Hanna Mardia*,Asalina Putri*, Devianti Anggraini, M.Fikri , Prof. Dr. Ir. Soeprijanto, M.Sc*
Departemen Teknik Kimia Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
12 - 19 Maret 2019
ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap volume bioetanol
yang dihasilkan dan nilai pH yang dihasilkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 di
Laboratorium Teknik Kimia Industri lt.1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang pengaduk,
beaker, erlenmeyer, gelas ukur, indikator universal, pipet tetes, timbangan elektrik, dan serangkaian alat
destilasi. Bahan yang digunakan adalah tepung jagung 150 gram, HCl1 N, larutan glukosa 5 gr/l, 10 ml Fehling
A, 10 mL Fehling B, 4 tetes metilen blue, Tepung jagung, Fermipan, NPK dari berat sampel dan 10 % fermipan
dari berat sampel. Ada beberapa tahap dalam pembuatan bioethanol dari tepung jagung ini, yaitu : uji kadar
gula, hidrolisa, fermentasi, dan destilasi. Dalam uji kadar gula, menggunakan larutan gula standar, untuk
nfermentasi dilakukan sesuai variabel yaitu 7 hari , dan destilasi dilakukan setelah fermentasi selama 3 jam
menggunakan serangkaian alat destilasi untuk mendapat bioethanol. Dari praktikum yang dilakukan diperoleh
volume bioethanol yang didapatkan adalah 151 ml, dengan nilai pH sebesar 4.
PENDAHULUAN
Kebutuhan masyarakat akan minyak bumi menempati proporsi terbesar dalam pemakaiannya
sebagai sumber energi. Dalam hal penghematan energi, penggunaan bahan bakar premium pun harus
bisa diminimalisir agar pasokan energi bahan bakar dari fosil ini dapat bertahan lebih lama. Oleh
karena itu, saat ini sedang dilakukan pengembangan penelitian untuk membuat energi bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan. Seiring dengan dinaikkannya harga BBM, pemerintah maupun
peneliti harus bekerjasama dalam hal menciptakan energi alternatif yang ramah lingkungan serta
ekonomis sehingga nantinya dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Dengan cara ini
diharapkan masyarakat akan beralih menggunakan energi alternatif karena lebih ramah lingkungan
dan ekonomis. Bioetanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan
tumbuhan) di samping Biodiesel. Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa
yang dilanjutkan dengan proses pemurnian. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati
yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif
gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan bioethanol. Bioetanol dapat dibuat dari bahan-
bahan bergula atau berpati seperti singkong, tebu, nira, sorgum, dan lain-lain .(1)
Bioetanol adalah salah satu bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan (biomassa)
dengan cara fermentasi, memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO 2 hingga 18%. Bioetanol
di Indonesia, sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis
tanaman yang banyak tumbuh di Negara ini dan sangat dikenal masyarakat. (2)
Etanol merupakan salah satu pelarut yang umum dan banyak digunakan oleh industri,
memiliki titik didih rendah dan cenderung aman digunakan. Etanol mempunyaititik didih 70oC
sehingga suhu ekstraksi yang digunakan dapat menarik seluruh komponen dalam bahan baku. Pelarut
yang biasa digunakan untuk mengekstrak lemak adalah golongan alkohol (methanol, etanol,
isopropanol, n-butanol),aseton, eter (dietil eter, isopropyl eter,dioksan), halokarbon (kloroform,
diklorometan), hidrokarbon (heksana, benzene, sikloheksan, isooktan), atau campuran dari pelarut-
pelarut tersebut.
Received Date (Revisi Jurnal ke-1); Accepted Date (Jurnal Diterima) tanggal revisi ke-3;tanggal
ACC
Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 1, No. 3
Sebanyak 11,7 kg tepung jagung dapat dikonversi menjadi 7 liter etanol. Produksi
etanol/bioetanol yang menggunakan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat,
dilakukan melalui proses biokonversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) yang larut dalam air.
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian dengan menghidrolisis untuk memecahnya menjadi molekul
glukosa dengan menggunakan asam (misalnya asam sulfat), kemudian dilakukan proses peragian atau
fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan yeast atau ragi . (3)
Komponen lignoselulosa merupakan sumber utama untuk menghasilkan produk bernilai
seperti gula dari hasil fermentasi, bahan kimia, bahan bakar cair, sumber karbon dan energi, berbagai
produk nilai tambah dari limbah lignoselulosa diantaranya adalah untuk pupuk organik, bioetanol,
biogas, biodiesel, biohidrogen, industri kimia.(3)
Pada serat-serat alami, selulosa dapat beasosiasi secara erat dengan lignin dan
hemiselulosa sehingga disebut sebagai holoselulosa atau lignoselulosa .(13)
Selulosa adalah polimer monomer D-glukopyranosa yang membentuk rantai linear
oleh ikatan β-1,4-glikosidik. Selulosa bersifat kristalin, tidak mudah larut dalam air, dan
resisten terhadap depolimerisasi. (14)
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman, berupa polimer
glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus yang terhubung secara bersama
melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals. Ikatan hidrogen yang menyusun rantai
panjang selulosa dengan kuat membentuk struktur kristalin, yang akan menghambat
pemecahan menjadi glukosa. Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi
sekitar 35-50% dari berat kering tanaman. Hemiselulosa adalah polisakarida yang
mempunyai berat molekul lebih kecil dari selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah
menyerap air, bersifat plastis dan mempunyai permukaan kontrol antar molekul yang lebih
luas dibanding dengan selulosa. Rantai amorf hemiselulosa terdiri dari berbagai macam jenis
gula, diantaranya arabinosa, galaktosa, glukosa, manosa, dan xilosa. komponen lainnya
adalah asam asetat. Ikatan hemiselulosa lebih mudah diputus menjadi komponen yang lebih
kecil dibandingkan dengan selulosa. Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit
phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin merupakan material yang
paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi,
enzimatis, maupun kimia. Kandungan karbon yang relatif tinggi dibandingkan dengan
selulosa dan hemiselulosa sehingga lignin memiliki kandungan energi yang tinggi (15).
Dalam proses pembuatan bioethanol terdapat beberapa tahap yaitu proses hidrolisis,
fermentasi, dan destilasi. Proses hidrolisis, bahan baku dihancurkan dan dicampur air sehingga
menhadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30%. Proses hidrolisis dapat dilakukan
dengan cara enzimatis, kimiawi, ataupun kombinasi keduanya. (16)
Fermentasi adalah proses penguraian karbohidrat menjadi etanol dan CO 2 yang dihasilkan
oleh aktivitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir dalam keadaan anaerob. Proses fermentasi
dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi etanol dengan menggunakan yeast. Pada umumnya
hasil fermentasi adalah bioethanol yang mempunyai kemurnian sekitar 30-40% dan belum dapat
dikategorikan sebagai fuel based. Fermentasi adalah proses penguraian karbohidrat menjadi etanol
dan CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir dalam keadaan
anaerob.(5) proses destilasi adalah proses untuk menguapkan dan memisahkan komponen etanol dari
cairan hasil fermentasi sehingga diperoleh produk etanol dengan konsentrasi 95-96%. Proses destilasi
adalah proses untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat pada produk hasil destilasi untuk
mendapatkan produk etanol anhydrous 99,5% (v/v).
Received Date (Revisi Jurnal ke-1); Accepted Date (Jurnal Diterima) tanggal revisi ke-3;tanggal
ACC
Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 1, No. 3
METODOLOGI PERCOBAAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 di Laboratorium Teknologi Hijau Jurusan
Teknik Kimia Industri ITS.
1. Variable Percobaan
Variabel Percobaan dalam praktikum ini adalah lama waktu fermentasi yaitu 7 hari.
2. Alat dan Bahan Percobaan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang pengaduk, beaker glass, erlenmeyer,
gelas ukur, indikator universal, pipet tetes, timbangan elektrik, dan serangkaian alat destilasi. Bahan
yang digunakan adalah tepung jagung 150 gram, HCl 1 N, larutan glikosa 5 gr/l, 10 ml Fehling A, 10
mL Fehling B, 4 tetes metilen blue, tepung jagung , Fermipan, NPK 0,1 % dari kadar gula sampel
dan urea 0,5 % dari kadar gula sampel.
3. Prosedur Percobaan
3.1 Proses Hidrolisis
Kandungan tepung atau pati pada bahan baku dikonversi menjadi gula sederhana
(glukosa) menggunakan hidrolisis asam klorida melalui proses pemanasan dan pengadukan.
Dengan mecampurkan tepung jagung 150 gram dengan HCl 1 N sampai 1000 ml, kemudian
dipanaskan dengan suhu 100oC selama 2 jam dan diaduk menggunakan magnetic stirrer. Pada
Received Date (Revisi Jurnal ke-1); Accepted Date (Jurnal Diterima) tanggal revisi ke-3;tanggal
ACC
Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 1, No. 3
kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti jelly). Pada kondisi optimum
enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula kompleks.
3.2 Analisa Kadar Gula Standar dan Sampel
10 mL Fehling A, 10 mL Fehling B, 4 tetes MB dipanaskan hingga mendidih. Untuk
analisa kadar gula standar yaitu menitrasi dengan larutan glukosa 5 gr/L dan untuk analisa
kadar gula sampel yaitu menitrasi dengan larutan sampel yang sudah terhidrolisis.
3.3 Proses Fermentasi
Pada tahap ini hasil dari proses hidrolisis tadi setelah uji kadar gula dilakukan
penambajan urea sebanyak 0,5 % dan NPK sebanyak 0,1 % dari kadar gula yang sudah
dianalisa. Kemudian memberikan fermipan sebanyak 10 % dari berat sampel kemudian
dilakukan fermentasi selama 7 hari .
1.4 Proses Distilasi
Hasil fermentasi lalu dimurnikan melalui proses distilasi pada suhu 80 oC dengan
menggunakan serangkaian alat destilasi selama 3 jam. Sedangkat hasil distilat ini ditampung
kemudian diukur pH dan volume yang didapat.
4. Diagram Alir Percobaan
Mulai
Received Date (Revisi Jurnal ke-1); Accepted Date (Jurnal Diterima) tanggal revisi ke-3;tanggal
ACC
Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 1, No. 3
Selesai
Semakin lama waktu fermentasi akan meningkatkan kadar etanol atau alkohol yang
dihasilkan karena laktosa dan pati mampu diubah oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi
alkohol atau etanol selama proses produksi bioethanol. Saccharomyces cerevisiae memiliki
kemampuan untuk mengubah karbohidrat menjadi alkohol atau etanol dan karbondioksa. (6)
Lama fermentasi yang dibutuhkan adalah 2-3 hari atau 48-72 jam. Lama fermentasi
merupakan faktor penting dalam proses produksi bioethanol. Hal ini karena saccharomyces
Received Date (Revisi Jurnal ke-1); Accepted Date (Jurnal Diterima) tanggal revisi ke-3;tanggal
ACC
Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 1, No. 3
cerevisiae harus membutuhkan waktu yang cukup untuk dapat menghidrolisis gula menjadi
etanol. Pada saat fermentasi, Saccharomyces cerevisiae terlebih dahulu mengalami masa
pertumbuhan sebelum siap menghidrolisis gula menjadi alkohol. Pertumbuhan awal ditandai
dengan pembesaran volume dan berat sel, kemudian sel-sel membelah secara cepat sehingga
populasinya besar dan siap untuk menghidrolisis menjadi alkohol. Pertumbuhan ini
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan medium yang digunakan. Semakin lama fermentasi,
kemampuan Saccharomyces cerevisiae untuk memecah substrat atau glukosa yang ada
menjadi alkohol semakin besar.(7)
Semakin lama waktu fermentasi, Saccharomyces cerevisiae berkembang biak dan
jumlahnya bertambah sehingga kemampuan untuk memecah substat atau glukosa yang ada
menjadi alkohol semakin besar. Jika kita bandingkan dengan praktikum yang dilakukan di
Laboratorium Teknologi Hijau Teknik Kimia Industri ini, waktu fermentasi yang digunakan
dalam 7 hari . Sehingga dapat disimpulkan bahwa volume etanol yang dihaislkan semakin
banyak.(8)
Semakin lama waktu fermentasi juga berpengaruh terhadap nilai pH, yakni semakin
lama waktu fermentasi maka nilai pH akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena
proses fermentasi akan mengalami proses biosintesis piruvat yang menghasilkan produk
asam, seperti asam butirat, asam asetat, aseton, asetaldehid, alkohol. Maka dari itu semakin
lama waktu fermentasi semakin tinggi kandungan produk tersebut sehingga membuat pH
semakin rendah atau asam. Hasil dari proses fermentasi secara anaerob adalah asam piruvat
yang kemudian akan dirubah menjadi asam asetat, etanol dan CO 2. Penurunan nilai pH diikuti
dengan peningkatan produksi gas.(9)
Nilai pH merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat
proses fermentasi. pH mempengaruhi pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Kisaran
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae adalah pH 3,5-6,5. Pada kondisi basa,
Saccharomyces cerevisiae tidak dapat tumbuh.(10)
Produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae maksimal dapat dicapai pada pH 4,5.
(11)
pH yang dihasilkan cenderung asam karena dalam pembentukan etanol, juga terjadi
pembentukan asam asetat sebagai produk sampingnya. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa peningkatan pembentukan asam asetat terjadi akibat penggunaan etanol
sebagai sumber energi bagi Saccharomyces cerevisiae saat proses fermentasi berlangsung. (12)
Hasil dari penelitian ini adalahh didapatkan volume bioethanol sebanyak 210 ml
dengan nilai pH 3,5. Jika di sesuaikan dengan standar kualitas mutu bioethanol memiliki pH
6,5. Oleh karena itu perlu proses lebih lanjut untuk meningkatkan mutu bioethanol. Proses
destilasi merupakan proses penting dalam menghasilkan mutu bioethanol yang baik. Destilasi
akan memisahkan etanol dengan komponen-komponen yang lain sehingga komponen yang
bersifat asam akan hilang. Hal ini disebabkan karena kurang optimal proses pemurnian yang
dilakukan pada bioethanol hasil fermentasi. Kondisi operasi yang kurang stabil juga dianggap
sebagai salah satu faktor penghambat dalam proses hidrolisis meupun fermentasi menjadi
bioethanol.
Received Date (Revisi Jurnal ke-1); Accepted Date (Jurnal Diterima) tanggal revisi ke-3;tanggal
ACC
Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 1, No. 3
KESIMPULAN
Ucapan terima kasih. Terima kasih kepada kelompok 2B dan 10B dalam melakukan praktikum, dan
terimakasih kepada aslab (Sashi Aguistina) yang telah membimbing praktikum dan Prof. Dr. Ir. Soeprijanto,
M.Sc. sebagai dosen pengampu modul bioetanol
REFERENSI
1. Rahmawati, A. dan Sutrisno, A. 2015. Hidrolisis tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batats L.)
Secara Enzimatis menjadi sirup glukosa Fungsional : Kajian Pustaka. J. Pangan dan Agroindustri
3(3): 1152-1159.
2. Fauzi, A.R., Haryadi, D., Priyanto, S. 2012. Pengaruh Waktu Fermentasi dan Efektifitas Adsorben
Dalam Pembuatan Bioetanol Fuel Frade dari Limbah Pod Kakao (Theobrama cacao). Teknologi
Kimia Industri 1 (1): 179-185.
3. Fitriana, Lila. 2009. Analisis Kadar Bioetanol Hasil Ferementasi Dari Pati Sagu (Metroxylon
sago) asal Papua. Skripsi. Manokwari: UNP.
4. Anindyawati, Trisanti. 2010. Potensi Selulase Dalam Mendegradasi Lignoselulosa Limbah
Pertanian Untuk Pupuk Organik. Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI. Bogor.
5. Osvaldo, Z., Panca , Putra S., Rizal, M., 2012. Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu Pada
Proses Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Alang-alang. Teknik Kimia.
Malang:UB
6. Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Bogor:Pau IPB
7. Astawan, M., dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna.
Bogor:Akademika Pressiado.
8. Kunaepah, uun. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa Terhadap Aktivitas
AntiBakteri, Polifenol Total dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang Merah. Tesis. Semarang:UNDIP.
9. Yuniarsih, F.N., 2009. Pembuatan Bioetanol dari Dekstrin dan Sirup Glukosa Sagu (Metroxylen
sp.) menggunakan Sacchromyceas Cereveseae var. Ellipsoideus. Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor (Skripsi Sarjana Pertanian).
10.Roukas T . (1994), Continous Ethanol Productions From Carob Pod Extract by Immobilized
Saccharomyces Cerevisiae In A Packed Bed Reactor. J Chem Technol Biotechnol., 59:387-393.
11.Elevri, P.A. dan S. R. Putra. 2006. Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae
yang dimobilisasi dengan agar batang. Akta Kamindo 1 (2) : 105-114.
12.Rakhamadani, Hijri Agista, dkk. 2013. Studi Pemanfaatn Limbah Makanan Sebagai Penghasil
Etanol Untuk Biofuel Melalui Proses Hidrolisis Pada Kecepatan Pengadukan dan Waktu
Fermentasi yang Berbeda . Jurnal Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik UNDIP : Semarang.
13.Judoamidjojo, R.M., E.G. Said,. Dan L. Hartoto. 1989. Biokonversi. PAU IPB, Bogor.
14.Duque, PLE. 2009.Acid-Functionalized Nanoparticles for Hydrolysis Of Lignocellulosic
Feedstocks. Thesis. Department of Biological and Agricultural Engineering, Kansas State
University. Manhattan, Kansas.
Received Date (Revisi Jurnal ke-1); Accepted Date (Jurnal Diterima) tanggal revisi ke-3;tanggal
ACC
Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 1, No. 3
15. Wyman C. 1999. Biomass Ethanol: Technical Progress, Opportunities, and Commercial
Challenges. Annu. Rev. Energy Environ 24:189–226.
16. Susijahadi., (1997). Pengendalian fermentasi dengan pengaturan Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis
Onggok Tepung Tapioka Untuk Menghasilkan Alkohol. Prosiding Seminar Tek.Pangan.
Received Date (Revisi Jurnal ke-1); Accepted Date (Jurnal Diterima) tanggal revisi ke-3;tanggal
ACC