Anda di halaman 1dari 3

Nama: Dwi Amanda

NIM: 180504020

MK: Pendidikan Anti Korupsi

Prodi: Teknik Informatika

Unit: 02

Gerakan Kerja Sama dan Instrumen Internasional Pencegahan


Korupsi

Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi


yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata pemerintahan yang
baik dan kerja sama internasional, termasuk pengembalian aset-aset yang berasal
dari tindak pidana korupsi. Selama ini pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi di Indonesia sudah dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang
undangan khusus yang berlaku sejak tahun 1957 dan telah diubah sebanyak 5 (lima)
kali, akan tetapi peraturan perundang-undangan yang dimaksud belum memadai,
antara lain karena belum adanya kerja sama internasional dalam masalah
pengembalian hasil tindak pidana korupsi.

Arti penting dari dilakukannya ratifikasi konvensi Undang-Undang Nomor 7


Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption,
2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) adalah

1. Untuk meningkatkan kerja sama internasional khususnya dalam melacak,


membekukan, menyita dan mengembalikan aset-aset hasil tindak pidana korupsi
yang ditempatkan di luar negeri.

2. Untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan tata


pemerintahan yang baik.

3. Untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam pelaksanaan


perjanjian ekstradisi, bantuan hukum timbal balik, penyerahan narapidana,
pengalihan proses pidana, dan kerja sama penegakan hukum.

4. Untuk mendorong terjalinnya kerja sama teknik dan pertukaran informasi


dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di bawah payung kerja
sama pembangunan ekonomi dan bantuan teknis pada lingkup bilateral, regional
dan multilateral.
5. Untuk harmonisasi peraturan perundangan-undangan nasional dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang sesuai dengan konvensi
ini.

Konvensi UNCAC mengenai antrikorupsi merupakan instrument internasional


yang mengikat anggota PBB yang meratifikasinya.

Terdapat lima bagian utama yang diatur dalam konvensi ini

1. Tindakan-tindakan pencegahan

2. Kriminalisasai dan penegakkan hukum,

3. Kerjasama internasional

4. Pengembalian aset

5. Bantuan teknis serta pertukaran informasi

Presiden SBY mengatakan banyak aset sejumlah negara yang dibawa lari oleh
buronan kasus korupsi dan mengalami hambatan. Alasannya kerahasiaan perbankan
atau sistem di negara yang dijadikan tempat pelarian para buron tersebut.
(27/11/2012).

Penanggulangan Korupsi di Indonesia dalam Kerangka UNCAC

1. Korupsi termasuk tindak pidana yang bersifat “extra ordinary crime” artinya
kejahatan yang luar biasa dan bersifat transnasional, sehingga pemberantasannya
diperlukan kerja sama internasional. Kerjasama ini dituangkan dalam United National
Convention Against Corruption pada tanggal 29 September 2003.

2. Pasal 38 , memberi jalan kerja sama antar negara, dimana masing-masing


negara menyiapkan regulasi yang mendorong kerja sama dalam penyelidikan, penyidikan
dan penuntutan terhadap pelaku kejahatan.

3. Keprihatinan masyarakat internasional terhadap korupsi mencapai puncaknya


dengan dideklarasikannya United Decralarations Convention Against Corruption (UNCAC)
yang disahkan dalam konferensi Diplomatik di Merida Mexico pada Desember 2003.
Sidang Mejelis Umum PBB dengan Resolusi Nomor 57/169.

Di dalam bagian pembukaan Konvensi PBB tersebut ditegaskan, bahwa


masyarakat internasional (peserta konvensi) prihatin atas keseriusan dari masalah-
masalah dan ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan
keamanan masyarakat, yang melemahkan lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi,
nilai-nilai etika dan keadilan, serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan
supremasi hukum.
4. Bila dikaitkan dengan permasalahan penegakan hukum di bidang korupsi di
Indonesia, maka aspek budaya hukum inilah yang cenderung kurang mendapat
perhatian. Secara substansial telah banyak perundangundangan yang dapat
didayagunakan untuk memberantas korupsi. Mulai dari UU No. 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, sampai pada UU No. 28
Tahun 1999 tentang Anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan UU No. 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan terakhir 2006 KPK.

5. Sedangkan secara struktural, telah dimiliki banyak institusi yang dapat


digunakan untuk menanggulangi dan memberantas korupsi. Seperti Kepolisian,
Kejaksaan, Komisi Ombudsman Nasional. Sedangkan di bidang pengawasan telah ada
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Inspektorat-inspektorat dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai