Anda di halaman 1dari 13

PEMERIKSAAN SEL-SEL IMUN GRANULOSIT DAN

AGRANULOSIT

Nama : Farhan Ibnu Zamil


NIM : B1A017059
Rombongan : II
Kelompok :4
Asisten : Ainani Priza Minhalina

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOBIOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem imun tubuh terdiri dari dua sistem, yaitu sistem imun bawaan (non-
spesifik atau innate immune system) dan sistem imun spesifik (adaptif atau
sistem imun yang didapat). Sistem imun non spesifik merupakan pertahan tubuh
paling awal terhadap mikroorganisme atau benda asing (antigen) yang masuk ke
dalam tubuh dan memberi respon langsung terhadap antigen. Berbeda dengan
sistem imun non spesifik, sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk
mengenal antigen sebelum memberikan respon imun (Satyantini et al., 2016).
Mekanisme imunitas spesifik terdiri dari imunitas humoral (produksi antibodi
oleh sel limfosit B dan T) dan cell mediated immunity (CMI) (Munazir, 2001).
Sel sistem imun non spesifik meliputi sel myeolid dan sel limfoid (innate
lymphoid cells). Sel myeloid meliputi monosit, makrofag, sel dendritik, dan sel
granulosit (eosinofil, basofil dan neutrofil). Sel limfoid berkembang dari sel
limfoid progenitor yang sama dengan sel T, sel B dan sel natural killer (NK)
(Rivera et al., 2016). Peran utama dari sistem imun non spesifik meliputi
perannya sebagai pengahalang fisik, pemilihan sel inflamatori yang sesuai,
aktivasi sistem komplemen dan inisiasi respon sistem imun spesifik (London Jr
et al., 2016).
Neutrofil merupakan tipe sel imun yang paling abundan dalam darah
preiferal manusia. Neurofil berpersan sebagai sel yang pertama kali merespon
selama serangan mikroba atau antigen lain. Neutrofil memiliki fungsi efektor
yang kuat untuk melawan antigen dan menjalankan peran pentingnnya dalam
perbaikan jaringan (Evrard et al., 2018). Neutrofil terdapat dalam dua bentuk,
yaitu batang dan segmen. Neutrofil batang memiliki lekukan inti melebihi
setengah diameter inti. Neutrofil segmen memiliki inti yang terbagi menjadi
beberapa bagian yang saling berhubungan dengan benang kromatin (Nurlaela et
al., 2017). Granula neutrofil memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan
dengan leukosit granular lainnya, tersebar, dan berwarna putih pucat.
Nukleusnya memiliki dua hingga lima lobus, masing-masing terhubung oleh
helaian tipis yang terbentuk dari material nukleus. Lobus-lobus dalam nukleus
akan semakin bertambah banyak seiring bertambahnya usia sel (Tortora &
Derrickson, 2014). Sel neutrofil berdiameter 12–15 µm memilliki inti yang khas
padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus dengan rangka
tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambu (azuropilik) atau
merah lembayung. Neutrofil berfungsi untuk membunuh bakteri dengan
menelannya secara langsung, proses ini disebut dengan fagositosis. proses
tersebut dapat diketahui dan ditemukan pada saat luka yang bernanah. Neutrofil
dapat bertahan hidup 6 sampai 10 jam. Kemampuan neutrofil untuk hidup di
lingkungan anaerob sangat menguntungkan karena sel ini dapat membunuh
bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Hoffbrand,
1996).
Granula eosinofil memiliki bentuk yang besar serta seragam. Granula-
granula eosinofil biasanya tidak menyelubungi atau menyamarkan nukleus, yang
memiliki paling banyak dua lobus terhubungkan oleh helaian tipis maupun tebal
dari material nucleus (Tortora & Derrickson, 2014). Eosinofil memiliki dua
fungsi istimewa, yaitu pertama mampu menyerang dan menghancurkan larva
cacing (parasit), sedangkan fungsi kedua adalah enzim yang dihasilkan eosinofil
mampu menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil
pada proses hipersensivitas. Fungsi utama eosinofil adalah menetralisiradanya
bahan-bahan toksik, sehingga keberadaannya dalam jumlah besar di tempat-
tempat tertentu berhubungan dengan adanya reaksi antigen-antibodi serta pada
tempat tertentu tersebut melakukan penetrasi terhadap bahan asing di dalam
tubuh (Lokapirnasari & Yulianto, 2014).
Granula basofil berbentuk bulat, dan bervariasi satu sama lain. Granula-
granula basofil dapat menyamarkan nukleus yang memiliki dua lobus (Tortora &
Derrickson, 2014). Basofil merupakan granulosit yang bersifat polimorfonuklear
basofilik yang bentuk dan ukurannya hampir sama dengan heterofil. Granulosit
ini cenderung menjadi sel yang bulat dengan sebuah inti bulat di tengah. Intinya
berwarna biru dan sering ditutupi oleh granul sitoplasmik. Basofil adalah
leukosit yang jumlahnya paling rendah sekitar 0,5-1,5% dari seluruh leukosit
yang beredar dalam aliran darah. Basofil berperan sebagai mediator untuk
aktivitas perbarahan dan alergi, memiliki reseptor immunoglobulin-E (IgE) dan
immunoglobulin-G (IgG) yang menyebabkan degranulasi dan membangkitkan
reaksi hipersensitif dengan sekresi yang bersifat vasioaktif. Basofil dapat
meningkat jumlah nya ketiga ada antigen yang dapat menyebabkan alergi
(Lokapirnasari & Yulianto, 2014).
Limfosit adalah sel berbentuk sferis, dengan diameter 6-8 µm. Inti relatif
besar dan bulat. Sitoplasma sedikit sekali dan sedikit basofilik. Limfosit adalah
sel darah putih yang berjumlah 40 hingga 50% dari sel darah putih yang jumlah
terbesar kedua. Limfosit terbagi atas sel T, sel B dan sel pembunuh alami. Sel T
dan sel pembunuh alami berperan dalam menyerang sel-sel asing dan membuat
racun sedangkan sel B yakni membuat anti bodi. Limfosit memiliki 1 nukleus
dan tidak motil. Fungsi secara umum limfosit adalah membuat anti bodi dan
menjaga kekebalan tubuh (Hoffbrand, 1996). Monosit biasanya lebih besar
daripada leukosit darah tepi yaitu diameter 16-20 µm dan memiliki inti besar di
tengah oval atau berlekuk dengan kromatin mengelompok. Inti biasanya
eksentris dan berbentuk seperti tapal kuda (Bell & Rodak, 2002). Monosit
berperan sebagai prekursor untuk makrofag dan sel ini akan mencerna serta
membaca antigen (Lokapirnasari & Yulianto, 2014).
Perhitungan sel imun dapat dilakukan dengan membuat apusan darah dan
pewarnaan Giemza. Proses pembuatan apusan darah diawali dengan
pengambilan sampel darah yang akan diamati. Darah yang telah diambil
kemudian diletakan dan diratakan di gelas objek hingga membentuk lapisan
darah yang tidak terlalu tebal ataupun tipis pada gelas objek dan dibiarkan
hingga mengering. Setelah itu, preparat ditetesi pewarna secukupnya, pewarna
yang dapat digunakan pada pengamatan diferensial leukosit misalnya adalah
Giemza 7% . Setelah pewarnaan, preparat di cuci dengan air mengalir untuk
membersihkan sisa pewarnaan yang berlebihan dan kemudian preparat ditutup
dengan gelas preparat penutup. Langkah terakhir adalah preparat yang sudah
disiapkan diamati di bawah mikroskop. Hitung setiap tipe sel yang teramati dan
dibuat persentase setiap selnya (Tjokronegoro & Utama, 1996).
Fluktuasi sel-sel imun di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia
lingkungan, obat-obatan, stres atau inflamasi, dan mikroba pada tubuh. Sel imun
yang belum berkembang sempurna pada saat bayi akan meningkat hingga
dewasa dan menurun pada usia lanjut (Kresno, 2001). Berbagai penelitian
menunjukan bahwa stes dan inflamasi dapat menyebabkan meningkatnya
neutrofil dan menurunnya limfosit. Fluktuasi neutrofil dan limfosit tersebut
terjadi setelah adanya kerusakan jaringan (Kastilong et al., 2018). Kerusakan
jaringan juga dapat menyebabkan meningkatnya monosit karena salah satu
fungsinya adalah perbaikan jaringan (Voigt & Swist, 2011). Hormon kortisol
juga dapat mengakibatkan fluktuasi neutrofil dan limfosit (Titisari et al., 2019).
Masuknya alergen kedalam tubuh juga dapat mempengaruhi fluktuasi sel imun,
alergen dapat menyebabkan meningkatnya basofil karena fungsinya yang
bertindak sebagai mediator aktivitas alergi. Parasit khususnya cacing yang
masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan meningkatnya eosinofil karena sel ini
mampu mengancurkan larva cacing (Lokapirnasari & Yulianto, 2014).

B. Tujuan
Tujuan praktikum acara ini antara lain adalah:
1. Mengetahui sel-sel imun granulosit dan agranulosit beserta fungsi dan
bentuknya.
2. Mengetahui presentase sel-sel imun pada berbagai hewan.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah darah manusia,
ayam (Gallus domesticus), ikan nilem (Osteochillus vittatus), mencit (Mus
musculus), akuades, larutan Giemsa 7%, methanol absolut, EDTA, etanol 70%
dan minyak imersi.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah lancet, object
glass, beaker glass, spuit 1cc, pipet tetes, dan mikroskop.
B. Cara Kerja
1. Darah manusia diambil menggunakan lancet pada bagian jari.
2. Darah manusia kemudian diteteskan ke object glass.
3. Darah manusia diapuskan dengan sudut 450.
4. Preparat difiksasi dengan metanol ± 5 menit.
5. Preparat diwarnai dengan larutan Giemsa selama ±20 menit.
6. Preparat dikeringanginkan.
7. Preparat ditetesi minyak imersi.
8. Preparat diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000×.
9. 10 lapang pandang dihitung jumlah sel leukositnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 3.1 Pengamatan Jumlah Sel-Sel Imun Granulosit dan Agranulosit
Rombongan II
Limfosi Neutrofil (%)
Prepara Monosi Eosinofil Basofil
t Batan
t t (%) Segmen (%) (%)
(%) g
Mencit 0.09 18.18 0 45.45 0 27.27
Manusia 99.13 0.58 0 0.29 0 0
Ayam 40 8 0 32 0 20
Ikan
80 20 0 0 0 0
Nilem

Perhitungan kelompok 4
Limfosit =
41+61+ 47+59+31+12+21+1+7+60
× 100 %=99.13 %
343
2
Monosit = ×100 %=0.58 %
343
Neutrofil batang =-
1
Neutrofil segmen = ×100 %=0.29 %
343
Eusinofil =-
Basofil =-
2
1

Gambar 3.1.2 Lapang Pandang


Ke- 2 Perbesaran 1000x

Gambar 3.1.1 Lapang Pandang


Ke- 1 Perbesaran 1000x 3

Gambar 3.1.4 Lapang Pandang


Ke- 4 Perbesaran 1000x

Gambar 3.1.3 Lapang Pandang


Ke- 3 Perbesaran 1000x

Gambar 3.1.6 Lapang Pandang


Ke- 6 Perbesaran 1000x

Gambar 3.1.5 Lapang Pandang


Ke- 5 Perbesaran 1000x
Gambar 3.1.8 Lapang Pandang
Ke- 8 Perbesaran 1000x

Gambar 3.1.7 Lapang Pandang


Ke- 7 Perbesaran 1000x

Gambar 3.1.10 Lapang Pandang


Ke- 10 Perbesaran 1000x
Keterangan:
1. Limfosit
2. Monosit
3. Neutrofil
Gambar 3.1.9 Segmen
Lapang Pandang
Ke- 9 Perbesaran 1000x
B. Pembahasan
Hasil perhitungan sel imun pada praktikum ini berbeda beda pada setiap
preparat darah. Persentase sel imun pada mencit antara lain limfosit 0.09%,
monosit 18.18%, neutrofil segmen 45.45%, dan basofil 27.27%. Persentase sel
imun pada manusia antara lain limfosit 99.13%, monosit 0.58%, dan neutrofil
segmen 0.29%. Persentasi sel imun pada ayam antara lain limfosit 40%, monosit
8%, neutrofil segmen 32%, dan basofil 20%. Persentase sel imun pada ikan
nilem antara lain limfosit 80% dan monosit 20%. Sel eosinofil dan sel neutrofil
batang tidak ditemukan atau tidak teridentifikasi pada semua preparat.
Hasil perhitungan sel imun yang sesuai dengan kadar normal menurut
pustaka adalah neutrofil segmen mencit, monosit manusia, limfosit dan monosit
ayam, Hasil perhitungan sel imun lainnya tidak sesuai dengan kadar normal.
Menurut pustaka kadar norman sel imun antara lain adalah neutrofil segmen 36-
37%, neutrofil batang 0-12%, eosinofil 0-4%, basofil 0-2%, limfosit 0-2%, dan
monosit 0-10% (Hughes, 2004). Ketidak sesuaian hasil perhitungan sel imun
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi
jumlah sel imun yaitu usia lingkungan, obat-obatan, stres atau inflamasi, dan
mikroba pada tubuh (Kresno, 2001). Ketidak sesuaian hasil perhitungan juga
dapat disebabkan oleh kesalahan pada saat menghitung atau salah
mengidentifikasi sel karena apusan darah yang terlalu tebal atau terlalu tipis
sehingga sel tidak teramati dengan jelas.
Interpretasi hasil pada pewarnaan Giemza pada darah manusia yang
dilakukan menunujukan beberapa sel yang teramati yaitu limfosit, monosit, dan
neutrofil. Sel yang teramati sebagai limfosit memiliki sel bulat dan inti sel bulat
yang besar. Sel yang teramati sebagai monosit memiliki sel yg besar dengan inti
berbentuk seperti ginjal dan memiliki sitoplasma yang bermarna merah muda.
Sel yang teramati sebagai neutrofil segmen memiliki sel bulat lebih besar dari
limfosit dan memiliki inti yang terbagi menjadi beberapa bagian (Nurlaela et al.,
2017).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:


1. Sel imun terbagi menjadi sel imun granulosit dan agranulosit. Agranulosit
meliputi limfosit dan monosit, sedangkan granulosit terdiri dari neutrofil,
eosinofil dan basofil. Limfosit berbentuk sferis memiliki inti bulat relatif besar,
sel ini berfungsi untuk membuat antibodi. Monosit memiliki inti besar yang
berlekuk, sel ini berfungsi sebagai prekursor makrofag. Neutrofil memiliki dua
bentuk yaitu ada yang segmen dan batang, sel ini berfungsi fagositosis dan
perbaikan jaringan. Eosinofil memiliki sel dengan granula yang tidak
menyelubingi sel dan memiliki dua lobus, fungsi sel ini adalah membunuh larva
parasit dan menetralisir zat toksik. Basofil berbentuk bulat dan memiliki dua
lobus, sel ini berperan sebagai mediator untuk aktivitas perbarahan dan alergi.
2. Persentase sel imun pada mencit antara lain limfosit 0.09%, monosit 18.18%,
neutrofil segmen 45.45%, dan basofil 27.27%. Persentase sel imun pada manusia
antara lain limfosit 99.13%, monosit 0.58%, dan neutrofil segmen 0.29%.
Persentasi sel imun pada ayam antara lain limfosit 40%, monosit 8%, neutrofil
segmen 32%, dan basofil 20%. Persentase sel imun pada ikan nilem antara lain
limfosit 80% dan monosit 20%.
DAFTAR PUSTAKA

Bell. & Rodak., 2002. Hematology: Clinical Principles and Applications.


Philadelphia: W. B. Saunders Company.
Evrard, M., Kwok, I. W., Chong, S. Z., Teng, K. W., Becht, E., Chen, J., Sieow, J.
L., Penny, G. L., Ching, G. C., Devi, S., Adrover, J. M, Li, J. L. Y., Liong, K.
H., Yan, L., Poon, Z., Foo, S., Chua, J. W., Su, I. H., Balabanian, K., Bachelerie,
F., Biswas, S. K., Larbi, A., Hwang, W. Y. K., Madan, V., Koeffler, H. P.,
Wong, S. C., Newell, E. W., Hidalgo, A., Ginhoux, F. & Ng, L. G., 2018.
Developmental Analysis of Bone Marrow Neutrophils Reveals Populations
Specialized In Expansion, Trafficking, And Effector Functions. Immunity, 48(2),
364-379.
Hoffbrand, A. V., 1996. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
Hughes J., 2004. Use of Laboratory Test Data: Process Guide and Reference for
Pharmacists. Austrasila: Pharmaceutical Society of Australia.
Kastilong, M., Subrata, I., Tangkudung, G. & Khosama, H., 2018. Rasio Neutrofil
Limfosit dan Luaran Cedera Kepala. Jurnal Sinaps, 1(2), pp. 20-28.
Kresno, S. B., 2001. Imunobiologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium Edisi IV.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UI Press.
Lokapirnasari, W. P. & Yulianto, A. B., 2014. Gambaran Sel Eosinofil, Monosit, dan
Basofil Setelah Pemberian Spirulina Pada Ayam Yang Diinfeksi Virus Flu
Burung. Jurnal Veteriner, 15(4), pp. 499-505.
London Jr, N. R., Tharakan, A. & Ramanathan Jr, M., 2016. The role of Innate
Immunity and Aeroallergens In Chronic Rhinosinusitis. Rhinosinusitis with
Nasal Polyposis, 79, pp. 69-77.
Munasir, Z., 2001. Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri. Sari Pediatri, 2(4), pp.
193-197.
Nurlaela, C., Yatuningsih, D. & Alawiyah, S. S., 2017. Perbandingan Pemeriksaan
Hitung Jenis Leukosit Dengan Pewarnaan Kombinasi Giemsa dan Wright.
Jurnal Riset Kesehatan, 4(1), pp. 32-36.
Rivera, A., Siracusa, M. C., Yap, G. S. & Gause, W. C., 2016. Innate cell
Communication Kick-Starts Pathogen-Specific Immunity. Nature
immunology, 17(4), pp. 356-363.
Satyantini, W. H., Agustono, A., Arimbi, A., Sabdoningrum, E. K., Budi, M. &
Asmi, L. W., 2016. Peningkatan Respons Imun Non Spesifik Ikan Gurame
Pascapemberian Ekstrak Air Panas Mikroalga Spirulina platensis. Jurnal
Veteriner, 17(3), pp. 347-354.
Titisari, N., Anindia, N., Fauzi, A., Masnur, I. & Kuniawan, I., 2019. Perbandingan
Kadar Kortisol dan Rasio N/L (Neutrofil/Limfosit) Antara Lutung Jawa Jantan
dan Betina di Kandang Sosialisasi. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical
Animal Production, 20(1), pp. 38-45.
Tjokronegoro, A. & Hendra, U., 1996. Pemeriksaan Hematologi Sederhana. Jakarta :
FKUI.
Tortora, G. J. & Derrickson, B., 2014. Principles of Anatomy & Physiology.
Fourteenth Edition. New York: John Wiley & Sons Inc.
Voigt G. L. & Swist S. L., 2011. Hematology Techniques and Concepts for
Veterinary
Technicians. 2nd ed. Iowa: Willey-Blackwell.

Anda mungkin juga menyukai