Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan


dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa dan tidak berdaya, serta keinginan bunuh diri (Kaplan HI, Sadock
BJ, 2010). Menurut Hawari (2006) dalam (Juwita, 2013) depresi adalah gangguan
alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang
mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik),
kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of
personality), perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.

Depresi diartikan sebagai gangguan alam perasaan yang ditandai dengan


perasaan tertekan, menderita, berkabung, mudah marah dan kecemasan (WHO,
2001). Menurut Isaacs (2001) dalam (Prasetya, 2010) depresi juga dapat diartikan
sebagai keadaan emosional yang diartikan dengan kesedihan, berkecil hati,
perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan dan keputusasaan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa depresi pada


lanjut usia adalah suatu bentuk gangguan alam perasaan yang bersifat patologis
yang ditandai dengan perasaan sedih, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa,
perasaan kosong, perasaan tertekan, menderita, mudah marah, gangguan makan,
sulit tidur dan kecemasan.

B. Teori-Teori Yang Berhubungan dengan Depresi pada Lansia.


Menurut (Setiati et al., 2009) terdapat beberapa teori yang
berhubungan dengan terjadinya depresi pada lansia:
1. Teori neurobiologi yang menyebutkan bahwa faktor genetik berperan.
Kemungkinan depresi yang terjadi pada saudara kembar monozigot adalah
60-80% sedangkan pada saudara kembar heterozigot 25-35%. Freud dan
Karl Abraham berpendapat bahwa pada proses berkabung akibat hilangnya
obyek cinta seperti orang maupun obyek abstrak dapat terintrojeksikan
kedalam individu sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu
itu. Obyek cinta yang hilang bisa berupa kebugaran yang tidak muda lagi,
kemunduran kondisi fisik akibat berbagai kondisi multipatoogi, kehilangan
fungsi seksual, dan lain-lain. Seligman berpendapat bahwa terdapat
hubungan anatara kehilangan yang tidak terhindarkan akibat proses menua
dan kondisi multipatologi tadi dengan sensasi passive helpesness yang
sering terjadi pada usia lanjut (Setiati et al., 2009).
Dalam teori Erik Erikson, kepribadian berkembang dan terus
tumbuh dengan perjalanan kehidupan. Perkembangan ini melalui beberapa
tahap psikososial seperti melalui konflik-konflik yang terselesaikan oleh
individu tersebut yang dipengaruhi oleh maturitas kepribadian pada fase
perkembangan sebelumnya, dukungan lingkungan terdekatnya dan
tekanan hidup yang dihadapinya. Erikson menyebutkan adanya krisis
integrity versus despair yaitu individu yang sukses melampaui tahapan tadi
akan dapat beradaptasi dengan baik, menerima segala perubahan yang
terjadi dengan tulus dan memandangkehidupan dengan rasa damai dan
bijaksana. Penelitian akhir-akhir ini juga mengatakan bahwa konflik
integrity versus despair berhasil baik pada usia lanjut yang lebih muda
dibanding usia lanjut yang tua (Setiati et al., 2009).
2. Teori Heinz Kohut menekankan pada aspek hilangnya rasa kecintaan pada
diri sendiri akibat proses penuaan ditambah dengan rasa harga diri dan
kepuasan diri yang kurang dukungan sosial yang tidak terpenuhi akan
menyebabkan usia lanjut tidak mampu memelihara dan mempertahankan
rasa harga diri mereka sering merasa tegang dan takut, cemas, murung,
kecewa dan tidak merasa sejahtera diusia senja (Setiati et al., 2009).
3. Teori neurobiology
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan
pada depresi lansia.Pada beberapa penelitian juga ditemukan adanya
perubahan neurotransmiter pada
depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi
serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya
konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan.  Atrofi
otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia.
4. Teori psikodinamik.
Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung
menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke
dalam individu tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari
individu itu. Kemarahan terhadap objek
yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi
perasaan bersalah atau menyalahkan diri tidak berguna,dan sebagainya.
5. Teori kognitif dan perilaku.
Konsep Seligman tentang learned helplessnesss
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
kehilangan yang tidak dapat dihindari akibt proses
penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan
sebagainya dengan sensasi passive helplessness pada pasien usia lanjut.
Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah
terjadinya distorsi kognitif.
Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang
terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.
6. Teori psikoedukatif
Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada
orang tua usia lanjut misalnya ketidakberdayaan
mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanaksaudara ataupun
perubahan-perubahan fisik yangdiakibatkan oleh proses penuaan dapat me
micu terjadinya depresi pada usia lanjut.
Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religious
yang kurang dihubungkan dengan terjadinya depresi
pada lansia. Suatu penelitian komunitas di
Hongkong menunjukkan hubungan antara
dukungan sosial yang buruk dengan depresi.
Kegiatan religius dihubungkan dengan depresi yang
lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religiouscoping” berhubungan dengan 
kesehatan emosional
dan fisik yang lebih baik. “Religious coping”berhubungan dengan berkura
ngnya gejala- gejala depresif  tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan,
perasaan tidak berguna, penarikan diri dari interaksisosial,
kehilangan harapan, dan gejala- gejala
kognitiflain pada depresi (Blazer, 2003).

C. Etiologi.
Etiologi diajukan para ahli mengenai depresipada usia lanjut (Damping,
2003) adalah:
1. Polifarmasi.
2. Terdapat beberapa golongan obat yang dapat
menimbulkan depresi, antara lain: analgetika, obatanti
inflamasi nonsteroid, antihipertensi,antipsikotik, antikanker, ansiolitika, da
n lain-lain.
3. Kondisi medis umum.
Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan
depresi adalah gangguan endokrin,
neoplasma, gangguan neurologis, dan lain- lain.

D. Prevalensi Lansia Dengan Depresi


Prevalensi depresi pada lansia di dunia dengan usia rata-rata 60
tahun serta diperkirakan terdapat 500 juta jiwa. World Health
Organization(2012) menyebutkan bahwa terdapat 100 juta kasus depresi
setiap tahunnya (Evy, 2012).Prevalensi depresi di Indonesia berdasarkan
Pusat Informasi Penyakit Tidak Menular, lansia yang mengalami depresi
sebesar 11,6% (Kemenkes, 2012). Hasil laporan Riset Kesehatan Dasar
2013, menyebutkan bahwa prevalensi lansia berusia 55-64 tahun yang
mengalami depresi sebesar 15,9%, lansia usia 65-74 tahun sebesar 23,2%,
dan lansia usia diatas 75 tahunsebesar 33,7% (Kemenkes, 2013).
Prevalensi lansia di Jawa Tengah yang mengalami depresi berjumlah
12%. Prevalensi depresi pada lansia usia 55-64 tahun sebesar 14,2%, pada
lansia usia 65-74 tahunsebesar 18,0%, lansia usia > 75 tahun sebesar
28,7% (DinKes Jateng, 2013). Prevalansi Lansia di Kabupaten
Kendal,yang mengalami depresi sebesar 29,6%, dengan prevalensi
tertinggi berada di wilayah Kecamatan Kota Kendal yaitu sebesar 26,6%
(Profil Kendal, 2012).

E. Gambaran Klinik.
Individu dengan depresi juga harus mengalami
paling sedikit empat gejala tambahan yang ditarik dari
suatu daftar yang meliputi :
1. Perubahan-perubahan dalam nafsu makan atau berat badan, 
2. Tidur, dan aktivita spsikomotorik; 
3. Energi yang berkurang; 
4. Perasaan tidak berharga atau bersalah; 
5. Kesulitan dalam berpikir,
6. Berkonsentrasi, atau membuat keputusan; 
7. Pemikiran-pemikiran berulang tentang kematian atau pemikiran, 
8. Rencana-rencana, atau usaha untuk bunuh diri
(American Psychiatric Association).
Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi lain pada 
lanjut usia:
1. Kecemasan dan kekhawatiran
2. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya
3. Masalah-masalah somatik yang tidak dapat dijelaskan
4. Iritabilitas
5. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet
6. Psikosis
Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengandepresi pad
a pasien yang lebih muda.Gejala-gejala depresi sering berbaur
dengan
keluhan somatik.Keluhan somatik cenderung lebih dominan
dibandingkan dengan mood depresi.
Gejala fisik yangdapat menyertai depresi dapat bermacam-macam
seperti sakit kepala, berdebar-debar, sakit pinggang,gangguan gastr
ointestinal dan sebagainya.
Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala
depresi terbagi atas:
1. Suasana Hati
2. Sedih
3. Kecewa
4. Murung
5. Putus Asa
6. Rasa cemas dan tegang
7. Menangis
8. Perubahan suasana hati
9. Mudah tersinggung
10. Fisik
11. Merasa kondisi menurun, lelah
12. Pegal-pegal
13. Sakit
14. Kehilangan nafsu makan
15. Kehilangan berat badan
16. Gangguan tidur
17. Tidak bisa bersantai
18. Berdebar-debar dan berkeringat
19. Agitasi
20. Konstipasi.

F. Tingkatan Depresi pada Lansia.


Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu:
1. Depresi ringan.
Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat,
kesenangan dan mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang,
harga diri dan kepercayaan diri kurang, perasaan salah dan tidak
berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan
perbuatan yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu
makan kurang.
2. Depresi Sedang.
Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga
3. Depresi berat tanpa gejala manic.
Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak
berguna, keinginan bunuh diri.
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang
dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta
dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Menurut ICD
10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu:
1. Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih),
2. Hilang minat atau gairah,
3. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:
4. Konsentrasi menurun,
5. Harga diri menurun,
6. Perasaan bersalah,
7. Pesimis memandang masa depan,
8. Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
9. Pola tidur berubah,
10. Nafsu makan menurun

Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi Gejala Gejala lain Fungsi Keterangan

Utama

Ringan 2 2 Baik Distress +

Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung


minimal 2
minggu

Berat 3 4 Terganggu Intensitas gejala


berat sangat berat

                     Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

G. Dampak Depresi Pada Lansia.
Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri
maupun yang bersamaan dengan penyakit lain
hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karenabila tidak diobati
dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis.
Pada depresi dapat dijumpai hal-hal seperti
dibawah ini (Mudjaddid, 2003):
1. Depresi  dapat  meningkatkan  angka  kematian pada  pasie
n  dengan penyakit kardiovaskuler.
2. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal
yang dapat memperburuk penyakit kardiovaskular (Misal:
peningkatan hormone
adrenokortikotropin akan meningkatkan kadarkortisol).
3. Metabolisme serotonin yang terganggu pada
depresi akan menimbulkan efek trombogenesis.
4. Perubahan suasana hati (mood) berhubungandengan gangg
uan respons
imunitas termasukperubahan fungsi limfosit dan penurunan 
jumlah limfosit.
5. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural k
iller.
6. Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk
pada program pengobatan maupun rehabilitasi.

Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat


berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dengan
kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial
dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan
meningkatnya morbiditas
dan mortalitas akibat bunuhdiri dan penyebab lainnya (Unützer, 
2007). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabk
an 
peningkatan penggunaan rumah sakitdan outpatient medical ser
vices (Blazer, 2003).

H. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia.


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang
terhadap lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut
tingkatan sesuai dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi
depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang
terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang
untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan
untuk diinterprestasikan diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun
praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS).
Alat ini diperkenalkan oleh Yesavagepada tahun 1983 dengan
indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah
digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna.
Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes
reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini
terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada
lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri
dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan
waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat
psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan
dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada
depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk
depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan
evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya
merupakan alat penapisan.

I. Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut.


A. Terapi fisik.
Obat.
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan
pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan
dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-
lahan sampai ada perbaikan gejala.
B. Terapi Elektrokonvulsif (ECT).
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat
bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi
yang efektif dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien
rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory
problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood(sekitar 5 -
10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah
kekambuhan.
C. Terapi Psikologik.
Psikoterapi.
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika
dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik
pendekatan psikodinamik maupun kognitif behavior sama
keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya
dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses
terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman,
lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
D. Terapi kognitif.
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien
yang selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna,
tak mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif.
Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini
meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus.
Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi
kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.
E. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit
depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting.
Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi
dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi
terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan
perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki
sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan
pasien.
F. Penanganan Ansietas (Relaksasi),
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi
progresif baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis
okupasional) atau melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan
dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini
diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri,
keluarga lansia dan masyarakat, yaitu:
1. Diri Sendiri (Lansia)
2. Berfikir positif
3. Terbuka bila ada masalah
4. Menerima kondiri apa adanya
5. Ikut Kegiatan pengajian
6. Tidur yang cukup
7. Olahraga teratur
8. Optimis
9. Rajin beribadah
10. Latihan relaksasi
11. Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
12. Keluarga
13. Dukung lansia tetap berkomunikasi
14. Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
15. Mendengarkan keluahan lansia
16. Berikan bantuan ekonomi
17. Dukung kegiatan lansia
18. Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
19. Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan
kemampuan
Masyarakat
1. Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan
kesehatan lansia
2. Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas
lansia.
3. Support.

J. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Depresi

Seorang lansia laki-laki berusia 61 tahun tinggal bersama keluarga besarnya,


suasana rumah hampir setiap hari ramai oleh cucu-cucunya yang masih balita.
Lansia tidak bersemangat, menolak makan dan terlihat banyak diam serta
menyendiri di kamar. Menurut keluarga kondisi ini sudah berjalan hampir dua
bulan semenjak anak bungsunya memutuskan bekerja keluar kota, sehingga tidak
tinggal bersama lagi. Lansia merasa tidak dihargai oleh anaknya maupun istri
barunya dan ingin sendiri saja. Oleh karena itu, lansia datang ke puskesmas.
Lansia menceritakan bahwa telah menikah lagi dengan wanita berusia 40 tahun.
Lansia menanyakan kemampuan ereksi yang lambat dan merasa sangat lelah
setelah selesai berhubungan dengan istri barunya. Lansia juga bertanya apakah
boleh mempergunakan obat-obatan yang ditawarkan untuk meningkatkan
staminanya.

Data Tambahan :
Hasil pengkajian pada perawat didaptkan tanda-tanda vital : tekanan darah 130/80
mmHg, S 36,5℃ N 60x/menit, RR 22x/menit, BB sesudah 75 kg , BB sebelum 80
kg. Komunikasi lansia tertutup dengan keluarganya,

1. PENGKAJIAN
IDENTITAS DIRI KLIEN
Nama : Tn. E
Umur : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Sumber Informasi : Keluarga
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama : Lansia merasa bahwa dirinya tidak
dihargai oleh anak dan istri barunya dan
ingin sendiri saja.
Kronologi keluhan : Semenjak anak bungsunya memutuskan
untuk bekerja di luar kota ,sehingga tidak
tinggal bersama lagi, lalu lansia tidak
bersemangat, menolak makan, dan
menyendiri di kamar dan dia merasa tidak
dihargai lagi oleh anak dan istri barunya.
Faktor pencetus : Anak bungsunya memutuskan untuk
bekerja di luar kota
Tindakan utama mengatasi : Lansia pergi ke Puskesmas

STATUS PEMERIKSAAN FISIK


Tanda – tanda vital
TD : 130 / 80 mmHg
S : 36,5C
N : 60 x/mnt
RR : 22 x / menit
Berat Badan : 75 Kg
Rambut dan kepala : Bentuk kepala bulat simetris, distribusi
rambut merata, warnah hitam keputihan
Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis
Mata : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva
tidak anemis
Telinga : Simetris, tampak bersih, tidak ada
benjolan, tidak ada cairan di dalam telinga
Mulut : Mulut bersih, gigi ada beberapa yang
tanggal.

PENILAIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL.


Pola interaksi dengan lingkungan : Tertutup
Bahasa : Bahasa Indonesia
Perhatian dengan orang lain/lawan bicara : Baik
Keadaan emosi : Tidak stabil
Persepsi klien dengan kondisi : Kemampuan ereksi yang lambat dan
merasa sangat lelah setelah selesai
berhubungan dengan istri barunya
PENILAIAN KEMANDIRIAN KLIEN
No. Indeks Katz Mandiri Ketergantungan
1. Mandi Ke kamar mandi, Ya
menggosok bagian tubuh,
gosok gigi
2. Berpakaian Memakai dan melepaskan Ya
pakaian dan
melakukannya dengan
cepat)
3. Toilet Pergi ke toilet, untuk BAB Ya
dan BAK, membersihkan
diri sendiri serta memakai
baju/celana sendiri
4. Pergerakan Bergerak dari dan ke Ya
tempat tidur kursi dengan
pegangan/ tongkat
penyangga
5. Continence Mengontrol saat BAK dan Ya
BAB
6. Makan Untuk memotong Ya
makanan seperti daging,
sayur ataupun buah
Hasil Penilaian A

Kriteria Penilaian :
A : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi keenam fungsi
B : Ketidaktergantungan dalam semua hal tetapi masih ada fungsi yang tidak bisa
dilakukan.
C : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi sendiri dan
satu tambahan fungsi lainnya.
D : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian,
dan satu tambahan fungsi lainnya
E : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian,
toilet dan satu fungsi lainnya
F : Ketidaktergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian,
toilet, bergerak dan satu fungsi lainnya
G : Tergantung dalam semua fungsi tersebut

BARTHEL INDEKS
Dengan
No. Aktifitas Tanpa Bantuan
Bantuan
1 Makan (jika makan harus dipotong terlebih dahulu
0 10
berarti memerlukan bantuan)
2 Bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali
0 15
(termasuk duduk tegak di tempat tidur)
3 Personal toilet (mencuci muka, menyisir rambut,
0 5
bercukur, membersihkan gigi)
4 Duduk dan berdiri dari toilet (cara memegang pakaian,
0 10
mengelap, menyiram WC)
5 Mandi sendiri 0 5
6 Berjalan di permukaan yang berbeda (jika tidak bisa
0 15
berjalan penggunaan kursi roda)
7 Naik turun tangga 0 10
8 Berpakaian (termasuk didalamnya mengikat tali sepatu
0 10
mengencangkan dan mengendorkannya)
9 Mengontrol BAB 0 10
10 Mengontrol BAK 0 10
Jumlah 100

Penilaian:
0-20 : ketergantungan
21-61 : ketergantungan berat/ sangat tergantung
62-90 : ketergantungan berat
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri.

PENGKAJIAN SKALA DEPRESI


Pengkajian ini menggunakan skala Depresi Geriatrik bentuk singkat dari
Yesavage (1983) yang instrumennya disusun secara khusus digunakan pada lanjut
usia untuk memeriksa depresi.

Penilaian
No Pertanyaan
Ya Tidak
Pilihlah jawaban yang sesuai sebagaimana yang anda rasakan dalam 1 minggu terakhir
Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan saat
1. Tidak
ini
Apakah anda membatalkan banyak dari rencana kegiatan
2. Ya
minat anda
3. Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong/ hampa Ya
4. Apakah anda sering merasa kebosanan Ya
Apakah anda mempunyai suatu harapan/ masa depan yang
5. Tidak
baik setiap waktu
Apakah anda terganggu dengan memikirkan kesulitan
6. Ya
anda tanpa jalan keluar
7. Apakah anda seringkali merasa bersemangat Tidak
Apakah anda mengkhawatirkan sesuatu hal yang buruk
8. Ya
akan menimpa anda
9. Apakah anda seringkali merasa gembira Tidak
10. Apakah anda seringkali merasa tak terbantukan Ya
11. Apakah anda seringkali merasa gelisah dan resah Ya
Apakah anda lebih menyukai tinggal dirumah daripada
12. Ya
keluar rumah dan melakukan sesuatu hal yang baru
Apakah anda seringkali mengkhawatirkan masa depan
13. Ya
anda
14. Apakah anda merasa kesulitan dengan daya ingat anda Tidak
15. Apakah anda berpikir/bersyukur masih hidup saat ini Tidak
16. Apakah anda sering merasa kelabu dan berputus asa Ya
17. Apakah anda merasa tidak berguna saat ini Ya
18. Apakah anda sering menyesalkan masa lalu anda Ya
Apakah menurut anda hidup ini penuh tantangan yang
19. Tidak
menyenangkan
20. Apakah anda merasa kesulitan mengawali suatu kegiatan Tidak
21. Apakah anda merasaAkan penuh daya dan energi Tidak
Apakah menurut anda keadaan yang dihadapi tanpa
22. Ya
harapan
23. Apakah anda seringkali marah karena alasan sepele Ya
Apakah menurut anda keadaan orang lain lebih baik dari
24. Ya
anda
25. Apakah anda sering lupa bagaimana menangis Tidak
26. Apakah anda sulit berkonsentrasi Ya
Apakah anda bangun pagi dengan perasaan yang
27. Tidak
menyenangkan
28. Apakah anda lebih suka menghindari acara/sosialisasi Ya
29. Apakah mudah bagi anda dalam mengambil keputusan Tidak
30. Apakah anda berpikiran jernih seperti biasanya Tidak
Jumlah Item yang Terganggu 20
Keterangan:
Pertanyaan bila dijawab dengan pilihan “Ya” atau “Tidak” yang bercetak tebal
berarti terganggu: nilai 1, yang tidak bercetak tebal berarti tidak terganggu: nilai
0, jawaban kemudian dibuat total skornya, bila:
Nilai 0-10 = normal/ tidak depresi
Nilai 11-15= depresi ringan
Nilai 16-20= depresi sedang
Nilai 21-30= depresi berat

2. ANALISA DATA

Data Fokus Masalah


DS : Ketidakefektifan koping berhubungan
- Keluarga mengatakan lansia tidak dengan Krisis Situasi
bersemangat
- Keluarga mengatakan lansia banyak diam
- Keluarga mengatakan lansia sering
menyendiri di kamar
- Keluarga mengatakan kondisi ini sudah
berjalan hampir 2 bulan semenjak anak
bungsunya memutuskan untuk bekerja ke
luar kota sehingga tidak tinggal bersama
lagi

DO :
- Kantung mata lansia berwarna hitam
- Lansia terlihat lemah
TTV
- TD : 130 / 80 mmHg
- BB sesudah : 75 Kg
- BB sebelum : 80 Kg
- S : 36,5℃
- N : 60x/menit,
- RR 22x/menit
DT :
- Komunikasi lansia tertutup dengan
keluarganya

DS : Resiko Harga Diri Rendah


- Lansia mengatakan kemampuan ereksi Situasional ditandai dengan
lambat Gangguan Fungsi
- Lansia mengatakan merasa sangat
lelah setelah berhubungan dengan istri
barunya
- Lansia mengatakan bahwa istri
barunya berumur 40 tahun
- Lansia merasa tidak dihargai oleh
anaknya dan istrinya dan ingin sendiri
saja
- Lansia menanyakan aoakah boleh
mempergunakan obat – obatan yang
ditawarkan untuk meningkatkan
staminanya
DO :
- Lansia banyak diam
- Lansia tidak bersemangat
TTV
- TD : 130 / 80 mmHg
- S : 36,5℃
- N : 60x/menit,
- RR 22x/menit
DS : Risiko Gangguan Identitas Pribadi
- Keluarga mengatakan kondisi lansia ditandai dengan Transisi
menurun karena anak bungsunya Perkembangan (Lansia)
bekerja di luar kota sehinggan tidak
tinggal bersama lagi
- Lansia mengatakan tidak dihargai
oleh anak dan istri barunya
- Lansia mengatakan kemampuan
ereksi melambat
DO :
- Lansia banyak diam serta menyendiri
di kamar
- Lansia tidak bersemangat
TTV
- TD : 130 / 80 mmHg
- S : 36,5℃
- N : 60x/menit,
- RR 22x/menit
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan koping berhubungan dengan Krisis Situasi
2) Resiko Harga Diri Rendah Situasional ditandai dengan Gangguan Fungsi
3) Risiko Gangguan Identitas Pribadi ditandai dengan Transisi
Perkembangan (Lansia

4. Intwrvensi

N Diagnosa NOC NIC


o
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Decision Making
koping berhubungan keperawatan selama 3x24 - Menginformasikan
dengan Krisis jam didapatkan kriteria pasien alternatif atau
Situasi hasil: solusi lain
- Decision making penanganan
- Role inhasmet - Memfasilitasi pasien
- Sosial support utuk membuat
- Mengidentifikasi pola keputusan
koping yang efektif - Bantu pasien
- Mengungkapkan secara mengidentifikasi,
verbal tentang koping keuntungan, kerugian
yang efektif dari keadaan

- Mengatakan penurunan Role Inhasmet

stres - Bantu pasien untuk

- Klien mengatakan telah identifikasi

menerima tentang bermacam-macam

keadannya nilai kehidupan

- Mampu - Bantu pasien

mengidentifikasi identifikasi strategi

strategi tentang koping positif untuk


mengatur pola nilai
yang dimiliki
Coping Enhancement
- Anjurkan pasien
untuk
mengidentifikasi
gambaran perubahan
peran yang realistis
- Gunakn pendekatan
tenang dan
meyakinkan
- Hindari pengambilan
keputusan pada saat
pasien berada dalam
stres berat
- Berikan informasi
aktual yang terkait
dengan diagnosis,
terapi dan prognosis.

2. Resiko Harga Diri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pemahaman


Rendah Situasional keperawatan selama 3x24 klien tentang harga

ditandai dengan jam, resiko harga diri rendah diri.


berkurang, dengan kriteria: 2. Bantu klien untuk
Gangguan Fungsi
1. Mengungkapkan mengidentifikasi
penerimaan diri kemampuan dan
secara verbal dengan aspek positif yang
skala 3. dimiliki.
2. Penerimaan 3. Bantu klien
keterbatasan diri menggunakan
dengan skala 3. kemampuan positif
3. Melatih perilaku yang dimiliki klien.
yang dapat 4. Bantu klien untuk
meningkatkan harga menemukan
diri dengan skala 3. penerimaan diri.
5. Fasilitiasi
lingkungan dan
kegiatan yang akan
meningkatkan
harga diri.
6. Berikan
penghargaan /
pujian terhadap
klien atas kemajuan
klien.
7. Eksplorasi alasan
untuk kritik diri
atau rasa bersalah.
3. Risiko Gangguan Setlah dilakukan tindakan Behavior
Management :
Identitas Pribadi keperawatan selama 3x 24
Self-Harm
ditandai dengan jam diharapkan hasil:        Dorong pasien

- Distorted Throught untuk


Transisi
Self-Control mengungkapkan
Perkembangan - Identity secara verbal
(Lansia - Self-Mutilation konsekuensi dari
Restraint perubahan fisik dan
- Mengungkapkan secara emosi yang
mempengaruhi
verbal identitas secara konsep diri
personal Family
Involvement
- Memperlihatkan Promotion :
       Bina hubungan
kesesuaian prilaku
dengan pasien sejak
verbal dan nonverbal masuk kerumah
sakit
       Fasilitasi

pengambilan
keputusan
kolaboratif
       Menjadi

penghubung antara
pasien dan keluarga
Self-Awareness
Enhancement
       Pantau pernytaan

pasien tentang
harga dirinya
       Nilai apakah pasien
percaya diri
terhadap
penilaiannya
       Pantau frekuensi

ungkapan verbal
yang negative
terhadap diri sendiri
       Dorong pasien

untuk
mengidentifikasi
kekuatan
       Berikan

pengalaman yang
dapat
meningkatkan
otonomi pasien ,
jika perlu
       Hindari memberi

kritik negative
       Dorong pasien

untuk mengevaluasi
perilakunya sendiri

Anda mungkin juga menyukai