didegradasi tersebut akan dikirimkan ke retikulum
endoplasma (RE) (Mak and Jett, 2014).
a. Presentasi antigen dengan jalur endogenus (jalur sitosolik)
Pada sel eukariotik, protein mengalami regulasi atau pengaturan. Protein yang
terdenaturasi, misfolded (gagal melipat), atau protein abnormal lainnya juga
terdegradasi dengan cepat di dalam sel. Protein yang terdegradasi dalam sel
tersebut disebut antigen endogenus. Jalur pemrosesan antigen endogenus melalui
molekul mhc Klas I. Protein intraseluler atau protein di dalam sel APC
didegradasi menjadi bentuk peptida yang lebih kecil melalui sistem proteolitik
sitosolik yang terdapat di semua sel. Protein-protein yang ditargetkan untuk
proteolisis seringkali memiliki protein kecil yang disebut ubiquitin yang berikatan
dengan protein tersebut. Konjugasi antara protein dan ubiquitin dapat didegradasi
melalui kompleks protease yang disebut proteasome.
Sebuah proteasome dapat membelah ikatan peptida antara 2 – 3 asam amino
berbeda pada proses yang bergantung ATP (ATP dependent process). Jalur
degradasi protein tersebut untuk membentuk peptida kecil untuk dipresentasikan
oleh molekul mhc klas I. Peptida yang berasal dari sitosol dipindahkan oleh TAP
(transporter associated with antigen processing) ke bagian retikulum endoplasma
kasar (Rough Reticulum Endoplasmic). Di Retikulum Endoplasma, peptide akan
berikatan dengan molekul mhc klas I, selanjutnya kompleks mhc klas I-peptida
tersebut akan dibawa ke golgi complex lalu ke permukaan sel tersebut. Molekul
MHC klas I-peptida di permukaan sel APC tersebut selanjutnya untuk dapat
berikatan dan dikenali oleh sel T (Kindt et al., 2007).
b. Presentasi antigen eksogenus (Jalur endolitik)
Sel yang berperan sebagai APC dapat melakukan internalisasi/ memproses
antigen yang masuk ke dalam tubuh host melalui fagositosis, endositosis ataupun
keduanya. Makrofag dapat memproses antigen melalui kedua proses diatas,
sementara sebagian besar APC tidak melakukan proses fagositois atau dapat
dikatakan melakukan fagositosis secara lemah sehingga memproses antigen hanya
melalui endositosis. Segera setelah antigen diproses selanjutnya akan didegradasi
menjadi peptida dalam rongga tertentu dalam jalur prosesing endositik. Jalur
endositik tampak melibatkan 3 rongga yang bersifat asam (acidic compartment)
yaitu rongga di dalam sel (endosom) awal (pH 6-6,5), endosom akhir atau
endolisosom (pH 5-6), dan lisosom (pH 4,5-5). Antigen yang terproses berpindah
dari endosom awal ke endosom akhir dan akhirnya menuju lisosom untuk bertemu
dengan enzim hidroitik. Lisosom mengandung lebih dari 40 enzim hidrolase yang
bersifat asam termasuk protease, nuclease, glikosidase, lipase, fosfolipase dan
fosfatase. Di dalam rongga pada jalur endositik ini, antigen akan didegradasi
menjadi oligopeptida yang akan berikatan dengan molekul MHC klas II.
Karena APC mengekspresikan molekul MHC klas I dan II, diperlukan beberapa
mekanisme untuk mencegah molekul MHC klas II dari ikatan terhadap peptida
antigenik yang sama yang seharusnya berikatan dengan molekul MHC klas I.
Ketika MHC klas II disintesis dalam retikulum endoplasma kasar (RER/ rough
endoplasmic reticulum), 3 pasang ikatan αβ klas II berasosiasi dengan protein
yang disebut rantau invariant (Ii, CD74). Protein ini berinteraksi dengan cleft dari
molekul mhc klas II yang berikatan dengan peptida, mencegah segala peptida
yang berasal dari dalam sel/ endogenus dari ikatan dengan cleft, sementara
molekul klas II sedang berada dalam RER. Rantai invariant juga nampak teribat
pada pelekukan rantai klas II α dan β, ikatan ini keluar dari RER, dan selanjutnya
memproses molekul klas II ke jalur endositik dari badan golgi. Sebagian besar
kompleks rantai invariant dengan molekul mhc klas II diangkut dari RER melalui
golgi kompleks lalu melewati jalur endositik, bergerak dari endosom awal ke
akhir dan terakhir lisosom. Sejalan dengan peningkatan aktivitas proteolitik, rantai
invariant secara bertahap akan didegradasi. Fragmen pendek dari rantai invariant
yang disebut CLIP (for class II- associated invariant chain peptide) akan
berikatan dengan molekul MHC klas II setelah rantai invarian dipecah dalam
rongga endosomal.Serupa dengan molekul MHC klas I, ikatan peptida diperlukan
untuk mempertahankan sruktur dan stabilitas molekul MHC. Segera setelah
peptida berikatan, komplek molekul mhc dan peptida ini akan diangkut ke
membran plasma sel.
b. Kemudian jelaskan fase-fase respons sel T terhadap antigen tersebut
Sel T mampu mengalami proliferasi dan diferensikarena diaktivasi oleh antigen
asing yang dibawa oleh APC. Sel T hanya akan mengenali antigen yang telah
diproses dalam APC dan dipresentasikan menggunakan MHC. Perbedaan kelas
MHC akan menimbulkan respon imun yang berbeda setelah dikenali oleh efektor
dari sel T. Sel T hanya akan bertindak dalam skala yang rendah dalam merespon
infeksi baik dengan langsung membunuh sel target melalui sel T sitotoksik maupun
memediasi respon imun lain melalui sel T helper (Albert et al, 2002).
Terdapat empat fase respon sel T terhadap antigen yang di presentasikan oleh
APC yaitu pertama pengenalan antigen yang disajikan oleh MHC kemudian sel
T melakukan migrasi dari nodus limfatikus. Kedua adalah pengikatan
koreseptor pada antigen menggunakan sel T spesifik. CD4+ Sel T helper akaan
mengikat MHC kelas II sedcangkan CD8+ akan mengikat MHC kelas I. ketiga
adalah terjadinya ko- stimulasi sel T oleh APC melalui mekasnisme antara
CD80 / CD86 pada sel dendritik atau CD28 pada sel T. keempat adalah terjadinya
diferensiasi dan aktivasi persinyalan sitokin yang terkait dengan infeksi (Albert et
al, 2002)
c. Jelaskan pula mengenai tipe-tipe reaksi imun respons yang dimediasi oleh
sel T dalam merespons antigen.
Antigen yang dibawa oleh MHC direspon oleh Sel T yaitu sel T sitotoksik dan sel
T helper. Sel T akan menginduksi kepada sel target yang terinfeksi sedangkan sel
T helper akan menginduksi berbagai respon sitokin inflammatory. Sel T sitotoksik
akan melindungi sel dari infeksi virus ataupun bakteri intraseluler yang tidak bisa
dikenali oleh makrofag maupun sel imunokompeten ekstraseluler lainnya. CD8+
pada sel T sitotoksik akan mengenali MHC kelas I pada APC sehingga terjadi
ikatan antara sel T dengan APC. Ikatan ini dapat menginduksi kematian sel
melalui 2 jalur yang akhirnya menyebabkan sel mengalami apoptosis. Jalur
kematian pertama yaitu melalui perforin (homolog dari komponen complement
(C9)) yang disekresikan oleh sel T sitotoksik. Perforin bersama dengan granzyme
B (kelompok protease) akan menginduksi aktivasi dari caspase yang berfungsi
dalam kematian sel jalur apoptosis. Jalur kedua menggunakan apoptosis melalui
jalur Fas ligand. Ikatan reseptor fas pada permukaan sel target akan menginduksi
kehadiran dari procaspase 8 dan dilanjutkan kasksede berikutnya hingga terjadi
apoptosis melalui jalur eksternal (Albert et al, 2002).
Sel T helper mempunyai respon yang sangata penting dalam pertahanan diri
terhadap pathogen ekstraseluler dan intraseluler. Sel ini juga mampu menstimulasi
hadirnya sel B untuk menghasilkan antibodi untuk melawan bakteri ekstraseluler
sedangkan perannya dalam aktivasi makrofag berfungsi dalam melawan pathogen
intraseluler. sel T helper mempunyai ko-reseptor berupa CD4+ yang akan
mengenali molekul MHC kelas I pada APC dan menimbulkan efektor berikutnya.
Pada saat T helper diaktifasi oleh APC, sel T helper naïf akan mengalami
diferensiasi menjadi 2 jenis sel efektor yaitu T helper 1 (Th1) yang berfungsi
dalam mengaktivasi makrofag dan sel T sitotoksik dan sel T helper 2 (Th2) yang
berfungsi untuk mengaktifasi sel B. (Albert et al, 2002).
Daftar Pustaka
Kindt TJ, Goldby RA, Osbrne BA, and Kuby J, 2007. Immunology.
Mak TW and Jett BD, 2014. Primer to The Immune System : Antigen Processing
and Presentation, Chapter 7. p: 161-179.
Redford PS, Murray PJ. O’ga A.The Role of IL10 in Immune Regulation during
M. Tuberculosis Infection.Mucosal Immunology. Nature Publishing Grup. 2011.
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K. and Walter, P. 2002.
Molecular Biology of the Cell. 4th edition. New York: Garland Science. T Cells
and MHC Proteins. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK26926/
Camus, A. 2014. Antigen Processing and Presentation. Primer to the Immune
Response. Chapter 7. Pages 161–179. doi:10.1016/b978-0-12-385245-8.00007-8
Elmore, S. 2007. Apoptosis: a review of programmed cell death. Toxicologic
pathology. Vol 35(4).Pages: 495–516. https://doi.org/10.1080/01926230701320337.
Green, D. R., & Llambi, F. 2015. Cell Death Signaling. Cold Spring Harbor
perspectives in biology. vol 7(12), a006080.
https://doi.org/10.1101/cshperspect.a006080N
Cleavage by Caspase 8 and Mitochondrial Membrane Association Activate the
BH3- only Protein Bid during TRAIL-induced Apoptosis. The Journal of
biological chemistry. Vol 291(22). Pages: 11843–11851.
https://doi.org/10.1074/jbc.M115. 711051.
Wong R. S. (2011). Apoptosis in cancer: from pathogenesis to treatment. Journal
of experimental & clinical cancer research: CR. Vol 30(1), page 87.
https://doi.org/10.1186/1756-9966- 30-87
Jurnal : Apoptosis and inflammation(Haanen, C, 1995)