Edward Sembiring
Edward Sembiring
Abstract
Conflicts of interest have occurred in the management of the area and natural resources of Teluk Cenderawasih
National Park (TNTC) in Teluk Wondama Regency, West Papua Province. The implications of the park zoning
system resulted in pro-and-contra situations that might create conflicts. With this context, the research aimed to
formulate-resolution concepts that were considered suitable to resolve the conflicts for managing the park. The
research showed that most stakeholders can be mapped out as key players and subject of conflict, just one as
crowd and ones as context setter. The research also revelaed that the zoning system has accomodated the needs
and aspirations of all stakeholder. Based on the finding it can be said that the existing conflict models were
categorized as no conflict among most stakeholders, latent conflict (between BBTNTC with WWF, BBTNTC
with Dinpar, DKP with Waprak, and DKP with Yende), and emerging conflict (between DKP with BBTNTC).
The research concluded that the conflict of the park management can be resolved through collaborative
management approach that can be developed with shared control by other stakeholders. Collaborative
management should be implemented as “step by step process”: (1) strengthening the capacity of BBTNTC, (2)
consolidation of BBTNTC with NGO (WWF) and local government (DKP and Dinpar), and (3) establishment
collaboration with local community and the other stakeholders.
kawasan konservasi sesungguhnya berada pada institusi atau kedua belah pihak belum menyadari adanya konflik.
pemerintah, baik pada aras pusat maupun daerah otonom. 2 Konflik mencuat (emerging) jika pihak-pihak yang
Fenomena tersebut terakumulasi dan cenderung berselisih telah teridentifikasi, diakui adanya perselisihan,
menyebabkan terjadinya konflik pengelolaan sumber daya kebanyakan permasalahannya jelas dan proses
alam pada kawasan. Oleh sebab itu diperlukan jaringan kerja penyelesaian masalah belum berkembang.
dan komitmen bersama para pihak yang berkepentingan di 3 Konflik terbuka (manifest) jika pihak-pihak yang
dalam kawasan taman nasional. berselisih terlibat aktif dalam perselisihan, mungkin
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk merumuskan sudah mulai bernegosiasi dan mungkin telah mencapai
konsep resolusi konflik yang diharapkan dapat meningkatkan jalan buntu.
manfaat TNTC bagi seluruh stakeholders. Adapun tujuan
spesifik adalah mengidentifikasi dan memetakan stakehold- Hasil dan Pembahasan
ers yang terlibat dalam proses penetapan zonasi serta Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders Matriks
menganalisis kepentingan dan pengaruhnya terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders dapat berubah
pengelolaan TNTC di Kabupaten Teluk Wondama, sepanjang waktu, dampak perubahan tersebut perlu
menganalisis kebutuhan dan aspirasi stakeholders dalam dipertimbangkan (Mark et al. 2009). Stakeholders yang
implementasi zonasi, menganalisis bentuk-bentuk dan level berada pada posisi key stakeholder harus diperhatikan dan
konflik yang terjadi, serta merumuskan konsep resolusi diurus karena mereka mempunyai pengaruh dan kepentingan
konflik pengelolaan TNTC. yang tinggi terhadap fenomena pemanfaatan ruang. Jika
posisinya sebagai subject maka perlu pemberdayaan terhadap
Metode stakeholders tersebut. Jika tidak diberdayakan, besar
Penelitian dilakukan di Kabupaten Teluk Wondama kemungkinan mereka melakukan perlawanan dengan
Provinsi Papua Barat pada periode Agustus 2009–April membentuk aliansi dan pada saatnya akan berada pada key
2010. Teknik pengambilan contoh diawali dengan purpo- stakeholder tetapi terjadi konflik dalam proses tersebut.
sive sampling dan selanjutnya dilakukan dengan teknik snow Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders disajikan
ball sampling. Wawancara dilakukan dengan indepth inter- pada Gambar 1.
view menggunakan metode semi-directive interview (Hun-
tington 1998). Observasi dilakukan untuk memperoleh Kebutuhan dan aspirasi stakeholders Secara umum
gambaran tentang lokasi, keadaan lingkungan kawasan, dan diketahui bahwa kebutuhan stakeholders (Tabel 2)
berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat terkait mendukung zonasi yang ada, kecuali DKP Teluk Wondama.
dengan zonasi taman nasional. Data sekunder diperoleh dari DKP Teluk Wondama menganggap zonasi TNTC sangat
instansi terkait, penelusuran internet, penelusuran dokumen penting, tetapi karena proses penetapannya tidak melibatkan
zonasi, kajian terhadap literatur, peraturan perundangan, dan mereka maka saat ini akan dibuat perda tentang Zonasi KP3K
data pendukung lainnya. sebagai tandingan terhadap zonasi TNTC. Daftar kebutuhan
Jenis, teknik pengumpulan, dan analisis data primer, serta stakeholder pada Tabel 2 merupakan kebutuhan terkait
keluaran yang diharapkan dalam penelitian disajikan pada dengan zonasi TNTC yang telah ditetapkan.
Tabel 1. Data yang diamati adalah tingkat kepentingan dan Kebutuhan sinergis stakeholders adalah pembentukan
pengaruh stakeholders terhadap zonasi, kebutuhan, dan Forum Kolaborasi, pembukaan “Tikar Adat” pada masing-
aspirasi stakeholders tentang zonasi, dan berbagai bentuk masing distrik untuk sinkronisasi hak kepemilikan lahan
dan level konflik yang terjadi dalam pengelolaan TNTC. dalam pemanfaatan ruang, penataan batas zona inti TNTC,
Analisis stakeholders dilakukan dengan penafsiran matriks pemanfaatan zonasi sesuai peruntukannya untuk
kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga dengan
pemanfaatan sumber daya alam dalam sistem zonasi TNTC sendirinya mereka juga akan menjaga kawasan, penyuluhan
dengan menggunakan stakeholders grid. Analisis kebutuhan dan sosialisasi zonasi secara terus menerus oleh setiap
dikelompokkan menurut kemiripannya berdasarkan petugas (BBTNTC, Pemda, maupun LSM) ketika ke
kebutuhan sinergis dan tidak sinergis masing-masing stake- lapangan. Adapun kebutuhan tidak sinergis meliputi
holder (jika kebutuhan dan aspirasi antarstakeholder saling pemberian SIUP dan SIPI kepada pengusaha dengan
mendukung zonasi, kebutuhan dianggap sinergis, dan mengabaikan stakeholders terkait lainnya, pemberian
sebaliknya). Data konflik berdasarkan level permasalahan SIMAKSI bagi setiap orang yang beraktivitas di dalam
dikelompokkan ke dalam konflik vertikal dan konflik hori- kawasan termasuk pemegang SIUP dan SIPI, MoU antara
zontal, sedangkan bentuk dan level konflik dianalisis dengan BBTNTC dan WWF pada tingkat lokal, rancangan perda
mengelompokkan data kebutuhan dan aspirasi yang tidak tentang Zonasi KP3K dijadikan sebagai tandingan oleh DKP
sinergis ke dalam bentuk konflik berdasarkan Fisher (2001): Teluk Wondama terhadap zonasi TNTC yang ada,
1 Konflik tertutup (latent) jika ada tekanan yang tidak penyusunan RIPPDA Kabupaten Teluk Wondama.
tampak, tidak sepenuhnya berkembang, belum terangkat Berbagai bentuk dan level konflik Peta konflik
ke puncak kutub-kutub konflik dan seringkali salah satu pengelolaan TNTC di Kabupaten Teluk Wondama disajikan
85
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
JMHT Vol. XVI, (2): 84-91, Agustus 2010 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
Tabel 1 Jenis, teknik pengumpulan, dan analisis data, serta keluaran yang diharapkan dalam penelitian
Jenis data yang Teknik pengumpulan Teknik analisis data Keluaran yang
Tujuan penelitian
dibutuhkan data diharapkan
Menganalisis Kepentingan dan Wawancara Analisis Kepentingan dan
kepentingan dan pengaruh masyarakat (metode semi stakeholders pengaruh
pengaruh lokal, LSM, swasta, directive interview) (analisis kepentingan stakeholders terkait
stakeholders BBTNTC, DKP, dan pengaruh) zonasi TNTC
BAPPEDA, Dinpar
Menganalisis 1 Kebutuhan Wawancara Analisis deskriptif Kebutuhan dan
kebutuhan dan stakeholders (metode semi aspirasi stakeholders
aspirasi stakeholders 2 Aspirasi directive interview) tentang sumber daya
stakeholders alam hayati dan
tentang ekosistemnya dan
implementasi dampak zonasi
zonasi
Menganalisis Kebutuhan Wawancara Analisis deskriptif Bentuk-bentuk
bentuk-bentuk stakeholders yang mendalam konflik pengelolaan
konflik tidak sinergis
Merumuskan konsep Kebutuhan dan Wawancara Analisis deskriptif Konsep resolusi
resolusi konflik aspirasi stakeholder mendalam konflik
serta bentuk konflik
Sumber data: masyarakat lokal, LSM, swasta, BBTNTC, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA),
DKP, Dinpar.
25 high
24 Subject Key players
23 3 10,11 1
22
21 12 13
20 4,9 6
19 5
18 7 2
17
Kepentingan/Interest
18
16 19
15
14 8
13 17 15
12 16 14
11
10
9
8
7
6
5
4 Crowd Context setter
3
2
1 low high
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Pengaruh/Influence/Power
1: BBTNTC; 2: Dinpar TW; 3: DKP TW; 4: BAPPEDA TW; 5: Kantor Lingkungan Hidup (KLH) TW; 6: Distrik
Roswar; 7: Distrik Wamesa; 8: Kampung Yopanggar; 9: Kampung Yende; 10: Kampung Isenebuay; 11: Tokoh Adat di
Isenebuay; 12: Kampung Waprak; 13: WWF Indonesia Site TW; 14: Konsorsium Mitra Bahari; 15: Yayasan
Lingkungan Hidup Manokwari (YALHIMO); 16: Pengusaha lokal; 17: Pengusaha dari luar Teluk Wondama; 18: DKP
Papua Barat; 19: Dinpar PB.
Gambar 1 Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders.
86
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
JMHT Vol. XVI, (2): 84-91, Agustus 2010 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
pada Gambar 2. Secara umum, konflik pengelolaan TNTC konflik antara BBTNTC dan DKP Teluk Wondama sudah
yang terkait dengan zonasi masih berada dalam bentuk la- mencuat.
tent yang dicirikan dengan adanya tekanan yang tidak Konsep resolusi konflik pengelolaan TNTC di Kabupaten
tampak, tidak sepenuhnya berkembang, belum terangkat ke Teluk Wondama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
puncak kutub-kutub konflik, dan seringkali salah satu atau konflik hanya terjadi antara key stakeholders. Analisis
kedua belah pihak belum menyadari adanya konflik. Konflik kebutuhan dan aspirasi juga menunjukkan bahwa kebutuhan
yang mencuat ditemukan antara BBTNTC dan DKP Teluk yang tidak sinergis justru terjadi antara stakeholders yang
Wondama yang dicirikan dengan telah teridentifikasinya menempati posisi sebagai key stakeholders sehingga terjadi
pihak-pihak yang berselisih, telah diakui adanya perselisihan, konflik di antara mereka. Sebagai kelompok yang paling
kebanyakan permasalahannya jelas, dan proses penyelesaian kritis, key stakeholders perlu diurus karena mempunyai
masalah belum berkembang. kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap zonasi
Berdasarkan level permasalahannya, konflik pengelolaan TNTC. Prioritas utama dilakukan terhadap stakeholders yang
TNTC dibedakan menjadi: mengalami konflik mencuat, kemudian stakeholders yang
1 Konflik vertikal antara DKP Teluk Wondama dan mengalami konflik tertutup. Stakeholders yang tidak
Kampung Waprak, antara DKP Teluk Wondama dan mengalami konflik tetapi memiliki posisi sebagai key stake-
Kampung Yende, serta antara BBTNTC dengan WWF. holders juga tidak boleh diabaikan karena kondisi yang ada
Konflik tersebut masih latent dan ada kemungkinan akan sangat dinamis sehingga tidak tertutup kemungkinan mereka
mencuat bahkan terbuka apabila diabaikan. juga akan mengalami konflik antara satu dengan yang
2 Konflik horizontal antara BBTNTC dan Dinpar Teluk lainnya. Stakeholders lain yang belum teridentifikasi dalam
Wondama, serta antara BBTNTC dan DKP Teluk penelitian ini mungkin saja ada dan menjadi stakeholders
Wondama. Konflik antara BBTNTC dengan Dinpar kunci. Perubahan tersebut akan sangat tergantung pada
Teluk Wondama masih dalam bentuk latent, sedangkan seberapa besar kebutuhan dan aspirasi mereka dapat
87
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
JMHT Vol. XVI, (2): 84-91, Agustus 2010 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
diakomodir dalam zonasi yang telah ditetapkan. 4 Lokasi kantor BBTNTC di ibukota provinsi yang hanya
Dalam pohon konflik pengelolaan TNTC di Kabupaten dapat dijangkau menggunakan pesawat udara jenis Twin
Teluk Wondama, masalah inti adalah perebutan ruang dan Otter selama 45 menit atau naik kapal laut selama enam
sumber daya alam (disimbolkan sebagai batang pohon jam. Meskipun sudah ada Kantor Bidang Pengelolaan
konflik) dan efek yang muncul sebagai akibat masalah inti TN Wilayah II Wasior yang berada di ibukota Kabupaten
adalah degradasi kawasan TNTC dan ketidakpastian usaha Teluk Wondama, tetapi sarana prasarana dan personil
(disimbolkan sebagai ranting). Adapun penyebab awal yang ada masih sangat kurang memadai baik dari segi
adalah bahwa TNTC adalah state property yang open ac- kualitas maupun kuantitas.
cess dan lemahnya kelembagaan TNTC (disimbolkan 5 Kurangnya sosialisasi dan penyuluhan kepada
sebagai akar pohon konflik). Lemahnya kelembagaan dalam pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten dan
pengelolaan dapat diidentifikasi berdasarkan: juga kepada masyarakat. Ketika dilakukan wawancara
1 Tata batas yang dilakukan berupa titik referensi dan pada mendalam dengan pihak Dinpar Provinsi Papua Barat,
saat ini pal batas tersebut kondisinya sudah rusak. Semua mereka masih menyebutkan BBTNTC sebagai yayasan
titik referensi rusak/retak dan belum direhabilitasi. pengelola TNTC. DKP Kabupaten Teluk Wondama juga
Pemasangan tanda batas masih pada kawasan perairan, menganggap BBTNTC sebagai saingan sehingga mereka
sementara wilayah daratan belum ada temu gelang, hal berjuang untuk menerbitkan peraturan daerah tentang
ini sangat mempengaruhi keefektifan penegakan hukum Zonasi KP3K sebagai tandingan Zonasi TNTC yang telah
(BBTNTC et al. 2009). ditetapkan. Secara umum masyarakat sudah memahami
2 Pemasangan tanda batas zonasi di lapangan belum ada. keberadaan BBTNTC sebagai pengelola kawasan TNTC
3 Sumber daya pengelola yang sangat terbatas baik kualitas namun masih ada beberapa masyarakat yang masih belum
maupun kuantitasnya. Jumlah personil BBTNTC sampai bisa membedakan antara BBTNTC dan WWF.
saat ini berjumlah 124 orang termasuk pegawai tidak Berdasarkan sebab-sebab konflik, konsep resolusi konflik
tetap/harian. Jumlah ini tidak sebanding dengan luasnya yang dapat ditempuh adalah:
kawasan TNTC yaitu ±1.453.500 ha. Jika dibagi habis 1 Tata batas zona inti TNTC perlu segera dilaksanakan
dengan seluruh pegawai maka seorang pegawai wajib disertai dengan sosialisasi secara terus menerus.
menjaga sekitar 11.721 ha. Kondisi sesungguhnya, tidak 2 Sumber daya manusia pengelola perlu dibenahi kualitas
mungkin dibagi habis karena sebagian pegawai dan kuantitasnya, khususnya sarpras dan personil Kantor
mengerjakan tugas administrasi di kantor sehingga luasan BPTNW II Wasior.
yang harus dijaga akan lebih luas. 3 Sosialisasi dan penyuluhan kepada pemda kemudian
88
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
JMHT Vol. XVI, (2): 84-91, Agustus 2010 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
Dinpar
DKP TW
TW
BBTNTC
Yende
WWF
Waprak
bersama-sama kepada masyarakat perlu dilakukan secara membangun sinergitas program dan kolaborasi
terus menerus. manajemen dengan pemda dan masyarakat.
4 Konflik BBTNTC dengan DKP Teluk Wondama 7 Konflik latent antara DKP TW dan Kampung Waprak,
diselesaikan dengan cara negosiasi dan persamaan serta DKP TW dan Kampung Yende juga tidak perlu
persepsi tentang pengelolaan TNTC di Kabupaten Teluk diabaikan. Konflik ini perlu diangkat ke permukaan agar
Wondama. Langkah selanjutnya adalah meningkatkan dapat ditangani secara efektif. Peningkatan komunikasi
komunikasi dan saling pengertian, meningkatkan dengan masyarakat perlu dilakukan terkait dengan
koordinasi, sinergitas program, dan kolaborasi pemberian SIUP dan SIPI di wilayah Kampung Waprak
manajemen. dan Kampung Yende. Kemungkinan konflik latent juga
5 Konflik BBTNTC dengan Dinpar TW dapat ditangani terjadi di kampung-kampung lainnya di dalam kawasan
secara efektif dengan peningkatan pemahaman tentang TNTC.
pengelolaan TNTC dan intervensi dalam penyusunan Konsep resolusi konflik di atas bersifat parsial pada skala
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah mikro hasil penelitian. Dengan demikian, konsep resolusi
(RIPPDA) dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) konflik yang dapat diakomodir oleh semua stakeholders
tentang pengelolaan pariwisata di Kabupaten Teluk secara makro adalah pendekatan kolaborasi manajemen.
Wondama. Selanjutnya membangun kolaborasi Langkah pertama yang dilakukan adalah membentuk
manajemen. lembaga kolaborasi yang terdiri atas advisory body (yang
6 Konflik BBTNTC dengan WWF dapat ditangani dengan meliputi BAPPEDA, KLH, para kepala distrik, para tokoh
penetapan MoU antara BBTNTC dan WWF pada tingkat adat, para kepala kampung, LSM, para pengusaha, dan stake-
lokal sebagai dasar bagi pihak WWF Indonesia Site Teluk holders lainnya) dan manajement body (yang meliputi
Wondama untuk menyampaikan laporan tertulis secara BBTNTC, DKP, dan Dinpar). Keanggotaan advisory body
rutin kepada pihak BBTNTC. Selanjutnya bersama-sama bisa bertambah sesuai kebutuhan dan aspirasi yang ada.
89
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
JMHT Vol. XVI, (2): 84-91, Agustus 2010 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
Lembaga kolaborasi dijalankan oleh sekretariat forum Kolaborasi diarahkan pada pembagian kekuasaan dan
kolaborasi yang bertugas untuk menghubungkan manage- tanggungjawab secara formal kepada manajement body.
ment body dan advisory body. Peran sekretariat sangat Pengelolaan TNTC secara kolaborasi tidak lagi bertumpu
sentral. Sekretariat harus proaktif dalam mengidentifikasi pada satu pemangku kepentingan tetapi menyebar dalam
isu-isu yang sedang berkembang yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pemangku kepentingan yang telah
manajement body dalam bentuk program kerja atau kegiatan. dapat mengatur dirinya sendiri menurut wewenang, peran
Sekretariat forum kolaborasi direkrut dari orang-orang yang dan fungsi, serta tanggung jawab masing-masing.
independen, bukan salah satu anggota dari manajement body Pelaksanaan di lapangan merupakan proses alami tanpa ada
maupun advisory body. Sekretariat memfasilitasi rapat-rapat, unsur paksaan. Prakondisi yang perlu dilakukan agar proses
memberikan pelayanan administrasi, mempersiapkan bahan- alami dapat berlangsung adalah negosiasi kepentingan
bahan koordinasi, mendistribusikan, dan mempublikasikan dengan stakeholders yang berada pada posisi key stakehold-
hasil-hasil kesepakatan kepada para pihak yang ers dan pada posisi subject. Tahapan proses menuju
berkepentingan. Biaya operasional sekretariat forum kolaborasi dimulai dari penguatan kelembagaan BBTNTC,
kolaborasi dapat diperoleh dari manajement body, advisory konsolidasi BBTNTC bersama lembaga non pemerintah
body, dan sumber-sumber lainnya yang sah. (WWF) dan pemerintah daerah (DKP Teluk Wondama dan
Model kolaborasi yang sebaiknya dikembangkan adalah Dinpar Teluk Wondama), dan selanjutnya membangun
“kontrol bersama” yang dimulai dari proses-proses negosiasi kolaborasi bersama-sama masyarakat lokal dan stakehold-
(melibatkan stakeholders dalam pengambilan keputusan) dan ers lainnya. Analisis terhadap rights, responsibility, dan re-
pengembangan kesepakatan (Borrini 1996). Mekanisme dan turns disajikan pada Tabel 4.
protokol negosiasi harus dibangun terlebih dahulu. Model
mekanisme dan protokol negosiasi yang dapat dilaksanakan Kesimpulan
di lokasi penelitian: Konsep resolusi konflik pengelolaan TNTC adalah
1 Menekankan pada kepentingan dan kebutuhan, bukan pendekatan kolaborasi manajemen. Model kolaborasi yang
pada posisi dan fakta. dikembangkan adalah “kontrol bersama” yang dimulai dari
2 Lebih bersifat persuasif daripada pertentangan. proses-proses negosiasi dan pengembangan kesepakatan,
3 Komitmen pada kesepakatan bersama daripada kemudian diarahkan pada pembagian kekuasaan dan
penyelesaian sengketa. tanggungjawab secara formal. Lembaga kolaborasi
4 Komunikasi yang konstruktif untuk mengembangkan dijalankan oleh sekretariat forum kolaborasi yang bertugas
pemahaman bersama daripada kritik-kritik negatif serta untuk menghubungkan management body dan advisory body.
memperkuat argumen masing-masing pihak. Tahapan proses menuju kolaborasi dimulai dari penguatan
5 Tercapainya penyelesaian sengketa yang berjangka kelembagaan BBTNTC, konsolidasi BBTNTC bersama
panjang karena masing-masing pihak mempunyai lembaga non pemerintah (WWF) dan pemerintah daerah
komitmen bersama. (DKP Teluk Wondama dan Dinpar Teluk Wondama), dan
6 Penggunaan dan tukar menukar informasi yang selanjutnya membangun kolaborasi bersama-sama
konstruktif. masyarakat lokal dan stakeholders lainnya.
7 Fleksibilitas yang tinggi.
90
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
JMHT Vol. XVI, (2): 84-91, Agustus 2010 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-0469
[BBTNTC] Balai Besar Taman Nasional Teluk Reed MS et al. 2009. Who’s in and why? A typologi of
Cenderawasih. 2008. Statistik Balai Besar TNTC Tahun stakeholder analysis methods for natural resource
2007. Manokwari: Balai Besar TNTC. management. Journal of Environmental Management
30:1–17.
[BBTNTC] Balai Besar Taman Nasional Teluk
Cenderawasih, Pemda Kab Nabire, Pemda Kab. Teluk Mitchell B. 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan.
Wondama, WWF, Yalhimo. 2009. Buku Data dan Setiawan B, Rahmi DH, penerjemah. Yogyakarta:
Analisa Zonasi Kawasan Taman Nasional Teluk Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari:
Cenderawasih. Manokwari: Balai Besar TNTC. Resource and Environmental Management.
91