Anda di halaman 1dari 22

Ringkasan Mata Kuliah

Akuntansi Keperilakuan

ASPEK KEPERILAKUAN PADA DESENTRALISASI


DAN PENGUKURAN KINERJA

Oleh:
Ni Putu Dian Artini (1707532019)
Prisna Meiga Sari (1707532025)
Ni Komang Putri Gita Dharmayanti (1707532028)
Ni Kadek Resy Zelamewani (1707532030)

Dosen Pengampu:
Dr. I Nyoman Wijana Asmara Putra, S.E., M.Si., Ak.

Program Studi S1 Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2020
A. Desentralisasi
1. Pengertian Desentralisasi
Istilah desentralisasi digunakan dalam sejumlah besar literatur yang
beragam, dengan demikian, istilah ini memiliki arti bagi orang yang
berbeda. Definisi yang paling populer dari desentralisasi adalah definisi
yang diberikan oleh H.A. Simon :

“Suatu organisasi administratif dalam adalah tersentralisasi sejauh


keputusan dibuat pada tingkatan yang relatif tinggi dalam organisasi
tersebut; tedesentralisasi sejauh keputusan itu didelegasikan oleh
manajemen puncak kepada tingkatan wewenang eksekutif yang lebih
rendah.”

Sementara dalam teori definisi diatas sangat jelas dalam praktik nya
definisi ini sulit untuk diterapkankan hal ini terutama disebabkan
mengenai konsep keputusan yang dapat di indentifikasikan merupakan
suatu konsep yang samar-samar. Sebagai contoh mungkin adalah sulit
untuk mengidentifikasikan tingkat hierarki khusus dimana keputusan
dibuat karena wewenang formal tidak sesuai dengan kenyataan siapa
yang membuat keputusan. Derajat pentingnya suatu keputusan juga tidak
menjelaskan mengapa keputusan produksi dan penjualan cendrung
didelegasikan ketingkatan yang lebih rendah dalam organisasi
dibandingkan dalam keputusan keuangan. Padahal adalah jelas bahwa
keputusan produksi dan penjualan adalah sama-sama penting dengan
keputusan keuangan. Pada umumnya keputusan strategis mencakup
periode yang lebih panjang dan berulang, sementara keputusan operasi
bersifat jangka pendek dan berulang. Dengan demikian keputusan
mengenai penyusunan anggaran modal dianggap keputusan yang tidak
berulang, strategis, dan umumnya tersentralisasi. Keputusan mengenai
produksi dan penjualan adalah berulang dianggap operasi umumnya
terdesentralisasi.

Karena hanya terdapat sedikit kesempatan mengenai arti dari istilah


desentralisasi, mungkin adalah lebih berguna untuk fokus pada apa yang
ingin dicapai oleh suatu organisasi melalui desentralisasi. Yaitu masalah –
masalah tersebut yaitu, masalah tersebut adalah mengenai perilaku apa
yang diinginkanoleh organisasi dari para manajernya. Oleh karena itu,
definisi keperilakuan dari desentralisasi sebagai suatu sistem yang
mendorong berbagai manajer dalam suatu hierarki berfikir dan bertindak
secara independen sementara pada saat yang sama merupakan bagian
dari suatu tim filosofi manajemen yang mencoba untuk mendorong
pemikiran dan tindakan manajer yang independen tanpa mengorbankan
kebutuhan organisaional. Dengan demikian, desentralisasi merupakan
penyeimbangan antara independensi dari manajer dengan kebutuhan
sebagai pemain tim. Desentralisasi juga adalah komitmen filosofis dari
pihak organisasi.

1. Lingkungan Sebagai Faktor Penentu Desentralisasi


Bagian Lingkungan Sebagai Faktor Penentu Desentralisasi ini
membahas mengenai kondisi-kondisi pendahulu yang menciftakan
kebutuhan akan jenis-jenis perilaku manajerial yang dijelaskan oleh Vancil
(1980). Hanya dengan memahami mengapa perilaku-perilaku semacam
itu dibutuhkan, adalah mungkin untuk memahami akan kebutuhan
desentralisasi. Suatu pembahasan umum mengenai alasan-alasan
dibutuhkannya desentralisasi mencakuo hal-hal sebagai berikut :
a) Desentaralisasi membebaskan manajemen puncak untuk fokus pada
keputusan-keputusan strategis jangka panjang dan bukannya terlibat
dalam keputusan-keputusan operasi. Hal ini berarti penggunaan yang
lebih baik atas aktu manajerial yang sangat berharga.
b) Desentralisasi memungkin organisasi untuk memberikan respon
secara cepat dan efektif terhadap masalah (manajer lokal) memiliki
informasi yang paling baik dan oleh sebab itu, dapat memberikan
respon yang lebih baik pada kebutuhan-kebutuhan lokal.
c) Sistem yang tersentralisasi tidak mampu  menangani semua informasi
yang rumit yang diperlukan untuk membuat keputusan yang optimal.
Keputusan-keputusan yang tersentralisasi mungkin lebih inferior
dibandingkan dengan keputusan-keputusan yang dibuat secara lokal
dalam suatu sistem yang terdesentralisasi.
d) Desentralisasi menyediakan dasar pelatihan yang baik bagi
manajemen puncak masa depan.
e) Desentralisasi memenuhi kebutuhan akan otonomi dan dengan
demikian merupakan suatu alat motivasional yang kuat bagi para
manajer.
Sementara kebanyakan dari pernyataan diatas pada dasarnya adalah
benar, pernyataan-pernyataan tersebut lebih merupakan konsekuensi dan
bukan pendahulu dari desentralisasi.

Landasan teoritis dan empiris yang paling konprehensif untuk


memahami desentralisasi diberikan oleh Chandler dalam dua karya besar.
Pertama, Strategy and Structure (1962), menyatakan bahwa struktur
suatu perusahaan merupakan tanggapan suatu strateginya. Sementara
strategi bergantung pada dua elemen kunci – lingkungan pasar dan
teknologi. Karya yang kedua, The Visible Hand (1977), menyediakan suatu
survei historis yang mendukung dalil diatas. Dalam studi ini, Chandler
mengaitkan pengembangan dari perusahaan divisional yang
terdesentralisasi dengan perubahan dalam lingkungan dan perubahan
dalam teknologi.

Pada umumnya, semakin tinggi tingkat konflik dan perubahan


dalam lingkungan tugas, semakin besar kebutuhan suatu organisasi untuk
mengembangkan kapabilitas pemrosesan informasi khusus,
mengembangkan kemampuan untuk memberi respon dengan cepat,
mendorong perilaku yang mau mengambil resiko dan inovatif  dari pihak
anggota-anggotanya. Metode untuk mencapai tujuan ini harus konsisten
dengan nilai-nilai dari  komunitas yang lebih besar sehingga tersebut
tidak membahayakan legitimasinya. Ditinjau dari perspektif ini, sekarang
adalah mungkin untuk melihat bahwa desentralisasi memungkinkan
organisasi yang dihadapkan pada konflik dan perubahan yang lebih besar
untuk mengembangkan informasi khusus, merespon dengan cepat, dan
mendorong pengambilan resiko dan inovasi. Demikian pula sebagaimana
ditunjukkan oleh J. W. Meyer dan B. Rowan (1977), desentralisasi dalam
masyarakat barat memiliki fungsi simbolis karena desentralisasi sesuai
dengan nilai-nilai dari komunitas yang lebih besar. Berbagai macam
alasan untuk desentralisasi yang dikutip pada permulaan bagian ini
dengan demikian dapat dikaitkan dalam model yang berbasis lingkungan
dari jenis yang disajikan dalam Gambar 1.

Gambar di atas menunjukkan bahwa karakteristik utama dari


lingkungan tugas adalah kelimpahan sumber daya, saling keterkaitan dari
aktor sosial, dan konsentrasi kekuasaan. Fitur utama dari komunitas
adalah sekelompok nilai dan kepercayaan dan kepercayaan yang
dianutnya. Lingkungan menentukan konteks dari suatu organisasi.
Penyedia sumber daya menentukan tingkat konflik dan perubahan; serta
sistem nilai mendefinisikan sekelompok batasan. Konteks pada gilirannya
akan menentukan perilaku yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
organisasi. Misalnya saja, kecepatan respons kemungkinan besar akan
merupakan fungsi dari tingkat konflik dan perubaahan dalam lingkungan,
sementara cara pengaturan (demokratis atau otokratis) akan dibentuk
oleh preferensi dari komunitas yang lebih besar. Ditinjau dari perspektif
dalam Gambar 1, desentralisasi menjadi suatu respons oleh organisasi
untuk mengatasi tuntutan-tuntutan lingkungannya. Respons ini dapat
dimediasikan oleh pilihan strategis sebagaimana dikemukakan oleh
Chandler atau dapat berdampak secara langsung sebagaimana
dinyatakan oleh Aldrich dan Mueller.

2. Memilih suatu Struktur


Untuk menerapkan desentralisasi, suatu organisasi harus memilih
struktur yang sesuai, mengembangkan anggaran dasar, dan mengukur
kinerja dari subunit-subunit yang terdesentralisasi. Tidak ada satu pun
truktur yang paling sesuai untuk desentralisasi. Untuk memilih struktur
dari sekian banyak struktur yang dapat meningkatkan desentralisasi
adalah ;

a) Pembagian Tugas/Keputusan
Jenis fungsional-divisional dari struktur organisasi mencerminkan
dua cara berbeda  untuk membagi tugas/keputusan dalam suatu
organisasi. Struktur fungsional membagi suatu organisasi sepanjang lini
fungsi-fungsi utama seperti  produksi, pemasaran, keuangan, dan
seterusnya. Struktur tersebut adalah sesuai untuk mengeksploitasi skala
ekonomi karena orang-orang berspesialisasi dalam fungsi tertentu.
Struktur semacam itu terutama sesuai untuk organisasi yang memerlukan
pengembangan keahlian yang mendalam disuatu bidang teknis dan atau
memiliki produk yang sedikit dan serupa. Produsen komputer dan
perusahaan penerbangan adalah contoh-contoh yang baik dari
perusahaan besar yang diatur secara fungsional.
Struktur divisional biasanya membagi suatu organisasi sepanjang
lini produk. Hal ini terutama sesuai untuk perusahaan dengan banyak
produk atau perusahaan yang sangat terdiversifikasi.
Komplikasi tambahan dapat membagi tugas/keputusan pada
kebanyakan organisasi besar adalah penyebaran geografis dari unit-unit
nya. Geografi menambah masalah koordinasi, terutama kerika unit-unit
tersebut melewati batas-batas negara. Perusahaan sekarang harus diatur
berdasarkan wilayah, dimana setiap wilayah memiliki organisasi
fungsional atau produk yang lebih lannjut. Suatu masalah yang sulit
timbul ketika hanya ada beberapa produk saja dari dari banyak produk
perusahaan tersebut yang dijual diberbagai wilayah.
b) Merencanakan Akuntabilitas Sumber Daya
Langakah kedua dalam memilih suatu struktur adalah
merencanakan suatu sistem yang sesuai untuk akuntabilitas sumber daya
pada berbagai subunit fungsional, produk,wilayah. Biasanya, suatu
struktur akuntabilitas sumber daya mengikuti logika dari distribusi fisik
aktivitas dan keputusan yang dicapai oleh penciptaan subunit. Empat
jenis akuntansi sumber daya yang dikenal dalam literatur yang terdiri atas
; pusat biaya, pusat pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi.

Karena hubungan antara aktivitas/keputusan dan sumber daya yang


digunakan maka organisasi fungsional terutama  menggunakan pusat
pendapatan dan biaya. Demikian pula, karena divisi pada umumnya
menggabungkan pemasaran dan produksi dibawah seorang manajer,
maka divisi-divisi tersebut diatur sebagai pusat laba atau investasi. pusat
laba atau investasi adalah unit ekonomi dasar dalam bisnis manapun dan
manajemen oleh karena itu berkepentingan untuk menilai kelangungan 
hidup ekonomisnya. Dengan demikian, sumber daya yang
diidentifikasikan dengan suatu unit yang tidak berkaitan dengan
kemampuan seorang manajer untuk membuat keputusan tentang sumber
daya tersebut.

B. Pengembangan Anggaran Dasar


Pengembangan anggaran dasar yaitu sekelompok aturan dan
prinsip operasi yang akan mengatur hubungan antara subunit dengan
kantor pusat(KP) dan antara satu subunit dengan subunit yang lain.
Hubungan antara subunit dan kantor pusat memerlukanpenggambaran
aktivitas-aktivitas suatu subunit memiliki wewenang dan tanggung jawab
utama, serta cara dengan kantor pusat mengharapkan menejer subunit
melaksanakan aktivitas-aktivitas yang diberikan kepada unit-
unitnya.Hubungan antar unit memerlukan penerapan pedoman untuk
mengatur pertukaran antara satu subunit dengan subunit yang lain.

1. Pendelegasian Aktivitas
Persyaratan penting dari desentralisasi adalah penentuan aktivitas
yang sebaiknya didelegasikan kepada subunit dan aktivitas yang
sebaiknya dikendalikan secara sentral. Dalam teori, sistem yang
terdesentralisasi penuh akan mendelegasikan seluruh aktivitas yang
dapat dipisahkan kepada subunit, dengan hanya sedikit atau tidak ada
sama sekali peran dari manajemen sentral. Teori dari produsen atomistis
dalam ekonomi pasar dengan persaingan sempurna mendekati model ini.
Jika pasar semacam itu ada dalam praktiknya, yang jarang sekali terjadi,
maka peran dari otoritas pusat akan menjadi sekadar peran dari seorang
wasit atau sebuah payung. Kenanyakan bisnis tidak bisa mendekati
tingkat desentralisasi semacam ini. Hal itu disebabkan karena manajemen
pusat dari aktivitas tertentu biasanya lebih efisien dibandingkan
palaksanakan secara terpisah oleh subunit. Misalnya saja, layanan hukum
akan lebih ekonomis jika dilaksanakan secara sentral dan bukan oleh
subunit bisnis yang terpisah.

2. Menetapkan Norma-norma Keperilakuan


Anggaran dasar harus mengikuti pembagian aktivitas dengan
menyatakan norma-norma keperilakuan yang diharapkan oleh kantor
pusat dari para manajer subunit dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas
ini. Sebagai contoh, sementara unit-unit mungkin bebas untuk membuat
keputusan-keputusan mengenai produk, kantor pusat mungkin
mengharapkan agar keputusan semacam itu didasarkan pada
pertimbangan terhadap profitabilitas jangka panjang. Tersedia beberapa
opsi untuk mengomunikasikan norma-norma keperilakuan yang
diinginkan. Norma-norma keperilakuan  yang paling penting
adalah: sosialisasi, spesialisasi, standardisasi, dan formalisasi. Semua
metode ini menyediakan suatu cara dengan mana kantor pusat dapat
mengomunikasikan keinginan atau situasi strukturnya sehingga
keputusan dan tindakan yang diambil oleh subunit sesuai dengan norma-
norma perilaku yang dapat diterima.

3. Klarifikasi Hubungan Antarunit


Anggaran dasar yang baik juga memeberikan peraturan-peraturan
dasar untuk mengelola pertukaran antar unit. Pertukaran ini adalah perlu
ketika subunit-subunit saling bergantung satu sama lain untuk input atau
output. Tingkat ketergantungan bervariasi dari tinggi dalam perusahaan
yang terintegrasi secara vertikal sampai rendah dalam konglomerasi yang
terdiversifikasi. Beberapa dari saling ketergantungan tersebut ada
dikebanyakan organisasi. Hal ini menciptakan kebutuhan untuk mengelola
hubungan antarunit tersebut dengan cara dimana baik unit individual
maupun organisasi dapat mencapai tujuannya. Desentralisasi
menigkatkan bahaya di mana subunithanya memaksimalkan tujuannya
sendiri dengan mengorbankan organisasi dengan cara memungkinkan
manajer subunit untuk bertindak secara independen.

4. Pendekatan Kompetitif versus Kolaborasi


Anggaran dasar untuk desentralisasi mencoba untuk mencegah
peluang untuk melakukan suboptimasi ini. Anggaran dasar tersebut dapat
menggunakan dua pendekatan ekstrem untuk melakukannya.
Pertama, pendekatan kompetitif,  mengandalkan pada mekanisme pasar
dan mensubstitusikan pasar internal yang fiktif dengan pasar eksternal.
Persaingan antar-subunit didukung dan harga transfer internal
menjalankan peran alokasi sumber daya dari sistem harga eksternal.
Pendekatan lainnya, yaitu pendekatan kolaboratif, meneakankan pada
keanggotaan organisasioanaldan mendorong individu untuk bekerja pada
satu tim dengan menggunakan aturan, penghargaan, dan nilai yang
sesuai. Pada praktiknya, tidaklah mungkin bagi kebanyakan organisai
untuk menggunakan salah satu dari kedua metode tersebut dalam
bentuk murninya. Dengan demikian, pilihan meraka adalah untuk
mengombinasikan fitur yang sesuai dari kedua pendekatan tersebut.

5. Faktor-faktor yang Memperngaruhi Pilihan


Suatu pendekatan pragmatis untuk mengembangkan anggaran
dasar yang terdesentralisasi mencoba untuk menggabungkan kedua
pendekatan ini. Tugasnya adalah menempatakan organisasi pada suatu
kontinum yang ujung-ujungnya adalah kompetisi dan kolaborasi. Ada
empat faktor penting yang sebaiknya dipertimbangkan oleh suatu
organisasi dalam memutuskan ujung yang mana yang akan dipilih pada
kontinum kompetisi-kolaborasi tersebut :
a. Tersedianya pasar eksternal
Sikap kompetitif di antara subunit-subunit adalah mungkin hanya jika
ada pasar eksternal untuk produk atau jasa yang diperdagangkan
secara interal.
b. Saling ketergantungan yang strategis
Faktor utama dalam memilih antara kompetisi dan kolaborasi
merupakan strategi bagi organisasi. Bahkan ketika produk-produknya
secara teknis independen, strategi suatu organisasi dapat membuat
produk-produk tersebut menjadi saling bergantung.
c. Ketidaklengkapan harga
Pendekatan kompetitif membutuhkan mekanisme harga sebagai sinyal
dasar untuk mengatur pengaturan.selama harga menyakup semua
variabel keputusan yang relevan, pendekatan kompetitif akan
berhasil. Namun, harga transfer internal jarang mencakup semua
pariabel keputusan yang relevan dalam suatu pertukaran. Hal
terutama yang sangat penting ialah perbedaan kualitas,
ketidakpastian dan faktor-faktor eksternal. Ketika terdapat perbedaan
kualitas antara produk adalah sulit untuk membandingkan harga dari
pemasok internal dengan pasar eksternal yang menjadi referensi.
Harga lagi-lagi gagal untuk mencerminkan dimensi penuh dari
pertukaran karna pihak lain harus membayar sebagian dari biaya
tersebut. Sebagai contoh, dalam suatu proses multitahap yang
terintegrasi, seperti pembuatan karton, kegagalan dari dua unit pada
tahap selanjutnya dari proses tersebut dapat merugikan pabrik kertas
(tahap 1) dibandingkan dengan unit-unit berikutnya. Ketidaklengkapan
dari suatu sinyal berarti bahwa kompetisi antar unit harus ditengahi
dan dilengkapi dengan mekanisme kolaboratif yang dapat mengakui
semua pariabel penting dalam pertukaran internal.
d. Tersedia opsi untuk keluar.
Persyaratan yang penting bagi keberhasilan pendekatan kompetitif 
adalah tersedia opsi untuk keluar. Opsi untuk keluar memungkinkan
seorang produsen internal yang tidak efisien diberikan sanksi dengan
cara mengizinkan pembeli menolak untuk membeli secara internal.
Namun disiplin pasar tidak selalu menghentikan atau menangkap
inefisiensi internal tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh A.O.
Hirschman, opsi untuk keluar dapat meningkatkan inefisiensi dengan
cara memungkinkan pembeli yang sadar akan kualitas untuk
berpindah, sehingga dalam jangka pendek memudahkan seorang
produsen yang tidak efisien untuk fokus pada pembeli yang tidak
melakukan membeda-bedakan. Dalam situasi semacam ini,
pendekatan kompetitif harus diperketat untuk memaksa baik pihak
pembeli maupun penjual untuk meningkatkan kualitas internal.
Sebagai ringkasan, anggaran dasar memutuskan apakah subunit-
subunit dalam suatu perusahaan akan terutama bersifat kompetitif atau
kolaboratif satu sama lain. Faktor-faktor yang menentukan keseimbangan
relatif diantara  kedua ekstrem tersebut dalah sampai sejauh mana pasar
ekternal tersedia independensi atau saling ketergantungan strategis antar
unit yang diinginkan, harga mencakup seluruh perbedaan dalam kualitas,
ketidakpastian pasokan, dan faktor-faktor ekternal ; dan opsi keluar dapat
diambil untuk menangkap kemunduran.

6. Desentralisai dan penentuan harga transfer


Mekanisme utama yang digunakan oleh organisasi untuk mengatur
pertukaran antar subnit adalah mekanisme penentuaan harga
transfer(transfer pricing). Sistem penentuan harga transfer dapat
digunakan  sebagai suatu alat untuk memaksakan prilaku yang diinginkan
oleh anggaran dasar.
Jenis-jenis harga transfer
biasanya menggunakan lima jenis harga transfer. Kelima jenis harga
transfer tersebut adalah :
a. Harga pasar
Harga pasar digunakan ketika terdapat beberapa jenis pasar eksternal
untuk produk tersebut. Harga pasar mendorong prilaku yang
kompetitif antar sub unit dan dapat menurunkan komitmen terhadap
suatu organisasi karna harga pasar memberikan kebebasan baik
kepada divisi pembeli maupun divisi pembeli untuk melakukan
transaksi secara eksternal.
b. Harga biaya plus
Biaya plus dapat berupa biaya penuh atau biaya pariabel plus marjin
laba. Kedua aturan ini dapat mendorong para pemasok internal untuk
menjadi tidak efisien dengan memungkinkan mereka untuk
meneruskan biaya pada divisi pembeli.
c. Biaya variabel
Biaya variabel mungkin optimal secara ekonomi karna biaya tersebut
mendekati biaya  produksi marginal dalam jangka pendek. Tetapi,
biaya variabel secara motivasional adalah tidak mendukung unit
penjualan karna biaya tersebut tidak memungkinkan unit penjual
untuk menujunjukan laba.
d. Harga yang dinegosiasikan
Harga yang dinegosiasikan akan mendorong keterampilan
bernegosiasi dengan mengorbankan produktifitas karna negosiator
yang paling baik dapat mengenakan harga yang lebih tinggi.
e. Harga yang diputuskan atau diperintahkan.
Harga yang diputuskan atau diperintahkan digunakan ketika dua
subunit tidak mencapai kesepakatan mengenai harga transfer yang
memuaskan kedua belah piha. Jika suatu divisi menolak akan
melakukan transaksi dengan divisi lainnya.
Dalam kasus semacam ini, merupakan praktek umum dalam
manajemenpuncak untuk menentukan suatu solusi yang tepat guna
menyelesakan perselisihan ini. Ketika hal ini dilakukan, para maneger
yang terlibat tidak lagi mempunyai tanggung jawab penuh atas aktivitas
dari visi mereka. Hal ini menimbulkan masalah-masalah keperilakuan
lansung dalam hal semangat dan motivasi.
7. Harga Transfer dan Anggaran Dasar Desentralisasi
Dampak keperilakuan dari harga transfer menyarankan suatu
penafsiran kembali terhadap harga transfer sebagai mekanisme
keperilakuan untuk mendukung tingkat kompetisi atau kolaborasi antar-
subunit yang diinginkan oleh suatu organisasi. Tabel 1.1 menunjukkan
suatu kaitan yang mungkin di antara kelima lokasi yang mungkin terdapat
pada kontinum kompetisi-kolaborasi dan jenis harga transfer yang paling
sesuai untuk mendukung keputusan ini. kelima lokasi tersebut adalah
murni bersifat anjuran dan hanya mencerminkan suatu perpindahan di
sepanjang kontinum ini.
Tabel 1.1 Mengaitkan Harga Transfer dengan Anggaran Dasar untuk
Desentralisai

Jenis Perilaku yang Jenis Penentuan Harga


Diinginkan Transfer yang Diperlukan
1. Tingkat kompetisi dan1. Harga kompetitif berbasis
saling ketergantungan yang pasar digunakan sebagai
tinggi antarunit. ukuran dari efisiensi
ekonomi
2. Tingkat kompetisi2. Harga berbasis pasar
menengah antarunit. digunakan sebagai batasan
Kolaborasi dibutuhkan pada untuk mengukur elemen-
variabel-variabel yang tidak elemen umum antara harga
dicakup oleh harga. internal dengan harga
eksternal. Perbedaan
antara harga internal
dengan harga eksternal
akan digunakan sebagai
suatu sinya “varians” untuk
investigasi lebih lanjut.
3. Kebutuhan yang setara,3. Harga transfer yang
baik untuk kompetisi dinegosiasikan untuk
maupun untuk kolaborasi. memberikan kepada unit-
unit suatu cara untuk
melakukan pemecahan
masalah secara bersama-
sama.
4. Kolaborasi yang lebih besar4. Harga transfer yang
dibandingkan dengan ditentukan untuk
kompetisi antarunit. menyatukan pihak-pihak
dan menunjukkan kepada
mereka kebutuhan untuk
berkolaborasi.
5. Kolaborasi yang erat dan5. Harga transfer yang
sedikit kompetisi. diperintahkan untuk
menggabungkan unit-unit
yang terpisah.

C. MENGUKUR DAN MENILAI KINERJA


1. Dimensi Kinerja
Kinerja (performance) mengacu pada pencapaian tugas-tugas yang
terbentuk dari pekerjaan karyawan dan merupakan refleksi dari seberapa
baik karyawan memenuhi syarat sebuah pekerjaan. Keefektifan kinerja
seseorang dapat dilihat dengan melakukan tugas atau peran mereka
secara andal dan harus mampu memberikan kontribusi spontan dan
perilaku inovatif di luar tugas formal mereka.

2. Menilai Kinerja
Mengukur dan menilai kinerja / penilaian Kinerja ( performance
appraisal) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi
pelaksanaan kinerja individu karyawan selama periode waktu tertentu.
Menilai kinerja merupakan mekanisme penting untuk digunakan dalam
menjelaskan tujuan, standar kerja, dan memotivasi kinerja individu di
waktu berikutnya.
Menilai kinerja (performance appraisal) secara keseluruhan
merupakan proses yang berbeda dari evaluasi pekerjaan (job
evaluation).Menilai kinerja berkenaan denga seberapa baik seseorang
melakukan pekerjaan yang ditugaskan, sedangkan evaluasi pekerjaan
menentukan seberapa tinggi harga sebuah pekerjaan degan kata lain
seberapa gaji yang sepatutnya diberikan kepada suatu pekerjaan itu

3. Tujuan mengukur dan menilai kinerja


Tujuan dari penilaian kinerja dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Tujuan utama : Untuk menghasilkan informasi yang akurat dan sah
tentang perilaku dan kinerja karyawan.
b. Tujuan khusus:
(1) Evaluasi
menyediakan keputusan sumber daya manusia termasuk promosi,
tranfer, atau pemberhentian.
(2) Pengembangan
Meningkatkan pendayagunaan sumber daya manusia melalui
penempatan pekerjaan yang lebih baik.

4. Dampak Menilai kinerja bagi karyawan


(1) Dampak positif:
a. membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal
mungkin,
b. Upaya pendisiplin,
c. Peningkatan motivasi kerja.
(2) Dampak negatif
a. Suatu hal yang menakutkan oleh orang-orang yang menilai
dirinya rendah dan kurang produktif,
b. penilaian secara serampangan dan tidak adil.

5. Tanggung jawab penilaian


Menurut Mondy & Noe(2005) dalam kebanyakan organisasi,
departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan desain dan pelaksanaan program penilaian kinerja.
Orang yang mungkin ditunjuk adalah:
a. Atasan langsung.

Atasan langsung bertanggung-jawab untuk menilai kinerja karena


dialah yang setiap saat dapat mengamati para karyawan. 
b. Bawahan
Bawahan berada dalam posisi yang tepat untuk menilai efektivitas
manajerial. Pendukung pendekatan ini percaya bahwa atasan sangat
menyadari kebutuhan kelompok kerja dan dapat membuat pekerjaan
lebih baik. Sebaliknya, kritikus khawatir bahwa bawahan takut akan
pembalasan.
c. Rekan Sejawat
Kekuatan utama untuk menilai kinerja adalah rekan kerja, yang
memiliki kinerja dan pandangan yang khas, terutama dalam tugas-
tugas tim.
d. Evaluasi diri
Jika karyawan memahami tujuan dan kriteria untuk evaluasi, mereka
memiliki posisi yang baik untuk menilai kinerja mereka sendiri.
e.  Pelanggan
Organisasi menggunakan pendekatan ini karena hal ini menunjukkan
komitmen terhadap pelanggan, karena karyawan adalah pemegang
tanggung-jawab.

6. Metode-metode Penilaian Kinerja


Menurut Mondy & Noe(2005), ada tujuh metode penilaian kinerja
yaitu:
(1) Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk
mengukur faktor-faktor kinerja (performance factor). Misalnya
dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai.
Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang
terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan
tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia diberi nilai 3
atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja
lainnya.
(2) Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian
terbaik dan terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai.
Dalam metode ini, penilai harus menyimpan catatan tertulis
tentang tindakan-tindakan atau prilaku kerja yang sangat positif
(high favorable) dan perilaku kerja yang sangat negatif (high
unfavorable) selama periode penilaian.
(3) Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan
karyawan, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan
memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.
Metode ini cenderung lebih memusatkan perhatian pada perilaku
ekstrim dalam tugas-tugas karyawan daripada pekerjaan atau
kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian
seperti ini sangat tergantung kepada kemampuan menulis
seorang penilai.
(4) Work standard 
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan
standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat
keluaran yang diharapkan. Standar mencerminkan keluaran
normal dari seorang pekerja yang berprestasi rata-rata, yang
bekerja pada kecepatan atau kondisi normal. Agar standar ini
dianggap objektif, para pekerja harus memahami secara jelas
bagaimana standar yang ditetapkan.
(5) Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok
sesuai dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara
keseluruhan. Contohnya, pekerja terbaik dalam satu bagian diberi
peringkat paling tinggi dan pekerja yang paling buruk prestasinya
diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi bila
pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau sebanding.
(6) Forced distribution 
Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke
dalam sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi
frekuensi normal. Contoh para pekerja yang termasuk ke dalam
10 persen terbaik ditempatkan ke dalam kategori tertinggi, 20
persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, 40
persen berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen
sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10 persen sisanya
ke dalam kategori terendah. Bila sebuah departemen memiliki
pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan “dipaksa”
untuk memutuskan siapa yang harus dimasukan ke dalam
kategori yang lebih rendah.
(7) Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku
kerja yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat
skalanya. Misalnya penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai
bagian pelayanan pelanggan tidak menerima tip dari pelanggan,
ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu
membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi
skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya.
Metode ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai
dengan tingkat kinerja yang diharapkan.

7. Masalah dalam menilai kinerja atas perilaku


a. Leniency
Penilaian yang dilakukan penyelia yang tidak berpengalaman atau
yang buruk mungkin memutuskan cara yang paling mudah untuk
menilai kinerja yaitu dengan memberikan nilai evaluasi yang tinggi
kepada setiap orang.
b. Strictness
Penilaian yang kadang-kadang penyelia memberikan nilai-nilai yang
rendah secara konsisten walaupun beberapa karyawan mungkin telah
mencapai tingkat kinerja rata-rata atau di atas rata-rata.
c. Central Tendency
Penyelia mungkin merasa sulit atau tidak nyaman untuk mengevaluasi
beberapa karyawan sebagai lebih tinggi atau lebih rendah daripada
yang lainya.meskipun kinerja mereka memperlihatkan perbedaan yg
nyata.masalah tendensi terusat (central tendency) mencuat
mananakala enyelia mengevaluasi setiap orangsecara rata-rata.
d. Halo Effect
Efek halo muncul ketika seorang penyelia membiarkan 1 aspek
tertentu dari kinerja karyawan mempengaruhi aspek lainnya yang
sedang dievaluasi.karena efek halo ,evaluator memberikan nilai yang
sama kepada sorang karyawan atas semua faktor,terlepas dari kinerja
sesungguhnya dari karyawan itu.opini pribadi penilai mempengaruhi
pengukuran kinerja karyawan.
e. Bias Penyelia
Kesalahan paling lazim yang ada dalam setiap metode penilaian
adalah kesadaran atau ketidaksadaran bias kepenyeliaan (supervisory
bias).bias tersebut tidak berhubungan dengan pelaksanaaan
pekerjaan dan dapat bermuara dari karakteristik pribadi seperti
usia,jenis kelamin,ras atau karakteristik yang terkait dengan
organisasi seperti senioritas,keanggotaan pada sebuah tim atletik
perusahaaan atau hubungan dekat dengan jajaran manajemen
puncak.
f. Recency
Idealnya, peneliaan kinerja karyawan haruslah berpijak pada observasi
yang sistematik dari kinerja karyawan sepanjang seluruh periode
penilaian (umumnya 1 tahun) .

8. Mengukur dan Mengevaluasi Kinerja


Atribut-atribut dari ukuran-ukuran kinerja yang kemungkinan besar
akan mengarah pada keselarasan tujuan adalah :
a) Kontrolabilitas
Dianggap dinginkan karena kontrolabilitas mengeluarkan aspek-
aspek kinerja yang tidak dapat dikendalikan oleh seorang manajer
dari pengukuran.
b) Kelengkapan
Mengacu pada tingkat sejauh mana suatu ukuran dapat mencakup
semua dimensi kinerja yang relevan.
c) Pemisahan aktivitas dan evaluasi manajerial
Dirancang untuk membedakan daya tarik ekonomi dari suatu
aktivitas denga cara aktivitas tersebut dikelola.

Untuk desentralisasi yang efektif, ukuran-ukuran kinerja harus


mendorong, baik itu usaha yang independen maupun kerja sama tim.
Agar hal tersebut dapat terjadi, ketiga atribut berikut ini harus ada dalam
ukuran-ukuran kinerja semacam itu. Atribut-atribut tersebut sebaiknya: 1)
memfokuskan perhatian manajer pada variabel-variabel penting, 2)
memberikan pedoman-pedoman tindakan spesifik yang memberikan hasil
yang diinginkan, dan 3) meningkatkan persepsi keadilan untuk risiko-
risiko yang dihadapi bersama.
Ketiga atribut alternatif, yaitu memfokuskan perhatian, perilaku-
perilaku yang membimbing, dan peningkatan persepsi keadilan,
dianjurkan sebagai dasar-dasar alternatif untuk memilih ukuran dari
kinerja yang terdesentralisasi. Penjelasan lebih lanjut mengenai masing-
masing atribut ini sebagai berikut :

a. Memfokuskan Perhatian
Suatu fungsi penting dari ukuran kinerja adalah bahwa ukuran-ukuran
tersebut mengarahkan tindakan di bidang-bidang yang kemungkinan
akan diabaikan dengan memfokuskan perhatian pada bidang-bidang
tersebut. Kemampuan ukuran-ukuran ini untuk memfokuskan perhatian
pada variabel-variabel yang penting mungkin merupakan argumen
terpenting terhadap penggunaan ukuran kinerja tunggal seperti tingkat
pengembalian atas aset. Popularitas dari ukuran-ukuran semacam ini
cenderung mendorong perilaku yang disfungsional dengan cara
mendukung tindakan-tindakan yang independen dan terpusat pada diri
sendiri oleh subunit-subunit. Ukuran-ukuran ini merupakan penunjuk arah
untuk bergerak ke arah yang benar dan sebaiknya tidak disalahpahami
sebagai tujuan itu sendiri.
b. Perilaku-perilaku yang Membimbing
Perilaku-perilaku yang membimbing ke arah yang diinginkan dapat
dicapai jika ukuran-ukuran kinerja dapat menghubungkan tindakan
dengan hasil. Organisasi mencerminkan hasil-hasil yang diinginkan dalam
bentuk ukuran, yang kemudian menjadi fokus dari tindakan
organisasional.
c. Meningkatkan Persepsi atas Keadilan
Meningkatkan persepsi atas keadilan mungkin merupakan salah satu
atribut terpenting dan tersulit dari ukuran kinerja. Tetapi, merupakan
suatu kebutuhan jika desentralisasi ingin berhasil. Hal ini disebabkan
desentralisasi yang efektif membutuhkan penghargaan bukan untuk
melaksanakan tindakan tertentu, tetapi untuk berbagi risiko. Dengan
adanya ketidakpastian dan asimetri informasi, tidak mungkin untuk
memisahkan peristiwa yang dapat dikendalikan dari peristiwa yang tidak
dapat dikendalikan. Satu-satunya kemungkinan adalah merancang suatu
skema berbagai risiko yang adil antara manajemen puncak dengan
manajemen yang terdesentralisasi. Oleh karena itu, ukuran-ukuran kinerja
perlu mencakup dan mencerminkan risiko-risiko tersebut, sehingga
penghargaan didistribusikan secara merata dalam jangka panjan
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2011. Akuntansi Keperilakuan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai