Pendahuluan
Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan dunia termasuk di Indonesia, yang terdiri dari hepatitis A, B, C, D,
dan E. Hepatitis A dan E sering muncul sebagai kejadian luar biasa, ditularkan secara fecal oral dan biasanya berhubungan
dengan perilaku hidup bersih dan sehat, bersifat akut dan dapat sembuh dengan baik. Sebanyak 1,4 juta pasien menurut data
WHO mengalami serangan hepatitis A tiap tahunnya. Kejadian luar biasa (KLB) hepatitis A paling besar terjadi di Shanghai
China tahun 1988 yaitu mencapai 300.000 pasien, epidemi-kerang. Wabah hepatitis A juga pernah terjadi di Indonesia, dan
sering terulang. KLB hepatitis A pada tahun 2013 terjadi di kepulauan Riau(bintan, 87 kasus), Lampung(Kecamatan bumi
agung 11 kasus), Sumatera Barat(Kota Padang 15 kasus, dan Kabupaten Darmasraya 43 kasus), Jambi (Kota Jambi 26
kasus), Jawa Tengah(Kabupaten Sukoharjo, Kecamatan Kartasuro 26 kasus), dan Jawa Timur(Pasuruan 110 kasus, Ponorogo
25 kasus, Lamongan 72 kasus, Jombang 14 kasus, dan Pacitan Kecamatan Ngadirojo 66 kasus), dengan total KLB hepatitis
A tahun 2013 di 6 propinsi dan 11 kabupatenatau kota 495 kasus, dengan angka kematian dan CFR 0. Dan kejadian KLB
hepatitis A tahun 2014 hanya terjadi di Bengkulu 19 kasus, Sumatera Barat(Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten Pesisir
Selatan 159 kasus, dan Kalimantan Timur(Kabupaten Paser) 282 kasus. Total KLB hepatitis A tahun 2014 sebanyak 460
kasus, kematian dan CFR 0 (Pusdatin Kemkes,2014).
Melihat kenyataan bahwa hepattitis merupakan masalah kesehatan yang serius baik di tingkat global maupun
nasional, maka pada tahun 2010 pada sidang WHA(World Health Assembly) ke 63 di Jenewa tanggal 20 Mei 2010,
Indonesia bersama Brazil dan Colombia menjadi sponsor utama untuk keluarnya resolusi tentang haptitis virus, sebagai
Global Public Health Concern. Usulan Resolusi Hepatitis nomor 63.18 yang menyatakan bahwa: hepatitis merupakan salah
satu agenda prioritas dunia, dan tanggal 28 Juli ditetapkkan sebagai hari hepatitis dunia. Sejak keluarnya resolusi tersebut,
setiap 2 tahun sekali dilakukan evaluasi tingkat global tentang respon pengendalian hepatitis bagi negara-negara anggota
WHO. Untuk akselerasi program pengendalian hepatitis tingkat global, berdasar evaluasi respon sejak keluarnya resolusi
63.18, maka Indonesia bersama 14 negara lain dalam sidang WHA bulan Mei 2014, mengusulkan resolusi untuk
pengendalian hepatitis virus, yaitu Resolusi 67.7 tentang aksi konkrit dalam pengendalian hepatitis. Penularan hepatitis A
melalui fecal-oral, sangat terkait dengan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan. Hepatitis A sebenarnya bisa dicegah
dengan vaksinasi hepatitis A atau pemberian imunoglobulin, dan menajaga kebersihan lingkungan terutama pada makanan
dan minuman serta perilaku hidup bersih dan sehat (Pusdatin Kemkes,2014).
B. Definisi
Istilah hepatitis dipakai untuk semua jenis peradangan pada sel hati, bisa disebabkan oleh infeksi(virus, bakteri, parasit),
obat-obatan(termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak berlebihan dan penyakit autoimune(Infodatin Menkes,
2014).
Hepatitis A
a. Penyebabnya adalah virus hepatitis A, merupakan penyakit endemis di negara berkembang, termasuk hepatitis yang
ringan, bersifat akut, sembuh spontan/sempurna tanpa gejala sisa dan tidak menyebabkan infeksi kronik.
b. Penularannya melalui fecal-oral. Sumber penularan umumnya terjadi karena pencemaran air minum, makanan yang
tidak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan personal hygiene yang rendah.
c. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukan IgM antibodi serum penderita
d. Gejalanya bersifat akut, tidak khas berupa demam, sakit kepala, mual muntah sampai ikterus, bahkan dapat
menyebabkan pembengkakan hati
e. Tidak ada pengobatan khusus, hanya pengobatan pendukung dan menjaga keseimbangan nutrisi
f. Pencegahan melalui kebersihan lingkungan, terutama terhadap makanan dan minuman dan melakukan Perilaku
Hidup bersih dan Sehat atau PHBS (Pusdatin Kemkes,2014).
EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia terdapat sekitar 1,4 juta kasus hepatitis A setiap tahun. Lebih dari 75% anak di benua Asia, Afrika, dan
India memiliki antibody anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi HAV didapat pada awal kehidupan,
kebanyakan asmtomatik, dan anikterik. Di Indonesia sendiri insidensi penyakit hepatitis A berkisar antara 39,8-63,8%
kasus(Sudoyo,2006). Pada tahun 2007, penduduk Indonesia yang mengidap hepatitis sekitar 0,6%, dan peningkatan dua
kali lipat penderita hepatitis tahun 2013, sekitar 2,9 juta penduduk.
C. ETIOLOGI
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A (HAV) diklasifikasikan sebagai pikornavirus dan secara morfologi
merupakan partikel sferis tidak terbungkus yang berdiameter 27 nm dengan simetri ikosahedral. HAV stabil pada suhu 4 C
selama 20 jam, suhu -20 C selama 1,5 tahun. HAV hancur pada air mendidih selama 15 menit, inefektit pada pendidihan 5
menit, pemanasan 600C selama 1 jam, eter denga pH 3, 1:4000 formalin pada suhu 37 0 selama 72 jam, dan chlorin 1ppm
selama 30 menit, pemaparan sinar uv(Adirson,1988, dan Silverman,2003).
Infeksi ini biasanya ditularkan lewat jalur fekal-oral dan memiliki masa inkubasi sekitar 30 hari. Masa penularan tertinggi
adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus dan selam masa prodrormal. 1-2 minggu sebelum ikterus dan
2 minggu setelah ikterus(Klarisa,dan Irsan, 2014). Gejala hepatitis A umumnya ringan. Antibodi IgM muncul dini pada
fase akut, meningkat cepat, dan menghilang selama masa penyembuhan. Antibodi IgG muncul lebih lambat pada perjalanan
penyakit, meningkat cepat, dan bertahan sepanjang hidup(Har prett pall, 2005 dan Gilroy RK). Transmisi virus hepatitis a:
kontak erat dengan pasien(tinggal serumah, sex, penitipan anak), kontaminasi makanan dan minuman(infeksi makanan oleh
tangan, ikan laut), paparan darah walau jarang(injeksi obat, dan transfusi).
D. PATOGENESIS
Hepatitis A adalah penyakit menular, proses transmisinya disebut fecel-oral. Virus hepatitis A terdapat di dalam feses
seorang penderita, dan dapat menyebar dari orang ke orang, atau bisa tertular dari makanan atau air. Virus didapatkan pada
tinja penderita pada masa penularan mulai pada akhir masa inkubasi sampai dengan fase permulaan prodromal. Transmisi
HAV juga bisa terjadi melalui parenteral, tetapi kasus ini kurang umum. Begitu juga dengan aktivitas seksual, namun tidak
menutup kemungkinan seseorang yang menderita HAV akut dapat menularkan kepada mitra seksualnya(Gilroy RK., 2010).
Di dalam saluran penceranaan HVA dapat berkembang biak dengan cepat, kemudian diangkut melalui aliran darah ke
dalam hati, dimana tinggal di dalam kapiler-kapiler darah dan menyerang jaringan-jaringan sekitarnya sehingga
menyebabkan kerusakan hati. Kerusakan hati terjadi akibat proses imunologis yang disebabkan oleh aktifitas T limfosit
sitolitik terhadap target yaitu VAH antigen yang ada dalam sitoplasma sel hati dengan akibat terjadi kerusakan sel perenkim
hati yang luas sehingga terjadi peningkatan enzim SGPT/SGOT kedalam plasma dan menyebabkan obstuksi sinusoid intra
hepatal dengan peningkatan bilirubin direk. Bila kerusakan hepar luas juga akan terjadi gangguan proses perubahan
bilirubin indirek menjadi direk, sehingga juga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek(Gilroy RK.,2010 dan
1. Assesment :
Secara global dan di Indonesia, hepatitis A merupakan penyakit hati paling banyak dilaporkan. Umumnya
seroprevalensi anti-HAV ditemukan paling tinggi pada standar kesehatan, terutama daerah dengan higienitas yang
masih rendah (Klarisa,dan Irsan, 2014). Tanda dan gejala hepatitis tipe A akut:
Fase preikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik): ditemukan gejala konstitusional seperti anoreksia, mual dan
muntah, malaise, mudah lelah, atralgia, mialgia, nyeri kepala, fotofobia, faringitis, dan batuk. Perasaan mual,
muntah, dan anoreksia seringkali terkait dengan perubahan pada penghidu dan pengecapan. Dapat pula timbul
demam yang tidak terlalu tinggi. Perubahan warna urin menjadi lebih gelap, dan feses menjadi lebih pucat dapat
ditemukan 1-5 hari sebelum fase ikterik (Klarisa,dan Irsan, 2014).
Pada Hepatitis A demam derajat ringan umumnya terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di
kuadran kanan atas. Gejala non spesifik (prodromal) ditandai dengan timbulnya anoreksia, mual, dan muntah, dan
demam. Dalam beberapa hari sampai beberapa minggu timbul gejala ikterus, tinja pucat, dan urin yang berwarna
gelap; kemudian gejala prodromal berkurang.
Hepatitis adalah suatu keadaan hati yang mengalami inflamasi dan atau nekrosis. Pemicu timbulnya proses inflamasi
dapat berupa infeksi, obat, toksin, atau kelainan autoimun maupun metabolik. Hepatitis infeksi merupakan penyebab
terbanyak hepatitis akut. Hepatitis infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit. Hepatitis A merupakan
penyebab terbanyak hepatitis virus. Penyebab nonvirus kurang sering dijumpai tetapi perlu dipikirkan sebagai
diagnosis banding (Pusponegara,2004). Virus hepatitis A merupakan virus RNA( Faqih,dkk. 2013). HAV merupakan
virus untai tunggal (single-strand-ed), tidak berselubung, yang tergolong dalam genus hepatovirus dari
picornaviridae. Virus tersebut mati dengan perebusan air suhu 70 0 C selama 1 menit, dengan formaldehid, atau
klorin, atau radiasi sinar ultraviolet (Klarisa,dan Irsan, 2014).
Hepatitis A umumnya bersifat self limiting disease tetapi potensial untuk menimbulkan dampak negatif
epidemiologis dan klinis. Pada anak berusia kurang dari 5 tahun penyakit seringkali asimptomatis tetapi mereka
merupakan sumber penularan (melalui fekal–oral) terhadap anak besar dan dewasa(Pusponegara,2004). Hepatitis A
pada anak kurang dari 6 tahun gejalanya asimtomatis sebanyak 70%, sedangkan pada orang dewasa hepatitis A
gejalanya simpatomatis sebanyak lebih dari 75%(Faqih,dkk. 2013). Faktor risiko, penyebaran HAV, terjadi secara
fekal oral, baik berupa kontak langsung, atau melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi (Klarisa,dan Irsan,
2014).
Hal ini menimbulkan dampak morbiditas dan mortalitas yang lebih besar. Meskipun jarang (<1%) hepatitis A
dapat menyebabkan hepatitis fulminan kolestasis yang memanjang (Pusponegara,2004). Tidak terbukti penularan
secara perinatal (ibu ke janin) pada penyakit ini(Klarisa,dan Irsan, 2014). Masa inkubasi rata-rata 28
hari(Faqih,dkk.2013). HAV memiliki masa inkubasi ± 4 minggu. Replikasi virus dominasi terjadi pada hepatosit,
meski hav juga ditemukan pada empedu, feses, dan darah. Antigen VAH dapat ditemukan dalam feses pada 1-2
miggu sebelum dan 1 minggu sesudah awitan penyakit(Klarisa,dan Irsan, 2014).
Fase akut penyakit ditandai dengan peningkatan kadar aminotransferase serum, ditemukan antibodi terhadap
(IgM anti HAV), dan munculnya gejala klinis (jaundice). Selama fase akut, hepatosit yang terinfeksi umumnya hanya
mengalami perubahan morfologi yang minimal: hanya <1% yang menjadi fulminan. Kadar IgM anti HAVumumya
bertahan kurang dari 6 bulan, yang kemudian diganti oleh IgG anti HAV bertahan seumur hidup. Infeksi HAV akan
sembuh secara spontan, dan tidak pernah menjadi kronis atau karier (Klarisa,dan Irsan, 2014).
Fase ikterik gejala konstitusional umumnya membaik, namun muncul gambaran klinis jaundice, nyeri perut kuadran
kanan atas (akibat hepatomegali), serta penurunan berat badan ringan. Pada 10-20% kasus, dapat ditemukan
splenomegali dan adenopati servikal. Fase ini berlangsung antara 2-12 minggu (Klarisa,dan Irsan, 2014).
Fase perbaikan (konvalesens) gejala konstitusional menghilang, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati
masih ditemukan. Nafsu makan kembali dan secara umum pasien akan merasa lebih sehat. Perbaikan klinis dan
parameter laboratorium akan komplit dalam 1-2 bulan sejak awitan ikterik. Namun, sebanyak <1% kasus menjadi
hepatitis fulminan, yakni munculnya ensefalopati dan koagulopati dalam 8 minggu setelah gejala pertama penyakit
hati (Klarisa,dan Irsan, 2014). Dalam fase preikterik pasien merasakan perut nyeri, dan mata terasa panas disusul
kemudian muncuk ikterik di sklera mata. Setelah gejala ikterik muncul keluhan prodromal dirasakan berkurang.
Untuk pemeriksaan penunjang hepatitis A, perlu pemeriksaan serologi hepatitis A, biokimia hati dan mungkin kalau
dibutuhkan usg abdomen. Serologi hepatitis A sebagaia berikut:
a. IgM anti-VHA positif menandakan infeksi hepatitis A akut
b. IgG anti-VHA positif menandakan infeksi lampau (riwayat hepatitis A) (Klarisa,dan Irsan, 2014).
Biokimia hati sebagai berikut:
a. Kadar ALT(alanin amino transferase/SGPT(serum glutamic pyruvic transaminase) umumnya jauh lebih tinggi
dibanding kadar AST (aspartate transaminase)/SPOT (serum glutamic ooxaloacetic transaminase) pada fase ikterik
(Klarisa,dan Irsan, 2014).
b. Kadar bilirubin umumnya > 2,5 mg/dL apabila ditemukan klinis ikterik pada sklera dan kulit. Kadar bilirubin
jarang > 10 mg/dL kecuali ditemukan kolestasis (Klarisa,dan Irsan, 2014).
c. Alkali fosfatase umumnya normal atau meningkat sedikit (Klarisa,dan Irsan, 2014).
d. Wakru protrombin(PT) umumnya normal atau memanjang 1-3 detik. Peningkatan PT yang signifikan
menunjukkan nekrosis hepatoseluler yang ekstensif dan prognosis yang lebih buruk(Klarisa,dan Irsan, 2014).
e. Penurunan albumin serum jarang ditemukan pada hepatitis virus akut tanpa komplikasi(Klarisa,dan Irsan, 2014).
USG abdomen bertujuan untuk mengetahui adanya penyerta batu empedu.
MANIFESTASI KLINIS
Hepatitis memiliki masa inkubasi 15-40 hari dengan rata-rata 28-30 hari. Masa infeksi virus hepatitis A berlangsung antara
3-5 minggu. Virus sudah berada di dalam feces 1-2 minggu sebelum gejala pertama muncul dan dalam minggu pertama
timbulnya gejala. Setelah masa inkubasi biasanya diikuti dengan gejala-gejala demam, kurang nafsu makan, mual, nyeri
pada kuadran kanan atas perut, dan dalam waktu beberapa hari kemudian timbul sakit kuning. Urin penderita biasanya
berwarna kuning gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum timbulnya penyakit kuning. Terjadi hepatomegali dan pada perabaan
hati ditemukan tenderness(lembut/empuk). Sebagian besar (99%) dari kasus hepatitis A adalah sembuh sendiri(Mehta,2013)
Perjalanan penyakit yang simtomatik dibagi dalam 3 fase, fase preikterik, fase ikterik, fase penyembuhan. Yang pertama
Fase preikterik/prodromal berlangsung selama 5-7 hari yang ditandai dengan munculnya gejala seperti menurunnya nafsu
makan, kelelahan, panas, mual sampai muntah, anoreksia, nyeri perut sebelah kanan, mual dan muntah, demam, diare, urin
berwarna coklat gelap seperti air teh dan tinja yang pucat. Yang kedua fase ikterik biasanya dimulai dalam waktu 10 hari
gejala awal didahului urin yang berwarna coklat, sklera kuning, kemudian seluruh badan menjadi kuning. Teradi puncak
fase ikterik dalam 1-2 minggu, hepatomegali ringan yang disertai dengan nyeri tekan. Demam biasanya membaik setelah
beberapa hari pertama penyakit kuning. Viremia berakhir tak lama setelahnya, meskipun tinja tetap menular selama 1 - 2
minggu. Biasanya terjadi peningkatan SGPT/SGOT lebih dari 10 kali normal. Yang etrakhir fase Masa penyembuhan/
konvalense, pada fase ini keluhan mulai berkurang, Ikterus berangsur-angsur berkurang dan hilang dalam 2-6 minggu
kemudian, demikian pula anoreksia, lemas badan dan hepatomegali mulai berkurang. Penyembuhan sempurna sebagian
besar terjadi dalam 3-4 bulan(Steel PAD,2013, committee on infection disease hepatitis, 1981 dan WHO,2010).
Cara penularan virus hepatitis A, yaitu: pencemaran air minum, makanan yang tidak dimasak, makanan masak
yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan personal higien yang rendah, seperti tidak mencuci tangan sebelum
mengolah makanan, menyiapkan makana, setelah buang air besar atau kecil, setelah keluar dari kamar mandi, dan
sebelum makan. Atau mencuci tangan hanya dengan air, tanpa sabun(Infodatin Menkes,2014). Saat pasien pulang
nafsu makan meningkat, ikterus berangsur menghilang, serta SGOT 100 dan SGPT 363. Pada pasien tidak ditemukan
hepatosplenomegali. Hepatitis A tidak memerlukan interferon karena tidak bersifat kronik.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinik dan berdasarkan pemeriksaan penunjang (isolasi partikel virus
atau antigen virus Hepatitis A dalam tinja penderita, kenaikan titer anti-HAV, kenaikan titer IgM anti-HAV). Antibodi IgM
untuk virus hepatitis A pada umumnya positif ketika gejala muncul disertai kenaikan ALT (alanine aminotransferase) atau
SGPT. IgM akan positif selama 3-6 bulan setelah infeksi primer terjadi dan bertahan hingga 12 bulan dalam 25% pasien.
IgG anti-HAV muncul setelah IgM turun dan biasanya bertahan hingga bertahun-tahun. Pada awal penyakit, keberadaan
IgG anti-HAV selalu disertai dengan adanya IgM anti-HAV. Sebagai anti-HAV IgG tetap seumur hidup setelah infeksi
akut, deteksi IgG anti-HAV saja menunjukkan infeksi yang pernah terjadi pada masa lalu(Balisteri,1988).
Untuk menunjang diagnosis dapat dilakukan tes biokimia fungsi hati (evaluasi laboratorium: bilirubin urin dan
urobilinogen, bilirubin total serum dan langsung, ALT atau SGPT, AST atau SGOT, fosfatase alkali, waktu protrombin,
protein total, albumin, IgG, IgA, IgM, hitung darah lengkap). Level bilirubin naik setelah onset bilirubinuria diikuti
peningkatan ALT dan AST. Individu yang lebih tua dapat memiliki level bilirubin yang lebih tinggi. Fraksi direk dan
indirek akan meningkat akibat adanya hemolisis, namun bilirubin indirek umumnya akan lebih tinggi dari bilirubin direk.
Peningkatan level ALT dan AST sangat sensitif untuk hepatitis A. Enzim liver ini dapat meningkat hingga melebihi 10.000
mlU/ml dengan level ALT lebih tinggi dari AST yang nantinya akan kembali normal setelah 5-20 minggu kemudian.
Peningkatan Alkaline Phospatase terjadi selama penyakit akut dan dapat berkelanjutan selama fase kolestasik berlangsung
mengikuti kenaikan level transaminase. Selain itu, albumin serum dapat turun(WHO,2010, Sudoyo,2006, dan
Balistreri,1988).
Hepatitis Virus
Hepatitis A(HAV) picomaviridae (1973), Hepatitis B(HBV) hepadnaviridae (1970), Hepatitis C(HCV) flaviviridae (1988),
Hepatitis D(HDV) (1977), Hepatitis E(HeV) caliviridae (1983) dan hepeviridae, Hepatitis F(HFV) mutan virus B, Hepatitis
Penularan hepatitis
Serologi hepatitis A
F. PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik hepatitis virus akut. Terapi simtomatis dan penambahan vitamin dengan
makanan tinggi kalori protein dapat diberikan pada penderita yang mengalami penurunan berat badan atau malnutrisi.
Istirahat dilakukan dengan tirah baring, mobilisasi berangsur dimulai jika keluhan atau gejala berkurang, bilirubin dan
transaminase serum menurun. Aktifitas normal sehari-hari dimulai setelah keluhan hilang dan data laboratorium
normal(WHO,2010).
Tidak ada diet khusus bagi penderita hepatitis A, yang penting adalah jumlah kalori dan protein adekuat, disesuaikan
dengan selera penderita, terkadang pemasukan nutrisi dan cairan kurang akibat mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang
oleh nutrisi parenteral. Minuman mengandung alkohol tidak boleh dikonsumsi selama hepatitis akut karena efek
Simtomatis:
Sebagian besar kasus hepatitis A mengalami resolusi spontan tanpa antiviral, dan terapi umumnya bersifat
suportif:
1. Terapi farmakologis
Berupa pemberian analgetik, antiemetik, maupun antipruritus. Pemberian antemetik berupa
metoklopramid, atau domperidon tidak merupakan kontraindikasi, tetapi dianjurkan dosisnya tidak
melebihi 3-4 gram/hari(Klarisa,dan Irsan, 2014).
2. Terapi non farmakologis
a. Asupan kalori dan cairan secara adekuat. Tidak dibutuhkan larangan diet spesifik.
b. Hindari konsumsi alkohol dan obat-obatan yang dapat terakumulasi di hati
c. Pada fase akut, sebaiknya pasien istirahat total, sebaiknya pasien istirahat total dan kembali
beraktivitas setelah 10 hari dari awitan ikterik. Hindari aktivitas fisik berlebihan dan
berkepanjangan, tergantung derajat kelelahan dan malaise(Klarisa,dan Irsan, 2014).
Indikasi rawat inap pasien hepatitis akut:
Pasien dengan gejala klinis berat harus dirawat di rumah sakit. Indikasi rawat hepatitis A akut, antara lain
muntah hebat sehingga asupan makanan tidak optimal, dehidrasi yang memerlukan pemberian cairan intravena,
serta hepatitis fulminan yang secara klinis terlihat berupa manifestasi gagal hati akut(Klarisa,dan Irsan, 2014).
Terapi di bangsal:
Ringer asetat 20 tpm
Injeksi ondancentron 4mg (ekstra/kp)
Infus renosan 500ml/24 jam (amino acid, l treonin)
Injeksi hepamer 3ampul dalam 100ml NaCl/24 jam ( L ornitin, 10 ml)
Pantoprazol 40mg/24 jam
Obat pulang:
Hepamer granul 1x1 tablet(hepato protector, suplemen)
Lansoprazol 1x1 tablet(PPI)
Rejuvit 1x1 tablet
KOMPLIKASI
Komplikasi pada hepatitis A yaitu hepatitis virus kolestasis dan hepatitis virus fulminan. Hepatitis virus kolestasis ditandai
oleh kolestasis intrahepatik hebat, dengan ikterus berat, bilirubin dalam urine, dan tidak didapatkan urobilinogen di dalam
urine dan tinja. Hepatitis virus fulminan ditandai oleh kegagalan hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif
sel hati, ini adalah suatu komplikasi yang jarang namun parah di mana 50% pasien dengan kondisi ini memerlukan
transplantasi hati langsung untuk menghindari kematian. Hepatitis fulminan A juga bisa menyebabkan komplikasi lebih
lanjut, termasuk disfungsi otot dan kegagalan organ multiple((Balistreri,1988, dan WHO, 2010).
PROGNOSIS
hepatitis A infeksi sembuh sendiri. Umumnya pasien akan membaik secara sempurna tanpa ada sekuel klinis. Sekitar
10-15% kasus dapat mengalami relaps dalam 6 bulan setelah fase akut selesai, namun tidak potensi untuk menjadi
kronis. Komplikasi akibat Hepatitis A hampir tidak ada, kecuali pada lansia atau seseorang yang memang sudah
mengidap penyakit hati kronis atau sirosis. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi nekrosis hepatik akut
fatal(Silverman,2003, dan Previsani,2000). Meski sangat jarang, risiko hepatitis fulminan (gagal hati akut) ditemukan
meningkat pada individu atau dengan penyerta penyakit hati lanjut. Gagal hati akut merupakan kondisi penurunan
fungsi hati secara cepat dan masif, ditandai dengan perubahan status mental (ensefalopati) dan koagulopati
(INR>1,5) yang terjadi 8 minggu setelah awitan penyakit hati. Angka mortalitas sangat tinggi pada kasus fulminan
PENCEGAHAN
Ada beberapa cara untuk mencegah penularan hepatitis A, Menurut WHO antara lain melalui hidup bersih dan sehat dan
pemberian vaksinasi. Hampir semua infeksi HAV menyebar dengan rute fekal-oral, maka pencegahan dapat dilakukan
dengan hygiene perorangan yang baik, standar kualitas tinggi untuk persediaan air publik dan pembuangan limbah saniter,
serta sanitasi lingkungan yang baik. Dalam rumah tangga, kebersihan pribadi yang baik, termasuk tangan sering dan
mencuci setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan, merupakan tindakan penting untuk mengurangi risiko
penularan dari individu yang terinfeksi sebelum dan sesudah penyakit klinis mereka menjadi apparent(WHO,2010 dan
Steel, PAD,2013).
Pemberian vaksin atau imunisasi. Imunisasi pasif yaitu pemberian antibodi dalam profilaksis untuk hepatitis A telah
tersedia selama bertahun-tahun. Serum imun globulin (ISG), dibuat dari plasma populasi umum, memberi 80-90%
perlindungan jika diberikan sebelum atau selama periode inkubasi penyakit. Dalam beberapa kasus, infeksi terjadi, namun
tidak muncul gejala klinis dari hepatitis A. Saat ini, ISG harus diberikan pada orang yang intensif kontak pasien hepatitis A
dan orang yang diketahui telah makan makanan mentah yang diolah atau ditangani oleh individu yang terinfeksi. Begitu
muncul gejala klinis, host sudah memproduksi antibodi. Orang dari daerah endemisitas rendah yang melakukan perjalanan
ke daerah-daerah dengan tingkat infeksi yang tinggi dapat menerima ISG sebelum keberangkatan dan pada interval 3-4
bulan asalkan potensial paparan berat terus berlanjut, tetapi imunisasi aktif adalah lebih baik(WHO,2010).
Imunisasi aktif merupakan vaksin hidup yang telah dilemahkan dan telah dievaluasi tetapi menunjukkan imunogenisitas dan
belum efektif bila diberikan secara oral. Penggunaan vaksin ini lebih baik daripada pasif profilaksis bagi mereka yang
berkepanjangan atau berulang terpapar hepatitis A. Vaksin hepatitis A diberikan 2 kali dengan jarak 6-12 bulan. Vaksin
sudah mulai bekerja 2 minggu setelah penyuntikan pertama. Apabila terpapar virus hepatitis A sebelum 2 minggu yang
a. Edukasi
Pencegahan
Virus hepatitis A mati dengan perebusan air suhu 70 0 C selama 1 menit, dengan formaldehid, atau klorin, atau
radiasi sinar ultraviolet (Klarisa,dan Irsan, 2014). Hindari kontak dengan pasien jika terpaksa kontak imunisasi
atau injeksi imunoglobulin, meningkatkan higienitas individu (cuci tangan, makan makanan bersih, dan
sebagainya), maupun vaksinasi hepatitis A. Vaksinasi hepatitis A berupa injeksi imunoglobulin 1 mL I.M. yang
diulang setiap 6-18 bulan tergantung vaksin, dengan efektivitas yang mencapai 80-100%. Vaksinasi tersebut
diindikasikan bagi individu berikut:
1. Individu yang akan pergi ke tempat endemis. Vaksinasi diberikan 2 minggu sebelum keberangkatan
2. Pasien dengan penyakit hati kronis yang dianggap masih memerlukan vaksinasi hepatitis A. Namun
efektivitas vaksinasi pada kelompok dengan penyakit hati lanjut dan imunokompromise lebih rendah
3. Pasien dengan potensi infeksi hepatitis A tinggi, yakni sosioekonomi rendah, kebersihan air dan sanitasi
yang buruk. Vaksin hepatitis A belum direkomendasikan pada pasien berusia < 2tahun. Saat ini, vaksin
yang tersedia berupa Havrix dan Vaqta(Klarisa,dan Irsan, 2014).
Rencana
Cek SGOT dan SGPT 5-20 minggu untuk mengetahui kemungkinan komplikasi dan fungsi hati
Cek protrombin jika ada tanda dan gejala gagal hati
Mengajarkan cara mencuci tangan, waktu untuk cuci tangan, mengolah dan mengambil makanan, dan penyimpanan
makanan, membiasakan mencuci sayur dan buah dengan bersih
Pemberian vaksin(imunisasi aktif untuk orang dengan usia di atas 18 tahun atau imunoglobulin(efektif untuk
mencegah penularan selama 3bulan) untuk keluarga yang tinggal serumah atau kontak erat dengan pasien
Ultrasonografi
Pencitraan biasanya tidak diindikasikan pada infeksi HAV. Namun, ultrasonografi mungkin diperlukan saat
diagnosis alternatif harus dikeluarkan.
Konseling dan edukasi
1. Sanitasi dan higien mampu mencegah penularan virus
2. Vaksinasi hepatitis A diberikan pada orang-orang yang berisiko tinggi terinfeksi
3. Keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan yang adekuat, dan membatasi aktivitas fisik pasien
selama fase akut atau selama 10 hari sejak ikterik nampak (Bakti Husada, dan IDI, 2013).
4. Kriteria sembuh pada hepatitis A tidak berdasar serologis karena tidak bersifat kronis, kriterianya
sebagai berikut:
a. Gangguan (febris hilang, nafsu makan baik, urin tidak coklat)
b. Ikterus hilang
c. Hepar atau lien mengecil
d. SGOT/SGPT<2x normal.