Anda di halaman 1dari 10

Kajian Cadangan Karbon Lahan Gambut Kabupaten Kepulauan Meranti ....................................................................... (Suryanta, et al.

KAJIAN CADANGAN KARBON LAHAN GAMBUT KABUPATEN


KEPULAUAN MERANTI
(Study of Carbon Stocks of Peatlands in Kepulauan Meranti District)

Jaka Suryanta, Turmudi, Irmadi Nahib dan Yatin Suwarno


Badan Informasi Geospasial
Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong Bogor, Indonesia
E-mail: jakaeriko@gmail.com

ABSTRAK
Kabupaten Kepulauan Meranti berdiri tahun 2008 wilayahnya seluas 3,708 km² terdiri dari tiga Pulau
besar yaitu Pulau Pedang, Rangsang, Tebing Tinggi dengan hampir semuanya merupakan lahan gambut
dalam. Wilayah ini sangat rentan terhadap abrasi, kebakaran lahan dan subsiden apabila vegetasi
penutupnya serta drainasenya terusik aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan menghitung cadangan
karbon lahan gambut bawah permukaan tanah di kepulauan Meranti. Metode yang digunakan adalah
melakukan pengeboran gambut dan mengukur kedalaman kematangan setiap lapisan gambut serta
mengetahui kandungan jenis karbonnya. Pengukuran ketebalan lapisan dan sampelnya untuk menghitung
bulk density, dan perhitungan kadar C organic. Berdasar hasil perhitungan volume gambut maka kandungan
karbon gambut Kabupaten Meranti memiliki total cadangan karbon sebesar 811.588.035,06 ton. Cadangan
karbon lahan gambut di Kabupaten Kepulauan Meranti berada pada lapisan hingga lebih dari 500 cm,
dominan pada system lahan GBT sebanyak 482.182.137,38 ton (59,41%) kemudian KJP 140.359.429,15 ton
(17%), MDW 108.384.082,01 ton (13,35%), KHY 41.080.533,52 ton (5,06%). Tingkat kematangan gambut
berurutan dari lapisan saprik-hemik-fibrik, sedangkan posisi paling bawah berupa tanah mineral serta
lempung.
Kata kunci: cadangan karbon, gambut, kepulauan meranti

ABSTRACT
Meranti Islands District established in 2008 covering an area of 3,708 km² territory consists of three
major island of Pulau Pedang, Rangsang, Tebing Tinggi and nearly all are deep peatlands. The area is highly
susceptible to erosion, fires and subsidence when the vegetation cover and drainage disturbed human
activity. This study aims to calculate carbon stocks of peatland under ground in the archipelagoes Meranti.
The method used is to peat drill and measure the depth of maturity of each layer of peat and determine the
content type of carbon. Coating thickness measurement and the sample to calculate the bulk density, and
the calculation of organic C levels. Based on the calculation of the volume peatland Meranti district has a
total carbon stock of 811.588.035,06 ton. Peatland carbon stocks in Meranti Islands District located in the
layers of up to 500 cm, dominant in the land system GBT 482.182.137,38 ton (59,41 %) and KJP
140.359.429,15 ton (17 %), or approximately 76% of the total peatland carbon reserves. Maturity level
sequentially from the peat layer-hemik sapric-fibric, while the lowest position in the form of mineral soil and
clay.
Keywords: carbon stocks, peat, islands meranti

PENDAHULUAN
Kabupaten Kepulauan Meranti dengan luas wilayah 3708 km² terdiri tiga Pulau besar yaitu
Pulau Pedang, Rangsang, Tebing Tinggi dan hampir semuanya merupakan lahan gambut dalam.
Wilayah ini sangat rentan terhadap abrasi, kebakaran lahan dan subsiden (Hakim et al., 2016)
apabila vegetasi penutupnya serta drainasenya terusik aktivitas manusia.
Pemetaan cadangan karbon merupakan bagian dari usaha dalam mitigasi bencana dan
perubahan iklim, terutama dalam pengurangan emisi karbon. Salah satu media penyimpan
cadangan karbon yang sangat penting yaitu pada tanah gambut. Di Indonesia, tanah gambut
tropis yang ada mencakup kurang lebih 50% dari tanah gambut tropis dunia. Oleh karena itu
tanah gambut di Indonesia merupakan cadangan karbon terestris yang penting. Tanah gambut,

187
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 187-195

sebagai carbon pools (penyimpan cadangan karbon) mempunyai peran yang penting dalam
memprediksi perhitungan cadangan emisi karbon pada suatu wilayah.
Suatu wilayah lahan gambut apabila dalam keadaan tertutup hutan alami, maka wilayah
tersebut merupakan penyerap karbon (CO2). Namun apabila hutan alami dibuka dan digunakan
sebagai peruntukan yang lain maka wilayah tersebut berubah fungsi dari penyerap menjadi
sumber emisi gas karbon (CO2) yang merupakan salah satu gas rumah kaca terpenting (Wibowo
2009), Selain itu faktor yang menyebabkan tanah gambut berubah menjadi sumber emisi ketika
terjadi pengeringan lahan gambut, kebakaran lahan gambut, penambahan pupuk dan amelioran.
Sementara itu untuk mempertahankan cadangan karbon dan meningkatkan serapan karbon
dapat dilakukan melalui kegiatan konservasi dan pengelolaan seperti pengayaan tanaman, dan
pengelolaan air (Rosalina et al., 2014). Jika dilakukan pengelolaan yang baik maka gambut akan
menjadi sumber penting penyimpan karbon, namun jika terjadi sebaliknya, gambut akan menjadi
sumber emisi terbesar. Karbon yang terkandung dalam tanah gambut besifat tidak stabil. Dalam
keadaan hutan alam, karbon tersebut bertahan dalam bentuk bahan organik, namun apabila hutan
gambut dibuka dan didrainase, maka karbon yang disimpannya akan mudah terdekomposisi dan
menghasilkan CO2. Biomasa hutan rawa gambut tropika pada berbagai kondisi penutupan lahan
sangat mempengaruhi kandungan karbon yang dikandung serta kecepatan pelapukannya (Jaya et
al., 2016).
Untuk menduga kandungan cadangan karbon (C) di bawah permukaan lahan gambut, terlebih
dahulu harus diketahui volume gambut pada wilayah tertentu dan klasifikasi tingkat
kematangannya. Volume gambut dapat diketahui dengan mengalikan ketebalan lapisan gambut
dengan luasan wilayah gambutnya.
Tingkat kematangan/pelapukan gambut dapat diukur langsung dilapangan dengan metoda
sederhana. Sedangkan penentuan bobot isi (Bulk Density-BD) dan persentase (%) C-Organik
dapat merujuk dan berdasarkan kepada hasil analisis beberapa contoh tanah gambut yang telah
dilakukan beberapa lokasi di Sumatera (Wahyunto et al., 2005). Prosedur pengukuran yang harus
diikuti adalah pengukuran luas lahan gambut, ketebalan gambut, penentuan tingkat kematangan,
bobot isi gambut, C-Organik, dan pendugaan cadangan karbon bawah permukaan.
Pemetaan luas dan ketebalan gambut pada penelitian ini dengan melakukan pengeboran
lahan di lapangan ditambah data sekunder kedalaman dari pengeboran sebelumnya terutama di
bagian pulau Rangsang dan pulau Pedang menunjukkan rata-rata kedalaman hampir sama,
sehingga diharapkan dapat mewakili data cadangan karbon yang ada di Kabupaten Meranti, Prov
Riau. Tujuan penelitian ini adalah melakukan penghitungan Cadangan Karbon Tanah Gambut
Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Lingkup penelitian di seluruh wilayah Kabupaten
Meranti disajikan pada Gambar 1, meliputi 5 kecamatan diantaranya kecamatan Merbau,
Rangsang, Rangsang barat, Tebing tinggi dan Tebing tinggi barat.

Gambar 1. Index Daerah Penelitian Kepulauan Meranti.

188
Kajian Cadangan Karbon Lahan Gambut Kabupaten Kepulauan Meranti ....................................................................... (Suryanta, et al.)

METODE
Ketebalan Gambut

Pengukuran ketebalan gambut dilakukan pada sebuah titik pengeboran yang dilakukan pada
beberapa plot dengan sebaran wilayah distribusi sesuai sistem lahan yang dilakukan pada tanggal
10 sampai 18 agustus 2016 disaat musim masih sering hujan. Tahap-tahapan yang harus
dilakukan adalah: Pengeboran gambut atau bor Eijkelkamp yang dimodifikasi secara bertahap,
angkat bor untuk dicatat dan di ambil contoh tanahnya, apabila bor belum mencapai lapisan
mineral maka disambung dengan bor berikutnya, pencatatan diulangi setiap penyambungan bor
sampai mencapai tanah mineral. Disamping mencatat ketebalan, juga dicatat sifat fisik lainnya
seperti kedalaman muka air tanah, jenis kematangan gambut, perubahan warna, kelembaban
lapisan atas (kering/basah diamatai secara visual), tingkat keasaman dan kongkrengsi arang (ada
tidaknya gambut terbakar) ( Agus et al., 2009).

Pengukuran Kedalaman Muka Airtanah

Data muka air tanah didapat dengan cara mengukur kedalaman muka air tanah (dengan
mistar) setelah dilakukan pemboran dengan hand auger. Data ini akan sangat bermanfaat bila
dilakukan secara berkelanjutan baik musim hujan maupun kemarau untuk memonitor kedalaman
air tanah.

Kematangan Gambut

Dalam buku petunjuk Pengukuran Cadangan Karbon Tanah Gambut (Agus et al., 2011)
dijelaskan tingkat kematangan/pelapukan tanah gambut dibedakan berdasarkan tingkat
dekomposisinya dari bahan-bahan (serat) tanaman asalnya. Ketiga macam tingkat kematangan
tersebut adalah: (1) fibrik, (2) Hemik, (3) saprik.
Penetapan tingkat kematangan/ pelapukan tanah gambut di lapangan yaitu dengan
mengambil: Segenggam tanah gambut diambil, kemudian diperas dengan telapak tangan secara
pelan pelan, lalu perhatikan serat-serat yang tertiggal dalam telapak tangan:
a. Bila kandungan serat yang tertinggal di dalam telapak tangan setelah pemerasaan, adalah
tiga perempat, maka tanah gambut gambut tersebut digolongkan kedalam jenis fibrik.
b. Bila kandungan serat yang tertinggal di dalam telapak tangan setelah penasaran, adalah
antara kurang dari tiga perempat sampai seperempat bagian tau leboih, maka tanah
tersebut digolonngkan kedalm jenis hemik.
c. Bila kandungan serta yang tertinggal dalm telapak tangan setelah pemerasan, adalah
kurang dari seperempat bagian, maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis
saprik.
Cara lain untuk mendukung penggolongan tingkat kematangan/pelapukan tanah gambut diatas
adalah dengan memperhatikan warnanya. Jenis tanah gambut fibrik memperlihatkan warna hitam
agak gelap dan seterusnya saprik berwarna hitam gelap (Murdiyarso et al., 2004).

Perhitungan Pendugaan Cadangan Karbon Tanah Gambut

Parameter yang digunakan dalam perhitungan tersebut adalah luas lahan gambut, kedalaman
tanah gambut, bobot isi/Bulk Density (BD) dan kandungan karbon (C-organik) pada setiap jenis
gambut. Persamaan yang digunakan adalah:

Kandungan Karbon (KC)= B × A × D × C (Agus et al., 2011)


dimana:
KC = Kandungan karbon dalam ton
B = Bobot isi (BD) tanah gambut dalam (g/cc atau ton/m³)
A = luas tanah gambut dalam m²
D = Ketebalan gambut dalam m
C = Kadar karbon (C-organik) dalam persen (%)

189
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 187-195

Diagram alir Gambar 2. berikut menjelaskan langkah analisis perhitungan tebal dan volume
gambut dan data-data yang digunakan:

Citra satelit hight spot Peta RBI 1:50K Peta Sistem lahan 1:50K

Sampel kedalaman gambut Luasan Unit system lahan

Deferensiasi Lapisan Febrik, Humik, Saprik Satuan unit kandungan Carbon


(BD)

Luas dan tebal gambut Volume gambut

Kandungan carbon gambut tia

Gambar 2. Diagram Alir Perhitungan Kandungan Karbon Gambut.

Peta RBI skala 1:50.000 dipakai sebagai peta kerja baik di laborat maupun ke lapangan dalam
mencari titik yang sudah ditetapkan sebelumnya dibantu peta sistem lahan. Citra spot hight
diperlukan dalam mencari wilayah sebaran dome gambut dan di gunakan dalam mendetailkan
kontur sampai perbedaan tinggi 1m untuk memperhitungkan ketebalan gambut.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengeboran dilakukan pada setiap titik yang tersebar pada berbagai satuan system lahan,
dalam hal ini daerah penelitian terdapat lima system lahan diantaranya Kajapah (KJP), Mendawai
(MDW), Gambut (GBT), Kahayan (KHY), Bukit barangin (BBR). Luasan masing masing system
lahan disajikan pada Table 1.

Tabel 1. Data Perhitungan Luas Unit Sistem Lahan.


SYM Sifat Kedalaman Ketinggian %
Nama Jenis dome Luas_km2
BOL airtanah gambut minim
KJP Kajapah saline sulfaquents <10cm 0m 399.000 11,02
MDW Mendawai fresh tropohemists, 50-200cm 1m 1.281.000 35,39
tropopsamments
GBT Gambut fresh tropofibrists >200cm 0m 926.000 25,58
KHY Kahayan fresh fluvaquents, 26-50cm 0m 1.013.000 27,9
tropohemsits
BBR Bukit none tropudults, 10m 0,000 0,00
Barangin haplorthox
Jumlah 3619.000 100
Sumber: Peta sistem lahan BIG

Kabupaten Maranti didominasi system lahan Mendawai seluas 1.281 km2 (35 %), Kahayan
1.013 (27,9 %) dan GBT 926 (25 %). Berdasarkan peta sistem lahan disajikan pada Gambar 3,
tingkat kedalaman gambut berurutan pada GBT kemudian MDW, KHY dan KJP. Dari data
pengeboran lahan gambut Tabel 2 menunjukkan ketebalan 300 – 500 cm (57,1%), 100 – 200 cm
(14%), 200-300 cm (7%), 50 -100 cm (10,7%) dan lebih dari 500 cm (10,7%), dengan demikian
lahan gambut ini termasuk gambut dalam yang sebagian besar merupakan lahan yang perlu
konservasi. Dari luas sistem lahan dan ketebalan rata-ratanya (hasil pengeboran) selanjutnya di
hitung volume gambut dikalikan prosen kandungan organik dan BD nya, maka diperoleh data stok
karbon gambut dalam ton, Tabel 3.

190
Kajian Cadangan Karbon Lahan Gambut Kabupaten Kepulauan Meranti ....................................................................... (Suryanta, et al.)

Gambar 3. Titik Sebaran Pengeboran (tebal) Gambut.


Tabel 2. Data Pengeboran Gambut.
Tingkat Kematangan (kedalaman cm) dan Koordinat
Kedalaman
No Kode 101- 200-
(cm) 0-50 cm 51-100 KOORDINAT N, E
200 300
1 S2 317 cm Safrik Hemik Fibrik Fibrik 01 03‟ 38,08‟‟ N 102 45‟ 35,95‟‟ E
2 S3 600 cm Safrik hemik Fibrik Fibrik 01 05‟ 36,6 „‟N 102 47‟ 00,22 E
3 S4 400 cm Saprik Hemik Fibrik Fibrik 01 05‟ 52,45‟‟N 102 49‟ 19,93‟‟ E
4 S5 400 cm Saprik Hemik Fibrik Fibrik 01 08‟ 25,92‟‟N 102 48‟ 30,86 „‟ E

5 S6 lempung lempung - - 01 05‟ 00,48‟‟N 102 42‟ 49,95‟‟ E

6 S7 600 cm hemik fibrik fibrik fibrik 00 53‟ 46,07‟‟ N 102 31‟ 41,91‟‟ E
7 S8 500 cm Saprik fibrik fibrik fibrik 00 55‟ 33,54 „‟N 102 27 „ 36,51‟ E

8 S9 500 cm Hemik Fibrik Fibrik Fibrik 00 54‟ 05,87‟‟ N 102 28‟ 45,43‟‟ E
9 S10 400 cm Saprik – Hemik fibrik Fibrik fibrik 00 56‟ 46,35‟‟ N 102 33‟ 14,87 „‟ E
10 S11 300 cm Hemik fibrik Fibrik Fibrik 00 44‟ 51,82‟‟ N 103 00‟ 53,72 „‟ E

11 S12 200 cm Fibrik Fibrik Fibrik 00 44‟ 11,26‟‟ N 103 00‟ 49,82 „‟ E

12 S13 500 cm Saprik-Hemik fibrik fibrik fibrik 01 00‟ 26,85‟‟ N 102 42‟ 33,87 „‟ E

13 S14 100 cm Saprik-Hemik Fibrik Fibrik 00 48‟ 12,29‟‟ N 103 02‟ 06,37 „‟ E

14 S15 350 cm Saprik-Hemik Fibrik Fibrik Fibrik 00 48‟ 12,11‟‟ N 103 01‟ 45,75 „‟ E

15 S16 200 cm Saprik – Hemik Fibrik Fibrik 00 54‟ 39,98‟‟ N 102 59‟ 27,30 „‟ E

16 S18 350 cm Saprik hemik Saprik - Fibrik Fibrik 00 54‟ 41,05‟‟ N 102 58‟ 38,23 „‟ E
Hemik
17 S19 500 cm Sapik Hemik fibrik fibrik 01°5‟55,6” N 102°31‟01,4” E
18 S20 400 cm Sapik Hemik fibrik fibrik 01°4‟7,3” N 102°28‟55,9 E

19 S21 450 cm Sapik Hemik fibrik fibrik 0°02‟24,8” N 102°26‟26,6”E


20 S22 240 cm Sapik Hemik fibrik fibrik 0°56‟16,1” N 102°24‟57,9”E
21 S23 500 cm Sapik Hemik fibrik fibrik 0°57‟05,8”N 102°23‟14,1”E
22 S24 450 cm - Hemik fibrik fibrik 0°57‟52,9” N 102°25‟50,7” E
23 S25 0,40 cm saprik - - - 0°41‟37,7” N 103°00‟15,8” E
24 S26 0,40 cm saprik - - - 0°41‟18,9” N 103°01‟11,2” E
25 S27 480 cm - hemik fibrik fibrik 0°48‟13,9” N 103°00‟37,1” E
26 S28 500 cm sprik hemik febrik febriki 0°48‟12,9” N 103°00‟26” E
27 S29 120 cm saprik hemik febrik - 0°56‟56,7” N 102°56‟52,6” E
28 S30 120 cm saprik hemik febrik - 0°56‟59,8” N 102°57‟36,7” E

Sumber: Pengukuran lapangan 2016

191
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 187-195

Tabel 3. Hasil Analisis Volume dan Kandungan Karbon Lahan Gambut.


Tebal Luas (ha)
Sistem C-org BD Stok Karbon
Gambut Kematangan beberapa
Lahan (%) (ton/m3) (ton)
(cm) lapisan
Saprist Hemist Fibrist Saprist Hemist Fibrist

50-100 Saprist

KHY 45,48 0,21 2.395.691,65


250.837
KJP 45,48 0,21 130.119,26
13.624
GBT 45,48 0,21 1.464.983,44
153.389
MDW 45,48 0,21 2.858.147,98
299.257
Jumlah 6.848.942,33

101-200 Saprist KHY 45,48 0,21 9.545.725,00


999.469
KJP 894.768 45,48 0,21 8.545.746,00

GBT 949.222 45,48 0,21 9.065.830,10


Hemist
(95,1%)/
MDW 1.300.891 45,48 48,83 0,21 0,13 12.424.551,90
Hemist
(4,9%)
Jumlah 39.581.853,00
Saprist
201-300 KHY 967.974 45,48 0,21 9.244.928,27
/hemist
KJP 1.577.842 45,48 48,83 0,21 15.069.657,79

GBT 7.973.494 45,48 0,21 76.153.242,64

MDW 6.490.359 45,48 0,21 61.988.117,63

Jumlah 202.037.799,33

300-500 Saprist KHY 215 45,48 0,21 513.566,60

KJP 45,48 0,21 955.917,60


100.088
Saprist
(97,2%) GBT 45,48 42,36 0,21 0,1 181.535.686,10
19.007.380
/Fibrist (2,8%)
Saprist
(38,5%)
MDW 45,48 42,36 0,21 0,1 18.788.008,40
/Fibrist 1.967.166
(61,5%)
Jumlah 201.793.178,70

> 500 Saprist KHY 2.029.215 45,48 0,21 19.380.622,00

Hemist KJP 12.109.770 45,48 48,83 0,21 0,13 115.657.988,50


/Hemist/
GBT 22.402.563 45,48 48,83 42,36 0,21 0,13 0,1 213.962.395,10
Fibrist
MDW 1.290.495 45,48 48,83 42,36 0,21 0,13 0,1 12.325.256,10

Jumlah 361.326.261,70

jumlah karbon gambut 811.588.035,06

Tanah Mineral 17.545,00

Total 811.605.580,06
Sumber: Hasil analisis 2016
Gambar 4 merupakan peta persebaran gambut menurut sistem lahan dimana pada sistem
lahan GBT paling tinggi dengan kandungan karbon 482.182.137,38 ton (59,41%) kemudian KJP
140.359.429,15 ton (17%), MDW 108.384.082,01 ton (13,35%), KHY 41.080.533,52 ton (5,06%)
dan total kandungan 811.588.035,06 ton. Pada sistem lahan GBT merupakan wilayah berkubah
gambut baik berdasar pengamatan dilapangan maupun berdasar pengamatan spot height (kotur)
Gambar 5, wilayah ini titik tertinggi mencapai 9 m.

192
Kajian Cadangan Karbon Lahan Gambut Kabupaten Kepulauan Meranti ....................................................................... (Suryanta, et al.)

Gambar 4. Peta Sebaran Kandungan Karbon Gambut Kabupaten Meranti Prov Riau.

: dome
Gambar 5. Peta Kontur dan Wilayah Dome Gambut.

Dengan demikian wilayah dome ini tebal gambut atau kedalaman relatif dalam dibanding
wilayah yang lainnya. Sedangkan kedalaman muka air tanah secara umum berkisar antara 40 cm
sampai 70 cm tergantung kontur wilayahnya, keadaan ini mempengaruhi tingkat kematangan
lapisan gambutnya.
Pengeboran tanah gambut di kepulauan Meranti sampai kedalaman kurang lebih 5 meter
hampir di semua lapisan ditemukan kematangan gambut saprik, hemik dan febrik pada ketebalan
berfariasi, kondisi ini menunjukkan batas kedalaman tanah mineral yang bergelombang. Pada
beberapa titik ditemukan lapisan tanah lempung dengan kedalaman relative tipis terutama di
wilayah yang berdekatan sungai atau mendekati pantai. Dari beberapa pengamatan dilapangan
menunjukkan munculnya akar pohon menonjol dipermukaan tanah atau terjadinya penurunan
permukaan tanah gambut, dimungkinkan karena pemampatan atau secara spot spot mulai ada
perkebunan karet atau kelapa sawit. Pada bagian pantai mulai terjadi abrasi, karena terjadinya
penebangan mangrove dan digantikan dengan tanaman budidaya lain.
Perhitungan kandungan karbon gambut dengan pendekatan satuan system lahan ini
diperhitungkan dengan ketebalan masing masing system lahan berdasar data pengeboran
dikalikan luas dan satuan kandungannya. Dari hasil perhitungan menunjukkan system lahan GBT
paling tinggi karena berupa kubah gambut banyak berada pada system lahan tersebut, Tabel 3
menunjukkan hasil analisis volume dan kandungan karbon lahan gambut. Dari tabel tersebut
diperkirakan kandungan carbon kepulauan meranti yang luasnya 3.709 km2 sebanyak
811.588.035,06 ton ditambah tanah mineral menjadi 811.605.580,06 ton. Kandungan karbon ini
cukup logis bila di banding kabupaten Siak yang luasnya kurang lebih 8.216 km2 kandungannya

193
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 187-195

sebanyak 1.520.410.136,32 ton. Luas kabupaten Meranti kira kira 45% nya dan posisinya
bersebelahan ini memiliki karakteristik gambut hampir sama, baik kedalaman gambut dan
kematangannya.
Lahan gambut ini cukup luas dan tebal sehingga perubahan yang terjadi sangat berpengaruh
terhadap iklim global. Jika lahan gambut ini terbakar, atau terdegradasi, akan teremisi berbagai
jenis gas rumah kaca (terutama CO , N O, dan CH ) ke atmosfer yang siap untuk merubah iklim
global (Wibowo, 2009). Kerentanan yang lain adalah Lahan ini banyak mengalami abrasi terutama
di pulau rangsang, Pulau Rangsang selama 24 tahun telah mengalami abrasi seluas 1.097,53 ha
dengan laju abrasi rata-rata 48,41 ha/tahun dan akresi seluas 243,53 ha dengan laju akresi rata-
rata 10,74 ha/tahun (Hakim et al., 2016).
Lahan gambut merupakan lahan marginal dengan berbagai keterbatasan sehingga bisa
dimanfattkan asalkan memenuhi kriteria yang disyaratkan agar fungsi lahan dapat berkelanjutan.
Seperti hutan pada umumnya, hutan yang terbentuk pada ekosistem rawa gambut mempunyai
peranan yang sangat penting, baik secara ekonomi maupun secara ekologi. Lahan gambut
mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan (Sutrisno et al., 2016) bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga harus dilindungi dan dilestarikan.
Secara ekonomi ekosistem rawa gambut merupakan tempat konservasi sumber plasma nutfah
yang spesifik secara lokal, merupakan habitat ikan dan biota air lainnya, dan penghasil kayu.
Berdasarkan fungsinya, lahan rawa gambut dibedakan ke dalam kawasan lindung, kawasan
pengawetan, dan kawasan reklamasi. Kawasan lindung dan pengawetan disebut juga kawasan
preservasi atau non-budi daya, sedangkan kawasan reklamasi sebagai kawasan budidaya. Menurut
evaluasi kesesuaian dan ketersediaan lahan (Sitorus et al., 2016)., lahan gambut pulau ini
komoditas unggulan nya adalah pinang dan kopi (tanaman perkebunan), jagung, ketela rambat
dan ketela pohon (tanaman pangan), sawo, pepaya, pisang, nenas, jambu biji, sukun dan manggis
(buah-buahan) dan cabe besar, cabe rawit, kacang panjang dan ketimun (sayur-sayuran).
Lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 3 m termasuk dalam kawasan non-budi daya, dan
sebaiknya tidak dibuka untuk pengembangan. Gambut sangat dalam (lebih dari 4 m), sangat
penting untuk dipertahankan sebagai daerah konservasi air, apalagi sebagian wailayah ini
merupakan kota Tanjung Pandan sebagai ibu kota. Penurunan permukaan gambut akibat
subsiden, baik yang disebabkan oleh drainase maupun dekomposisi, akan menyebabkan
menurunnya kemampuan gambut menahan air (Hooijer et al., 2006). Menurut Keputusan Presiden
No. 32 tahun 1990, kawasan lahan rawa gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih yang terdapat
pada bagian hulu sungai dan rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung bergambut, dan ditujukan
untuk air lebih banyak bila terjadi hujan deras atau akan meningkatkan terjadinya bencana banjir.
Sebaliknya karena sedikitnya cadangan air yang tersimpan selama musim hujan, maka cadangan
air yang dapat diterima oleh daerah sekelilingnya menjadi lebih sedikit dan daerah sekitarnya akan
rentan kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau.

KESIMPULAN
Kandungan karbon lahan gambut Kabupaten kepulauan Meranti dengan pendekatan
kedalaman rata rata kurang dari 5 meter adalah sebesar 811.588.035,06 ton meliputi sistem lahan
GBT dengan kandungan karbon 482.182.137,38 ton (59,41%) kemudian KJP 140.359.429,15 ton
(17%), MDW 108.384.082,01 ton (13,35%), dan KHY 41.080.533,52 ton (5,06%). Perhitungan ini
berdasar pendekatan BD saprik 0,21. Hemis 0,13 dan fibrik 0,10 ton/m3. Kandungan karbon
tersebut sepadan dengan Kabupaten Siak yang luasnya dua kali lipat lebih besar dengan
kandungan sebanyak 1.520.410.136,32 ton, hal ini terjadi karena dua wilayah yang bersebelahan
ini ketebalan dan variasi kematangan gambutnya sangat mirip.
Kabupaten ini harus sangat terjaga karena hampir seluruhnya berupa lahan gambut yang
sangat rentan terhadap kebakaran lahan, abrasi dan perubahan penggunaan lahan. Penelitian ini
perlu diteruskan dikaitkan dengan tren perubahan penggunaan lahan untuk memonitor neraca
kandungan karbon lahan gambut.

194
Kajian Cadangan Karbon Lahan Gambut Kabupaten Kepulauan Meranti ....................................................................... (Suryanta, et al.)

UCAPAN TERIMA KASIH


Terimakasih kami ucapkan kepada Litbang Pertanian Provinsi Riau atas bantuan data dan
dukungan SDM dalam pengambilan data primer, juga kepada BBSDLP Bogor atas bantuan data
sekunder yang menunjang penelitian ini. Ucapan Terima Kasih juga kami sampaikan kepada
seluruh kawan Peneliti dan Pusat PKS BIG yang mendukung dana dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., Hairiah, K., & Mulyani, A. (2009). Panduan Metode Pengukuran Karbon Tersimpan di Lahan
Gambut. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor and World
Agroforestry Centre, SEA, Bogor, Indonesia (in Indonesian).
Agus, F., Hairiah, K., & Mulyani, A. (2011). Pengukuran Cadangan Karbon Tanah Gambut. Petunjuk Praktis .
World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bogor, Indonesia.
Hooijer, A., Silvius, M., Wösten, H., Page, S., (2006). PEAT-CO2.Assessment of CO2 emissions from drained
peatlands in SE Asia, Delft Hydraulics report Q, 3943.
Hakim, A. R., Sutikno, S., & Fauzi, M. (2016). Analisis Laju Abrasi Pantai Pulau Rangsang di Kabupaten
Kepulauan Meranti dengan Menggunakan Data Satelit. Jurnal Sains dan Teknologi,13(2).
Jaya, A., Siregar, U. J., Daryono, H., & Suhartana, S. (2016). Biomasa hutan rawa gambut tropika pada
berbagai kondisi penutupan lahan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 4(4), 341-352.
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.353/Menhutt-11/2008 Tanggal 24 September 2008 jo No.
SK.380/Menhut¬11/2009 Tanggal 25 Juni 2009. Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Murdiyarso, D., Rosalina, U., Hairiah, K., Muslihat, L., Suryadiputra, I. N. N., & Jaya, A. (2004). Petunjuk
Lapangan Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut. Wetlands International, Bogor.
Rosalina, Y., Kartawinata, K., Nisyawati, N., Nurdin, E., & Supriatna, J. (2014). Floristic Composition and
Structure of A Peat Swamp Forest in the Conservation Area of the PT National Sago Prima, Selat
Panjang, Riau, Indonesia. Reinwardtia, 14(1), 193-210.
Sitorus, S. R. P., Jalaluddin, M., & Panuju, D. R. (2016). Analisis Kesesuaian dan Ketersediaan Lahan serta
Arahan Pengembangan Komoditas Pertanian di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Jurnal
Tanah dan Lingkungan,14(2), 45-55.
Sutrisno, E., & Siregar, Y. I. (2016). Pengembangan Sistem Pemanenan Air Hujan untuk Penyediaan Air
Bersih di Selatpanjang Riau. Dinamika Lingkungan, 3(1), 1-8.
Wahyunto, S. Ritung, Suparto & H. Subagjo. (2005). Sebaran gambut don kandungan karbon di Sumatera
dan Kalimantan (buku 3). Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor.
Wibowo, Ari. (2009). Peran lahan Gambut Dalam Perubahan Iklim Global. Jurnal Tekno Hutan Tanaman,
(2).1 (2009): 19-26.

195
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 187-195

196

Anda mungkin juga menyukai