Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat
tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada
neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi
dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit
pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru
lahir, terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali
penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya
fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Pada bayi usia
sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses
oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan
tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang
menyebabkan kuning pada bayi. Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL)
sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR).
Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu dan beberapa klinik
tertentu di waktu tertentu.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada
akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan. BBLR menjadi ikterus
disebabkan karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak
terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat
diperberat oleh polisitemia, memar,infeksi. BBLR ini merupakan faktor utama
dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan
anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa
depan.
Mengingat banyaknya kasus bayi baru lahir yang mengalami ikterus
menarik keinginan kelompok kami untuk mengangkat kasus ini menjadi
Laporan Akhir Praktik di Ruang Pendet (Ruang Perinatologi) RSD
Mangusada Badung.

1
B. Tujuan Praktik
Setelah mengikuti praktik, mahasiswa semester VI Prodi DIV
Kebidanan memiliki kemampuan dalam memberikan asuhan kebidanan pada
keadaan patologis bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum.

C. Metode Praktik
Dalam melakukan observasi terhadap penerapan asuhan kebidanan
patologi dan kegawatdaruratan maternal, neonatal dan ginekologi di RSD
Mangusada Badung. Metode praktik yang digunakan, antara lain :

1. Studi Kepustakaan
Metode kepustakaan yaitu langsung ke perpustakaan, guna mencari
informasi dan teori-teori yang berkaitan dengan asuhan kebidanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal berupa buku-buku serta
dokumen yang ada relevansinya dengan pelayanan kebidanan.
2. Observasi
Metode observasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data dengan
mengadakan pengamatan yang sistematis. Dengan metode observasi,
mahasiswa melakukan pengamatan yang sistematis terhadap pelayanan
yang dibeikan oleh bidan terhadap klien secara langsung.
3. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan jalan
melakukan tanya jawab yang sistematis. Melalui proses wawancara,
mahasiswa mengobservasi, mengidentifikasi, dan melakukan asuhan
kebidanan yang diberikan oleh bidan terhadap klien.
4. Studi Kasus
Metode studi kasus merupakan metode dengan menggunakan cara-cara
yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data,
analisis informasi, dan pelaporan hasilnya.

2
D. Sistematika Penulisan Laporan
Dalam laporan praktikum ini terdiri dari 5 bab, antara lain BAB I
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang yang melatar belakangi kegiatan
praktik, tujuan praktik, metode praktik dan sistematika penulisan laporan. Bab
II yang terdiri dari tinjauan pustaka yang terkait dengan penyususunan laporan
ini. BAB III yang berisikan tinjauan kasus yang kami angkat yaitu ibu nifas
dengan HIV. BAB IV terdiri dari Pembahasan yang berisikan pembahasan
tentang ada tidaknya kesenjangan dari keadaan pasien dengan teori yang ada.
BAB V terdiri dari Kesimpulan dari kasus dan pembahasan yang telah
kelompok kami buat. Dalam laporan praktikum ini dilengkapi dengan
prakata, daftar isi dan daftar pustaka.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Ikterus
Ikterus adalah keadaan transisional normal yang mempengaruhi
hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar
bilirubin tak terkongjugasi dan ikterus pada hari ketiga.
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti
kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan
lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Bilirubin
merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem
retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2
mg/dl. Pada konsentrasi > 5 mg/dl bilirubin maka akan tampak secara klinis
berupa pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut
ikterus. Ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 50% bayi cukup
bulan (aterm) dan 75% bayi kurang bulan (preterm).

B. Klasifikasi Ikterus
1. Ikterus Fisiologis
a. Ikterus yang timbul pada hari kedua atau ketiga lalu menghilang
setelah sepuluh hari atau pada akhir minggu kedua.
b. Tidak mempunyai dasar patologis
c. Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan
d. Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus
e. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
f. Sering dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah.
Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan
dan pemeriksaan selanjutnya tidah menunjukkan dasar patologis dan tidak
mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus. Kern-icterus

4
(ensefalopati biliaris) ialah suatu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak.
2. Ikterus Patologis
Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar
bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi
kurang bulan.
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
b. Ikterus dengan kadar bilirubin > 12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan atau > 10 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin > 5 mg% per hari.
d. Ikterus pada BBLR yang terjadi hari ke 2-7
e. Ikterus pada BBLR dengan pewarnaan kuning melebihi/melewati
daerah muka
Ikterus yang cenderung menjadi patologis adalah :
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir
b. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg % atau lebih setiap
24 jam
c. Ikterus yang disertai :
1) Berat lahir kurang dari 2000 gram
2) Masa gestasi kurang dari 36 minggu
3) Asfiksia,hipoksia,dan sindroma gawat nafas pada neonatus
4) Infeksi
5) Trauma lahir pada kepala
6) Hipoglikemia
7) Hiperosmolaritas darah
8) Proses hemolisis
9) Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia kurang dari 8 hari
atau 14 hari

5
C. Tanda dan Gejala
1. Gejala akut :
Gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus
adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik :
Tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis
sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
a. Dehidrasi, asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,
muntah-muntah)
b. Pucat, sering berkaitan dengan anemia hemolitik (misalnya
ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau
kehilangan darah ekstravaskular.
c. Trauma lahir, bruising, cephalhematom (peradarahan kepala),
perdarahan tertutup lainnya.
d. Pletorik (penumpukan darah). Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat.
e. Letargik dan gejala sepsis lainnya.
f. Petekiae (bintik merah di kulit). Sering dikaitkan dengan infeksi
congenital, sepsis atau eritroblastosis.
g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan
dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
i. Omfalitis (peradangan umbilikus)
j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
l. Feses dempul disertai urin warna coklat. Pikirkan ke arah ikterus
obstruktif.

6
D. Faktor Resiko terjadinya Ikterus
1. ASI yang kurang
Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah
karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses
pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada bayi
prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI.
2. Peningkatan jumlah sel darah merah
Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko
untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki
jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia
akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat
transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami
hiperbilirubinemia.
3. Infeksi atau inkompabilitas ABO-Rh
Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu ke
janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia.
Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis
kongenital, rubela, dan sepsis.

E. Patofisiologi
1. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen
pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
2. Setelah pemecahan hemoglobin,bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh
protein intraseluler ‘’Y protein’’dalam hati.pengambilan tergantung pada
aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein.
3. Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh
enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid
(UPGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida
yang polar larut dalam air (bereaksi direk).
4. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui
ginjal dengan konjugasi bilirubin masuk dalam empedu melalui membran

7
kanalikular kemudian ke sistem gastointestinal dengan diaktifkan oleh
bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin.beberapa bilirubin
diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.
5. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut dalam lemak,tak terkonjugasi,non polar(bereaksi indirek)
6. Pada bayi dengan hyperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya
pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein
hepatik sejalan dengan penurunan darah hepatic.
7. Jundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asamlemak
yang terdapat dalam ASI terjadi 4- 7 hari setelah lahir dimana terdapat
kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 – 30 mg/dl selama
minggu ke 2- ke 3.biasanya bisa mencapai usia 4 minggu dan menurun
setelah 10 minggu.jika pemberian ASI dilanjutkan,hyperbilirubinemia
akan menurun berangsur angsur dapat menetap selama 3-10 minggu pada
kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan,kadar bilirubin
serum akan turun dengan cepat biasanya 1-2 hari dan pengganti ASI
dengan susu formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengn
cepat,sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hyperbilirubin
tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumanya.
8. Bilirubin yang patologi tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam
pertama kelahiran.sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul
antara 3-5 hari sesedah kelahiran.

8
F. Kremer Ikterus

NO Derajat Kremer Bagian tubuh yg kuning Kadar


Bilirubin
1 I Daerah kepala dan leher 5,0 mg%
2 II Sampai badan atas (diatas 9,0 mg%
umbilicus)
3 III Sampai badan bawah (dibawah 11,4 mg%
umbilicus) hingga tungkai atas
(diatas lutut)
4 IV Sampai lengan, tungkai bawah 12,4 mg%
lutut
5 V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg%

Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan
terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka
digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar
secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum
untuk memulai terapi sinar.

G. Terapi Sinar pada Bayi Ikterus


Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan oleh salah
seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat
bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari di bangsalnya ternyata
ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer
(1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penelitian

9
mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya
terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu juga
mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur
yang diselidikinya.
Terapi sinar tidak hanya bermanfaat untuk bayi kurang bulan tetapi
juga efektif terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini
menunjukkan efek samping yang minimal, dan belum pernah dilaporkan efek
jangka panjang yang berbahaya.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin
dengan membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel
reproduksi bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang
terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi
yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.

h. Pengawasan Nutrisi/ASI
Untuk pemberian ASI sangat dianjurkan untuk memberikan ASI ekslusif
yaitu pemberian ASI saja tanpa makanan pendamping lainnya selama 6
bulan penuh kemudian dilanjutkan sampai usia dua tahun dengan
ditambah makanan pendamping ASI. Bila dievaluasi ternyata tidak banyak
perubahan pada kadar bilirubin, perlu diperhatikan kemungkinan lampu
yang kkurang efektif, atau ada komplikasi pada bayi seperti dehidrasi,
hipoksia (kekurangan oksigen), infeksi, gangguan metabolisme, dan lain-
lain.

10
11
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY DY USIA 7 HARI


DENGAN NEONATAL JAUNDICE

Waktu pelayanan : 17 Juni 2019/ 15.30 WITA

Tempat pelayanan : Ruang Nicu RSD Mangusada

A. SUBYEKTIF
1. Identitas
Anak
Nama : By. Ny “DY”
Umur/tanggal lahir : 7 Hari/ 10 Juni 2019
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Anak ke- : 3 (Ketiga)

Ibu Ayah
Nama : Ny. DY Tn. TA
Umur : 25 tahun 29 tahun
Agama : Hindu Hindu
Status perkawinan : Sah Sah
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja Swasta
No Telp/HP : 081805679XXX 081805679XXX
Alamat Rumah : Br Gaduh Abianbase Br Gaduh Abianbase
Jaminan kesehatan : KBS KBS

2. Keluhan utama/alasan kunjungan :

12
Bayi Ny.DY datang dari UGD Neonatus pukul 15.30 WITA dengan
keluhan kuning seluruh tubuh.
3. Riwayat prenatal
Selama kehamilan, ibu melakukan pemeriksaan ANC sebanyak 6 kali di
dokter SpOG. Obat-obatan yang dikonsumsi ibu yaitu SF, Asam folat,
Kalsium, Vit. C. Tidak ada kebiasaan buruk yang berpengaruh terhadap
kondisi kehamilan dan tidak ada penyulit atau komplikasi yang dialami.
4. Riwayat intranatal
Bayi lahir pada usia kehamilan 38 minggu secara operasi sectio caesarea
di RSD Mangusada di tolong oleh Dokter SpOG dan bidan. Bayi segera
menangis, gerak aktif, tangis kuat, warna kulit kemerahan.
5. Riwayat pascanatal (28 hari pertama)
a. Rawat gabung : Dilakukan
b. Antropometri baru lahir (6 jam pertama) : BB 2970 gram, PB 46, LK
31 cm, LD 32 cm
c. Kondisi atau penyulit yang dialami : Tidak ada
6. Data bio-psiko-sosial-spiritual
a. Bernafas : Tidak ada kesulitan
b. Nutrisi :
1) Jenis minuman : ASI
2) Frekuensi minum on demand 1 kali dalam 2 jam
3) Jumlah minum : 30 ml per sekali minum
4) Makanan lain yang diberikan : Tidak Ada
c. Eliminasi :
1) Buang air besar
a) Frekuensi dalam sehari : 4 kali ganti pempers
b) Konsistensi : Lembek
c) Warna feses : Kehitaman
d) Masalah : Tidak ada
2) Buang air kecil
a) Frekuensi dalam sehari : 4 kali ganti pempers
b) Konsistensi : Cair

13
c) Jumlah : + 90 kg dalam sehari
d) Masalah : Tidak ada
d. Istirahat
a) Lama tidur dalam sehari : + 20 jam
b) Masalah : Tidak ada
e. Psikologi
1) Penerimaan orang tua terhadap anak : Diterima
2) Pengasuhan anak dominan dilakukan oleh : Ibu
3) Pola asuh anak yang dominan : Ibu
f. Sosial
1) Hubungan intern keluarga : Harmonis
2) Pengambilan keputusan dalam keluarga : Ibu dan suami
3) Sibling : Tidak ada
4) Kebiasaan orang tua yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak : Tidak ada
5) Kepercayaan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak : Tidak ada
g. Pengetahuan orang tua tentang
Ibu mengetahui tanda anak sakit, asuhan dasar anak, tumbuh kembang
anak dan stimulasi perkembangan anak.

B. OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan fisik umum


a. Keadaan umum : Cukup
b. Warna kulit : Kekuningan
2. Tanda vital : Suhu 36,70C, RR 46 kali per menit, HR 128 kali
per menit
3. Pengukuran Antropometri
a. Berat badan: 2970 gram
b. Panjang badan 46 cm
c. Lingkar kepala : 31 cm,

14
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
1) Muka : Normal
a) Warna : Kekuningan
2) Rambut
a) Kebersihan : Bersih
b) Kondisi : Tidak mudah dicabut
3) Ubun-ubun : Datar
4) Sutura : Normal
5) Kelainan kongenital pada kepala : Tidak ada
a) Edema : Normal
b) Konjuntiva : terlihat sedikit pucat
c) Sclera : kuning
d) Kelainan kongenital : Tidak ada
6) Hidung
a) Nafas cuping hidung : Tidak ada
b) Pengeluaran pada hidung : Tidak ada
c) Kelainan kongenital : Tidak ada
7) Mulut
a) Mukosa mulut : Lembab
b) Lidah : Bersih
c) Gigi neonatal : Tidak ada
d) Kelainan kongenital : Tidak ada
8) Telinga
a) Simetris
b) Kebersihan : Bersih
c) Kelainan kongenital : Tidak ada
9) Leher
a) Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada
b) Pembesaran kelenjar limfe : Tidak ada
c) Bendungan vena jugularis : Tidak ada
10) Kelainan kongenital : tidak ada

15
11) Reflex-reflex
a) Reflex Morrw : Ada
b) Reflex Glabella : Ada
c) Rooting Reflex : Ada
d) Sucking reflex : Ada
e) Swallowing reflex : Ada
f) Tonic neck reflex : Ada
g) Gallant Reflex : Ada
h) Grasp Reflex : Ada
i) Stapping Reflex : Ada
b. Dada dan aksila
1) Tarikan intercostal : Tidak ada
2) Suara nafas : Normal
3) Payudara : Simetris
4) Pengeluaran payudara : Tidak ada
5) Pembesaran kelenjar limfe aksila : Tidak ada
6) Warna Dada : Kuning
7) Kelainan lain yang ditemukan : Tidak ada
c. Abdomen
1) Bentuk perut : Simetris
2) Peristaltic usus : Ada
3) Distensi : Tidak ada
4) Tali pusat : Sudah putus
5) Warna perut : Kuning
d. AnogenetaliaPerempuan :
1) Labia mayor sudah menutupi labia minor
2) Tidak ada pengeluaran pada vulva
3) Tidak ada kelainan pada genetalia
4) Lubang anus : Ada
e. Ekstremitas
1) Oedema : Tidak
2) Kuku : Merah muda

16
3) Teraba dingin : Tidak
4) Kelainan pada bentuk kaki : Normal
5) Kelaianan pada jari : Normal
f. Punggung
1) Warna Kulit : Kuning
2) Kelainan : Tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tanggal 17 Juni 2019 pukul 15.00 WITA)


1. Laboratorium :
Bilirubin total = 13,86 mg/dL
Bilirubin direk = 0,85 mg/dL
Bilirubin indirek = 13,01 mg/dL

C. ANALISIS
Diagnosis
By Ny “DY” usia 7hari dengan neonatal jaundice.
Masalah :
Kuning pada seluruh tubuh bayi

D. PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa kondisi bayi
dalam keadaan kuning, ibu dan suami mengerti dan meneima hasil
pemeiksaan.
2. Melakukan informed consent mengenai tindakan yang akan dilakukan,
ibu dan suamimenyetujuinya.
3. Melepaskan semua pakaian bayi serta mengganti popok kain dengan
pampers, bayi hanya menggunakan pampers.
4. Memakaikan bayi penutup mata agar mata bayi terhindar dari paparan
sinar bluelight dari photo therapy, penutup mata sudah dipakaikan dan
bayi sedikit gelisah.
5. Menyiapkan box bayi dan photo therapy, photo therapy sudah
dinyalakan.

17
6. Meletakkan bayi di dalam box dengan jarak photo therapy dan tubuh
bayi sejauh 30cm, photo therapy dilakukan selama 2x24 jam dan bayi
terlihat kurang nyaman.
7. Menyarankan kepada ibu untuk memberikan ASI secara on demand
dan jika ibu ingin pulang sebaiknya ASI dipompa terlebih dahulu dan
diberikan kepada petugas agar diletakkan di kulkas, ibu bersedia
memompa ASInya.
8. Memberikan ASI kepada bayi secara ondemand, bayi minum ASI
dengan kuat dan banyak.

E. CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/Tanggal Catatan Perkembangan

Selasa, 18 Juni S : Kuning pada bayi sudah berkurang


2019Pukul 08.00
O : KU cukup, gerak aktif, tangis kuat, tidak ada muntah,
WITA
minum mau, BAB (+), BAK (+), Tali pusat (-) BB : 2900
gram

Suhu 36,6oC, HR 136 x/menit, Respirasi 45 x/menit

A : By Ny “DY” umur 7hari dengan neonatal jaundice

P:

1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu bayi,


ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
2. Memandikan bayi agar bayi tetap merasa segar dan
lebih nyaman, bayi sudah dimandikan
3. Mengganti pampers bayi, sudah dilakukan
4. Melanjutkan pemberian photo therapy selama 1x24 jam,
phopo therapy telah dilakukan
5. Memberikan ASI yang telah dipompa oleh ibu bayi,
bayi minum dengan kuat

18
Selasa, 19 Juni
2019Pukul 08.00
WITA S :Kuning pada bayi sudah berkurang

O: KU cukup, gerak aktif, tangis kuat, tidak ada muntah,


minum mau, BAB (+), BAK (+) Tali pusat (-) Suhu 36,7oC,
HR 130 x/menit, Respirasi 47 x/menit

A : By Ny “DY” umur 7hari dengan neonatal jaundice

P:

1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu bayi,


ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
2. Mengganti pampers bayi, sudah dilakukan
3. Photo therapy telah diberhentikan, photo therapy telah
dimatikan.
4. Memberikan ASI secara ondemand yang telah dipompa
oleh ibu bayi, bayi minum dengan kuat
5. Memberikan KIE bahwa bayi sudah diperbolehkan
pulang dan bayi harus dijemur di pagi hari 15-30 menit
dari pukul 08.00-10.00, ibu dan suami mengerti dan
bersedia melakukannya.

BAB IV
PEMBAHASAN

19
Selama melakukan praktik di Ruang Pendet (NICU) RSUD Mangusada,
mahasiswa memberiksan asuhan kebidanan pada kasusu patologi neonatus dengan
ikterus. Bayi Ny. DY dengan usia 7 hari mengalami ikterus neonatorum. Saat
dilakukan pengkajian Ny. DY datang menuju UGD bersama bayinya dan
mengeluh bayinya mengalami kuning pada seluruh tubuh. Bayi Ny. DY lahir
dengan pertolongan dr. SPOG dan dengan sectio caesaria di RSUD Mangusada,
Badung dengan keadaan bernafas spontan, tangis kuat, gerak aktif dan kulit
kemerahan. Saat dilakukan wawancara, Ayah Bayi Ny. DY mengaku bayinya
tidak mendapatkan sinar karena di rawat selama 3 hari di rumah sakit dan tidak
menjemur bayi pada pagi hari setelah pulang dari rumah sakit.
Setelah dilakukan pemeriksaan inspeksi, seluruh tubuh bayi berwarna
kuning tapi tidak dengan telapak tangan dan telapak kaki, konjungtiba bayi
tampak pucat, dan sklera tampak kuning, hal ini didukung oleh hasil pemeriksaan
kadar bilirubin bayi sejumlah 13,86 mg/dL, sehingga dokter Sp.A dapat
menentukan derajat kremer ikterus pada bayi yaitu kremer IV. Dalam teori,
ikterus dengan kremer IV dapat dilakukan pemeriksaan inspeksi yang
menunjukkan bahwa warna kuning pada tubuh bayi sudah mencapai lengan dan
ekstremitas bawah, dengan kadar bilirubin 12,4 mg/dL. Peningkatan ini dapat
disebabkan oleh bilirubin yang tidak terkonjungasi dengan baik. Sehingga sangat
disarankan kepada ibu untuk menjemur bayi selama 30 menit pada pagi hari untuk
menyeimbangkan kadar bilirubin dalam bayi. Pada pernyataannya, Nelson (1996)
dan Dworkin (2000) menyatakan bahwa kandungan sinar matahari pagi yang
dapat memberikan pengaruh berupa penurunan tanda ikterus adalah sinar biru,
yang juga merupakan komponen pada sinar ultraviolet. Bilirubin dalam kulit akan
menyerap cahaya secara maksimal dalam batas wilayah warna biru (mulai dari
420-470 nm). Bilirubin tersebut akan menyerap energi cahaya, yang melalui
fotoisomerasi mengubah bilirubin bebas yang bersifat toksik menjadi isomer-
isomernya, Lumirubin serta 4Z dan 15E-bilirubin, yang pada akhirnya akan dapat
diekskresi oleh hati dan ginjal tanpa memerlukan konjugasi. Sinar biru yang
merupakan kandungan dalam sinar matahari tersebut dapat mengikat bilirubin
bebas di permukaan tubuh (kulit) sehingga mengubah sifat molekul bilirubin
bebas yang semula larut dalam lemak menjadi fotoisomer yang larut dalam air.

20
Dengan pengubahan sifat molekul yang dilakukan sinar biru ini pada akhirnya
akan dapat mengurangi tanda ikterus yang tampak pada bayi, sehingga pada
akhirnya bayi tersebut akan sembuh dengan level bilirubin bebas dalam batas
normal. (Ratih, 2006).
Penatalaksanaan yang diberikan untuk kasus bayi Ny. DY adalah
dilakukannya foto terapi selama 2 x 24 jam. Bayi dibiarkan telanjang dan hanya
megenakan penutup mata serta popok untuk nenutupi kemaluan pada bayi. Tujuan
fototerapi adalah mengonversi bilirubin menjadi photoisomers kuning dan produk
oksidasi tidak berwarna yang kurang lipofilik dari bilirubin dan tidak memerlukan
konjugasi hepar untuk ekskresi. Photoisomers diekskresikan terutama dalam
empedu dan produk oksidasi terutama di urin. Salah satu efek samping pemberian
foto terapi pada bayi adalah terjadinya dehidrasi, sehingga dr. Sp.A menyarakan
bayi agar tetap mendapatkan ASI secara on demand selama dilakukan foto terapi.

21
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada bayi Ny. DY mengalami
ikterus dengan derajat kremer IV dan di dukung oleh bilirubin total 13,86
mg/dL. Penatalaksanaan yang diberikan untuk menurunkan kadar bilirubin
adalah dengan melakukan fototerapi selama 2 x 244 jam dan memberikan ASI
secara on demand sebagai dampak dari fototerapi yaitu dehidrasi. Untuk
menyeimbangan cairan yang masuk dan cairan yang keluar, maka perlu
dilakukannya pemantauan eksresi pada bayi dan jumlah ASI yang diminum
setiap 2 jam sekali.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa, agar menjadikan kasus ini sebuah pengalaman dan
pembelajaran untuk kedepan didalam menghadapi suatu kasus patologi
neonatal
2. Bagi petugas lapangan, agar tetap membimbing dan mendidik mahasiswa
untuk menciptakan generasi yang lebih baik
3. Bagi masyarakat, sebagai pembelajaran gambaran bagaimana proses
penatalaksanaan patologi neonatal

22
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 2005. Manajemen Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas
Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat.

Sudarti,A.2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Resiko Tinggi dan


Kegawadaruratan. Yogyakarta : Nuha Medika

Wijayahadi, Noor, dkk. 2010. “Kadar Vitamin E Rendah Sebagai Faktor Resiko
Peningkatan Bilirubin Serum pada Neonatus”. E-jurnal Sari Pediatri, Vol
11, No. 5 file:///C:/Users/USER-PC/Downloads/567-1405-1-SM(2).pdf

Herawati, Yanti, dkk. 2017. “Pengaruh Pemberian ASI Awal Terhadap Kejadian
Ikterus pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari” Midwife Journal, volume 3 No. 01
file:///C:/Users/USER-PC/Downloads/Pengaruh-Pemberian-Asi-Awal-
Terhadap-Kejadian-Ikterus-pada-Bayi-Baru-Lahir-0-7-Hari.pdf

Mathindas, Stevry, dkk. 2013. “Hiperbilirubinemia pada Neonatus” e-jurnal


biomedik, volume 5, No.1 file:///C:/Users/USER-
PC/Downloads/document.pdf

Soetandio, Robert, dkk. “Dampak Lama Fotoerapi Terhadap Penurunan Kadar


Bilirubin pada Hiperbilirubinemia Neonatal” e-jurnal Sari Pediatri. Vol 10,
No. 3 https://docs.google.com/viewerng/viewer?
url=https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/viewFile/671/606

23

Anda mungkin juga menyukai