Nim : 1705521014
Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori.
Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori di sini akan
berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan
hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian. Oleh karena itu
landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan
dipakai.
Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti masih
bersifat semen tara, maka teori yang digunakan dalam penyusunan proposal penelitian
kualitatif juga masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti memasuki
lapangan atau konteks sosial. Dalam kaitannya dengan teori, kalau dalam penelitian
kuantitatif itu bersifat menguji hipotesis atau teori, sedangkan dalam penelitian kualitatif
bersifat menemukan teori.
Dalam penelitian kuantitatif jurnlah teori yang digunakan sesuai dengan jumlah variabel
yang diteliti, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik, jumlah teori yang
harus dimiliki oleh peneliti kualitatif jauh lebih banyak karena harus disesuaikan dengan
fenomena yang berkembang di lapangan. Peneliti kualitatif akan lebih profesional kalau
menguasai semua teori sehingga wawasannya akan menjadi lebih luas, dan dapat menjadi
instrumen penelitian yang baik. Teori bagi peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai bekal
untuk bisa memahami konteks sosial secara lebih luas dan mendalam. Walaupun peneliti
kualitatif dituntut untuk menguasai teori yang luas dan mendalam, namun dalam
melaksanakan penelitian kualitatif, peneliti kualitatif harus mampu melepaskan teori yang
dimiliki tersebut dan tidak digunakan sebagai panduan untuk menyusun instrumen dan
sebagai panduan untuk wawancara, dan observasi. Peneliti kualitatif dituntut dapat menggali
data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber
data. Peneliti kualitatif harus bersifat "perspektif emic" artinya memperoleh data bukan
"sebagai mana seharusnya", bukan berdasarkan apa yang difikirkan oleh peneliti, tetapi
berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, yang dialami, dirasakan, dan
difikirkan oleh partisipan/sumber data.
Oleh karena itu penelitian kualitatif jauh lebih sulit dari penelitian kuantitatif, karena
peneliti kualitatif harus berbekal teori yang luas sehingga mampu menjadi "human
instrumen" yang baik. Dalam hal ini Borg and Gall 1988 menyatakan bahwa "Qualitative
research is much more difficult to do well than quantitative research because the data
collected are usually subjective and the main measurement tool for collecting data is the
investigator himself". Penelitian kualitatif lebih sulit bila dibandingkan dengan penelitian
kualtitatif, karena data yang terkumpul bersifat subyektif dan instrumen sebagai alat
pengumpul data adalah peneliti itu sendiri.
Untuk dapat menjadi instrumen penelitian yang baik, peneliti kualitatif dituntut untuk
memiliki wawasan yang luas, baik wawasan teoritis maupun wawasan yang terkaitdengan
konteks sosial yang diteliti yang berupa nilai, budaya, keyakinan, hukum, adat istiadat yang
terjadi dan berkembang pada konteks sosial tersebut. Bila peneliti tidak memiliki wawasan
yang luas, maka peneliti akan sulit membuka pertanyaan kepada sumber data, sulit
memahami apa yang terjadi, tidak akan dapat melakukan analisis secara induktif terhadap
data yang dipero1eh. Sebagai contoh seorang peneliti bidang manajemen akan merasa sulit
untuk mendapatkan data tentang kesehatan, karena untuk bertanya pada bidang kesehatan
saja akan mengalami kesulitan. Demikian juga peneliti yang berlatar belakang pendidikan,
akan sulit untuk bertanya dan memahami bidang antropologi.
Peneliti kualitatif dituntut mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Landasan
teori yang dituliskan dalam proposal penelitian lebih berfungsi untuk menunjukkan seberapa
jauh peneliti memiliki teori dan memahami permasalahan yang diteliti walaupun masih
permasalahan tersebut bersifat sementara itu. Oleh karena itu landasan teori yang
dikemukakan tidak merupakan harga mati, tetapi bersifat semen tara. Peneliti kualitatif justru
dituntut untuk melakukan grounded research, yaitu menemukan teori berdasarkan data yang
diperoleh di lapangan atau situasi sosial.
Studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang terkait dengan
nilai, budaya, dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti.
Terdapat tiga kriteria terhadap teori yang digunakan sebagai landasan dalam
penelitian, yaitu relevansi, kemutakhiran, dan keaslian. Relevansi berarti teori yang
dikemukakan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Kalau yang diteliti masalah
kepemimpinan, maka teori yang dikemukakan berkenaan dengan kepemimpinan, bukan teori
sikap atau motivasi. Kemutakhiran berarti terkait dengan kebaruan teori atau referensi yang
digunakan. Pada umumnya referensi yang sudah lebih dari lima tahun diterbitkan dianggap
kurang mutakhir. Penggunaan Journal atau internet sebagai sebagai referensi untuk
mengemukakan landasan teori lebih diutamakan. Keaslian terkait dengan keaslian sumber,
maksudnya supaya peneliti menggunakan sumber aslinya dalam mengemukakan teori. Jangan
sampai peneliti mengutip dari kutipan orang lain, dan sebaiknya dicari sumber aslinya.
Berapa teori yang dikemukakan dalam proposal, akan sangat tergantung pada fokus
penelitian yang ditetapkan oleh peneliti. Makin banyak fokus penelitian yang ditetapkan
maka akan semakin banyak teori yang perlu dikemukakan.
Dengan dikemukakan landasan teori dan nilai-nilai budaya yang ada pada konteks
sosial yang diteliti, maka hal ini merupakan indikator bagi peneliti, apakah peneliti memiliki
wawasan yang luas atau tidak terhadap situasi sosial yang diteliti. Validasi awal bagi peneliti
kualitatif adalah seberapa jauh kemampuan peneliti mendeskripsikan teori-teori yang terkait
dengan bidang dan konteks sosial yang diteliti.
Dalam landasan teori ini perlu dikemukakan definisi setiap fokus yang akan diteliti,
ruang lingkup keluasan serta kedalamannya. Dalam definisi perlu dikemukakan definisi-
definisi yang sejalan maupun yang tidak sejalan. Jadi dikontraskan. Dengan demikian maka
landasan teori yang dikemukakan semakin kuat.
Dalam penelitian kualitatif, teori yang dikemukakan bersifat sementara, dan akan
berkembang atau berubah setelah peneliti berada di lapangan. Selanjutnya dalam landasan
teori, tidak perlu dibuat kerangka berfikir sebagai dasar untuk perumusan hipotesis, karena
dalam penelitian kualitatif tidak akan menguji hipotesis, tetapi justru menemukan hipotesis.
b. Hermeneutik
Hermeneutik mengarah pada penafsiran ekspresi yang penuh makna dan dilakukan
dengan sengaja oleh manusia. Artinya, kita melakukan interpretasi atas interpretasi yang telah
dilakukan oleh pribadi atau kelompok manusia terhadap situasi mereka sendiri. Dalam sebuah
interpretasi terhadap suatu hasil karya, diyakini bahwa karya atau peristiwa memiliki makna
dari interpretasi para pelaku atau pembuatnya.
Karya atau peristiwa yang merupakan interpretasi atau sesuatu tersebut selanjutnya
menghadapi pembaca atau pengamatnya dan ditangkap dan diinterpretasikan pula
Hermenutik mempersyaratkan suatu aktivitas konstan dari interpretasi antara bagian dengan
keseluruhannya, yang merupakan suatu proses tanpa awal dan juga tanpa akhir. Oleh karena
itu dalam penelitian kualitatif
seorang peneliti hanya dapat menyajikan suatu interpretasi(didasarkan pada nilai-
nilai,minat, dan tujuan ) atas interpretasi orang lain atau subjek yang diteliti yang juga
didasarkan pada nilai-nilai,minat dan tujuan mereka sendiri. Jadi, dalam hermeneutik tidak
ada tafsir tunggal yang dapat menyatakan pandangan keseluruhan, maka sejauh yang dapat
didukung oleh fenomenanya, adalah sangat mungkin keragaman tafsir yang terjadi dapat
digabungkan ke dalam penafsiran makna yang lebih kaya.