Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FARMAKOLOGI

“Antelmintika”

Disusun Oleh :

1. Nurhikmah (14330044)
2. Asri Oktafiyani (14330057)
3. Rahayu kusumaningrum (14330060)
4. Dwi Fatimah (14330063)
5. Sang Ayu Hutami Putri Wibmantari (17330743)
6. Ida Apriyani (17330746)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan nikmat-Nya makalah ini dapat
diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fitokimia. Di dalam makalah ini
berisi tentang “Antelmintika”. Penulis menyadari bahwa apa yang tertuang di dalam makalah ini
masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penulisan, segi redaksional maupun segi pengkajian
dan pemilihan bahan literatur sebagai landasan teori. Keadaan tersebut disebabkan adanya
keterbatasan dalam diri penulis sendiri.
Penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Penulis
ucapkan terima kasih bagi mereka yang telah memberikan bantuan dan pengarahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
Tegur sapa serta kritik membangun penulis terima dengan senang hati demi perbaikan di
masa depan.

Jakarta, Mei 2018

Penulis

Antelmintika | ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULAN.................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................................2
BAB II ISI.......................................................................................................................................3
2.1 Pembahasan............................................................................................................................3
A. Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan)...................................................................................3
B. Epidemiologi Dari Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan).....................................................4
C. Jenis-Jenis Parasit Cacing pada Manusia............................................................................5
D. Obat-Obat Untuk Pengobatan Parasit Cacing pada Manusia............................................15
BAB III PENUTUP......................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................23

Antelmintika | iii
BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang


Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam
tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar dan menjangkiti
banyak manusia di dunia. Sampai saat ini penyakit infeksi cacing masih tetap merupakan
masalah karena kondisi sosial dan ekonomi di beberapa bagian dunia serta perlu penanganan
serius, terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita kecacingan.
Kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berhubungan lingkungan, karena sumber
penyakit ini dapat ditularkan melalui tanah atau disebut Soil Transmitted Helminths. Infeksi
cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti lebih dari 2
miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih spesifik dangan
kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini masih tetap merupakan salah satu masalah antara
lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang
dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara
dapat menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi.
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu nematoda, trematoda, dan
cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan pada target metabolik yang
terdapat dalam parasit tetapi tidak mempengaruhi atau berfungsi lain untuk pengguna.
Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing) adalah obat
yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini termasuk
semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemik
yang membasmi cacing serta larvanya, yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh. Banyak
antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing, jadi tidak mematikannya.
Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi atau sisa–sisa cacing mati dapat
menimbulkan reaksi alergi, maka harus dikeluarkan secepat mungkin.
Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan
diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan antelmintik diberikan secara
oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa senyawa antelmintik yang lama, sudah

Antelmintika | 1
tergeser oleh obat baru seperti Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole, Tiabendazole,
dan sebagainya. Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah yang dimaksud dengan infeksi parasit cacing (kecacingan) ?
b. Bagaimanakah epidemiologi dari infeksi parasit cacing (kecacingan) ?
c. Apa sajakah jenis-jenis parasit cacing pada manusia?
d. Apa sajakah obat-obat untuk pengobatan parasit cacing pada manusia?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infeksi parasit cacing (kecacingan)
b. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari infeksi parasit cacing (kecacingan)
c. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis parasit cacing pada manusia
d. Untuk mengetahui apa saja obat-obat untuk pengobatan parasit cacing pada manusia

Antelmintika | 2
BAB II
ISI

2.1 Pembahasan
A. Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan)
 Infeksi Parasit Cacing
Cacing parasit adalah cacing yang hidup sebagai parasti organisme lain, baik hewan
maupun manusia. Mereka adalah organisme yang hidup dan makan pada tubuh yang
ditumpangi serta menerima makanan dan perlindungan sementara menyerap nutrisi tubuh
yang ditumpangi. Penyerapan ini menyebabkan kelemahan dan penyakit. Penyakit yang
diakibatkan oleh cacing parasit biasanya disebut secara umum sebagai cacingan. Caring
parasit umumnya merupakan anggota Castoda, Nematoda dan Trematoda.
 Inang, Vektor Dan Parasit
Merupakan hal yang berkaitan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya
sehingga muncul aspek infeksi, dalam infeksi parasit cacing terdapat tiga aspek yang saling
terkait, diantaranya ;
a. Inang
Inang dalam biologi adalah organisme yang ditumpangi oleh parasit yang disebut
inang, atau organisme yang menampung virus, parasit, patner mutualisme atau partner
komensalisme, umunya dengan menyediakan makanan dan tempat berlindung.
Contohnya suatu sel dapat menjadi inang bagi virus, gulma dapat menjadi inang bagi
bakteri pengikat nitrogen dan hewan dapat menjadi inang bagi cacing parasitik seperti
nematoda.
b. Vektor
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tapi menyebarkan
dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain. berbagai jenis nyamuk, sebagai
contoh berperan sebagai vektor penyakit malaria yang mematikan. Pengertian
tradisional dalam kedokteran ini sering disebut vektor biologi dalam epidemiologi dan
pembicaraan umum.
c. Parasit
Parasit adalah hewan renik yang dapat menurunkan produktivitas hewan yang
ditumpanginya. Parasit dapat menyerang manusia dan hewan, seperti menyerang kulit
manusia. Parasitoid adalah parasit yang mengggunakan jaringan organisme lain untuk
kebutuhan nutrisi mereka sampai orang yang ditumpangi meninggal karena kehilangan
jaringan atau nutrisi yang dibutuhkan. Parasitoid juga diketahui sebagai necrotroph.

Antelmintika | 3
B. Epidemiologi Dari Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan)
Cacingan, salah satu penyakit yang tergolong tinggi kejadiannya. Penyebab hewan parasit
berukuran mikro yang mengambil makanan dari usus yang berisi banyak sari makanan.
Cacing masuk ketubuh dalam fase larva merupakan penyakit endemis dan kronis yang bisa
meningkatkan tajam pada waktu musim hujan dan banjir.
Larva cacing biasanya menyebar keberbagai tubuh melalui dua jalan yakni mulut saat
makan makanan yang tidak dicuci bersih dan dimasak setelah terkontaminasi lalat yang
membawa larva cacing, serta lewat pori – pori saat anak tak memakai alas kaki ketika
berjalan ditanah. Lewat cara ini larva masuk kepembuluh darah dan sampai ditempat yang
memungkinkan perkembangannya seperti diusus, paru-paru hati dsb.
Perkembangannya membutuhkan waktu 1-3 minggu ditubuh manusia. Tahapan
selanjutnya penderita biasanya kondisi gizi menurun sehingga kesehatan mereka terganggu.
Bila dibiarkan terlihat kulit anak pucat, tubuh makin kurus serta perut membuncit karena
kekurangan protein. Pada kondisi sangat berat, cacingan bisa menimbulkan peradangan pada
pari – paru yang ditandai dengan batuk dan sesak, sumbatan di usus, gangguan hati, kaki
gajah, dan perforasi usus. Pada keadaan ini obat cacing tidak lagi membantu secara optimal.
Cacingan banyak didapati pada daerah dimana kondisi kebersihannya dibawah standar.
Cacing penyebab penyakit ini antara lain cacing gelang banyak ditemukan di daerah
tropis berkelembapan tinggi. Cacing ini hidup diusus halus dan hanya hidup didalam tubuh
manusia. Selain cacing gelang ada juga cacing cambuk yang banyak di temukan didaerah
tropis. Perbedaannya adalah tempat hidupnya yang lebih sering di usus besar dan sering
dikaitkan dengan penyakit usus buntu pada anak. Jenis lainnya cacing tambang sebagai jenis
terbanyak ditemukan penyebarannya di seluruh duinia, biasannya masuk melalui pori – pori
lewat tanah dan dipinjak, kemudian cacing kremi sering menimbulkan gatal pada daerah anus
serta cacing pita yang siklus hidupnya sedikit berbeda karena hidup ditubuh hewan seperti
sapi, babi dan menyebar lewat konsumsi daging yang tidak dimasak secara benar.

 Parasit Cacing Pada Manusia


Cacing yang merupakan parasit manusia dibagi dalam 2 kelompok, yakni ;
a. Nematoda.
Ciri – cirinya bertubuh bulat, tidak bersegmen memiliki rongga tubuh dengan saluran
cerna dan kelamin terpisah. Infeksi cacing ini disebut ancylostomiasis (cacing tambang),
trongyloidiasis, oxyuriasis ( cacing kremi ), ascariasis (cacing gelang), dan trichuriasis
(cacing cambuk).
b. Platyhelmintes.
Ciri – cirinya bentuk pipih, tidak memiliki rongga tubuh dan berkelamin ganda. Cacing
yang termasuk golongan ini adalah cacing pita (cestoda) dan cacing pipih (trematoda).

Antelmintika | 4
C. Jenis-Jenis Parasit Cacing pada Manusia
a. Nematoda
Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran
cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari
beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus biasanya matang dalam
usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng
pemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan
darah, iritasi dan alergi.
Soil Transmitted Helminths (STHs) adalah kelompok parasit golongan nematoda usus
yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan telur cacing atau
larva yang berkembang di dalam tanah dengan kondisi yang hangat dan lembab dan
umumnya terjadi pada negara-negara dengan iklim tropis dan subtropis. STHs merupakan
cacing yang perkembangannya berada di luar tubuh manusia atau berada di tanah dan
dominan terjadi di daerah-daerah terpencil dengan kebersihan dan sanitasi yang kurang
memadai di negara-negara berkembang. STHs merupakan kelompok cacing nematoda
yang membutuhkan tanah untuk pematangan telur atau larva yang tidak infektif menjadi
telur atau larva yang infektif.
- Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides dan tidak ada hospes
perantara. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Parasit ini ditemukan kosmopolit
terutama di daerah tropis. Cacing ini merupakan cacing terbesar di antara golongan nematoda
lainnya, berbentuk silindris dengan ujung anterior lancip dimana anteriornya memiliki tiga
bibir, badan cacing berwarna kuning kecoklatan yang diselubungi lapisan kutikula bergaris
halus (Palgunadi, 2010). Cacing betina panjangnya 20-35 cm, ujung posterior membulat dan
lurus, 1/3 anterior dari tubuh ada cincin kopulasi. Cacing jantan panjangnya 15-31 cm, ujung
posterior lancip melengkung ke ventral, dilengkapi papil kecil dan 2 spekulum. Telur
memiliki 4 bentuk yaitu telur yang dibuahi, tidak dibuahi, matang dan dekortikasi.
Di tanah dalam kondisi yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif
dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia akan menetas
menjadi larva di usus halus yang akan menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau
saluran limfa kemudian dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru.
Setelah itu melalui dinding alveolus masuk ke rongga alveolus, lalu naik ke trachea melalui
bronchiolus dan broncus. Dari trachea, larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan
rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam oesofagus menuju usus halus untuk
tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan
sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa. Prevalensi askariasis di Indonesia cukup tinggi,
terutama pada anak-anak. Frekuensinya antara 60-90%. Kebiasaan memakai feses sebagai
pupuk dapat mendukung proses penularan askariasis. Telur cacing ini banyak ditemukan
pada tanah liat dengan suhu yang berkisar antara 25°-30°C. Telur matang (bentuk infektif)
dapat bertahan lama di tanah dan media tanah merupakan cara penularan yang paling efektif.
Antelmintika | 5
Gejala klinis askariasis diklasifikasikan menjadi gejala akut yang berhubungan dengan
migrasi larva melalui kulit dan viseral, serta gejala akut dan kronik yang disebabkan oleh
infeksi parasit di saluran pencernaan oleh cacing dewasa. Gejala klinis oleh larva Ascaris
lumbricoides biasanya terjadi pada saat di paru (Magdalena & Hadidjaja, 2005). Gejala klinis
oleh cacing dewasa tergantung pada jumlah cacing dan keadaan gizi penderita. Umumnya
hanya infeksi dengan intensitas yang sedang dan berat pada saluran pencernaan yang dapat
menimbulkan gejala klinis. Cacing dewasa Ascaris lumbricoides yang terdapat dalam jumlah
banyak pada usus halus dapat menyebabkan distensi abdomen dan nyeri abdomen.

Telur dan Cacing Ascaris lumbricoides


- Cacing cambuk (Trichuris trichiura)
Manusia merupakan hospes dari cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut
trikuriasis. Cacing ini bersifat kosmopolit, terutama ditemukan di daerah panas dan lembab
seperti Indonesia. Trichuris trichiura betina memiliki panjang sekitar 5 cm dan yang jantan
sekitar 4 cm. Hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa
usus. Telur cacing berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan
semacam tonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning -
kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama
feses, kemudian menjadi matang dalam waktu 3–6 minggu di dalam tanah yang lembab.
Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif.
Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes),
kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Setelah
dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan sekum. Masa
pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa dan siap bertelur sekitar 30-90
hari. Prevalensi trikuriasis di beberapa daerah pedesaan di Indonesia berkisar antara 30-90%.

Banyak penderita trikuriasis tidak memiliki gejala dan hanya didapati keadaan eosinofilia
pada pemeriksaan darah tepi. Pada trikuriasis, inflamasi pada tempat perlekatan cacing

Antelmintika | 6
dewasa dalam jumlah besar dapat menyebabkan kolitis. Kolitis akibat trikuriasis kronis dapat
menyebabkan nyeri abdomen kronis, diare, anemia defisiensi besi.

Telur dan Cacing Trichuris trichiura


- Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator Americanus)
Hospes parasit ini adalah manusia dan menyebabkan penyakit nekatoriasis dan
ankilostomiasis. Penyebaran cacing ini terjadi pada tempat dengan keadaan yang sesuai,
misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale adalah dua spesies cacing tambang. Habitatnya ada di rongga usus halus. Cacing
betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa
berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Dalam daur
hidupnya, telur cacing akan keluar bersama feses. Setelah 1-1,5 hari di dalam tanah, telur
tersebut menetas menjadi larva rabditiform.
Kemudian setelah 3 hari, larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus
kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang besarnya kira-kira
60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Larva rabditiform memiliki
panjang ±250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya ±600 mikron. Setelah
menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru, kemudian menembus
pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan
dan masuk ke dalam usus halus menjadi cacing dewasa.
Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan,
khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung
berhubungan dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%. Untuk menghindari infeksi,
antara lain ialah dengan memakai alas kaki berupa sandal atau sepatu.
Ankilostomiasis dan nekatoriasis dapat menimbulkan gejala akut yang berhubungan
dengan migrasi larva melalui kulit dan viseral, serta gejala akut dan kronik yang disebabkan
oleh infeksi parasit di saluran pencernaan oleh cacing dewasa. Larva filariform (larva
stadium tiga) yang menembus kulit dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan sindrom
kutaneus berupa ground itch, yaitu eritema dan papul lokal yang diikuti dengan pruritus
pada tempat larva melakukan penetrasi. Setelah melakukan invasi pada kulit, larva tersebut
bermigrasi ke paru-paru dan menyebabkan pneumonitis. Manusia yang belum pernah
terpapar dapat mengalami nyeri epigastrik, diare, anoreksia dan eosinofilia selama 30-45
hari setelah penetrasi larva yang mulai melekat pada mukosa usus halus.

Antelmintika | 7
Gejala klinis yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa disebabkan karena
kehilangan darah sebagai akibat dari invasi dan perlekatan cacing tambang dewasa pada
mukosa dan sub-mukosa usus halus. Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta
keadaan gizi penderita (Fe dan protein). Pada kasus dengan infeksi berat, anemia yang
disebabkan oleh cacing tambang dapat menyebabkan gagal jantung kongestif.

Telur dan Larva Cacing Tambang


b. Platyhelmintes
Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan helminthes =
cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum Platyhelminthes terdiri dari sekitar
13,000 species, terbagi menjadi tiga kelas; dua yang bersifat parasit dan satu hidup bebas.
Planaria dan kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria. Cacing hati adalah
parasit eksternal atau internal dari Kelas Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal
dari kelas Cestoda. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau
sebagai parasit di dalam tubuh organisme lain. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah
di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang
parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau
manusia.
Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh
Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3 cm),
Bipalium yang hidup di balik lumut lembab (panjang mencapai 60 cm), Clonorchis
sinensis, cacing hati, dan cacing pita.
Struktur Tubuh
Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan
aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat
dibedakan antara ujung anterior dan posterior. Lapisan tubuh tersusun dari 3 lapis
(triploblastik aselomata) yaitu ektoderm yang akan berkembang menjadi kulit, mesoderm
yang akan berkembang menjadi otot – otot dan beberapa organ tubuh dan endoderm yang
akan berkembang menjadi alat pencernaan makanan.
Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuhnya. Sistem pencernaan
terdiri dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus), usus bercabang-cabang ke seluruh tubuhnya.
Platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah (sirkulasi) dan alat ekskresinya
berupa sel-sel api. Kelompok Platyhelminthes tertentu memiliki sistem saraf tangga tali.
Sistem saraf tangga tali terdiri dari sepasang simpul saraf (ganglia) dengan sepasang tali saraf
Antelmintika | 8
yang memanjang dan bercabang-cabang melintang seperti tangga. Organ reproduksi jantan
(testis) dan organ betina (Ovarium). Cacing pipih dapat bereproduksi secara aseksual dengan
membelah diri dan secara seksual dengan perkawinan silang, platyhelminthes terdapat dalam
satu individu sehingga disebut hewan hermafrodit.

Klasifikasi
Filum Platyhelminthes terbagi menjadi tiga kelas, yaitu:
 Turbellaria (berambut getar)
Contoh: Planaria sp
 Trematoda (cacing hisap)
Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)
 Cestoda (cacing pita)
Contoh: Taenia solium, Taenia saginata

1. Turbellaria (cacing berambut getar)


Keberadaan: 4000+ spesies di seluruh dunia; hidup di batu dan permukaan sedimen di air,
di tanah basah, dan di bawah batang kayu. Hampir semua Turbellaria hidup bebas (bukan
parasit) dan sebagian besar adalah hewan laut.
Kebanyakan turbellaria berwarna bening, hitam, atau abu-abu. Namun, beberapa spesies
laut, khususnya di turumbu karang, memiliki corak warna lebih cerah. Panjang mulai kurang
dari 1 mm hingga 50 cm. Spesies terbesar bertubuh seperti kertas.

Planaria sp
Cacing ini dipakai sebagai contoh yang mewakili anggota kelas Turbellaria pada
umumnya. Anggota genus Dugesia, yang umumnya dikenal sebagai Planaria, berlimpah
dalam kolam dan aliran sungai yang tidak terpolusi. Planaria mempunyai kebiasaan
berlindung di tempat-tempat yang teduh, misalnya di balik batu-batuan, di bawah daun yang
jatuh ke dalam air. Bentuk tubuh anggota ini adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala
yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk meruncing yang
panjang tubuh sekitar 5-25 mm.
Planaria memangsa hewan yang lebih kecil atau memakan hewan-hewan yang sudah
mati. Planaria dan cacing pipih lainnya tidak memiliki organ yang khusus untuk pertukaran
gas dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih itu menempatkan semua sel-sel berdekatan
dengan air sekitarnya, dan percabangan halus rongga gastrovaskuler mengedarkan makanan
ke seluruh hewan tersebut.
Sistem saluran pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring, oesofagus, dan usus.
Mulut, terletak di bagian ventral dari tubuh, yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan agak ke
arah ekor. Lubang mulut ini dilanjutkan oleh kantung yang bentuknya silindris memanjang
yang disebut rongga mulut (Faring). Oesofagus merupakan persambungan daripada faring

Antelmintika | 9
yang langsung bermuara kedalam usus; ususnya bercabang tiga, yaitu menuju ke arah
anterior, sedang yang dua lagi sejajar menuju ke arah posterior.
Seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, Planaria juga belum mempunyai alat
pernafasan yang khusus. Pengambilan O2 maupun pengeluaran CO2 secara osmosis langsung
melalui seluruh permukaan tubuh.
Sistem ekskresi terdiri dari 2 tabung ekskresi longitudinal yang mulai dari sel-sel nyala
(flame cells) yang di bagian anteriornya berhubungan silang. Seluruh sistem ini terbuka ke
luar melalui porus ekskretorius. Flame cells atau sel-sel api berfungsi sebagai alat ekskresi
yang membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa metabolisme dan juga sebagai alat
osmoregulasi dalam arti ikut membantu mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air di dalam
tubuh, sehingga nilai osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran normal.
Sistem saraf terdiri dari 2 batang saraf yang membujur memanjang, yang di bagian
anteriornya berhubungan silang, dan 2 ganglion anterior yang terletak dekat di bawah mata.
Ganglion berfungsi sebagai otak dalam arti bertindak sebagai pusat susunan saraf serta
mengkoordinir aktivitas-aktivitas anggota tubuh. Seonggok ganglion tersebut letaknya di
bagian kepala persis di bawah lapisan epidermis agak di sebelah bintik mata. Ganglion ini
karena terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai otak maka biasa disebut ganglion
kepala atau ganglion cerebral. Dari ganglin cerebral ini keluarlah cabang-cabang urat saraf
secara radier menuju ke arah lateral, anterior, dan pasterior. Cabang anterior menuju ke
bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat indera cemoreseptor, sedangkan cabang
posterior ada satu pasang kanan kiri yang saling bersejajar yang membentang di bagian
ventral tubuh yang disebut tali saraf.
Planaria sudah mempunyai alat indera yang berupa bintik mata, dan indera aurikel, yang
kedua-duanya terletak di bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang terletak di
bagian dorsal daripada bagian kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari sel-sel pigmen
yang tersusun dalam bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel saraf sensorik yang
sangat sensitif terhadap sinar. Bintik mata itu sekedar dapat membedakan gelap dan terang
saja.

Planaria bersifat hermafrodit, terdapat alat kelamin jantan dan betina.


Alat kelamin jantan terdiri dari;
1. Testis, yang berjumlah ratusan, berbentuk bulat tersebar di sepanjang sisi tubuh
keduanya.
2. Vasa eferensia, yang merupakan pembuluh yang menghubungkan testis dengan
bagian pembuluh lainnya.
3. Vasa deferensia, merupakan pembuluh berjumlah dua buah yang masing-masing
membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling bertemu dan bermuara ke
dalam suatu kantung yang disebut vesiculus seminalis.
4. Vesiculus seminalis, berfungsi untuk menampung sperma dan menyalurkan sperma
menuju ke penis.

Antelmintika | 10
5. Penis, yang merupakan alat pentransfer ke tubuh waktu mengadakan kopulasi pada
perkawinan silang.

Sistem alat kelamin betina terdiri dari atas bagian-bagian seperti berikut:
1. Ovari, berjumlah dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
2. Oviduct, dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior sebuah saluran yang
disebut oviduct (saluran telur). Antara saluran telur kanan dan kiri saling bersejajar
yang masing-masing dilengkapi dengan kelenjar yang menghasilkan kuning telur.
3. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel telur
bila telah diproduksi oleh ovarium.
4. Vagina, merupakan suatu aliran yang berfungsi untuk menerima transfer
spermatozoid dari cacing planaria lain.
5. Uterus, merupakan ruangan yang bentuknya menggelembung yang berfungsi untuk
menyimpan spermatozoid. Uterus juga biasa disebut receptaculus seminalis.
6. Genital atrium (ruang genitalis) yaitu muara antara kedua buah saluran telur.
7. Planaria berkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual. Planaria akan
menghindarkan diri bila terkena sinar yang kuat, oleh karena itu pada siang hari
cacing itu melindungkan diri di bawah naungan batu-batu atau daun atau di bawah
objek yang lain. Pada waktu istirahat biasanya Planaria melekatkanatau menempelkan
diri pada suatu objek dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
lendir. Planaria melakukan dua macam gerak, yaitu gerak merayap dan meluncur.

2. Trematoda (cacing hisap)


Keberadaan: 12000 spesies di seluruh dunia; hidup di dalam atau pada tubuh hewan lain.
Semua cacing hisap adalah parasit, berbentuk silinder atau seperti daun. Panjang berkisar 1
cm hingga 6 cm. Cacing ini memiliki penghisap untuk menempelkan diri ke organ internal
atau permukaan luar inangnya, dan semacam kulit keras yang membantu melindungi parasit
itu. Organ reproduksinya mengisi hampir keseluruhan bagian interior cacing hisap.
Sebagai suatu kelompok, cacing trematoda memparasiti banyak sekali jenis inang, dan
sebagian besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan adanya pergiliran tahap
seksual dan aseksual. Banyak trematoda memerlukan suatu inang perantara atau intermediet
tempat larva akan berkembang sebelum menginfeksi inang terakhirnya (umumnya
vertebrata), tempat cacing dewasa hidup. Sebagai contoh, trematoda yang memparasati
manusia menghabiskan sebagian dari sejarah hidupnya di dalam bekicot.
Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan
pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi
permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Trematoda tidak mempunyai rongga badan dan semua organ berada di dalam jaringan
parenkim. Tubuh biasanya pipih dorsoventral, dan biasanya tidak bersegmen dan seperti
daun. Mereka mempunyai dua alat penghisap, satu mengelilingi mulut dan yang lain berada

Antelmintika | 11
di dekat pertengahan tubuh atau pada ujung posterior. Alat penghisap yang kedua disebut
asetabulum karena bentuknya mirip dengan mangkuk cuka.
Dinding luar atau tegumen trematoda adalah kutikula yang kadang2 mengandung duri
atau sisik. Sistem pencernaan makanan sangat sederhana. Terdapat mulut pada ujung
anterior, yang dikelilingi oleh sebuah alat penghisap. Makanan dari mulut melalui farings
yang berotot ke esofagus dan kemudian ke usus, yang terbagi menjadi dua sekum yang
buntu. Sekum ini kadang2 bercabang, dan percabangan ini kadang-kadang sedikit rumit.
Kebanyakan trematoda tidak mempunyai anus, dengan demikian sisa bahan makanan harus
diregurgitasikan.
Sistem saraf adalah sederhana. Cincin dari serabut saraf dan ganglia mengelilingi
esofagus, dan dari sini saraf berjalan ke depan dan belakang. Biasanya, sebatang saraf
berjalan kebelakang pada setiap sisi, dan saraf-saraf bertolak dari sini menuju ke berbagai
organ.
Trematoda tidak mempunyai sistem peredaran darah. Sistem ekskresi tersusun dari
sebuah kandung kemih posterior. Sebuah sistem percabangan dari tabung pengumpul yang
masuk ke dalam kandung kemih, dan sebuah sistem sel-sel ekskresi yang terbuka ke dalam
saluran pengumpul tersebut. Tidak terdapat organ ekskresi yang terlepas, sel-sel ekskresi
ditempatkan secara strategis di seluruh tubuh. Sel ekskresi terdiri dari sebuah sitoplasma
basal yang berisi inti dan sebuah vakuola berisi seberkas silia ynag terbuka secara tetap ke
dalam saluran pengumpul.
Sistem reproduksinya kompleks. Sebagian besar dari trematoda adalah hermafrodit,
mempunyai organ jantan dan betina. Tetapi pembuahan silang merupakan hal yang biasa, dan
pembuahan sendiri tidak umum. Pembuahan biasanya uterus, sperma melewati sirus dari satu
cacing ke uterus cacing lain.

Siklus Hidup Trematoda


a. Clonorchis sp (cacing hati pada manusia)
Zygot Larva Myrasidium Sporosit Redia Sercaria Metacercaria Cacing dewasa.
Keterangan:
1. Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
2. Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke inang perantara 1,
biasanya adalah siput
3. Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis menjadi sporosit
4. Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan tumbuh menjadi Redia
5. Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang menjadi
Sercaria
6. Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada tumbuhan air
membentuk kista metasercaria
7. Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka kista akan
berkembang menjadi cacing hati dewasa.

Antelmintika | 12
b. Fasciola hepatica (cacing hati pada domba)
Zygot Larva Myrasidium Sporosit Redia Sercaria Metacercaria Cacing dewasa.
Keterangan:
1. Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
2. Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke inang perantara
1, biasanya adalah siput
3. Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis menjadi sporosit
4. Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan tumbuh menjadi
Redia
5. Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang menjadi
Sercaria
6. Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada tumbuhan air
membentuk kista metasercaria.
7. Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka kista akan
berkembang menjadi cacing hati dewasa

3. Cestoda (cacing pita)


Keberadaannya: 3500 spesies di seluruh dunia; hidup sebagai parasit dalam tubuh hewan.
Contoh cacing pita adalah Taenia solium dan Taenia saginata yang parasit pada orang.
Taenia terdiri dari sebuah kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah ruas, yang sama disebut
disebut proglotid. Pada kepala terdapat alat hisap dan jenis Taenia solium mempunyai kait
(rostellum) yang sangat tajam yang mengunci cacing itu ke lapisan intestinal inang. Di
belakang scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh yang akan menghasilkan proglotid
baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi besar. Panjang tubuh cacing pita mencapai 2 m.
Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina
(ovarium).Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri. Proglotid yang dibuahi terdapat di
bagian posterior tubuh cacing. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari
tubuh inang utama bersama dengan tinja dengan membawa ribuan telur. Jika termakan
hewan lain, telur akan berkembang dan memulai siklus hidup barunya. Cacing pita tidak
memiliki saluran pencernaan. Cacing pita menyerap makanan yang telah dicerna terlebih
dahulu oleh inang.
Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus inangnya. Sari
makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya karena cacing ini tidak
memiliki mulut dan pencernaan (usus). Manusia dapat terinfeksi Cestoda saat memakan
daging hewan yang dimasak tidak sempurna. Inang perantara Cestoda adalah sapi pada
Taenia saginata dan babi pada taenia solium.
Cacing pita tidak mempunyai saluran pencernaan dan sitem peredaran darah. Makanan
langsung melalui dinding tubuh. Sistem ekskresi yaitu berupa sel api.

Antelmintika | 13
Sistem saraf tersusun dari beberapa ganglion pada skoleks, dengan komisura melintang
diantaranya. Dan tiga batang saraf longitudinal setiap sisil tubuh (sebuah batang besar
disebelah lateral dan yang kecil disebelah ventral), satu ganglion kecil disetiap segmen pada
masing-masing dari enam batang tersebut, dan komisura pada setiap segmen
menghubungkan ganglion-ganglion ini.
Cestoda adalah hermafrodit, yang mempunyai organ jantan dan betina. Organ jantan
terdiri dari testis (menghasilkan spermatozoa), vas deferen, seminal vesicle, penis, dan
lubang kelamin. Sedangkan organ bertina terdiri dari ovarium, oviduk, seminal uterus,
vagina, dan lubang kelamin.

Siklus Hidup Taenia sp


Larva, yang dilengkapi dengan scolex akan berkembang menjadi kista pada jaringan
tubuh inang, misal pada otot. Manusia yang memakan daging yang terinfeksi, akan
menyebabkan kista berkembang menjadi cacing pita dewasa Cacing pita dewasa terdiri dari
scolex dan proglotid.Proglotid pada bagian ujung mengandung telur yang telah dibuahi yang
siap dikeluarkan bersama feses untuk menginfeksi kembali Di dalam telur yang telah
dibuahi, embrio berkembang menjadi larva. Sapi mungkin akan memakan telur bersama
rumput dan akan menjadi inang sementara bagi cacing pita.

Peranan Platyhelminthes Dalam Kehidupan


Adapun peranan Platyhelminthes dalam kehidupan adalah sebagai berikut:
1. Planaria menjadi salah satu makanan bagi organisme lain.
2. Cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia
a. Schistosoma sp, dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan
melalui siput air tawar pada manusia. Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh
manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter,
hati, limpa, dan ginjal manusia.Kerusakan tersebut disebabkan perkembangbiakan
cacing Schistosoma di dalam tubuh.
b. Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan
mamalia lainnya, spesies ini dapat menghisap darah manusia.
c. Paragonimus sp, parasit pada paru-paru manusia. dapat menyebabkan gejala
gangguan pernafasan yaitu sesak bila bernafas, batuk kronis, dahak/sputum
becampur darah yang berwarna coklat (ada telur cacing).
d. Fasciolisis sp, parasit di dalam saluran pencernaan. Terjadinya radang di daerah
gigitan, menyebabkan hipersekresi dari lapisan mukosa usus sehingga menyebabkan
hambatan makanan yang lewat. Sebagai akibatnya adalah ulserasi, haemoragik dan
absces pada dinding usus. Terjadi gejala diaree kronis.
e. Taeniasis, penyakit yang disebabkan oleh Taenia sp. Cacing ini menghisap sari-sari
makanan di usus manusia.

Antelmintika | 14
f. Fascioliasis, disebabkan oleh Fasciola hepatica. Merupakan penyakit parasit yang
menyerang semua jenis ternak. Hewan terserang ditandai dengan nafsu makan turun,
kurus, selaput lendir mata pucat dan diare.

D. Obat-Obat Untuk Pengobatan Parasit Cacing pada Manusia


Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda
1. Mebendazol
Nama Obat Mebendazol
Sifat fisik :
a. Paling luas spektrumnya
b. Tidak larut dalam air
c. Tidak bersifat higroskopis
Sifat Kimia :
- Senyawa yang merupakan turunan benzimidazol
Nama Kimia:
- methyl [(5-benzoyl-3H-benzoimidazol-2-yl)amino]formate
Rumus Kimia :
- C16H13N3O3
Golongan kelas terapi :
- Obat Anti helmintes
Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
Khasiat obat :
 Efektif terhadap cacing Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina, Trichuris
vulpis, Uncinaria stenocephala, Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia
hydatigena, Echinococcus granulosus dan aeniaformis hydatigena
 Berefek menghambat pemasukan glukosa ke dalam cacing secara irreversibel sehingga
terjadi pengosongan glikogen dalam cacing
 Menyebabkan kerusakan struktur subseluler
Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi farmakokinetik dan
farmakodinamik lainnya
Kontra indikasi :

Antelmintika | 15
 Studi toksikologi obat ini memiliki batas keamanan yang lebar. Tetapi pemberian dosis
tunggal sebesar 10 mg/kg BB pada tikus hamil memperlihatkan efek embriotoksik dan
teratogenik
Efek samping :
 Diare dan sakit perut ringan yang bersifat sementara.
Informasi obat:
 Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena absorbsinya yang
buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia maupun malnutrisi.
Informasi Farmakokinetik
 Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian oral absorbsinya
buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang disebabkan oleh
absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic metabolisme yang cepat.
Diekskresikan lewat urin dalam bentuk yang utuh dan metabolit sebagai hasil
dekarboksilasi dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol akan lebih cepat jika diberikan
bersama lemak.
2. Pirantel Pamoat
Nama Obat : Pirantel Pamoat
Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di Indonesia bermacam-macam, ada
Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-lain.
Golongan kelas terapi
 Obat Anti helmintes
Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
Khasiat obat :
 Pirantel pamoat dapat membasmi berbagai jenis cacing di usus. Beberapa diantaranya
adalah cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale), cacing gelang
(Ascaris lumbrocoides), dan cacing kremi (Enterobius vermicularis).

Mekanisme kerja nitrogliserin :


 Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan cacing. Cacing yang lumpuh
akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera

Antelmintika | 16
mati.Pirantel pamoat dapat diminum dengan keadaan perut kosong, atau diminum bersama
makanan, susu atau jus.
Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas permukaan
tubuh atau satuan lainnya )
 Pemberian dengan Dosis tunggal
 Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.Dosis biasanya
dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgBB. Walaupun demikian, dosis tidak boleh
melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau tablet (125 mg /tablet). Bagi
orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya, membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan
heran jika orang tersebut diresepkan 4 tablet pirantel (125 mg) sekali minum.
3. Tiabendazol
Nama Obat Tiabendazol
Sifat fisika :
 Tidak larut dalam air
Golongan kelas terapi
 Obat Anti Helmintes
Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
Khasiat obat :
 Menganggu agregasi mikrotubular
Mekanisme kerja
 Obat dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine
Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas permukaan
tubuh atau satuan lainnya )
 Obat mudah diabsorbsi pada pemberian per oral.

Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi farmakokinetik dan
farmakodinamik lainnya
Efek Samping : pusing, tidak mau makan, mual dan muntah.
Informasi obat

Antelmintika | 17
 Benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif terhadap strongilodiasis yang disebabkan
Strongyloides stercoralis (cacing benang), larva migrans pada kuliat (atau erupsi
menjalar) dan tahap awal trikinosis (disebabkan Trichinella spinalis).
4. Invermektin
Nama Obat : Invermektin
Golongan kelas terapi :
 Obat Anti Helmintes
Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
 Khasiat obat Efektif untuk scabies
Mekanisme kerja nitrogliserin
 Ivermektin bekerja pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat) parasite. Aliran klorida
dipacu keluar dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan paralisis cacing.
 Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas
permukaan tubuh atau satuan lainnya )
 Obat diberikan oral. Tidak menembus sawar darah otak dan tidak memberikan efek
farmakologik.
Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi farmakokinetik dan
farmakodinamik lainnya
Kontra Indikasi :
 Tidak boleh diberikan pada pasien meningitis karena sawar tak darah lebih permiabel dan
terjadi pengaruh SSP. Ivermektin juga tidak boleh untuk orang hamil.
Efek samping
 “Mozatti” yaitu berupa demam, sakit kepala, pusing, somnolen, hipotensi dan sebagainya

Informasi obat
 Obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta sungai) disebabkan Onchocerca
volvulus
 Jenis obat atau bahan lain yang dapat menimbulkan inkompabilitas dengan obat tersebut
(jika ada)
Antelmintika | 18
 Tidak boleh untuk pasien yangmenggunakan benzodiasepin atau barbiturate – obat
bekerja pada reseptor GABA

Obat Untuk Pengobatan Trematoda


Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan yang diinfeksi.
Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.
1. Prazikuantel
Nama Obat: Prazikuantel
Golongan kelas terapi: Obat Anti Helmintes
Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
 Khasiat obat
Obat pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda seperti
sistisercosis
 Mekanisme kerja
Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium meningkat menyebabkan parasite
mengalami kontraktur dan paralisis. Prazikuantel mudah diabsorbsi pada pemberian oral
dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal. Kadar yang tinggi dapat dijumpai dalam
empedu. Obat dimetabolisme secara oksidatif dengan sempurna, meyebabkan waktu
paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif dan dikeluarkan melalui urin dan empedu
Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi farmakokinetik dan
farmakodinamik lainnya
Kontra Indikasi
 Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau menyusui.
 Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati sistiserkosis mata karena
penghancuran organisme dalam mata dapat merusak mata

Efek samping: Mengantuk, pusing, lesu, tidak mau makan dan gangguan pencernaan
Informasi obat:
 Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel
 Jenis obat atau bahan lain yang dapat menimbulkan inkompabilitas dengan obat tersebut
(jika ada)

Antelmintika | 19
 Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme telah dilaporkan jika diberikan
bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin, simetidin yang dikenal menghambat
isozim sitokrom P-450, menyebabkan peningkatan kadar prazikuantel.

Obat Untuk Pengobatan Cestoda


Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus pejamu.Sama
dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus selama siklusnya.
1. Niklosamid
Nama Obat: Niklosamid
Golongan kelas terapi: Obat Anti Helmintes
Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
Khasiat obat
 Membersihkan usus dari segmen-segmen cacing yang mati agar tidak terjadi digesti dan
pelepasan telur yang dapat menjadi sistiserkosisi.
 Mekanisme kerja nitrogliserin
Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite terhadap ADP yang
menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh skoleks dan segmen
cestoda tetapi tidak telur-telurnya.
Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas permukaan
tubuh atau satuan lainnya )
 Laksan diberikan sebelum pemberian niklosamid oral.

Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi farmakokinetik dan
farmakodinamik lainnya
Informasi obat:
 Obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada umumnya.
 Jenis obat atau bahan lain yang dapat menimbulkan inkompabilitas dengan obat tersebut (jika
ada)
Antelmintika | 20
 Alkohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid diberikan

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam
tubuh manusia karena menelan telur cacing. Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang
manusia yaitu nematoda, trematoda, dan cestoda. Antelmintika atau obat cacing adalah obat yang

Antelmintika | 21
dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Obat-obat yang dapat digunakan
untuk pengobatan parasit cacing tersebut adalah mebendazole, pirantel pamoat, tiabendazole,
invermektin, prazikuantel, dan niklosamid. Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam
cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Cestoda. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/cestoda diakses tanggal 18 april 2018)


Anonim. Farmakologi Antelmintik. (Online)
(https://www.scribd.com/doc/48689676/farmakologi-antelmintik diakses tanggal 18
april 2018)

Antelmintika | 22
Anonim. Nematoda. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/nematoda diakses tanggal 18 april
2018)
Anonim. Trematoda. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/trematoda diakses tanggal 18 april
2018)
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor). 1995.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta
Hoan Tan Tjay,drs & Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat penting, Khasiat, penggunaan dan efek
sampingnya : Elexmedia Computindo
Katzung.1989. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. EGC: Jakarta

Antelmintika | 23

Anda mungkin juga menyukai