“GHIBAH”
Disusun Oleh :
1.Huswatun Haerani (17180001)
2.Ista Rahma Nissa (17180019)
TEKNIK INFORMATIKA
17.1B
DAFTAR ISI
JUDUL.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
PEMBAHASAN
A.Pegertian atau Definisi Ghibah...............................................................................................1
B.Sumber Al-Qur’an dan Hadits................................................................................................2
C.Hal-Hal yang mendorong Ghibah dan Cara Mengantisipasinya............................................3
D.Alasan-Alasan Yang Ditolerir Dalam Ghibah........................................................................4
E.Kontektualisasi Hadits Tentang Ghibah Dalam Realita Sosial (Infotaintment).....................5
KESIMPULAN..........................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................7
Pembahasan
A. Pengertian atau Definisi Ghibah
Secara etimologi, ghibah berasal dari kata Ghaba- Yaghibu yang artinya adalah
mengupat, menurut Jalaluddin bin Manzur, ini juga berarti fitnah, umpatan, atau gunjingan.
Dapat juga diartikan membicarakan keburukan orang lain dibelakangnya atau tanpa
sepengetahuan yang dibicarakan. Di sisi lain An-Nawawi mendefinisikan ghibah adalah
mengumpat atau menyebut orang lain yang ia tidak suka atau memebencinya, terutama dalam
hal kehidupannya. Beliau mengatakan bahwa jarang sekali orang yang bisa lepas dari
menggunjing orang lain.
Adapun secara terminologi ghibah adalah memebicarakan orang lain tanpa
sepengetahuannya mengenai sifat atau kehidupannya, sedangkan jika ia mendegar maka ia
tidak menyukainya. Dan terlebih jika yang dibicarakan tidak terdapat dalam diri yang
dibicarakan itu berarti dusta atau mengada-ada dan itu merupaka dosa yang lebih besar dari
ghibah itu sendiri. Tidak berbeda dengan definisi yang disebutkan oleh al-Maragi dalam
menjelaskan tentang ghibah yaitu menbicarakan kejelekan atau aib orang lain dibelakangnya,
dan jika ia mnegetahui maka ia tidak suka walaupun yang dibicarakan adalah benar.
Dalam hadits Nabi saw pun telah dijelaskan pengertian ghibah sebagai berikut;
ِ ول هَّللا
َ > يَ>>ا َر ُس >ل َ >يز بْنُ ُم َح َّم ٍد ع َْن ْال َعاَل ِء ب ِْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن أَبِي ِه ع َْن أَبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل قِيِ َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا َع ْب ُد ْال َع ِز
ك بِ َما يَ ْك َرهُ قَا َل أَ َرأَيْتَ إِ ْن َكانَ فِي ِه َما أَقُو ُل قَا َل إِ ْن َكانَ فِي> ِه َم>>ا تَقُ>>و ُل فَقَ> ْد ا ْغتَ ْبتَ>هُ َوإِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن فِي> ِه َم>>ا َ ك أَ َخا َ ال ِذ ْك ُر َ ََما ْال ِغيبَةُ ق
يح
ٌ ص ِح َ ٌسن َ يث َح ٌ سى َه َذا َح ِد َ قَا َل َوفِي ا ْلبَاب عَنْ أَبِي َب ْر َزةَ َوا ْب ِن ُع َم َر َو َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو قَا َل أَبُو ِعي ُبَ َهتَّه تَقُو ُل فَقَ ْد
“Seseorang bertanya pada Nabi saw, wahai Rosulullah, apakah yang dinamakan
ghibah itu?, ghibah ialah menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci, si
penanya bertanya kembali: wahai Rosullullah bagaimana pendapatmu bila apa yang
diceritakan itu benar apa adanya?, Rosulullah menjawab, kalau memang ada padanya maka
itu ghibah namanya, dan jika tidak maka kamu telah berbuat buhtan (dusta)”.
Dari ayat tersebut dapat ditegaskan kembali bahwa perbuatan menggunjing orang lain
merupakan perbuatan yang keji dan menjijikkan seperti yang digambarkan oleh Allah bahwa
seseorang yang mengunjing diibaratkan dengan seseorang yang memakan daging saudaranya
yang sudah mati (bangkai saudarnya).
Adapun hadits yang berbicara mengenai Ghibah atau bahaya lisan sangat banyak
dijumpai dalam beberapakitab hadits berikut;
ِ >ال َر ُس>و ُل هَّللا َ َ>ال ق َ َح ع َْن أَبِي ه َُريْ> َرةَ ق ٍ ِص>الَ ص>ي ٍن ع َْن أَبِي ِ ص ع َْن أَبِي َح ِ َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ٍر َح َّدثَنَا أَبُو اأْل َحْ> َو Ø
ْ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا أَوْ لِيَ ْس ُك
ت َ
“ Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata benar atau
diam”.(HR.Bukhari-Muslim)
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَا َم ْع َش َر َم ْن آ َمنَ بِلِ َسانِ ِه َولَ ْم يَ ْد ُخلْ اإْل ِ ي َمانُ قَ ْلبَهُ اَل تَ ْغتَابُوا َ ِ ع َْن أَبِي بَرْ زَ ةَ اأْل َ ْسلَ ِم ِّي قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا
ضحْ هُ فِي بَ ْيتِ ِهَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ َواَل تَتَّبِعُوا عَوْ َراتِ ِه ْم فَإِنَّهُ َم ْن اتَّبَ َع عَوْ َراتِ ِه ْم يَتَّبِ ُع هَّللا ُ عَوْ َرتَهُ َو َم ْن يَتَّبِ ْع هَّللا ُ عَوْ َرتَهُ يَ ْف
“ wahai sekalian yang beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya, janganlah
kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka
karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan mencari aibnya,
niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun berada dalam rumahnya”. (HR. Abu
Daud, Ahmad dan Ibn Hibban).
ُصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَل يَ ْستَقِي ُم إِي َمانُ َع ْب ٍد َحتَّى يَ ْستَقِي َم قَ ْلبُهُ َواَل يَ ْستَقِي ُم قَ ْلبُه َ ِ ال َرسُو ُل هَّللا َ َال ق
َ َك ق ِ َح َّدثَنَا قَتَا َدةُ ع َْن أَن
ٍ َِس ْب ِن َمال
َُحتَّى يَ ْستَقِي َم لِ َسانُه
“Iman seorang hamba tidak istiqomah sebelum hatinya istiqomah, dan hatinya tidak
istiqomah sebelum lidahnya istiqomah.”(HR. Ahmad)
َ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق
ال َ ِ از ٍم ع َْن َس ْه ِل ب ِْن َس ْع ٍد ع َْن َرسُو ِل هَّللا ِ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ أَبِي بَ ْك ٍر ْال ُمقَ َّد ِم ُّي َح َّدثَنَا ُع َم ُر بْنُ َعلِ ٍّي َس ِم َع أَبَا َح
ََم ْن يَضْ َم ْن لِي َما بَ ْينَ لَحْ يَ ْي ِه َو َما بَ ْينَ ِرجْ لَ ْي ِه أَضْ َم ْن لَهُ ْال َجنَّة
“ Siapa yang menjamin bagiku apa diantara dua tulang dagunya (lidah) dan apa diantara
dua kakinya (kemaluannya), maka aku menjamin baginya surga.”(HR. al-Bukhari, Tirmudzi,
dan Ahmad)
Ada dua pelanggaran yang dilakukan oleh yang suka membicarakan orang lain, yaitu
pelanggaran terhadap hak Allah, karena ia melakukan apa yang dimurkainya, dan tebusannya
adalah dengan taubat dan menyesali perbuatannya. Sedangkan yang kedua adalah
pelanggaran terhadap kehormatan sesama. Jika ghibah telah di dengar oleh orangnya maka
dia harus menemuinya dan meminta maaf atas perbuatannya dalam membicarakan aibnya.
Dalam hal ini sangatlah berat karena dosanya tidak hilang selama orang tersebut tidak
memaafkan. Dalam hal ini Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda:
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َم ْن
َ ِ ُول هَّللاَ ك ع َْن َس ِعي ٍد ْال َم ْقب ُِريِّ ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ أَ َّن َرس ٌ ِال َح َّدثَنِي َمال َ ََح َّدثَنَا إِ ْس َما ِعي ُل ق
ٌ ْس ثَ َّم ِدينَا ٌر َواَل ِدرْ هَ ٌم ِم ْن قَب ِْل أَ ْن ي ُْؤ َخ َذ أِل َ ِخي ِه ِم ْن َح َسنَاتِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ َح َسن
َات َ ظلِ َمةٌ أِل َ ِخي ِه فَ ْليَت ََحلَّ ْلهُ ِم ْنهَا فَإِنَّهُ لَيْ َت ِع ْن َدهُ َم
ْ َكان
ت َعلَ ْي ِه ْ ت أَ ِخي ِه فَطُ ِر َح ِ أُ ِخ َذ ِم ْن َسيِّئَا
“Siapa yang melakukan suatu kedzoliman terhadap saudaranya, harta atau
kehormatannya, maka hendaklah ia menemuainya dan meminta maaf kepadanya dari dosa
ghibah itu, sebelum dia dihukum, sementara dia tidak memepunyai dirham atau pun
dinar. Jika dia memilki kebaikan, maka kebaikan-kebaikan itu akan diambil lalu diberikan
pada saudarnya itu. Dan jika tidak, maka sebagian keburukan-keburukan saudaranya itu
diambil dan diberikan padanya”. (HR. Bukhari)
Kesimpulan
Dari keterangan al-Qur’an dan hadits Nabi di atas jelaslah bahwa ghibah merupakan
perbuatan tercela yang harus dihindari oleh muslim karena akan mengakibatkan perselisihan
dikalangan masyarakat. Ghibah akan mendatangkan banyak mudharat, diantaranya
perselisishan, permusuhan, dendam, perceraian dan bahkan bisa saja terjadi pembunuhan.
Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘Alamin mencegah hal-hal tersebut, dan mengecam bagi
yang melakukan perbuatan tersebut akan mendapatkan siksaan Allah.
Ghibah dapat dicegah dengan slalu mengingat bahwa Allah Maha Melihat dan Maha
Mengetahui, ingat akan aib diri sendiri, dan tidak iri dengan keberhasilah saudaranya serta
senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah. Adapun ghibah yang
dibebaskan atau ditolerir adalah ghibah dalam hal amr ma’ruf nahi munkar, dalam rangka
menegakkan kebenaran, dalam hal ini termasuk berita tentang kasus suap (korupsi).
Melihat realita masyarakat dewasa ini ghibah seakan dianggap sepele karena
masyarakat selalu disuguhi dengan berita-berita selebriti dari pagi hingga siang, terkadang
sangat berlebihan dan tidak proporsional. Ini akan menimbulkan berbagai problem dalam
masyarakat. Namun tidak semuanya gossip tersebut mengandung unsure ghibah seperti
penjelasan hadits Nabi diatas.
DAFTAR PUSTAKA
1. An-Nawawi, al-Adzkar, terj. M. Tarsi Hawi, ( Bandung: Pustaka Ma’arif, 1984), hlm. 809
2. Abullah bin Jarullah, Awas Bahaya Lidah, terj. Abu Haidar dan Abu Fahmi, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2004), hlm. 18
3. Ibnu Qudamah, Jalan Orang-Orang yang Dapat Petunjuk, terj. Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2007), cet XIII, hlm. 211, lihat Imam al-Ghazali, Bahaya Lisan dan Cara
Mengatasinya,terj. A. Hufaf Ibry, (Surabaya: Tiga Dua, 1995), hlm. 28-29
4. Ibnu Qudamah, Jalan Orang-Orang yang Dapat Petunjuk, terj. Kathur Suhardi, hlm. 213
5. Abullah bin Jarullah, Awas Bahaya Lidah, terj. Abu Haidar dan Abu Fahmi, hlm. 22-23, lihat
Ibnu Taimiyah dkk,Ghibah, terj. Abu Azzam, (Jakarta: Pustaka Kautsar, 1992), hlm. 24-25, dan
Muhammad Yasin Suhaimi, Bahaya Lisan Menurut al-Qur’an dan Sunnah, (Malang: UMM
Press, t.th), hlm. 6
6. Ta’dzir yaitu tindakan edukatif terhadap pelaku perbuatan dosa yang tidak memiliki sanksi atau
denda.