Anda di halaman 1dari 22

 Jenis-Jenis Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah dan

Madrasah
A.    Layanan Orientasi
1.      Makana layanan orientasi
Menurut Prayitno (2004) orientasi berarti tatapan ke depan ke arah
dan tentang sesutu yang baru. Berdasarkan arti ini, layanan orientasi
bisa bermakna suatu layanan terhadap siswa baik di sekolah maupun
di madrasah yang berkenaan dengan tatapan ke depan ke  arah dan
tentang sesuatu yang baru.[1]
Situasi atau lingkungan yang baru bagi individu merupakan
sesuatu yang “ asing”. Dalam kondisi keterasingan individu akan
mengalami kesulitan untuk bersosialisasi. Dengan perkataan lain
individu akan sulit melakukan hal-hal yang sesuai dengan tuntutan
lingkungan. Ketidak mampuan bersosialisasi juga menimbulkan
perilaku mal adaptif (perilku menyimpang) bagi individu. Layanan
orientasi berusaha menjembatani kesenjangan antara individu dengan
suasana atupun objek-objek baru. Layanan ini juga akan
mengantarkan individu (siswa) memasuki suasana ataupun objek baru
agar ia dapat mengambil manfaat berkenaan dengan situasi atau objek
yang baru tersebut.
2.      Tujuan layanan orientasi
Layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau situasi baru. Dengan
perkataan lain agar individu dapat memperoleh manfaat sebesar-
besarnya dari berbagai sumber yang ada pada suasana atau
lingkungan baru tersebut. Layanan ini juga akan mengantarkan
individu untuk memasuki suasana atau lingkungan baru.
Secara lebih khusus, tujuan layanan orientasi berkenaan dengan
fungsi-fungsi tertentu pelayanan bimbingan dan konseling. Dilihat
dari fungsi pemahaman, layanan orientasi bertujuan untuk membantu
individu agar memiliki pemahaman tentang berbagai hal yang penting
dari suasana yang dijumpainya. Hal-hal yang baru dijumpai di olah
oleh individu, dan digunakan untuk sesuatu yang menguntungkan.
Dilihat dari fungsi pencegahan, layanan orientasi bertujuan untuk
membantu individu agar terhindar dari hal-hal negatif yang dapat
timbul apabila individu tidak memahami situasi atau lingkungan yang
baru. Dilihat dari fungsi pengembangan, apabila individu mampu
menyesuaikan diri secara baik dan mampu memanfaatkan secara
konstruktif sumber-sumber yang ada pada situasi yang baru, maka
individu akan dapat mengembangkan dan memlihara potensi dirinya.
Pemahaman tentang situasi yang baru dan kemampuan konstruktif
memasuki suasana baru, merupakan jalan bagi pengentasan dan dalam
membela hak-hak pribadi sendiri (Fungsi Advokasi). Lihat Priyatno
(2004).
3.      Isi Layanan Orientasi [2]
Isi layanan orientasi adalah berbagai hal berkenaan dengan
suasana, lingkungan, dan objek-objek yang baru bagi individu. Hal-
hal tersebut melingkupi bidang-bidang: (a) pengembangan pribadi, (b)
pengembangan hubungan sosial, (c) pengembangan kegiatan belajar,
(d) pengembangan karier, (e) pengembangan kehidupan berkeluarga,
dan (f) pengembangan kehidupan beragama.
4.      Teknik Layanan Orientasi
Proses layanan orientasi mulai dari perencanaan hingga akhir
bisa dilaksanakan melalui berbagai teknik dalam format lapangan,
klasikal, kelompok, individual, dan politik.
Pertama, format lapangan. Format ini ditempuh apabila peserta
layanan (siswa) melakukan kegiatan ke luar kelas atau ruangan dalam
rangka mengakses objek-objek tertentu yang menjadi isi layanan.
Melalui format ini, peserta (siswa) mengunjungi objek-objek yang
dimaksud. Bagi siswa baru di sekolah dan madrasah, format ini
biasanya dilakukan dimana siswa mengunjungi objek-objek tertentu
seperti perpustakaan, laboratorium, dan lain sebagainya.
Kedua, format klasikal. Dengan format ini, kegiatan layanan
orientasi dilaksanakan di dalam kelas atau ruangan. Objek-objek yang
menjadi isi layanan di bawa ke dalam kelas (ruangan) dalam bentuk
contoh-contoh, ilustrasi melalui gambar, films, tampilan video, dan
lain sebagainya. Isi layanan disajikan, dispersepsi, dicermati,
didiskusikan, diperlakukan secara bebas dan terbuka.
Ketiga, format kelompok. Secara umum polanya sama dengan
format klasikal, yaitu dilakukan secara berkelompok dan terdiri atas
sejumlah peserta yang terbatas, misalnya lima sampai delapan orang.
Melalui format ini lebih memungkinkan dilakukannya akses yang
lebih intensif terhadap objek layanan. Selain itu, layanan ini juga
dapat memanfaatkan dinamika kelompok sehingga hasil layanan
dapat lebih optimal.[3]
Keempat, format individual. Berbeda dengan format kelompok,
format ini merupakan format khusus dilakukan terhadap individu-
individu tertentu. Isi layanan juga bersifat khusus disesuaikan dengan
kebutuhan individu yang bersangkutan.
Kelima,format politik. Dengan format ini, konselor atau
pembimbing berupaya menghubungkan dan mengaktifkan pihak-
pihak di luar peserta layanan untuk memberikan dukungan dan
fasilitas yang memudahkan pelaksanaan layanan dan menguntungkan
peserta layanan. Pihak-pihak yang dihubungi tentu yang terkait
dengan isi layanan.
Oleh karena itu, masalah-masalah yang dihadapi individu
beragam, maka layanan orientasi bisa mengombinasikan format-
format di atas. Misalnya format politik dilaksanakan dalam
perencanaan dan persiapan layanan dan bahkan juga selama
pelaksanaannya. Format lapangan bisa dikombinnasikan dengan
format klasikal bahkan format kelompok. Selain itu, format individual
dapat merupakan tindak lanjut dari format layanan klasikal atau
format kelompok.
Dengan format di atas, layanan orientasi bisa dilaksanakan
dengan teknik-teknik: pertama, penyajian, yaitu melalui ceramah,
tanya jawab, dan diskusi. Kedua, pengamatan yaitu melihat langsung
objek-objek yang terkait dengan isi layanan. Ketiga, partisipasi, yaitu
dengan melibatkan diri secara langsung dalam susana dan kegiatan,
mencoba, dan mengalami sendiri. Keempat, studi dokumentasi, yaitu
dengan membaca dan mempelajari berbagai dokumen yang
terkait. Kelima, kontemplasi, yaitu dengan memikirkan dan
merenungkan secara mendalam tentang berbagai hal yang menjadi isi
layanan. Teknik-teknik tersebut di atas dilakukan oleh konselor,
penyaji, nara sumber, dan peserta layanan sesuai dengan peran
masing-masing.
5.      Kegiatan Pendukung Layanan Orientasi[4]
Kegiatan pendukung layanan orientasi dapat berupa: pertama,
aplikasi instrumental dan himpunan data. Pengungkapan masalah
individu melalui instrumen tertentu, misalnya tes dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk layanan orientasi terutama untuk menetapkan isi
layanan dan sekaligus individu yang akan menajdi peserta layanan;
begitu juga halnya himpunan data. Kedua, konferensi kasus.
Konferensi kasus harus dapat diarahkan untuk mengidentifikasi hal-
hal apa saja yang perlu dijadikan fokus atau isi layanan. Dalam
konferensi kasus dapat juga langsung dibicarakan siapa peserta
layanan dan aspek-aspek teknisnya. konferensi  kasus dapat
melibatkan pihak-pihak seperti konselor, kepala sekolah dan
wakilnya, wali kelas, guru-guru tertentu, bahkan orang tua siswa juga
bisa dilibatkan. Ketiga, kunjungan rumah. Untuk hal-hal tertentu
apabila memang apabila memang diperlukan, konselor (pembimbing)
bisa melakukan kunjungan rumah untuk lebih mendalami data siswa
atau untuk kroscek data sesuai dengan kebutuhan
layanan. Keempat, alih tangan kasus. Kegiatan ini dilaksanakan
apabila keadaan kurang terpenuhinya kebutuhan peserta layanan
(siswa) oleh konselor, terutama kebutuhan di luar kewenangan
konselor.
6.      Pelaksanaan Layanan Orientasi
Proses atau tahap layanan orientasi adalah sebagai
berikut,pertama,perencanaa. Pada tahap ini ,hal-hal yang dilakukan
adalah; (a) menetapkan objek orientasi yang akan dijadikan isi
layanan, (b) menetapkan peserta layanan, (c) menetapkan jenis
kegiatan, termasuk format kegiatan, (d) menyiapkan fasilitas termasuk
penyaji, nara sumber, dan media (e) menyiapkan kelengkapan
administrasi.
Kedua, pelaksanaan. Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan
adalah: (a) mengorganisasikan kegiatan layanan, (b)
mengimplementasikan pendekatan tertentu termasuk implementasi
format layanan dan penggunaan media.
Ketiga,evaluasi. Hal-hal yang dilakukan adalah: (a) menetapkan
materi evaluasi, (b) menetapkan prosedur evaluasi, (c) menyusun
instrumen evaluasi, dan (e) mengolah hasil aplikasi instrumen.
Keempat, analisis hasil evaluasi. Hal-hal yang dilakukan pada
tahap ini adalah: (a) menetapkan standar analisis, (b) melakukan
analisis, (c) menafsirkan hasil analisis.
Kelima,tindak lanjut. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini
adalah: (a) menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, (b)
mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada berbagai pihak
yang terkait, (c) melaksanakan rencana tindak lanjut.[5]
Keenam, laporan. Meliputi : penyusun laporan layanan
orientasi, (b) mmenyampaikan laporan kepada pihak-pihak terkait
(kepala sekolah atau madrasah), (c) mendokumentasikan laporan
layanan.

A.    Layanan Informasi (information)


1.      Makna Layanan Informasi
Menurut Winkel (1991) layanan informasi merupakan suatu
layanan yang berupaya memenuhi kekurangan individu akan
informasi yang mereka perlukan. Layanan informasi juga bermakna
usaha-usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan serta
pemahaman tentang lingkungan hidupnya dan tentang proses
perkembangan anak muda.
Dalam menjalani kehidupan dan perkembangan dirinya, individu
memerlukan berbagai informasi baik untuk keperluan kehidupannya
seahri-hari, sekarang, maupun untuk perencanaanya kehidupannya  di
masa depan, akibat tidak menguasai dan tidak mampu mengakses
informasi. Melalui layanan bimbingan dan konseling individu dibantu
memperoleh atau mengakses informasi.
2.      Tujuan Layanan Informasi
Layanan informasi bertujuan agar individu (siswa) mengetahui
menguasai informasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan perkembangan dirinya. Selain itu, apabila
merujuk kepada fungsi pemahaman, layanan informasi bertujuan agar
individu memahami berbagai informasi dengan segala seluk
beluknya. Penguasaan akan berbagai informasi dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya masalah, pemecahan suatu masalah, untuk
memelihara dan mengembangkan potensi individu serta
memungkinkan individu (peserta layanan) yang bersangkutan
membuka diri dalam mengaktualisasikan hak-haknya.
Layanan informasi juga bertujuan untuk pengembangan
kemandirian. Pemahaman dan penguasaan individu terhadap
informasi yang diperlukannnya akan memungkinkan individu: (a)
mampu memahami dan menerima diri dan lingkungannya secara
objektif, positif, dan dinamis, (b) mengambil keputusan, (c)
mengarahkan diri untuk kegiatan-kegiatan yang berguna sesuai
dengan keputusan yang di ambil, dan (d) mengaktualisasikan secara
terintegrasi.
3.      Isi Layanan Informasi
Jenis-jenis inforamsi yang menjadi isi layanan ini bervarisi.
Demikian juga keluasan dan kedalamannya. Hal itu tergantung
kepada kebutuhan para peserta layanan (tergantung kebutuhan siswa).
Informasi yang menjadi isi layanan harus mencakup seluruh bidang
pelayanan bimbingan dan konseling sperti tersebut di atas yaitu:
bidang pengembangan pribadi, bidang pengembangan sosial,  bidang
pengembangan kegiatan belajar, perencanaan karier, kehidupan
berkeluarga, dan kehidupan beragama.[1]
Secara lebih rinci, informasi yang menjadi isi layanan bimbingan
dan konseling di sekolah atau madrasah adalah pertama, informasi
tentang perkembangan diri. Kedua, informasi tentang hubungan
pribadi, sosial, nilai-nilai(values) dan moral. Ketiga, informasi tentang
pendidikan kegiatan belajar, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi, keempat, informasi tentang dunia karier dan
ekonomi. Kelima, informasi tentang sosial budaya, politik, dan
kewarganegaraan.Keenam, informasi tenatng kehidupan
berkeluarga. Ketujuh, informamsi tentang agama dan kehidupan
beragama beserta seluk beluknya.
4.      Teknik Layanan Inforamsi
Layanan inforamsi dapat diselenggarakan secara langsung dan
terbuka oleh pembimbing atau konselor kepada seluruh siswa di
sekolah madrasah. Berbagai teknik dan media yang bervariasi serta
fleksibel dapat digunakan melalui format klasikal dan kelompok.
Format mana yang akan digunakan tentu tergantung jenis informasi
dan karakteristik peserta layanan. Beberapa teknik yang biasa
digunakan untuk layanan informasi adalah:[2]
Pertama, ceramah, tanya jawab dan diskusi. Teknik ini paling
umum digunakan dalam penyampaian informasi dalam berbagai
kegiatan termasuk pelayanan bimbingan dan konseling. Melalui
teknik ini, para peserta mendengarkan atau menerima ceramah dari
pembimbing (konselor), selanjutnya diikuti dengan tanya jawab.
Untuk pendalamannya dilakukan diskusi.
Kedua, melalui media. Penyampaian informasi bisa dilakukan
melalui media tertentu seperti alat peraga, media tertulis, media
gambar, poster, dan media elektronik seperti radio, tape recorder,
film, televisi, internet, dan lain-lain. Dengan perkataan lain,
penyampaian informasi bisa melalui media nonelektronik dan
elektronik.
Ketiga, acara khusus. Layanan informasi melalui cara ini dilakukan
berkenaan dengan acara khusus di sekolah atau madrasah; misalnya “
hari tanpa Asap Rokok”, “ Hari Kebersihan Lingkungan Hidup,” dan
lain sebagainnya. Dalam acara hari tersebut, disampaikan berbagai
informasi berkaitan dengan hari-hari tersebut dan dilakukan berbagai
kegiatan yang terkait yang diikuti oleh sebagaian atau seluruh siswa
di sekolah atau madrasah di mana kegiatan itu dilaksanakan.
Keempat, nara sumber. Layanan informasi juga bisa diberiakn
kepada peserta layanan dengan mengundang narasumber (manusia
sumber). Misalnya informasi tentang obat-obatan terlarang,
psikotropika dan narkoba mengundang nara sumber dari Dinas
Kesehatan, kepolisian, dan lain-lain yang terkait. Dengan demikian,
informasi tidak menjadi monopoli konselor (pembimbing). Dengan
perkataan lain tidak semua informasi diketahui oleh pembimbing,
harus didatangkan atau diundang pihak lain yang mengetahui. Pihak-
pihak mana yang akan diundang tentu disesuaikan dengan jenis
informasi yang akan diberikan.
5.      Kegiatan Pendukung Layanan Informasi
Beberapa kegiatan pendukung layanan informasi
adalah pertama, aplikasi instrumentasi dan himpunan
data. Kedua, konferensi kasus. Ketiga, kunjungan
rumah. Keempat, alih tangan kasus.[3]
Pertama, aplikasi instrumen dan himpunan data, instrumen untuk
layanan informasi bisa disusun sendiri oleh pembimbing atau
memanfaatkan instrument yang telah ada. Data hasil aplikasi
instrument yang telah ada, termasuk data yang tercantum dalam
himpunan data dapat dipergunakan untuk: (a) menetapkan informasi
yang menjadi isi layanan informasi, (b) menetapkan calon peserta
layanan, dan (c) menetapkan calon penyaji termasuk nara sumber
yang akan diundang.
Kedua,konferensi kasus. Konferensi kasus dihadiri
oleh steakholders sekolah dan madrasah seperti kepala sekolah dan
wakilnya, pembimbing, guru, wali kelas, orang tua, tokoh masyarakat,
dan pihak-pihak lain yang terkait. Melalui konferensi kasus dapat
dibicarakan berbagai aspek penyelenggaraan layanan informasi yang
mencakup: (a) informasi yang dibutuhkan oleh subjek layanan, (b)
subjrk calon peserta layanan, (c) penyaji layanan (termasuk nara
sumber), (d) waktu dan tempat layanan, (e) rencana operasional.
Ketiga, kunjungan rumah. Kegiatan ini dilakukan untuk
mengetahui pendapat orang tua dan kondisi kehidupan keluarga
terkait dengan penguasaan informasi tertentu oleh anak atau anggota
keluarga lainnya. Melalui kunjungan rumah, konselor atau
pembimbing dapat menetapkan informasi yang akan diikuti oleh
siswa atau anggota keluarga yang bersangkutan serta meminta
dukungan dan pasrtisipasi orang tua dalam pemberian layanan.
Apabila sulit melakukan kunjungan rumah, bisa dilakukan dengan
mengundang orang tua ke sekolah baik secara perorangan atau
kelompok untuk berdsikusi dengan pembimbing (konselor) atau
menghadiri konferensi kasus yang membahas layanan informasi.
Keempat, alih tugas kasus. Setelah mengikut layanan informasi,
mungkin ada di antara peserta (siswa) yang ingin mendalami
informasi tertentu atau mengaitkan secara khusus informasi yang telah
diterimanya dengan permasalahan yang dialaminya. Untuk itu
diperlukan upaya lanjut. Keinginan tersebut dapat diupayakan
pemenuhannya oleh konselor. Apabila keinginan yang diamksud
berada di luar kewenangan konselor, maka upaya alih tugas kasus
perlu dilakukan. Pembimbing (konselor) mengatur pelaksanaan alih
tugas kasus tersebut bersama peserta (siswa) yang menghendaki
upaya tersebut.
6.      Pelaksanaan Layanan Inforamsi
Pelaksanaan layanan informasi menempuh tahapan-tahapan
sebagai berikut:pertama, perencanaan yang mencakup kegiatan: (a)
identifikasi kebutuhan akan informasi bagi calon peserta layanan; (b)
menetapkan materi inforamsi sebagai isi layanan; (c) menetapkan
subjek sasaran layanan; (d) menetapkan nara sumber; (e) menyiapkan
prosedur, perangkat, dan media layanan; dan (f) menyiapkan
kelengkapan administrasi.[4]
Kedua, pelaksanaan yang mencakup kegiatan: (a)
mengorganisasikan kegiatan layanan, (b) mengaktifkan peserta
layanan, dan (c) mengoptimalkan penggunaan metode dan media.
Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan materi
evaluasi, (b) menetapkan prosedur evaluasi, (c) menyusun instrumen
evaluasi, (d) mengaplikasikan instrumen evaluasi, dan (e) mengolah
hasil aplikasi instrumen.
Keempat, analisis hasil evaluasi yang mencakaup kegiatan: (a)
menetapkan norma atau satandar evaluasi, (b) melakukan analisis, dan
(c) menafsirkan hasil analisis.
Kelima, tindak lanjut yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan
jenis dan arah tindak lanjut, (b) mengomunikasikan rencana tindak
lanjut kepada pihak terkait, dan (c) melaksanakan rencana tindak
lanjut.
Keenam, pelaporan yang mencakup kegiatan: (a) menyusun
laporan layanan informasi, (b) menyampaikan laporan kepada pihak
terkait (kepala sekolah atau madrasah), dan (c) mendokumentasikan
laporan.
B.     Layanan Penempatan dan Penyaluran
1.      Makna Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan adalah usaha-usaha membantu siswa
merencanakan masa depannya selama masih disekolah dan madrasah
dan sesudah tamat, memilih program studi lanjutan sebagai persiapan
utuk kelak memangku jabatan tertentu (lihat Winkel, 1991).[5]
Individu dalam proses perkembangannya sering dihadapkan pada
kondisi yang di satu sisi serasi atau (kondusif) mendukung
perkembangannya dan disisi lain kurang serasi atau kurang
mendukung (mismatch). Kondisi mismatchberpotensi menimbulkan
masalah pada individu (siswa). Oleh sebab itu, layanan penempatan
dan penyaluran diupayakan untuk membantu ndividu yanag
mengalami mismatch. Layanan ini berusaha meminimalisasikan
kondisimismatch yang terjadi pada individu sehingga individu dapat
mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Di tempat yang
cocok dan serasi serta kondusif diharapkan individu dapat
mengembangkan diri secara optimal.
2.      Tujuan Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran bertujuan supaya siswa bisa
menempatkan diri dalam program studi akademik dan lingkup
kegiatan nonakademik yang menunjang perkembangannya serta
semakin merealisasikan rencana masa depan (Winkel, 1991). Dengan
perkataan lain layanan penempatan dan penyaluran bertujuan agar
siswa memperoleh tempat yang sesuai untuk pengembangan potensi
dirinya. Tempat yang dimaksud adalah lingkungan baik fisik maupun
psikis atau lingkungan sosio emosional termasuk lingkungan budaya
yang secara langsung berpengaruh terhadap kehidupan dan
perkembangan siswa (Lihat Prayitno, 2004).
Merujuk kepada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang
mencerminkan tujuan secara lebih khusus, tujuan layanan penempatan
dan penyaluran adalah sebagai berikut: pertama,  fungsi pemahaman.
Merujuk kepada fungsi ini, tujuan layanan penempatan dan
penyaluran adalah agar siswa memahami potensi dan kondisi dirinya
sendiri serta kondisi lingkungannya.
Kedua, fungsi pencegahan. Merujuk kepada fungsi ini, tujuan
layanan penempatan dan penyaluran adalah untuk mencegah semakin
parahnya masalah, hambatan dan kerugian yang dialami individu
(siswa). Atau mencegah berlarut-larutnya masalah yang dialami
individu.
Ketiga, fungsi pengentasan. Merujuk kepada fungsi ini, tujuan
layanan penempatan dan penyaluran adalah untuk mengangkat
individu dari kondisi yang tidak baik kepada kondisi yang lebih baik.
Fungsi ini berkaitan dengan fungsi pencegahan di mana layanan ini
berupaya mengatasi masalah siswa dengan menempatkannya pada
kondisi yang sesuai (kondusif) dengan kebutuhannya. Apabila upaya
ini berhasil, maka fungsi pencegahan akan tercapai.[6]
Keempat, fungsi pengembangan dan pemeliharaan. Merujuk
kepada fungsi ini, maka tujuan layanan penempatan dan penyaluran
adalah untuk mengembangkan potensi-potensi individu dan
memeliharanya dari hal-hal yang dapat menghambat dan merugikan
perkembangannya. Dan seterusnya sesuai dengan fungsi-fungsi yang
telah dikemukakan pada bab terdahulu.
3.      Isi Layanan Penempatan dan Penyaluran
Isi layanan penempatan dan penyaluran meliputi dua sisi, yaitu sisi
potensi diri siswa itu sendiri dan sisi lingkungan siswa, pertama, sisi
potensi siswa sendiri, mencakup: (a) potensi inteligensi, bakat, minat,
dan kecenderungan-kecenderungan pribadi, (b) kondisi psikofisik
seperti terlalu banyak bergerak (hiper aktif), cepat lelah, alergi
terhadap kondisi lingkungan terntentu, (c) kemampuan berkomunikasi
dan kondisi hubungan sosial, (d) kemampuan panca indra, dan (e)
kondisi fisik seperti jenis kelamin, ukuran badan,dan keadaan
jasmaniah lainnya. Kedua, kondisi lingkungan; mencakup: (a) kondisi
fisik, kelengkapan dan tata letak serta susunannya, (b) kondisi udara
dan cahaya, (c) kondisi hubungan sosio emosional, (d) kondisi
dinamis suasana kerja dan cara-cara bertingkah laku, dan (e) kondisi
statis seperti aturan-aturan dan pembatasan-pembatasan.
4.      Teknik Layanan Penempatan dan Penyaluran
Beberapa hal yang perlu dilakukan pembimbing atau konselor
sebelum melaksanakan layanan penempatan dan penyaluran adalah:
(a) mengkaji potensi dan kondisi diri subjek layanan (siswa), (b)
mengkaji mkondisi lingkungan dari lingkungan yang paling dekat dan
mengacu kepada permasalahan subjek layanan, (c) mengkaji
kesesuaian antara potensi dan kondisi diri siswa dengan kondisi diri
siswa dengan kondisi lingkungannya serta mengidentifikasi
permasalahan yang secara dinamis berkembang pada diri siswa, (d)
mengkaji kondisi dan prospek lingkungan lain yang mungkin
ditempati, (e) menempatkan subjek ke lingkungan baru.[7]
Guna mengkaji potensi dan kondisi diri subjek seperti disebutkan
di atas, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: pertama, studi
dokumentasi terhadap hasil-hasil aplikasi instrumentasi dan himpunan
data, kedua, observasi terhadap kondisi jasmaniah, kemampuan
berkomunikasi, dan tingkah laku siswa, suasana hubungan
sosioemosional siswa dengan siswa lainnya, dan kondisi fisik
lingkungan. Ketiga, studi terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak
tertulis yang diberlakukan. Keempat,studi kondisi lingkungan yang
prospektif dan kondisi bagi perkembangan siswa. Kelima, wawancara
dengan pihak-pihak yang terkait.
5.      Kegiatan Pendukung Layanan Penempatan dan Penyaluran
Beberapa kegiatan pendukung layanan penempatan dan penyaluran
adalah:pertama, aplikasi instrumen dan himpunan data yang berguna
untuk: (a) menetapkan subjek sasaran layanan, dan (b) memperkaya
bahan kajian terhadap potensi dan kondisi diri subjek beserta
lingkungannya. Kedua,konferensi kasus.Ketiga, kunjungan rumah,
dan keempat, alih tangan kasus.[8]
6.      Pelaksanaan Layanan Penempatan dan Penyaluran
Prosedur dan langkah-langkah layanan penempatan dan penyaluran
aalah sebagai berikut: pertama, perencanaan yang mencakup:
meliputi indentifikasi kondisi yang menunjukan adanya permasalahan
pada diri siswa tertentu, (b) menetapkan siswa yang akan menjadi
sasaran layanan, (c) menyiapkan prosedur, langkah-langkah dan
perangkat serta fasilitas layanan, dan (d) menyiapkan perlengkapan
administrasi.
Kedua,  pelaksanaan yang mencakup: yaitu, melakukan analisis
terhdap berbagai kondisi yang terkait dengan permasalahan siswa
sesuai prosedur dan langkah-langkah yang telah ditetapkan.
Ketiga,  evaluasi yang mencakup: yaitu,  menetapkan materi
evaluasi, menetapkan prosedur evaluasi, menyusun instrumen
evaluasi, dan mengolah hasil aplikasi instrumentasi.
Keempat, analisis hasil evaluasi yang mencakup: yaitu,
menetapkan standar evaluasi, melakukan analisis, dan menafsirkan
hasil analisis.
Kelima, tindak lanjut yang mencakup: yaitu, mengidentifikasi
masalah yang perlu ditindaklanjuti, menetapkan jenis dan arah tindak
lanjut, mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada siswa dan
kepada pihak-pihak lain yang terkait apabila diperluka, dan
melaksanakan rencana tindak lanjut.
Keenam, laporan yang mencakup: yaitu, menyusun laporan
layanan penempatan dan penyaluran, menyampaikan laporan kepada
pihak terkait (kepala sekolah atau madarsah) sebagai penanggung
jawab utama layanan bimbingan dan konseling di sekolah atau
madrasah, dan mendokumentasikan laporan.
C.    Layanan Penguasaan Konten
1.      Makna Layanan Penguasaan Konten
Menurut Priyatno (2004) layanan penguasaan konten merupakan
suatu layanan bantuan kepada individu (siswa) baik sendiri maupun
dalam kelompok untuk menguasai kemampuan atau kompetensi
tertentu melalui kegiatan belajar.
Kemampuan atau kompetensi yang dipelajari merupakan satu unit
konten yang di dalamnya terkandung fakta dan data, konsep, proses,
hukum dan aturan, nilai, persepsi, afeksi, sikap dan tindakan. Dengan
penguasaan konten, individu (siswa) diharapkan mampu memenuhi
kebutuhannya serta mengatasi masalah-masalah yang dialaminya.
Oleh sebab itu, layanan konten juga bermakna suatu bantuan kepada
individu (siswa) agar menguasai aspek-aspek konten tersebut di atas
secara terintegrasi.[9]
2.      Tujuan Layanan konten
Di dalam makna diatas, secara implisit telah ditegaskan tujuan
layanan konten, yaitu agar siswa menguasai aspek-aspek konten
(kemampuan atau kompetensi) tertentu secara terintegrasi. Dengan
penguasaan konten (kemampuan atau kompetensi) oleh siswa, akan
berguna untuk menambah wawasan dan pemhaman, mengarahkan
penilaian dan sikap, menguasai cara-cara tertentu, dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah-masalahnya.
3.      Isi Layanan Konten
Konten yang merupakan isi layanan ini dapat merupakan satu unit
materi yang menjadi pokok bahasan atau materi latihan yang
dikembangkan oleh pembimbing atau konselor dan diikuti oleh
sejumlah siswa. Isi layanan konten meliputi: pengembangan kehidupn
pribadi, pengembangan kemampuan berhubungan sosial,
pengembangan kegiatan belajar, pengembangan dan perencanaan
karier, pengembangan kehidupan berkeluarga, dan pengembangan
kehidupan beragama.
4.      Teknik Layanan Pengusaan Konten
Layanan penguasaan konten umumnya diselenggarakan secara
langsung (bersifat detektif) dan tatap muka melalui format klasikal,
kelompok, atau individual. Pembimbing atau konselor secara aktif
menyajikan bahan, memberi contoh, merangsang (memotivasi),
mendorong atau menggerakkan siswa untuk partisipasi secara aktif
mengikuti materi dan kegiatan layanan.[10]
Selain itu, pembimbing (konselor) pun harus menguasai konten
dengan berbagai aspeknya yang menjadi isi layanan. Penguasaan
konten oleh pembimbing (konselor) akan mempengaruhi
kewibawaannya di hadapan peserta layanan (siswa). Daya improvisasi
pembimbing (konselor) amat sangat diperlukan dalam membangun
konten yang dinamis dan kaya. Setelah konten dikuasai, pembimbing
(konselor) selanjutnya mengimplementasikan dalam kegiatan layanan
penguasaan konten melalui teknik-teknik sbagai
berikut:pertama, penyajian materi pokok konten setelah siswa
disiapkan sebagaimana mestinya. Kedua, tanya jawab dan diskusi.
Konselor harus bisa mendorong siswa untuk berpartisipasi secara
aktif guna meningkatkan wawasan dan pemahamannya berkenaan
dengan konten tertentu yang menjadi isi layanan.Ketiga, melakukan
kegitan lanjutan, misalnya melalui diskusi kelompok, penugasan, dan
latihan terbatas, survei lapangan atau studi kepustakaan, percobaan
(termasuk kegitan laboratorium, bengkel, dan studio), latihan tindakan
(dalam rangka pengubahan tingkah laku).
5.      Kegiatan Pendukung Layanan Penguasaan Konten
Beberapa kegiatan pendukung layanan penguasaan konten
adalah pertama,aplikasi instrumentasi. Aplikasi instrumentasi dapat
dijadikan pertimbnagan untuk menempatkan seorang siswa atau lebih
sebagai peserta layanan penguasaan konten. Kedua, himpunan data.
Sebagaimana aplikasi instrumentasi, himpunan data juga dapat
dijadikan oleh pembimbing atau konselor untuk menetapkan
seseorang guna mengikuti atau menjalani layanan penguasaan konten
tertentu. Dan ketiga, konferensi kasus. Keempat,kunjungan rumah,
dankelima, alih tangan kasus.
6.      Pelaksanaan Layanan Pengusaan Konten
Sebagaimana layanan yang lain, pelaksanaan layanan pengusaan
konten juga melalui tahap-tahap sebagai
berikut: pertama, perencanaan yang mencakup: menetapkan sujek
siswa yang akan dilayani, menetapkan dan menyiapkan konten yang
akan dipelajari secara rinci, menetapkan proses dan langkah-langkah
layanan, menetapkan dan menyiapkan fasilitas layanan, termasuk
media dengan perangkat keras dan lunaknya, dan menyiapkan
kelengkapan administrasi. 
Kedua, pelaksanaan yang mencakup. Meliputi: melaksanakan
kegiatan layanan melalui pengorganisasian proses pembelajaran
pengusaan konten.
Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan: meliputi, menetapkan
amateri evaluasi, menetapkan prosedur evaluasi, menyusun instrumen
evaluasi, mengaplikasikan instrumen evaluasi, dan mengolah hasil
aplikasi instrumen.
Kelima, analisis hasil evaluasi, yang mencakup: menetapkan
standar evaluasi, melakukan analisis, dan menafsirkan hasil evalusi.
Keenam, tindak lanjut yang mencakup: menetapkan jenis dan arah
tindak lanjut, mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada siswa
dan pihak-pihak lain yang terkait, dan melaksanakan rencana tindak
lanjut.[11]
Ketujuh, laporan yang mencakup: menyusun laporan pelaksanaan
layanan penguasaan konten, menyampaikan laporan kepada pihak-
pihak terkait (khususnya kepala sekolah atau madrasah) sebagai
penaggung jawab utama layanan bimbingan dan konseling di sekolah
atau madrasah, dan mendokumentasikan laporan layanan.

D.    Layanan Konseling Perorangan


1.      Makna Layanan Konseling Perorangan
Layanan konselng perorangan bermakna layanan konseling yang
diselenggarakan oleh seorang pembimbing  (konselor) terhadap
seorang klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien
(Prayitno, 2004). Konseling perorangan berlangsung dalam suasana
komunikasi atau tatap muka secara langsung antara konselor dengan
klien (siswa) yang membahas berbagai masalah yang dialami klien.
Pembahasan masalah dalam konseling perorangan bersifat holistik
dan mendalam serta menyentuh hal-hal penting tentang diri klien
(sangat mungkin menyentuh rahasia pribadi klien), tetapi juga bersifat
spesifik menuju ke arah pemecahan masalah.[1]
Pada bagian-bagian terdahulu konseling telah banyak disebut. Pada
bagian ini konseling dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam
hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam
hubingan itu masalah klien dicermati dan diupayakan
pengentasannya, sedapat-dapatnya denan kekuatan klien sendiri.
Dalam kaitan itu, konseling dianggap sebagai upaya layanan yang
paling utama dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah klien.
Bahkan dikatakan bahwa konseling merupakan “jantung hatinya”
pelayanan bimbingan secara menyeluruh. Hal itu berarti agaknya
bahwa apabila layanan konseling telah memberikan jasanya, maka
maslaah klien akan teratasi secara efektif dan upaya-upaya bimbingan
lainnya tinggal mengikuti atau berperan sebagai pendamping. Atau
dengan kata lain, konseling merupakan layanan inti yang
pelaksanaannya menuntut persyaratan dan mutu usaha yang benar-
benar tinggi. Ibarat seorang jejaka yang menaksir seorang gadis,
apabila jejaka itu telah mampu memikat “jantung hati” gadis itu,
maka segala urusan dan kehendak akan dapat diselenggarakan dan
dicapai dengan lancar.[2]
Materi yang dapat diangkat melalui layanan konseling perorangan
ini ada berbagai macam, yang pada dasarnya tidak terbatas. Layanan
ini dilaksanakan untuk seluruh masalah siswa secara perorangan
(dalam berbagai bidang bimbingan, yaitu bimbingan pribadii, awal,
belajar dan karier).[3]
Setiap siswa secara perorangan dapat membawa masalah yang
dialaminya kepada Guru Pembimbing atau Guru Kelas di SD. Lebih
lanjut Guru Pembimbing atau Guru Kelas akan melayani semua siswa
dengan berbagai permasalahan itu seorang demi seorang, tanpa
membedakan pribadi siswa atau permasalahan yag dihadapinya.[4]
Melalui konseling perorangan, klien akan memahami kondisi
dirinya sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami, kekuatan
dan kelemahan dirinya, serta kemungkinan upaya untuk mengatasi
masalahnya.[5]
2.      Tujuan Layanan Konseling Perorangan
Tujuan layanan konseling perrangan adalah agar klien memahami
kondisi dirinya sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami,
kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga klien mampu
mengatasinya. Dengan perkataan lain, konseling perorangan bertujuan
untuk mengentaskan masalah yang dialami klien.[6]
Melalui konseling klien mengharapkan agar masalah yang
dideritanya dapat dientaskan. Langkah-langkah umum upaya
pengentasan masalah melalui konseling pada dasarnya adalah [7]:
a.       Pemahaman masalah
b.      Analisis sebab-sebab timbulnya masalah
c.       Aplikasi metode khusus
d.      Evaluasi
e.       Tindak lanjut
Secara lebih khusus , tujuan layanan konseling perorangan
adalah merujuk kepada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling.
Pertama, merujuk kepada fungsi pemahaman  maka tujuan layanan
konseling adalah agar klien memahami seluk beluk yang dialami
secara mendalam dan komprehensif, positif, dan dinamis. Kedua,
merujuk kepada fungsi pengentasan, maka layanan konseling
perorangan bertujuan untuk mengentaskan klien dari masalah yang
dihadapinya. Ketiga, dilihat dari fungsi pengembangan dan
pemeliharaan, tujuan layanan konseling perorangan adalah untuk
mengembangkan potensi-potensi individu dan memlihara unsur-unsur
positif yang ada pada diri klien. Dan seterusnya sesuai dengan fungsi-
fungsi bimbingan dan konseling di atas.[8]
3.      Isi Layanan Konseling Perorangan
Masalah-maslaah yang bisa dijadikan isi layanan konseling
perorangan mencakup:
a.       Masalah-masalah yang berkenaan dengan bidang pengembangan
pribadi
b.      Bidang pengembangan sosial
c.       Bidang pengembangan pendidikan atau kegiatan belajar
d.      Bidang pengembangan karier
e.       Bidang pengembangan kehidupan keluarga
f.       Bidang pengembangan kehidupan beragama
Semua bidang-bidang di atas bisa dijabarkan ke dalam bidang-
bidang yag lebih spesifik untuk dijadikan isi layanan konseling
perorangan. Dengan perkataan lain, pembahasan masalah dalam
konseling perorangan bersifat meluas meliputi berbagai sisi yang
menyangkut masalahh klien (siswa), namun juga bersifat spesifik
menuju ke arah pengentasan masalah. Misalnya masalah yang
berkenaan dengan bidag pengembangan pendidikan atau kegiatan
belajar, bisa menyangkut tentang kesulitan belajar, sikap dan perilaku
belajar, prestasi rendah, dan lain sebagainya.[9]
4.      Pelaksanaan Layanan Konseling Perorangan
Seperti halnya layanan-layanan yang lain, pelaksanaan layanan
konseling perorangan, juga menempuh beberapa tahapan kegiatan,
yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil ,tindak lanjut
dan laporan
Pertama, perencanaan yang meliputi kegiatan: a. Mengidetifikasi
klien, b. Mengatur waktu pertemuan, c. Mempersiapkan tempat dan
perangkat teknis penyelenggaraan layanan, d. Menetapkan fasilitas
layanan, e. Menyiapkan kelengkapan administrasi.
Kedua, pelaksanaan yang meliputi kegiatan: a. Menerima klien, b.
Menyelenggarakan penstruktruran, c. Membahsas masalah klien
dengan menggunakan teknik-teknik, d. Mendorong pengentasan
masala klien (bisa digunakan teknik-teknik khusus), e. Memantapkan
komitmen klien dalam pengentasan masalahnya, f. Melakukan
penilaian segera,
Ketiga, melakukan evaluasi jangka pendek, Keempat, menganalisis
hasil evaluasi (menafsirkan hasil konseling perorangan yang telah
dilaksanakan).
Kelima, tindak lanjut yang meliputi kegiatan : a. Menetapkan jenis
arah tindak lanjut, b. Mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada
pihak-pihak terkait, dan c. Melaksanakan rencana tindak lanjut.
Keenam, laporan yang meliputi kegiatan: a. Menyusun laporan
layanan konseling perorangan, b. Menyampaikan laporan kepada
kepala sekolah atau madrasah dan pihak lain terkait, dan c.
Mendokumentasikan laporan.[10]
E.     Layanan Bimbingan Kelompok
1.      Makna Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan dan
konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara
bersama-sema melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai
bahan baru nara sumber tertentu (terutama dari Guru Pembimbing)
dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik)
tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan
kehidupannya sehari-hari dan/atau untuk perkembangan dirinya baik
sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan
dalam pengambilan keputusan dan/ atau tindakan tertentu.[11]
Gazda (1978) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok di
sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa
untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang
tepat. Gazda juga menyebutkan bahwa bimbingan kelompok
diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal,
vokasional, dan sosial. Telah lama dikenal bahwa berbagai informasi
berkenaan dengan orientasi siswa baru, pindah program dan peta
sosiometri siswa serta bagaimana mengembangkan hubungan
antarsiswa dapat disampaikan dan dibahas dalam bimbingan
kelompok (Mc Daniel, 1956). Dengan demikian jelas bahwa kegiatan
dalam bimbingan kelompok ialah pemberian informasi untuuk
keperluan tertentu bagi para anggota kelompok.[12]
Dalam layanan bimbingan kelompok harus dipimpin oleh
pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok adalah konselor yang
terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik pelayanan
bimbingan dan konseling. Tugas utama pemimpin kelompok adalah:
pertama, membentuk kelompok sehingga terpenuhi syarat-syarat
kelompok yang mampu secara aktif mengembangkan dinamika
kelompok,yaitu: a. Terjadinya hubungan anggota kelompok menuju
keakraban di antara mereka, b. Tumbuhnya tujuan bersama di antara
anggota kelompok dalam suasana kebersamaan, c. Berkembangnya
itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan kelompok, d.
Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, sehingga
mereka masing-masing mampu berbicara, e. Terbinanya kemandirian
kelompok, sehingga kelompok berusaha dan mampu tampil beda dari
kelompok lain. Kedua, memimpin kelompok yang bernuansa layanan
konseling melalui bahasa konseling penstrukturan, yaitu membahas
bersama anggota kelompok tentang apa, mengapa, dan bagaimana
layananan konseling kelompok dilaksanakan. Keempat, memberikan
pentahapan kegiatan konseling kelompok. Kelima, memberikan
penilaian segera hasil layanan konseling kelompok. Keenam,
melakukan tindakan lanjut.[13]
2.      Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok
Secara umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk
pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan
berkomunikasi peserta layanan (siswa). Secara lebih khusus, layanan
bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan
perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang
perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan
kemampuan berkomunikasi baikk verbal maupun nonverbal para
siswa.[14]
3.      Isi Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok membahas materi atau topik-topik
umum baik topik tugas maupun topik bebas. Yang dimaksud topik
tugas adalah topik atau pokok bahasan yang diberikan oleh
pembimbing (pimpinan kelompok) kepada kelompok untuk dibahas.
Sedangkan topik bebas adalah suatu topik atau pokok bahasan yang
dikemukakan secara bebas oleh anggota kelompok. Secara bergiliran
anggota kelompok mengemukakan topik secara bebas, selanjutnya
dipilih mana yang akan dibahas terlebih dahulu dan seterusnya.
Topik - topik yang dibahas dalam layanan bimbingan kelompok
baik topik bebas maupun topik maupun tugas dapat mencakup bidag-
bidang pengembangan kepribadian, hubungan sosial, pendidikan,
karier, kehidupan berkeluarga, kehidupan beragama, dan lain
sebagainya. Topik pembahasan bidang-bidang di atas dapat diperluas
ke dalam sub-sub bidang yang relevan. Misalnya pengembangan
bidang pendidikan dpaat mencakup masalah cara belajar, kesulitan
belajar, gagal ujian, dan lain sebagainya.[15]
4.      Pelayanan Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok menempuh tahap-tahap kegiatan
sebagai berikut: pertama, perencanaan yang mencakup kegiatan: a.
Mengidentifikasi topik yang akan dibahas dalam layanan bimbingan
kelompok, b. Membentuk kelompok. Kelompok yang terlalu kecil
(misalnya hanya 2-3 orang saja) tidak efektif untuk layanan
bimbingan kelompok karena kedalaman dan variasi pembahasan
menjadi berkurang dan dampak layanan juga menjadi terbatas.
Sebaliknya kelompok yang terlalu besar pun tidak efektif, karena
akan mengurangi tingkat partisipasi aktif individual dalam
kelompok.  Kelompok juga kurang efektif apabila jumlah anggotanya
melebihi 10 orang. Kelompok yang ideal jumlah anggota antara 8-10
orang, c. Menyusun jadwal kegiatan, d. Menetapkan prosedur
layanan, e. Menetapkan fasilitas layanan, f. Menyiapkan kelengkapan
administrasi.
Kedua, pelaksanaan yang mencakup kegiatan : a.
Mengomunikasikan rencana layanan bimbingan kelompok, b.
Mengorganisasikan kegiatan layanan bimbingan kelompok, c.
Menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok melalui tahap-
tahap: 1. Pembentukan 2. Peralihan 3. Kegiatan 4. Pengakhiran.
Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan: a. Menetapkan materi
evaluasi (apa yang akan dievaluasi), b. Menetapkan prosedur dan
standar evaluasi, c. Menyusun instrumen evaluasi, d. Mengoptimalkan
instrumen evaluasi, d. Mengolah hasil apliksi instrumen.
Keempat, analisi hasil evaluasi yang mencakup kegiatan: a.
Menetapkan norma atau standar analisis, b. Melakukan analisis dan c.
Menafsirkan hasil analisis.
Kelima, tindak lanjut yang mencakup kegiatan: a. Menetapkan
jenis dan arah tindak lanjut b. Mengomunikasikan rencana tindak
lanjut kepada kepala sekolah atau madrasah dan pihak-pihak lain yang
terkait, c. Mendokumentasikan laporan layanan.[16]
[1] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2007), hal.163-164.
[2] Prayitno dan Erman Amti, op cit. Hal. 288-289
[3] Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hal. 85
[4] Ibid
[5] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2007), hal. 164.
[6] Ibid
[7] Prayitno dan Erman Amti, op cit. Hal. 293
[8] Tohirin, op cit, hal. 164-165
[9] Ibid
[10] Ibid, hal.169-170
[11] Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hal. 86
[12] Prayitno dab Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal.309-310
[13] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2007), hal. 170-171.
[14] Ibid, hal.172.
[15] Ibid, hal 172-173
[16] Ibid, 176-177

[1] Ibid., hal. 148
[2] Ibid., hal. 149
[3] Ibid., hal. 150
[4] Ibid., hal. 152
[5] Ibid., hal. 153
[6] Ibid., hal 154
[7] Ibid., hal. 155
[8] Ibid., hal. 156
[9] Ibid., hal. 158
[10] Ibid., hal 160
[11] Ibid., hal. 161

Anda mungkin juga menyukai