Anda di halaman 1dari 4

Hemofilia

Hemofilia adalah kelainan hemostasis yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi
dan menimbulkan kecenderungan perdarahan. Sebagian besar hemofilia merupakan kelainan
bawaan resesif pada kromosom X yang menyebabkan defisiensi faktor koagulasi, yaitu defisiensi
faktor VIII yang menyebabkan hemofilia A (hemofilia klasik) dan defisiensi faktor IX yang me-
nyebabkan hemofilia B (Christmas disease). Prevalensi hemofilia A di dunia adalah sekitar 1 dari
5,000 pria, dan hemofilia B sekitar 1 dari 30,000 pria. Jenis hemofilia yang lebih jarang yaitu hemo-
filia C yang disebabkan oleh defisiensi faktor XI bawaan, dan hemofilia didapat (acquired hemophil-
ia) yang merupakan penyakit autoimun di mana tubuh mengembangkan antibodi (inhibitor) ter-
hadap faktor VIII sehingga menurunkan aktivitas faktor tersebut.
Penderita hemofilia membawa risiko perdarahan yang beragam sesuai dengan derajat
keparahan hemofilia. Penderita hemofilia ringan hanya membawa risiko perdarahan berkepanjan-
gan pada tindakan operasi, sedangkan penderita hemofilia berat dapat mengalami perdarahan
spontan berulang yang dapat menyebabkan kerusakan sendi berat hingga memerlukan operasi.
Di Indonesia, jumlah kasus hemofilia diperkirakan berjumlah 25,000 orang, namun yang ter-
catat pada Perhimpunan Hemofilia dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) hanya 1,025 pasien per
tahun 2016. Rendahnya tingkat deteksi hemofilia disebabkan sarana dan fasilitas diagnostik belum
memadai di semua rumah sakit, masih minimnya tenaga medis ahli dalam bidang penyakit
gangguan pembekuan darah, dan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai
hemofilia. Meskipun mayoritas kasus hemofilia kemungkinan belum terdeteksi, beban ekonomi
perawatan hemofilia telah menempati urutan ketujuh penyakit katastropik yang memakan biaya
terbanyak dari BPJS Kesehatan, yaitu diperkirakan lebih dari Rp 214 milyar pada tahun 2017. Penge-
tahuan mengenai kelainan darah ini perlu ditingkatkan untuk kemudian memungkinkan pengem-
bangan sistem penatalaksanaan pasien dan meningkatkan kualitas hidup para penderita penyakit
hemofilia.

IO/0095.14/2019.04/GEN
Deteksi hemofilia
Gejala hemofilia meliputi perdarahan terutama di jaringan lunak, sendi (khususnya pada perge-
langan kaki, siku dan lutut) dan otot. Perdarahan berulang pada sendi menyebabkan kerusakan sendi
kronis dan berkurangnya mobilitas sendi. Pada hemofilia didapat, perdarahan sendi lebih jarang
ditemui, dan perdarahan lebih sering terjadi pada kulit, otot atau jaringan lunak, dan mukosa.
Pada pemeriksaan laboratorium, profil koagulasi penderita hemofilia berupa APTT yang me-
manjang dengan PT yang normal. Diagnosa hemofilia ditegakkan dengan pemeriksaan aktivitas faktor
VIII (FVIII:C) untuk hemofilia A atau aktivitas faktor IX untuk hemofilia B. Berdasarkan hasil aktivitas
faktor VIII dan IX, derajat keparahan hemofilia dibagi menjadi hemofilia berat (kadar faktor 1 IU/dL
atau < 1% dari normal), sedang (1-5 IU/dL atau 1-5%) dan ringan (5-40 IU/dL atau 5-40%). Uji Bethesda
dilakukan untuk mendeteksi adanya inhibitor pada hemofilia didapat.
Aktivitas faktor VIII (FVIII:C) dapat diuji dengan menggunakan one-step atau two-step chromo-
genic assay. Namun beberapa penelitian melaporkan korelasi yang kurang baik di mana sebagian
pasien yang dikategorikan sebagai hemofilia berat berdasarkan uji FVIII:C ternyata hanya mengalami
perdarahan ringan. Aktivitas faktor VIII yang sangat rendah (0-2 IU/dL) dapat digambarkan dengan
lebih akurat menggunakan tes hemostasis yang bersifat global seperti thrombin generation assay atau
thromboelastography. Pengembangan terbaru pada uji APTT memungkinkan analisa bentuk gelom-
bang bekuan (clot waveform analysis atau CWA), yang memberikan gambaran lebih detail mengenai
kinetik proses pembentukan bekuan, termasuk kecepatan, percepatan dan perlambatan maksimum
dari proses pembentukan bekuan, tanpa menggunakan pemeriksaan tambahan di luar APTT. CWA
yang memberikan gambaran global pembekuan darah telah dilaporkan bermanfaat dalam mem-
bedakan dan memprediksi derajat hemofilia dan dapat digunakan untuk memantau terapi pengganti
faktor pada hemofilia. Khususnya, parameter min1 (kecepatan maksimum) dan min2 (akselerasi maksi-
mum) dapat menunjukkan perbedaan yang lebih jelas antara fenotipe hemofilia berat dan non-berat
dibandingkan dengan waktu pembekuan APTT (Gambar 1). Min2 juga menunjukkan korelasi yang lebih
baik dengan FVIII:C dibandingkan dengan waktu pembekuan APTT.

Gambar 1. Clot Waveform Analysis (CWA) menunjukkan bentuk gelombang bekuan yang bervariasi pada pasien hemofilia A berat (Cases 1-
5). Parameter-parameter CWA juga menunjukkan perbedaan yang lebih ekstrim antara hemofilia A berat dan non-berat. Grafik disadur dari
Shima et al (2002).

IO/0095.14/2019.04/GEN
Aktivitas faktor IX diuji menggunakan one-stage clotting assay, atau dengan chromogenic assay. Jika
diperiksa pada saat kelahiran, aktivitas faktor IX dapat terlihat rendah palsu karena terjadinya
penurunan kadar faktor-faktor pembekuan vitamin K-dependent termasuk faktor IX, terutama pada
bayi prematur. Maka pemeriksaan faktor IX harus diulang kembali pada umur 6 bulan ke atas untuk
menegakkan diagnosis hemofilia B.
Penanganan klinis hemofilia
Terapi pada pasien hemofilia berupa penggantian faktor koagulasi yang diberikan secara intravena
(intravenous factor replacement therapy). Terapi ini dapat diberikan saat perdarahan ataupun sebagai
profilaksis untuk mencegah terjadinya perdarahan. Konsentrat faktor VIII dapat diberikan berupa plas-
ma cryoprecipitate dari darah donor atau rekombinan FVIII. rekombinan FVIII lebih aman karena
bebas dari patogen dan memiliki half-life yang lebih panjang.
Profilaksis primer adalah terapi yang diberikan sebelum terjadinya kerusakan sendi, umumnya pada
usia dini (<2 tahun) dan diberikan 2-3 kali seminggu dengan dosis minimal 10-20 IU/kg dan berlang-
sung jangka panjang. Profilaksis sekunder adalah terapi yang diberikan setelah ditemukannya perdara-
han berulang atau gejala kerusakan sendi. Namun pasien yang menerima terapi konsentrat faktor
dapat menyebabkan produksi inhibitor terhadap faktor tersebut, yang merupakan penghambat
kesuksesan terapi. Selain itu, ketersediaan konsentrat faktor dan biaya terapi yang sangat tinggi juga
menjadi kendala dalam penanganan pasien hemofilia.
Hemofilia C diterapi menggunakan konsentrat faktor XI, FFP, fibrin glue dan obat antifibrinolitik. He-
mofilia didapat diterapi menggunakan activated prothrombin complex concentrate (APCC) atau obat
antifibrinolitik untuk perdarahan mukosa.
Perkembangan teknologi dan ilmu kedokteran memungkinkan pengembangan terapi profilaksis di luar
penggantian faktor yang mengarah kepada personalized medicine. Misalnya, terapi untuk memblokir
fungsi inhibitor koagulasi atau terapi gen. Maka, ke depannya diharapkan para pasien hemofilia bisa
mendapatkan terapi yang lebih tepat dan efisien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan
efisiensi biaya perawatan.

IO/0095.14/2019.04/GEN
References

1. Peyvandi, F., Garagiola, I., & Young, G. The past and future of haemophilia: diagnosis, treatments, and its complications.
The Lancet. 2016;388(10040), 187–197.

2. Desideria B. Prediksi penyandang hemofilia di Indonesia sekitar 25 ribu. Liputan 6 website, 11 Des 2016. Diakses dari
https://www.liputan6.com/health/read/2675564/prediksi-penyandang-hemofilia-di-indonesia-sekitar-25-ribu pada 8
April 2019.

3. Sakurai Y, Takeda T. Acquired hemophilia A: a frequently overlooked autoimmune hemorrhagic disorder. Journal of Im-
munology Research. 2014.

4. Shima M, Matsumoto T, Fukuda K, Kubota Y, Tanaka I, Nishiya K, Giles AR, & Yoshioka A. The utility of activated partial
thromboplastin time (aPTT) clot waveform analysis in the investigation of hemophilia A patients with very low levels of
factor VIII activity (FVIII:C). Thrombosis and Haemostasis 2002;87:436-41.

5. Tang L, Wu R, Sun J, et al. Short-term low-dose secondary prophylaxis for severe/moderate haemophilia A children is
benefi cial to reduce bleed and improve daily activity, but there are obstacle in its execution: a multi-centre pilot study in
China. Haemophilia 2013; 19: 27–34.

IO/0095.14/2019.04/GEN IO/COA/09/XII/2019

Anda mungkin juga menyukai