Anda di halaman 1dari 11

Nama : Roni Handayani, S.

Si
NIM : 091924353001
Prodi : Immunologi
Mata kuliah : Immunologi molekuler
Nama Dosen : Heny Arwati, Dra, M.Sc.,Ph.D
Tanda tangan :

1. Cell-mediated immunity:
a. Pada imunitas seluler, bagaimanakan pemrosesan antigen sampai
dipresentasikan oleh APC kepada sel imun, baik antigen yang intraseluler
maupun yang ekstraseluler
Antigen processing atau pemrosesan antigen merupakan proses kompleks dimana
antigen akan diproses dari suatu molekul berukuran besar (makromolekul) dari
mikroorganisme/ antigen. Makromolekul yang bersifat antigenik akan dipecah
sehingga menghasilkan peptida kecil, proses ini merupakan bagian dari Antigen
processing (Mak and Jett, 2014).
Terdapat 2 jalur Antigen processing, yaitu Jalur prosesing antigen endogenus dan
eksogenus.Jalur pemprosesan antigen endogenus (cytocolic pathway) memproses
protein yang disintesis atau dibentuk didalam sel host (protein intraseluler) atau
sel yang telah terinfeksi suatu pathogen, lalu akan didegradasi di dalam sel
(sitoplasma). Sedangkan, jalur prosesing antigen eksogenus (endolytic pathway)
memproses protein dari luar dari sel tubuh host (non self ) yang merupakan
protein ekstraseluler, selanjutnya protein tersebut akan didegradasi di dalam sel.
Kedua antigen yang didegradasi tersebut akan dikirimkan ke retikulum
endoplasma (RE) (Mak and Jett, 2014).
a. Presentasi antigen dengan jalur endogenus (jalur sitosolik)
Pada sel eukariotik, protein mengalami regulasi atau pengaturan. Protein yang
terdenaturasi, misfolded (gagal melipat), atau protein abnormal lainnya juga
terdegradasi dengan cepat di dalam sel. Protein yang terdegradasi dalam sel
tersebut disebut antigen endogenus. Jalur pemrosesan antigen endogenus melalui
molekul mhc Klas I. Protein intraseluler atau protein di dalam sel APC
didegradasi menjadi bentuk peptida yang lebih kecil melalui sistem proteolitik
sitosolik yang terdapat di semua sel. Protein-protein yang ditargetkan untuk
proteolisis seringkali memiliki protein kecil yang disebut ubiquitin yang berikatan
dengan protein tersebut. Konjugasi antara protein dan ubiquitin dapat didegradasi
melalui kompleks protease yang disebut proteasome.
Sebuah proteasome dapat membelah ikatan peptida antara 2 – 3 asam amino
berbeda pada proses yang bergantung ATP (ATP dependent process). Jalur
degradasi protein tersebut untuk membentuk peptida kecil untuk dipresentasikan
oleh molekul mhc klas I. Peptida yang berasal dari sitosol dipindahkan oleh TAP
(transporter associated with antigen processing) ke bagian retikulum endoplasma
kasar (Rough Reticulum Endoplasmic). Di Retikulum Endoplasma, peptide akan
berikatan dengan molekul mhc klas I, selanjutnya kompleks mhc klas I-peptida
tersebut akan dibawa ke golgi complex lalu ke permukaan sel tersebut. Molekul
MHC klas I-peptida di permukaan sel APC tersebut selanjutnya untuk dapat
berikatan dan dikenali oleh sel T (Kindt et al., 2007).
b. Presentasi antigen eksogenus (Jalur endolitik)
Sel yang berperan sebagai APC dapat melakukan internalisasi/ memproses
antigen yang masuk ke dalam tubuh host melalui fagositosis, endositosis ataupun
keduanya. Makrofag dapat memproses antigen melalui kedua proses diatas,
sementara sebagian besar APC tidak melakukan proses fagositois atau dapat
dikatakan melakukan fagositosis secara lemah sehingga memproses antigen hanya
melalui endositosis. Segera setelah antigen diproses selanjutnya akan didegradasi
menjadi peptida dalam rongga tertentu dalam jalur prosesing endositik. Jalur
endositik tampak melibatkan 3 rongga yang bersifat asam (acidic compartment)
yaitu rongga di dalam sel (endosom) awal (pH 6-6,5), endosom akhir atau
endolisosom (pH 5-6), dan lisosom (pH 4,5-5). Antigen yang terproses berpindah
dari endosom awal ke endosom akhir dan akhirnya menuju lisosom untuk bertemu
dengan enzim hidroitik. Lisosom mengandung lebih dari 40 enzim hidrolase yang
bersifat asam termasuk protease, nuclease, glikosidase, lipase, fosfolipase dan
fosfatase. Di dalam rongga pada jalur endositik ini, antigen akan didegradasi
menjadi oligopeptida yang akan berikatan dengan molekul MHC klas II.
Karena APC mengekspresikan molekul MHC klas I dan II, diperlukan beberapa
mekanisme untuk mencegah molekul MHC klas II dari ikatan terhadap peptida
antigenik yang sama yang seharusnya berikatan dengan molekul MHC klas I.
Ketika MHC klas II disintesis dalam retikulum endoplasma kasar (RER/ rough
endoplasmic reticulum), 3 pasang ikatan αβ klas II berasosiasi dengan protein
yang disebut rantau invariant (Ii, CD74). Protein ini berinteraksi dengan cleft dari
molekul mhc klas II yang berikatan dengan peptida, mencegah segala peptida
yang berasal dari dalam sel/ endogenus dari ikatan dengan cleft, sementara
molekul klas II sedang berada dalam RER. Rantai invariant juga nampak teribat
pada pelekukan rantai klas II α dan β, ikatan ini keluar dari RER, dan selanjutnya
memproses molekul klas II ke jalur endositik dari badan golgi. Sebagian besar
kompleks rantai invariant dengan molekul mhc klas II diangkut dari RER melalui
golgi kompleks lalu melewati jalur endositik, bergerak dari endosom awal ke
akhir dan terakhir lisosom. Sejalan dengan peningkatan aktivitas proteolitik, rantai
invariant secara bertahap akan didegradasi. Fragmen pendek dari rantai invariant
yang disebut CLIP (for class II- associated invariant chain peptide) akan
berikatan dengan molekul MHC klas II setelah rantai invarian dipecah dalam
rongga endosomal.Serupa dengan molekul MHC klas I, ikatan peptida diperlukan
untuk mempertahankan sruktur dan stabilitas molekul MHC. Segera setelah
peptida berikatan, komplek molekul mhc dan peptida ini akan diangkut ke
membran plasma sel.
b. Kemudian jelaskan fase-fase respons sel T terhadap antigen tersebut
Sel T mampu mengalami proliferasi dan diferensikarena diaktivasi oleh antigen
asing yang dibawa oleh APC. Sel T hanya akan mengenali antigen yang telah
diproses dalam APC dan dipresentasikan menggunakan MHC. Perbedaan kelas
MHC akan menimbulkan respon imun yang berbeda setelah dikenali oleh efektor
dari sel T. Sel T hanya akan bertindak dalam skala yang rendah dalam merespon
infeksi baik dengan langsung membunuh sel target melalui sel T sitotoksik maupun
memediasi respon imun lain melalui sel T helper (Albert et al, 2002).
Terdapat empat fase respon sel T terhadap antigen yang di presentasikan oleh
APC yaitu pertama pengenalan antigen yang disajikan oleh MHC kemudian sel
T melakukan migrasi dari nodus limfatikus. Kedua adalah pengikatan
koreseptor pada antigen menggunakan sel T spesifik. CD4+ Sel T helper akaan
mengikat MHC kelas II sedcangkan CD8+ akan mengikat MHC kelas I. ketiga
adalah terjadinya ko- stimulasi sel T oleh APC melalui mekasnisme antara
CD80 / CD86 pada sel dendritik atau CD28 pada sel T. keempat adalah terjadinya
diferensiasi dan aktivasi persinyalan sitokin yang terkait dengan infeksi (Albert et
al, 2002)
c. Jelaskan pula mengenai tipe-tipe reaksi imun respons yang dimediasi oleh
sel T dalam merespons antigen.
Antigen yang dibawa oleh MHC direspon oleh Sel T yaitu sel T sitotoksik dan sel
T helper. Sel T akan menginduksi kepada sel target yang terinfeksi sedangkan sel
T helper akan menginduksi berbagai respon sitokin inflammatory. Sel T sitotoksik
akan melindungi sel dari infeksi virus ataupun bakteri intraseluler yang tidak bisa
dikenali oleh makrofag maupun sel imunokompeten ekstraseluler lainnya. CD8+
pada sel T sitotoksik akan mengenali MHC kelas I pada APC sehingga terjadi
ikatan antara sel T dengan APC. Ikatan ini dapat menginduksi kematian sel
melalui 2 jalur yang akhirnya menyebabkan sel mengalami apoptosis. Jalur
kematian pertama yaitu melalui perforin (homolog dari komponen complement
(C9)) yang disekresikan oleh sel T sitotoksik. Perforin bersama dengan granzyme
B (kelompok protease) akan menginduksi aktivasi dari caspase yang berfungsi
dalam kematian sel jalur apoptosis. Jalur kedua menggunakan apoptosis melalui
jalur Fas ligand. Ikatan reseptor fas pada permukaan sel target akan menginduksi
kehadiran dari procaspase 8 dan dilanjutkan kasksede berikutnya hingga terjadi
apoptosis melalui jalur eksternal (Albert et al, 2002).
Sel T helper mempunyai respon yang sangata penting dalam pertahanan diri
terhadap pathogen ekstraseluler dan intraseluler. Sel ini juga mampu menstimulasi
hadirnya sel B untuk menghasilkan antibodi untuk melawan bakteri ekstraseluler
sedangkan perannya dalam aktivasi makrofag berfungsi dalam melawan pathogen
intraseluler. sel T helper mempunyai ko-reseptor berupa CD4+ yang akan
mengenali molekul MHC kelas I pada APC dan menimbulkan efektor berikutnya.
Pada saat T helper diaktifasi oleh APC, sel T helper naïf akan mengalami
diferensiasi menjadi 2 jenis sel efektor yaitu T helper 1 (Th1) yang berfungsi
dalam mengaktivasi makrofag dan sel T sitotoksik dan sel T helper 2 (Th2) yang
berfungsi untuk mengaktifasi sel B. (Albert et al, 2002).

2. Sistem komplemen dan sitokin


a. Jelaskan mengenai salah satu sitokin proinflamasi dan anti inflamasi
(masing- masing satu).
Cytokines (sitokin) adalah protein yang diproduksi oleh sel-sel imun yang terlibat
dalam imunitas innate dan adaptive yang memperantarai atau berperan sebagai
mediator reaksi inflamasi dan respon imun.Sitokin adalah mediator utama pada
komunikasi antar sel dalam sistem imun. Sitokin diproduksi untuk merespon
mikroba dan antigen lain. Sitokin yang berbeda menstimulasi bermacam2 respons
dari sel2 yang terlibat dalam imunitas dan inflamasi(materi kuliah Imunologi
Molekuler).Berdasarkan fungsinya mempengaruh respon inflamasi, sitokin dibagi
menjadi 2 kelompok besar yaitu Sitokin pro inflamasi dan Sitokin Anti- Inflamasi.
Sitokin Pro-Inflamasi adalah Sitokin yang penting dalam sel sinyal dan
mempromosikan peradangan sistemik.Contohnya seperti TNF, IL-1 dan IL-6
sedangkan Sitokin Anti-Inflamatory contohnya IL-10, IL-4 dan IL12. Salah satu
contoh Sitokin Pro Inflamasi TNF merupakan Sitokin utama pada respon inflamsi
akut. Senyawa ini di induksi oleh sel fagosit mononuclear yang diinduksi oleh
antigen berupa LPS yang terdapat pada bakteri gram negative. TNF pada kadar
rendah bekerja terhadap leukosit dan endothelial untuk menginduksi inflamsi
akut. Selain itu efek TNF pada jaringan juga mampu mengaktifkan neutrofil dan
monosit kepada jaringan terinfeksi serta memacu adhesi sel endotel vaskuler
untuk masuknya leukosit. TNF juga berrperan aktif dalam mensekresikan kemokin
serta menginduksi kemotaksis makrofag sekaligus mensekresikan IL-1 yang
bertugas menyerupai TNF. Pada kadar sedang TNF berperan dalam kasus
inflamasi sistemik yang mampu menginduksi apoptosis sel yang mengalami
inflamasi. TNF pada kadar tinggi mampu merangsang hipotalamus untuk
menginduksi panas (pyrogen endogen). Dan menimbulkan thrombosis intra
vaskuler. Kadar tinggi TNF akan menyebabkan kelainan patologi seperti shock
septik.
Sitokin Anti-Inflamasi berfungsi dalam mengurangi reaksi inflamsi baik lokal
maupun sistemik. Sitokin ini dilepaskan berfungsi sebagai pembatas reaksi
inflamasi yang berkelanjutan atau berlebihan. Contoh Sitokin Anti-Inflamsi yaitu
IL-4, IL-10 dan IL-12. Salah satu contoh sitokin IL-10 lebih bersifat inhibitor
bagi makrofag dan sel dendritik secara langsung sehingga sel ini mampu
mengontrol reaksi non-spesifik dan imun seluler. IL-10 merupakan inhibitor
makrofag dan sel dendritik yg berperan dalam mengontrol reaksi non spesifik dan
imun seluler. IL-10 diproduksi terutama oleh makrofag yang diaktifkan. IL-10
mencegah produksi IL-12 oleh makrofag dan sel dendritik yang diaktifkan.
Senyawa ini juga berfungsi mencegah kostimulatori MHC-II sekaligus mencegah
produksi berlebihan IL-12 oleh makrofag dan sel dendritik.
b. Peran sitokin tersebut dalam penyakit infeksi (boleh satu infeksi yang).
Pada cerebral malaria, konsentrasi sitokin pro-inflamasi di dalam darah
meningkat, sebagaimana ditemukan pula pada banyak kondisi infeksi yang parah.
TNF-α berhubungan dengan berbagai kondisi patologis pada infeksi malaria,
terutama dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan malaria
cerebral. TNF-α, baik berperan sendiri atau bersama-sama dengan IL-6 dan IL-1,
telah diketahui dapat menginduksi sintesis acute phase response proteins oleh
hepatosit. TNF-α meningkatkan regulasi reseptor sitoadherens di endotel, serta
juga dapat menimbulkan diseritropoesis sedangkan peran Interleukin-10 sitokin
anti-inflamasi memainkan peranan yang penting dalam regulasi respon imun pada
host, sebagaimana yang juga diperankan oleh TGF-β . Sumber utama IL10 adalah
subset sel T yang meliputi sel Th1, sel Th2, sel Tr1 (CD25+ Foxp3- ), dan T
regulatory (Treg, CD25+ Foxp3+ ).Stimulasi Th1 dengan IL-27 meningkatkan
produksi IL-10 dan memacu ekspresi IFNγ. Tr1 merupakan subset sel CD4+ yang
memproduksi IL-10 dalam kadar yang tinggi, IL-2 dalam kadar rendah, namun ia
tidak memproduksi IL-4 .Tr1 berkembang dari sel T naif di bawah pengaruh IL-
27. TGF-β menginduksi ekspresi IL-10. IL-2, suatu aktivator aktifitas supresif
oleh sel Treg, ternyata memacu produksi IL-10. IL-10 tidak hanya berasal dari
subset sel T namun juga dari hampir semua leukosit. Monosit/makrofag
merupakan sel sasaran utama dari efek inhibisi yang dimiliki oleh IL-10. IL-10
menghambat pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi dari monosit/makrofag,
dan hal ini akan menghambat sekresi TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, G-CSF, dan GM-
CSF.IL-10 juga menghambat presentasi antigen oleh monosit/makrofag. IL-10
menghambat proliferasi dan juga sintesis sitokin sel T CD4+ , termasuk produksi
IL-2 dan IFN-γ oleh Th1 dan IL-4 dan IL-5 oleh Th2.9(Nur et,2018).

3. Komunikasi antar sel imun


a. Jelaskan jenis-jenis komunikasi antar sel imun
Sel imun dapat saling berkomunikasi dengan cara: 1). Komunikasi melalui kontak
sel ke sel Kontak. sel ke sel adalah cara komunikasi antar sel. Permukaan
membran sel memiliki berbagai molekul. Molekul tertentu pada permukaan satu
sel berinteraksi dengan molekul tertentu di permukaan sel lain. 2). Komunikasi
melalui faktor yg disekresikan (sitokin dan kemokin) Adanya ikatan sitokin
dengan reseptor mempengaruhi fungsi sel pembawa reseptor. Jadi,
sitokin/kemokin bertindak sebagai messenger (pembawa pesan) antar sel.
Komunikasi secara langsung dapat terjadi akibat adanya interaksi secara langusng
antara molekul yang berada pada permukaan sel misalnya Ion-Channel-Linked
receptor, G-protein-Linked receptor dan Enzym- linked receptors. Sedangkan
komunikasi melalui faktor yang disekresikan diperantarai oleh sel pembawa pesan
(messenger) seperti sitokin. Sitokin in nanti akan mempengeruhi aktivitas dari sel
target.Komunikasi secara langsung melalui kontak sel ke sel bisa difasilitasi oleh
berbagai macam T cell Receptor yang diekspresikan oleh sel T. TCR digunakan
oleh sel T untuk mendapatkan informasi berupa antigen yang dipresentasikan oleh
MHC kelas I dan II. Respon dari sel T akan berbeda terhadap jenis MHC yang
dilekati. MHC kelas I akan menginduksi respon berupa sel T sitotoksi sedangkan
MHC kelas II akan menginduksi respon dari sel T helper. Sel T sitotoksik
memiliki reseptor permukaan sel berupa CD8+ yang berfungsi untuk mengenali
molekul MHC kelas I Bersama dengan antigen sedangkan sel T helper memeliki
CD8+ yang akan mengenali MHC kelas II beserta antigennya.Komunikasi secara
langsung juga bisa berjalan menggunakan sinapsis immunologi. Peristiwa
terbentuknya sinapsis immunologi ini akan terjadi pada saat APC bertemu dengan
sel target. APC dan sel target akan memebentuk daerah yang disebut dengan area
konski/junction. Area ini kemudian disebut dsengan supra- molecullar activation
complexes (SMAC). Struktur ini terdiri dari cincin konsentris berisi kelompok
protein yang terpisah disebut dengan bull’s eye model dari sinapsis imun. Central-
SMAC (c-SMAC) mengandung isoform protein kinase dari CD2, CD4, CD8,
CD28, Lck dan Fyn. Peripheral-SMAC mengandung lymphocyte function-
associated-1 (LFA-1) dan cytoskeletal protein yang disebut talin. Distal-SMAC
banyak mengandung molekul CD43 dan CD45. Pembentukan sinapsis dimulai
pada saat sel T bertemu drngan APC (MHC-peptide-complexes/ pMHC). Ikatan
antar TCR dan pMHC menuju ke tengah cincin LFA-1 dan juga interceluler
adhesion molecule 1 (ICAM-1) atau CD45. Interaksi ini selanjutnya menghasilkan
persinyalan antar sel berupa sitokin. CD4+ dari sel T sitotoksik dan sel APC akan
mengalami kematangan dan mempertahankan sinapsis imun sela.ma beberapa
jam. Informasi dari APC kemudian ditransfer antar sel melalui sekresi sitokin
didalam sinapsis. Sitokin tersebut nantinya akan berfungsi mengatur
mikroenviromental dari sel yang terdampak. Sitokin ini nantinya akan memicu
respon inflamsi maupun bersifat anti inflamasi tergantung sel pensekresi dan
targetnya.Pada komunikasi melalui faktor yg disekresikan (sitokin dan kemokin),
Sekresi sitokin dan komunikasi melalui synapseCD4+ T cell dan B cell akan
mencapai puncak kematangan dan mempertahankan immune synapse dalam
beberapa jam.Informasi ditransfer antar sel melalui komunikasi langsung atau
tidak langsung yang kemungkinan terjadi pada semua tahap pembentukan IS. •
Dilanjutkan dengan sekresi sitokin ke dalam synaps. Sel dendritik membentuk
immune-synapse dengan sel T akan mempolarisasi MTOC (microtubule
organizing center ) untuk mensekresi IL-12 yang diarahkan pada sinaps.
b. Jelaskan bagaimana sel B dan sel T saling berkomunikasi
Sel B akan menghasilkan antibodi atau immunoglobulin untuk melawan antigen
asing apabila telah teraktivasi didalam jaringan limfa. Proses aktivasi
immunoglobulin diperantarai oleh sel T yang sudah berikatan Meskipun menjadi
salah satu penyebab dalam pembentukan kanker, apoptosis dapat menjadi salah
satu target terapi terbaik untuk kanker hal tersebut karena mekanisme apoptosis
dinilai mempunyai efek samping yang lebih aman terhadap sel daripada nekrosis
hal tersebut dikarenakan sel yang mengalami apoptosis tidak mengeluarkan
protoplasma ke jaringan. Selain itu sel apoptosis akan secara cepat difagositosis
oleh sel imunitas disekitarnya dan sel terdampak dalam fagositosi tidak
menghasilkan sitokin anti inflamasi. Mekanisme tersebut menyebabkan apoptosis
menjadi agen terapi dari kanker yang lebih baik daripada nekrosis. Nekrosis
secara negatif memacu inflamasi substansial yang tidak hanya merusak sel
terdampak tapi juga sel dan jaringan sekitar secara sistemik (Elmore, 2007).
dengan APC disebut dengan T cell dependent response. Sel T yang teraktivasi
akan menghasilkan bebrapa interleukin seperti IL-2, IL-4 dan IL-5 yang juga
secara langsung mengaktivasi sel B melalui direct intercellular contact. Resting B
cell bersikulasi di dalam pembuluh pembuluh darah bergerak menuju organ
lymphoid sekunder untuk menangkap antigen. Sel B ini mempunyai
immunoglobulin spesifik akan masuk kedalam area darah dan bermigrasi
menembus sel endotel yang banyak mengandung sel T pada area paracortical atau
paracortex oleh kemoatraktan. Area tersebut banyak sel dendritik yang sudah
mempresentasikan antigen kepada CD4 sel T. sel T yang teraktivasi akan
menginduksi sel B bergerak ke arah folikel sel B. dalam folikel, sel B akan
berinteraksi dengan sel denritik yang akan menginduksi proliferasi dan
diferensiasi sel B. interaksi ini mengakibatkan terbentuknya germinal center
merupakan struktur sementara yang terbentuk dalam organ limfoid sekunder
dalam merespon antigen tergantung pada sel T. proliferasi dari sel B akan
mengakibatkan menurunnya sel T sehingga menyebabkan timbulnya dark zone
pada area terdampak. Sel B dewasa akan bergerak menuju light zone yang
mengandung folikel sel dendritik. Pada area ini terjadi penggantian antara IgM
menjadi IgG atau immunoglobulin lainnya.

4. Dasar molekuler apoptosis


a. Jelaskan peran apoptosis pada penyakit
Apoptosis (dari bahasaYunani apo ="dari"dan ptosis ="jatuh") adalah salah satu
mekanisme biologi yang terprogram. Apoptosis digunakan
oleh organisme multisel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh
tubuhApoptosis adalah suatu seluler proses yang diatur langsung oleh kondisi
fisiologis dan pathologis tubuh. Terjadinya apoptosis merupakan suatu aktivitas
dari faktor kematian yang telah diprogram sel untuk menjaga kondisi homeostasis
dari lingkungan sel itu sendiri. Ketidak seimbangan dari proses apoptosis dapat
menimbulkan berbagai macam penyakti pada tubuh. Meningkatnya laju apoptosis
pada tubuh dapat menyebabkan penyakit degenerative sedangkan apabila laju
apoptosis berada dibawah garis normal akan menyebabkan pertumbuhan sel yang
tidak terbatas hingga menjadi tumor dan kanker.apoptosis dapat diinduksi dari 2
macam jalur (ekstrinsik dan instrinsik) dan menghasilkan sitokin yang berperan
dalam kematian sel sehingga terjadinya mutasi pada gen- gen pembentuk protein
yang dapat menyebabkan terjadinya sel yang bersifat kekal. Transformasi dari sel
normal menuju sel immortal ini nantinya akan mengarahkan sel bertransformasi
menjadi tumor bahkan kanker (Wong, 2011).
b. Jelaskan mekanisme lengkap apoptosis jalur intrinsic
Jalur ini terjadi karena adanya permeabilitas mitokondria dan pelepasan molekul
pro-apoptosis ke dalam sitoplasma, tanpa memerlukan reseptor kematian. Faktor
pertumbuhan dan sinyal lainnya dapat merangsang pembentukan protein
antiapoptosis Bcl2 yang berfungsi sebagai regulasi apoptosis. Protein anti-
apoptosis utama (Bcl-2 dan Bcl-x ) pada keadaan normal terdapat pada membran
mitokondria dan sitoplasma. Saat terjadi stress mitokondria Bcl-2 dan Bcl-x
hilang dari membran mitokondria dan digantikan oleh pro-apoptosis protein (Bak,
Bax, Bim).Saat kadar Bcl-2 dan Bcl-x turun, permeabilitas membran
mitokondria naik, terjadi pelepasan sitokrom c (protein yang diperlukan untuk
proses respirasi mitokondria) dari intermembran mitokondria, beberapa protein
dapat mengaktifkan cascade caspade.
Protein capcase 8 akan memotong Bid, Bid yang terpotong pada bagian ujungnya
akan menginduksi insersi Bax dalam membran mitokondria dan melepaskan
molekul pro-apoptosis (sitokrom c, Samc/Diablo, Apoptosis Inducing Factor
(AIF), dan omi/Htr2. Di dalam sitosol dan dengan adanya dATP, sitokrom c
berikatan dengan protein APAF-1 ( apoptosis activating factor-1) dan mengativasi
caspase 9. Kompleks sitokrom c, APAF-1 dan caspase 9 disebut apoptosom.
Caspase 9 (caspase inisiator) akan mengaktifkan downstream procaspase 3.
Protein caspase 3 yang aktif memecah berbagai substrat diantaranya :
enzim DNA repair seperti poly-ADP Ribose Polymerase (PARP),DNA protein
kinase yaitu protein struktural seluler dan nukleus,lamina nukleus,aparatus
mitotik inti’,aktin,endonuklease seperti Caspase-Activated Deoxyribonuklease
Inhibitor (ICAD).Caspase 3 juga mampu mengaktifkan procaspase 6 dan
procaspase 7 yang memberikan amplifikasi terhadap kerusakan sel.Perubahan
membran terjadi saat caspase 3 memecah gelsolin, suatu protein yang terlibat
dalam pemeliharaan morfologi sel. Gelsolin yang terpecah akan membelah
filamen aktin di dalam sel. Caspase 3 juga mengaktivasi kinase yang disebut p21-
activated kinase 2 (PAK 2) melalui proteolisis. PAK2 termasuk protein yang
dibutuhkan dalam membentuk apoptotic body.Sitoplasma mengandung IAPS
(Inhibitors of Apoptosis) yang berikatan dg caspase dan menginaktivasi
caspases.Di dalam MOMP (mitochondrial outer membrane permeabilization)
mitokondria juga melepaskan protein seperti DIABLO/SMAC (Direct IAP-
binding protein with low PI atau dikenal dengan SMAC) yang berikatan dengan
IAPS dan removing penghambatan apoptosis sehingga apoptosis
terjadi.(Haanen,1995)

Gambar mekanisme Apoptosis jalur Intrinsik

Daftar Pustaka
Kindt TJ, Goldby RA, Osbrne BA, and Kuby J, 2007. Immunology.
Mak TW and Jett BD, 2014. Primer to The Immune System : Antigen Processing
and Presentation, Chapter 7. p: 161-179.
Redford PS, Murray PJ. O’ga A.The Role of IL10 in Immune Regulation during
M. Tuberculosis Infection.Mucosal Immunology. Nature Publishing Grup. 2011.
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K. and Walter, P. 2002.
Molecular Biology of the Cell. 4th edition. New York: Garland Science. T Cells
and MHC Proteins. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK26926/
Camus, A. 2014. Antigen Processing and Presentation. Primer to the Immune
Response. Chapter 7. Pages 161–179. doi:10.1016/b978-0-12-385245-8.00007-8
Elmore, S. 2007. Apoptosis: a review of programmed cell death. Toxicologic
pathology. Vol 35(4).Pages: 495–516. https://doi.org/10.1080/01926230701320337.
Green, D. R., & Llambi, F. 2015. Cell Death Signaling. Cold Spring Harbor
perspectives in biology. vol 7(12), a006080.
https://doi.org/10.1101/cshperspect.a006080N
Cleavage by Caspase 8 and Mitochondrial Membrane Association Activate the
BH3- only Protein Bid during TRAIL-induced Apoptosis. The Journal of
biological chemistry. Vol 291(22). Pages: 11843–11851.
https://doi.org/10.1074/jbc.M115. 711051.
Wong R. S. (2011). Apoptosis in cancer: from pathogenesis to treatment. Journal
of experimental & clinical cancer research: CR. Vol 30(1), page 87.
https://doi.org/10.1186/1756-9966- 30-87
Jurnal : Apoptosis and inflammation(Haanen, C, 1995)

Anda mungkin juga menyukai