Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1         Demam Berdarah Dengue

2.1.1  Pengertian
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue
yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes. Aedes
Aegypti merupakan vektor yang paling utama, namun spesies lain seperti Aedes
Albopictus juga dapat menjadi vektor penular. Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir
diseluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat yang memiliki ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD dijumpai terutama di daerah tropis dan sering
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2015).     

2.1.2  Gejala
          Menurut Sidiek (2012), gejala DBD terdiri dari tiga fase, yaitu:
a.    Fase febris, pasien mengalami demam tinggi secara tiba-tiba. Fibrilasi akut ini bertahan 2-7
hari dan disertai eritema kulit, wajah yang memerah, sakit sekujur badan, myalgia, dan sakit
kepala. Manifestasihemoragic seperti petechie dan pendarahan membran mukosa mungkin
timbul.
b.    Fase kritis, penurunan suhu setelah demam hingga temperatur badan sekitar 37,5 0C -380C
atau kurang, dapat terjadi selama 3-7 hari. Peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan
hematokrit mungkin terjadi.

c.    Fase penyembuhan,apabila pasien bertahan setelah 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi gradual
cairan ekstravaskuler akan terjadi dalam 48-72 jam kemudian. Kondisi akan membaik, nafsu
makan meningkat.
2.1.3 Penatalaksanaan
Terapi DBD bersifat suportif yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan menghilangkan
gejala. Perlu mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma karena virus Dengue
menyerang dinding pembuluh darah dan memberikan terapi substitusi komponen darah. Jika
jumlah trombosit sangat rendah dan timbul perdarahan, maka diberikan transfusi trombosit.
Dalam pemberian terapi cairan, perlu pemantauan pemberian cairan. Proses kebocoran
plasma dan terjadinya trombositopenia umumnya terjadi hari ke-4 hingga ke-6 sejak demam.
Dengan demikian, perlu waspada bila merawat DBD di hari ke-4 hingga ke-6. Pada hari
tersebut pasien sering tidak mengeluh panas dan cenderung minta rawat jalan. Hari  ke-7
demam, proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan kembali dari
ruang interstitial ke intravascular. Pemberian makanan dengan kandungan gizi seperti nasi
biasa atau nasi lunak. Diperlukan makanan yang tidak mengandung zat atau bumbu yang
mengiritasi saluaran cerna (Sofro, 2012).

2.2         Lembaga Swadaya Masyarakat


Menurut Affan (2006),  LSM mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan
masyarakat sebagai alternatif adanya civil society.  LSM juga sering dikenal dengan NGO
(Non Governmental Organization). Sesuai dengan namanya, NGO pada dasarnya memiliki
pengertian singkat sebagai organisasi yang tidak berada secara langsung dalam struktur
pemerintahan ataupun tidak ada koordinasi langsung dari pemerintah dan merupakan badan
yang bersifat mandiri. LSM dapat berdiri jika terdapat kesamaan visi dan misi sekelompok
orang yang membentuk organisasi dengan kebebasan segala perbedaan yang terdapat di
masyarakat seperti agama, suku, ras, golongan dan gender tapi tetap berasaskan Pancasila dan
Undang Undang Dasar 1945. 
Menurut Jourdan (2014), LSM memiliki beberapa jenis di antaranya sebagai berikut:
1) Berorientasi pada aksi program. Jenis ini ada karena rasa prihatin pada berbagai masalah yang
lahir di masyarakat seperti isu-isu mengenai kesehatan seperti isu DBD.
2) Berfungsi sebagai lembaga donor yang digunakan untuk menyalurkan dana pada LSM negara
berkembang. Dana tersebut bisa saja berasal dari usaha swadaya masyarakat, donator, usaha
komersial, kerja sama dengan berbagai pihak terkait seperti swasta bahkan pemerintah. 

2.3              Desa Siaga
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (2006), desa siaga adalah desa yang penduduknya
memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara
mandiri. Tujuan dari desa siaga adalah terwujudyna masyarakat desa yang sehat, serta peduli
dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya, meningkatnya kesehatan
lingkungan desa, meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong
diri sendiri di bidang kesehatan, meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa
tentang pentingnya kesehatan, dan meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat
desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti
bencana, wabah, dan kegawatdaruratan. Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran
pengembangan desa siaga yaitu semua individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu
melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap  permasalahan kesehatan di
wilayah desanya, pihak-pihak yang memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku individu
dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut,
seperti figur masyarakat, kader desa, petugas kesehatan, pihak-pihak yang diharapkan
memberikan dukungan kebijakan, peraturan, perundang-undang, dana, tenaga dan sarana
seperti kepala desa, camat dan pejabat.
Salah satu komponen yang ada dalam desa siaga adalah kader kesehatan lingkungan yang
memiliki tugas mencatat semua masalah kesehatan lingkungan yang ada di desa,
menginformasikan solusi mengatasi masalah kesehatan lingkungan bersama masyarakat
seperti penyakit DBD, memberikan penyuluhan tentang solusi alternatif masalah kesehatan
lingkungan dan mencatat semua kegiatan penyuluhan yang sudah dilakukan. Kader yang
termasuk bagian dari penggerak masyarakat mengajak dan membantu masyarakat untuk
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat (Departemen Republik Indonesia, 2006).

Upaya pengembangan desa siaga harus di dukung dengan upaya promosi. Adanya
penyebarluasan informasi tentang desa siaga melalui media cetak seperti poster, leaflet,
spanduk, selebaran dan baliho serta  media elektronik seperti radio spot secara terus menerus
kepada masyarakat sehingga dapat mempercepat peningkatan pemahaman dan perilaku yang
mendukung desa siaga (Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010).

2.4              Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat melalui
pemanfaatan potensi kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat. Pemberdayaan masyarakat
adalah upaya untuk memandirikan individu, kelompok dan masyarakat agar kesadaran,
kemauan dan kemampuannya berkembang dibidang kesehatan dengan kata lain agar secara
pro-aktif masyarakat mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat secara mandiri terkait
pemutusan rantai penularan penyakit DBD (Notoatmodjo, 2005). Pemberdayaan masyarakat
sebagai upaya untuk memandirikan individu, kelompok dan masyarakat agar berkembang
kesadaran, kemauan dan kemampuannya di bidang kesehatan (Pusat Promosi Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan


Masyarakat, menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang
digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan
dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 1, ayat 8).
Dalam rangka penumbuhkembangan, penggerakan prakarsa dan partisipasi masyarakat serta
swadaya gotong royong dalam pembangunan di desa dan kelurahan perlu dibentuk kader
pemberdayaan masyarakat desa. Kader pemberdayaan masyarakat desa merupakan mitra
pemerintah desa dan kelurahan yang diperlukan keberadaan dan peranannya dalam
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif di desa tersebut. Peranan kader
pemberdayaan masyarakat yaitu mempercepat perubahan, pendidik, perencana, advokasi,
aktivis dan  pelaksana teknis (Pasal 10 Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 7 Tahun
2007)

Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi  yaitu pertama,
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik
tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang
dikembangkan. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat untuk
peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan dan kemajuan ekonomi seperti modal,
informasi, lapangan pekerjaan dan pasar. Ketiga, pemberdayaan mengandung arti melindungi
kelemahan atau kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Pemberdayaan masyarakat
tidak membuat masyarakat menjadi semakin tergantung pada berbagai program pemberian
tetapi setiap apa yang dinikmati merupakan hasil usaha sendiri. Tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan dan  membangun kemampuan untuk memajukan
diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Pemberdayaan masyarakat
dapat dilakukan oleh banyak elemen seperti pemerintah, perguruan tinggi, LSM, lembaga
donor, aktor masyarakat atau oleh organisasi masyarakat lokal (Cholisin, 2011).

Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat
persuasif dan melalui pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,
perilaku dan kemampuan masyarakat dalam menemukan, merencanakan serta memecahkan
masalah menggunakan sumber daya atau potensi yang dimiliki termasuk partisipasi dan
dukungan tokoh-tokoh masyarakat serta LSM yang masih ada dan hidup dimasyarakat.

Kriteria Pengkajian Khusus


a.  Data Subjektif
Mengkaji batasan karakteristik meliputi :
Berat badan 3 bulan lalu, berat badan ideal, berat badan saat ini, tinggi badan, bagaimana
keadaan nutrisi, apakah merupakan pola masukan nutrisi pada umumnya, apakah masukan
cairannya mencukupi dimana kebutuhan anak juga nafsu makannya, pola diet, tingkat
aktifitas, makanan yang didapat, pengetahuan tentang nutrisi dan penggunaan obat-obatan
baik yang diresepkan dan dijual bebas.
b. Data Objektif
Data umum, meliputi penampilan, berat badan, rambut, kulit, kuku, gigi, dan mulut.
Pengukuran antropometri,meliputi lingkar lengan tengah lipatan kulit trisep dan berat badan.
Pertambahan BB anak usia sekolah rata-rata adalah 2,3 pertahun.Kaji factor-factor yang
berhubungan dengan kemampuan untuk mengunyah, menelan dan makan sendiri
   Intervensi
a.  Berikan dorongan masukan cairan yang mengandung kalori seperti teh,air daan lain-lain
Rasional: Minuman yang banyak mengandung kalori dapat membantu mencegah malnutrisi
b. Kaji penerimaan klien dan respon terhadap masukan makanan dan cairan per oral.
Rasional : Kemampuan untuk mengabsorbsi harus dievaluasi setiap hari.
c.  Berikan rehidrasi oral.
Kebutuhan air anak prasekolah adalah 100-110 ml/kg/hari
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan elektrolit tubuh.
d. Bantu klien beralih pada makanan lunak,sering dan makan padat rendah sisa dan berikan
dorongan untuk sering makan tinggi kalori, protein, vitamin dan kabohidrat.
Rasional: Diperlukan mengenal makanan padat secara bertahap untuk mencegah perforasi
usus.
e.  Berikan penjelasan kepada keluarga tentang pentingnya asupan nutrisi.
Rasional : Dengan penjelasan diharapkan keluarga mengerti tentang pentingnya makanan
bagi kesembuhan klien sehingga dapat meningkatkan motivasi klien untuk menerima diet
yang telah ditentukan.
f.  Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi.
 (L.J.Capernito,2006:195).
  Implementasi
Implementasi merupakan pengembangan dan pencatatan dari rencana perawatan untuk
memenuhi kebutuhan klien yang telah diketahui. Untuk klien dengan masalah nutrisi kurang
dari kebutuhan , dapat dilakukan implementasi antara lain: memberikan penyuluhan, timbang
berat badan dan meningkatkan nafsu makan klien (sajikan dalam bentuk menarik dan
hangat), mengkaji penyebab muntah,mengobservasi tanda-tanda vital, kolarasi dengan
keluarga , dokter dan ahli gizi tentang pemberian nutrisi pada anak.
 Evaluasi
Penilaian yang dilakukan setelah tindakan keperawatan dilakukan dengan harapan
klien/keluarga dapat:
a.    Adanya peningkatan pemasukan melalui mulut/oral, sehingga berat badan kembali ke berat
badan normal.
b.    Keluarga mengerti tentang diet pada penyakit DHF.
c.    Klien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dengan makan yang banyak, dan teratur.

 Konsep Anak
  Definisi
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan
yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan yang dimulai dari bayi ( 0-1 tahun ) usia bermain /  oddler ( 1-2,5 tahun ), pra
sekolah  ( 2,5-5 tahun ), usia sekolah ( 5-11 tahun hingga remaja ( 11-18 tahun ).
( Hidayat, 2005 )
 Pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau seluruhnya karena adanya mltiplikasi (bertambah banyak) sel – sel tubuh dan
juga karena bertambah besarnya sel, jadi pertumbuhan berkaitan dengan kualitas fisik
individu anak (Nursalam, 2005)
Perkembangan adalah suatu proses terjadi secara simultan dengan pertumbuhan yang
menghasilkan kualitas individu untuk berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan
dan proses belajar dari lingkungannya (Suhartini, 2004)
  Pertumbuhan anak usia 1- 3 tahun
Pada usia 8 – 12 bulan pertumbuhan berat badan dapat mencapai 3 kali berat badan
lahir apabila mencapai usia 1 tahun dan pada pertambahan berat badan per bulan sekitar 350
– 450 gram.
Pada usia 10 – 12 bulan, apabila dalam pemenuhan gizi yang baik dan pertumbuhan
tinggi badan sekitar 1,5 kali tinggi badan pada saat lahir, pada usia 1 tahun penambahan
tinggi badan tersebut masih stabil dan diperkirakan tinggi badan akan mencapai 75cm. Secara
umm perkembangan bayi pada tahun pertama adalah terjadi peningkatan beberapa organ fisik
/ biologis seperti ukuran panjang badan pada tahun pertama penambahan kurang lebih 25 –
30 cm, peningkatan jaringan subkutan, perubahan pada fontanela anterior menutup pada usia
9 – 18 bulan, perubahan pada lingkar kepala dan lingkar dada, di mana lingkar kepala sama
besar dan pada usia 1 tahun terjadi perubahan. Pada akhir tahun pertama terjadi perubahan
berat otak anak menjadi 25% berat otak orang dewasa. (Hidayat, 2005).
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada anak akan mengalami
beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisi, di mana pada tahun kedua anak akan
mengalami kenaikan berat badan sekitar1,5 – 2,5 kg dan panjang badan 6 – 10 cm, kemudian
pertumbuhan otak juga akan mengalami perlambatan yaitu kenaikan lingkar kepala hanya 2
cm, untuk pertumbuhan gigi terdapat tambahan 8 buah gigi susu termasuk gigi geraham
pertama, dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah.
 (Hidayat, 2005).
     Perkembangan anak usia 1 – 3 tahun
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari
prosespematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan
tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-
masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Tanuwijaya, 2003)
Perkembangan anak usia toddler menurut beberapa teori perkembangan sebagai berikut :
1)   Perkembangan psikoseksual (Freud)
Fase anal, kehidupan berpusat pada kesenangan anak, yaitu selama perkembangan otot
sfingter. Anak senang menahan feses, bahkan bermain – main dengan fesesnya sesuai dengan
keinginannya. Dengan demikian, toilet training adalah waktu yang tepat dilakukan pada
periode ini. (Suhartini, 2004)
2)   Perkembangan psikososial (Erikson)
Onotomi versus rasa malu dan ragu, pada fase ini anak akan meniru perilaku orang lain di
sekitarnya dan hal ini merupakan proses belajar. Sebaliknya, perasaan malu dan ragu akan
timbul apabila anak merasa dirinya kerdil atau saat mereka dipaksa oleh orang tuanya atau
orang dewasa lainnya untuk memilih atau berbuat sesuatu yang dikehendaki mereka.
(Suhartini, 2004)
3)   Perkembangan kognitif (Piaget)
Anak berada di antara sensoris – motor dan praoperasional, yaitu anak mulai
mengembangkan sebab – akibat, trial and eror, dan menginterpretasi benda atau kejadian.
(Suhartini, 2004)
  Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres (Suhartini, 2004)
1)      Reaksi anak
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stres
yang utama adalah cemas akibat perpisahan. (Suhartini, 2004)
          Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu :
a)      Tahap protes, perilaku yang ditunjukkan yaitu menangis kuat, menjerit memanggil orang
tua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain.
b)      Tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak tidak
aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, apatis.
c)      Tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai
lingkungannya.Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan
mengkomunikasikan rasa nyerinya. (Suhartini, 2004)
2)      Reaksi orang tua
Perasaan cemas dan takut, perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat
anaknya mendapat prosedur menyakitkan, seperti penngambilan darah, injeksi dan prosedur
invasif lainnya. Sering kali saat dilakukan prosedur tersebut orang tua menangis karena tidak
tega melihat anaknya, pada kondisi ini petugas kesehatan harus bijaksana bersikap pada anak
dan orang tuanaya. Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya
cemas dan takut ini adalah sering bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada orang
yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah. (Suhartini, 2004)
Perasaan sedih, perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal
danorang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh. Pada kondisi
ini, orang tua menunjukka perilaku isolasi atau tidak mau disekati orang lain, bahkan
bisatidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. (Suhartini, 2004)
a)    Perasaan frustasi, terjadi pada saat anak dalam kondisi yang telah dirawat cukup lama dan
dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang
diterima orang tua baik dari keluarga maupun kerabat, maka orang tua akan merasa putus asa,
bahkan frustasi. Oleh karena itu sering kali orang tua menunjukkan perilaku tidak kooperatif,
putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa (Suhartini, 2004)
b)   Intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi
Sebagai salah satu anggota tim kesehatan, perawat memegang posisi kunci untuk membantu
orang tua menghadapi permasalahannya yang berkaitan dengan perawatan anaknya di rumah
sakit karena perawat berada di samping pasien 24 jam dan fokus asuhan adalah peningkatan
kesehatan anak melalui pemberdayan keluarga. Untuk itu berkaitan dengan upaya mengatasi
masalah yang timbul baik pada anak maupun orang tua selama anaknya dalam perawatan di
rumah sakit, fokus intervensi keperawatan adalah :
(1) Meminimalkan stressor atau penyebab stres
(2) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
(3) Memberikan dukungan pada anggota keluarga lain
(4) Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit (Suhartini, 2004).
BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
3.1         Analisis
Desa Legokkalong berada pada dataran rendah yang merupakanbagian
dari wilayah Kecamatan Karanganyardengan suhu udara rata-rata 270C- 300C. Dari
hasil analisis situasi di Desa Legokkalong, ditemukan beberapa permasalahan yang ada
meliputi keadaan pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Pendidikan yang masih rendah yang
mana pendidikan masyarakat pada umumnya yaitu lulus Sekolah Menengah Pertama, hal ini
menjadi salah satu penyebab kesadaran masyarakat Legokkalong tentang kesehatan masih
rendah, sehingga diperlukan tindakan untuk memberdayakan masyarakat dengan
mengikutsertakan mereka pada gerakan peduli DBD dengan cara praktik langsung tentang
perilaku sehat seperti penggunaan klambu, survei jentik dan pemberantasan sarang nyamuk
sehingga tercipta desa siaga aktif sebagai upaya pemutusan rantai penularan penyakit DBD.
Mayoritas penduduk Legokkalong adalah sebagai buruh dan petani dengan rata-rata pendapat
perharinya yaitu antara Rp.50.000,- s/d Rp. 100.000,-. Faktor pekerjaan sebagai petani yang
setiap harinya berada di persawahan dan perkebunan beresiko terhadap penularan penyakit
DBD. Legokkalong merupakan daerah perkebunan sehingga tidak menutup kemungkinan
masyarakat perkebunan ini menjadikan lahan untuk membuang sampah. Sampah tersebut
berupa kaleng, botol plastik dan benda bekas. Jika musim hujan datang, maka sampah
tersebut terdapat genangan air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes
Aegypti yang dapat menularkan penyakit DBD.
Perilaku kesehatan masyarakat tersebut masih rendah di antaranya belum mencegah
genangan air, penggunaan klambu yang belum optimal, masih ada sampah kaleng yang tidak
dikubur di tanah, belum mengganti air pada vas bunga dan menguras bak mandi tidak
seminggu sekali.
Perilaku masyarakat tersebut menjadi dasar penulis untuk menjalankan program 3 M Plus
dengan tujuan mencegah penularan penyakit DBD sehingga perlu adanya informasi kepada
masyaraka tmengenai pencegahan dan penanganan penyakit DBD serta diharapkan program
ini dapat mengarahkan masyarakat supaya tercipta lingkungan yang bersih dan sehat.

3.2         Sintesis
            Kesiapsiagaan masyarakat Legokkalong dalam memutuskan rantai penularan DBD bisa
dilakukan secara mandiri dan berkala. Akan tetapi, harus ada penggerak dalam  program  ini
diantaranya melalui pemberdayaan kader, tokoh masyarakat maupun anggota masyarakat itu
sendiri. Oleh karena itu, strategi LSM melalui model desa siaga aktif untuk pemutusan rantai
penularan penyakit DBD sangat diperlukan.
          Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), perilaku masyarakat perlu
diarahkan pada perilaku hidup sehat sebagai sasaran dari pembangunan kesehatan. Perilaku
masyarakat yang diharapkan adalah bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah risiko terjadinya sakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Program terfokus pada
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD untuk mengubah perilaku penduduk agar
melakukan 3 M Plus melalui advokasi, sosialisasi, pemberdayaan dan penyuluhan kepada
masyarakat oleh petugas kesehatan, kader, juru pemantau jentik dan sukarelawan melalui
berbagai alat komunikasi termasuk media masa, media elektronik, media cetak dan
komunikasi personal.
Pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan cara 3 M Plus, yaitu: 1) Menguras adalah membersihkan tempat yang
sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan
air minum dan penampungan air lemari es; 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-
tempat penampungan air seperti drum, kendi dan toren air; dan 3) Memanfaatkan kembali
atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat
perkembangbiakan nyamuk penular DBD. Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala
bentuk kegiatan pencegahan seperti: 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3)
Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5)
Menanam tanaman pengusir nyamuk; 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7)
Menghindari kebiasaan menggantung pakaiana di dalam rumah yang bisa menjadi tempat
istirahat nyamuk (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

     JENIS PENELITIAN

Jenis penellitian yang
digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitianObservasional Diskriptif dengan pendekatan st
udikasus pada pasien dengan diagnoseDengeu Hemorragic Fever( DHF )

Semua yang menjadi masalah tersebut akan dianalisa secara mendalam baik dari segi
yang berhubungan dengan kasusnya sendiri, faktor resiko, yang mempengaruhi, kejadian
yang  berhubungan dengan kasus maupun tindakan, dan reaksi dari kasus terhadap sesuatu
perilaku atau pemaparan tertentu. Meskipun yang diteliti dalam kasus tersebut hanya
berbentuk unit tunggal, namun di analisis secara mendalam. Tujuan dari penelitian studikasus
adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latarbelakang keadaan sekarang dan
interaksi lingkungan sesuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat
(Setiadi, 2007)

B.       TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Studi kasus dilakukan di “......” di Ruang……dilakukan pada “.......”. Sedangkan


lama perawatan klien (responden) minimal 3 hari.

C.      SUBYEK PENELITIAN

Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti atau subyek


yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti (Arikunto, 2006).
Subyek penelitian padastudikasus ini adalah 2  pasien dengan diagnose medis Dengeu
Hemorragic Fever(DM) yang di rawat di Ruang……RSUD “.....”.

D.      TEKNIK PENGAMBILAN DATA


1.      Wawancara

Wawancara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data


secara lisan dariresponden atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan responden misalny
a mengenai biodata klien, biodata orang tua/ wali, alasan kunjungan, keluhan utama yang
dirasakan klien saat wawancara berlangsung, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan
masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, genogram, riwayat sosial, kebutuhan dasar : nutrisi,
aktiivitas/ istirahat, personal hygiene, eliminasi, keadaan kesehatan saat ini, dan pengkajian
fisik.

2.      Pengamatan (Observasi)

a.    Pengamatanterlibat (observasipartisipasif)

Pengamat benar-benar mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dengan kata lain pengamat ikut aktif berpartisipasi pada aktivitas yang telah di
selidiki, misalnya memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah nutrisi kurang dari kebutuhantubuh antara
lain penimbangan berat badan, pemeriksaan antopometri, memberikan tindakan keperawatan
yang dibutuhkan klien.

b.    Pengamatan sistematis

Pengamatan yang mempunyai kerangka atau struktur yang jelas. Kerangka tersebut


memuat beberapa hal, pada masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain, pada keluhan utama, pemeriksaan fisik terutama pada pemeriksaan
abdomen, pemeriksaan integumen, pemeriksaan antopometri, polaeliminasi, status nutrisi,
dan status hidrasi. Dan pada umumnya observasi sistematika ini di dahului suatu observasi
pendahuluanya kini dengan observasi partisipasif.

3.      Dokumentasi

Pada metode dokumentasi peneliti memegang chek list untuk mencari variabel yang


sudah ditentukan. Apabila terdapat/ muncul variabel yang dicari,
maka penelititinggal membubuhkan tanda chek atau tally di tempat yang sesuai (Arikunto,
2006). Dari hasil data yang sudah diperoleh meliputi wawancara, pengkajian, dan observasi
untuk memvalidasi hasil tersebut peneliti melakukan chek list hasil yang di dapat dengan data
pada rekam medik klien.

                                  
E.     PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA DATA

1.    Instrumen Penelitian

Adalah alat atau fasilitas yang digunakan penelitian dalam mengumpulkan data


penelitian (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah
format  asuhankeperawatan. Format yang dimaksud terdiri dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasidan evaluasi.

2.      Pengumpulan Data

a.    Proses pengumpulan data


didahului dengan prosedur birokrasi atau surat perjanjiandari Direktur Akademi Keperawatan
Dharma Husada Kediri yang ditujukan kepadaKepala RSUD “....” atau lahan penelitian yang
kemudian di tembuskan ke InstalasiPendidikan. Selanjutnya surat perjanjian di
teruskan ke Instalasi Rawat Inap yang kemudian ditanggapi oleh instansi yang
bersangkutan dengan menghubungi kepalaruangan yang dituju lahan penelitian agar
member perjanjian untuk pengambilan data
serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penelitian.

b.    Cara pengumpulan data


dimulai dari peneliti mencari klien sesuai dengan kasus ataujudul penelitiannya. Setelah klien
yang sesuai ditemukan,
peneliti melakukan tindakanpreorientasi atau memperkenalkan diri serta menjelaskan maksud 
dan tujuan padaklien. Kemudian lebih lanjut peneliti melakukan inform consent
berkaitan denganmeminta kesediaan klien untuk dijadikan subyek penelitian secara sukarela t
anpaketerpaksaan.
Setelah klien menyatakan kesediannya untuk menjadi subyekpenelitian maka peneliti harus m
eminta bukti kesediaan klien secara tertulis denganmenandatangani surat persetujuan menjadi 
subyek penelitian. Setelah persetujuandidapatkan,
peneliti mulai melakukan pengkajian pada klien kemudian merumuskandiagnose keperawata
n, menyusun rencana keperawatan,
melakukan tindakankeperawatan sesuai rencana dan mengevaluasi hasil dari tindakan kepera
watan.

3.      Analisa Data

Analisa data dilakukan secara diskriptif menggunakan prinsip-


prinsip manajemen asuhankeperawatan. Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh
data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan/ observasi, dan rekam
medik.

Anda mungkin juga menyukai