Anda di halaman 1dari 6

KERINGANAN CICILAN DALAM PERJANJIAN KREDIT SEBAGAI

AKIBAT FORCE MAJEURE KARENA COVID-19 DI INDONESIA


(Studi Kasus Pada Pengemudi Ojek Daring PT. Gojek Indonesia)

PROPOSAL SKRIPSI

PUTRI AZZURI

1710611222

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM
2020
1. Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat perjanjian merupakan suatu hal yang sering
dilakukan. Perjanjian merupakan suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara
dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan
sesuatu hal, sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1 Di Indonesia dikenal
beberapa jenis perjanjian, salah satunya adalah perjanjian bernama yaitu perjanjian yang
telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ketiga Bab V sampai
dengan Bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain.
Dan perjanjian tak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam
undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor,
perjanjian kredit.2
Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan
menerangkan bahwa pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Perjanjian kredit
merupakan perjanjian pokok yang bersifat rill.3
Kewajiban yang dibebankan pada debitur dalam perjanjian, memberikan hak pada
pihak kreditur dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan
yang lahir dari perjanjian tersebut.4 Namun terkadang dalam perjanjian, terdapat
kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang menyebabkan salah satu pihak tidak dapat
melakukan kewajiban yang harus dipenuhi atau disebut juga dengan wanprestasi. Pasal
1243 KUHPerdata menerangkan bahwa pihak yang merasa dirugikan karena adanya
wanprestasi dapat meminta ganti rugi. Namun jika wanprestasi yang dilakukan oleh salah
satu pihak bukan karena kesalahannya atau karena adanya keadaan memaksa maka
wanprestasi tersebut tidak dapat dituntut dengan ganti kerugian, hal ini dijelaskan dalam
Pasal 1245 KUHPerdata.
Keadaan memaksa yang disebutkan dalam Pasal 1245 KUHPerdata biasa juga
disebut dengan force majeure. Keadaan ini membuat seorang debitur terhalang untuk
melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat
dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepada debitur karena ia tidak dapat dikatakan lalai ataupun melakukan wanprestasi.5
Terdapat beberapa macam force majeure salah satunya adalah force majeure
temporer, yaitu suatu keadaan dimana terhadap pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut
tidak mungkin dilakukan untuk sementara waktu, dengan kata lain setelah hilang efek
dari terjadinya peristiwa tertentu maka prestasi tersebut dapat dipenuhi kembali. 6
Terjadinya wabah pandemic Corona Virus Disease 2019 atau COVID-19 dapat dikatakan

1
Wirjono Projodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, P.T Bale Bandung, Bandung, 1981, hlm. 9.
2
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2008, hlm 82.
3
Hermansah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005,
hlm.71.
4
Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014,
hlm.91.
Michael R. Purba, Kamus Hukum, Widyatamma, Jakarta, 2009, hal 308.
5

Ceisa Shadrina Pranindira, Analisis Penyelesaian Force Majeure Dalam Produk Pembiayaan Pada Bank
6

Syariah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatulah, 2016, hlm.29.


sebagai force majeure temporer.7 Pemerintah Indonesia menetapkan pandemi virus
corona COVID-19 sebagai Bencana Nasional. Status tersebut diumumkan pada Sabtu
(14/3/2020) oleh Presiden melalui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 8
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan
ada 3 (tiga) jenis bencana yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana social.
COVID-19 dapat dikategorikan sebagai bencana non alam karena merupakan wabah
penyakit. Presiden Joko Widodo (Jokowi)  memberikan keringanan atau pelonggaran
cicilan kredit bagi pekerja informal terdampak COVID-19. Itu berarti, pekerja informal,
seperti pengemudi ojek daring, supir taksi, pelaku Usaha Mikro dan Kecil, dan nelayan
dapat mengajukan keringanan cicilan kredit kepada bank, dan perusahaan pembiayaan
(multifinance).9 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kelonggaran kepada debitur
perbankan dan memberi penjelasan tentang adanya suatu regulasi yang telah diatur untuk
kondisi ini tertuang dalam Peraturan OJK No 11 Tahun 2020 tentang Stimulus
Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran
Coronavirus Disease 2019. Dalam Peraturan OJK 11 tahun 2020 tersebut, para
debitur/nasabah hanya mendapatkan keringanan atau relaksasi cicilan.10
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas maka penulis
berkeinginan untuk melakukan penelitian yang berjudul “KERINGANAN CICILAN
DALAM PERJANJIAN KREDIT SEBAGAI AKIBAT FORCE MAJEURE KARENA
COVID-19 DI INDONESIA (Studi Kasus Pada Pengemudi Ojek Daring PT. Gojek
Indonesia)”.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana akibat hukum yang timbul dengan dilakukannya keringanan cicilan dalam
perjanjian kredit sebagai akibat force majeure karen COVID-19 di Indonesia?
b. Bagaimana upaya yang ditempuh oleh para pihak, baik bank sebagai kreditur dan
pengemudi ojek daring sebagai debitur dalam penyelesaian perjanjian kredit sebagai
akibat force majeure karen COVID-19 di Indonesia?
3. Kerangka Teori dan kerangka Konseptual
a. Kerangka Teori
Teori-teori yang menjadi batasan penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Teori Ketidakmungkinan
J.Satrio berpendapat bahwa keadaan memaksa adalah suatu keadaan tidak
mungkin melakukan pemenuhan prestasi yang diperjanjikan. Ketidakmungkinan
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a) Ketidakmungkinan dalam keadaan memaksa yang subjektif;

7
Hamalatul Qur'ani, Masalah Hukum Penundaan Kontrak Akibat Penyebaran Covid-19, diakses dari
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e70df2e855cf/masalah-hukum-penundaan-kontrak-akibat-penyebaran-
covid-19/, pada tanggal 04 April 2020 pukul 22.25.
8
Dipna Videlia Putsanra, Update Corona Indonesia: COVID-19 Bencana Nasional Kasus Capai
117, diakses dari https://tirto.id/eFq1, pada tanggal 04 April 2020 pukul 22.43.
9
Adhi Wicaksono, Syarat Penundaan Cicilan Kredit Motor Ojol dan UMKM, diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200403091127-78-489870/syarat-penundaan-cicilan-kredit-motor-ojol-
dan-umkm, pada tanggal 04 April 2020 pukul 22.57.
10
Yoghy Irfan, Ini Syarat Penerima Kelonggaran Pembayaran Cicilan hingga 1 Tahun, diakses dari
https://selasar.co/read/2020/03/26/1169/ini-syarat-penerima-kelonggaran-pembayaran-cicilan-hingga-1-tahun, pada
tanggal 04 April 2020 pada pukul 23.17.
b) Ketidakmungkinan dalam keadaan memaksa yang objektif.11
Ajaran keadaan memaksa yang subjektif diartikan bahwa tidak dipenuhinya
prestasi oleh debitur sifatnya relatif. Artinya barangkali hanya pihak debitur sendiri
yang tidak dapat memenuhi prestasi, sedangkan bila orang lain yang mengalami
peristiwa dimaksud ada kemungkinan orang tersebut dapat memenuhi prestasinya.
Sehingga untuk ajaran keadaan memaksa yang subjektif atau relatif ini dapat pula
dikatakan sebagai “difficultas”. Pada keadaan memaksa yang subjektif ini, perikatan
atau perjanjian tersebut tidak berarti menjadi batal, akan tetapi hanya berhenti
berlakunya untuk sementara waktu. Apabila keadaan memaksa tersebut sudah tidak
ada, maka perikatan atau perjanjian tersebut berlaku kembali. 12 Jadi teori subjektif ini
memperhatikan pribadi daripada debitur pada waktu terjadinya force majeure,
misalnya kesehatan, kemampuan keuangan debitur, dan lain-lain.
Kemudian dalam teori keadaan memaksa yang objektif, debitur baru bisa
mengemukakan adanya force majeure kalau setiap orang dalam kedudukan debitur
tidak mungkin untuk memenuhi prestasi. Disini ketidakmungkinan berprestasi
bersifat absolut, siapun tak bisa. Kalau setiap orang tak bisa, maka hal itu berarti
ketidakmungkinan untuk memberikan prestasi di sini bersifat mutlak.13
b. Kerangka Konseptual
1) Perjanjian merupakan suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara
dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk
melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu.14
2) Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
3) Force Majeure adalah keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk
melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada
saat dibuatnya kontrak.15
4. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan adalah yuridis empiris atau disebut dengan
penelitian lapangan yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang
terjadi dalam kenyataannya dalam masyarakat.16
b. Jenis Data
Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber
pertama yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas.17 Data sekunder
merupakan data yang antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
11
J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1993, hlm. 254.
12
Purwahid Patrik, Hukum Perdata I (Azas-Azas Hukum Perikatan), Semarang: Seksi Hukum Perdata,
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1986, hlm.21.
13
J.Satrio, loc.cit., hlm.254.
14
Wirjono Projodjodikoro, loc.cit., hlm. 9.
15
Michael R. Purba, loc.cit., hlm 308
16
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 2012, hlm.
126
17
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 30
bahkan hasil- hasil penelitian yang bersifat laporan. 18 Data sekunder berasal dari
sumber bahan hukum primer yang terdiri dari undang-undang, sumber bahan hukum
sekunder terdiri dari buku dan jurnal ilmiah, serta sumber bahan hukum tersier yang
terdiri dari kamus hukum.
c. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini adalah pendekatan
kasus (The Case Approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan
telaah terhadap kasus dilapangan yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan
pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yaitu pendekatan yang
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan
dengan isu hukum yang diteliti.
d. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Pada penelitian ini jenis data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua jenis data
yaitu data yang bersifat primer dan data yang bersifat sekunder dengan teknik dan alat
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan secara bebas terbuka dengan menggunakan alat
berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebagai pedoman wawancara
sesuai dengan permasalahan. Tujuan dari wawancara adalah agar informan dapat
berbicara atau menyampaikan pernyataan yang menjadi kepentingannya atau
kelompoknya secara terbuka.19
2. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang
dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content
analisys.20 Teknik ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan
mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen,
laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya baik cetak maupun elektronik yang
berhubungan dengan force majeure dalam perjanjian.

DAFTAR PUSTAKA

18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum ctk Ketiga, UI Press, Jakarta, 2012, hlm.42
19
Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, Alfabeta, Bandung, 2014, hlm. 384.
20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hlm. 21
Buku:
Amiruddin (2006) Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Arikunto, S. (2012) Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Hermansah (2005) Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Marzuki, P. M. (2011) Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Patrik, P. (1986) Hukum Perdata I (Azas-Azas Hukum Perikatan). Seksi Huku. Semarang:
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Projodjodikoro, W. (1981) Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: PT. Bale Bandung.
Purba, M. R. (2009) Kamus Hukum. Jakarta: Widyatamma.
Satrio, J. (1993) Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni.
Soekanto, S. (2012) Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan Ke. Jakarta: UI Press.
Sugiyono (2014) Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.
Sutarno (2008) Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung: Alfabeta.
Widjaja, G. (2014) Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Skripsi
Pranindira, C. S. (2016) Analisis Penyelesaian Force Majeure Dalam Produk Pembiayaan Pada
Bank Syariah. UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. Hlm. 29
Website:
Irfan, Y. (2020) Ini Syarat Penerima Kelonggaran Pembayaran Cicilan hingga 1 Tahun.
Available at: https://selasar.co/read/2020/03/26/1169/ini-syarat-penerima-kelonggaran-
pembayaran-cicilan-hingga-1-tahun (Accessed: 17 April 2020).
Putsanra, D. V. (2020) Update Corona Indonesia: COVID-19 Bencana Nasional Kasus Capai
117. Available at: https://tirto.id/eFq1. (Accessed: 04 April 2020 pukul 22.43.)

Qur’ani, H. (2020) Masalah Hukum Penundaan Kontrak Akibat Penyebaran Covid-19.


Available at: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e70df2e855cf/masalah-hukum-
penundaan-kontrak-akibat-penyebaran-covid-19 (Accessed: 25 April 2020).
Wicaksono, A. (2020) Syarat Penundaan Cicilan Kredit Motor Ojol dan UMKM. Available at:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200403091127-78-489870/syarat-penundaan-cicilan-
kredit-motor-ojol-dan-umkm (Accessed: 04 April 2020 pukul 22.57

Anda mungkin juga menyukai