Anda di halaman 1dari 11

LIPIDA

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menguji kelarutan lemak dan minyak pada berbagai jenis pelarut.
2. Menguji sistem emulsi lemak/minyak dalam air dan larutan Na2CO3.
3. Menentukan bilangan asam suatu lemak/minyak.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Suatu lipid didefinisikan sebagai senyawa organik yang terdapat dalam alam
serta tak larut dalam air,tetapi larut dalam perlarut organik non polar seperti suatu
hidrokarbon atau dietil eter. Senyawa ini dapat diperoleh dengan cara
mengekstraksi bahan-bahan alam baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan dengan
pelarut non polar seperti petroleum eter,benzena,klorofom dan lain-lain
(Fessenden dan Fessenden, 1982).
Secara umum lipid dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu “lipid sederhana”
dan “lipid kompleks”. Termasuk golongan lipid sederhana adalah senyawa-
senyawa yang tidak mempunyai gugus ester dan tidak dapat dihidrolisis. Lipid
yang tidak terhidrolisis mencakup senyawa-senyawa hidrokarbon antara lain alkan
dan karatenoid,lipid alkohol seperti alkanol berantai panjang atau sterol siklik
misalnya kolesterol, juga kelompok steroid seperti estradiol dan testosteron.
Golongan lipid komplek tersusun oleh senyawa-senyawa yang mempunyai gugus
ester dan dapat dihidrolisis .Golongan ini meliputi minyak,lemak dan lilin (Rinidar
dan Isa, 2014).
Pada kondisi murni, minyak dan lemak tidak mempunyai warna, bau dan rasa.
Warna, bau dan rasa khas dari senyawa tersebut umumnya disebabkan oleh
senyawa organik lain yang terdapat pada bahan tidak murni. Dalam larutan alkali,
trigliserida akan mengalami hidrolisis menjadi komponen penyusunnya yaitu
gliserol dan garam alkali dari asam lemaknya. Garam ini disebut sebagai sabun
dan proses hidrolisisnya disebut penyabunan (saponifikasi) (Petrucci, 1989).
Lipid tidak memiliki rumus molekul yang sama, akan tetapi terdiri dari
beberapa golongan yang berbeda. Berdasarkan kemiripan struktur kimia yang
dimiliki, lipid dibagi menjadi beberapa golongan yaitu asam lemak, lemak dan
fosfolipid. Lemak digolongkan berdasarkan kejenuhan ikatan pada asam
lemaknya. Adapun penggolongannya adalah asam lemak jenuh dan asam lemak
tidak jenuh. Lemak yang mengandung asam lemak jenuh yaitu asam lemak yang
tidak memiliki ikatan rangkap. Dalam lemak hewani misalnya lemak babi dan
lemak sapi,kandungan asam lemak jenuhnya lebih dominan. Asam lemak tak
jenuh adalah asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap.Jenis asam lemak ini
dapat diidentifikasi dengan reaksi adisi,dimana ikatan rangkap akan terputus
sehingga terbentuk asam lemak jenuh (Silalahi dan Tampubolon, 2002).
Berbagai aktivitas seperti agroindustri, peternakan, pariwisata, dan pabrik
pengolahan hasil pertanian, sudah tentu menghasilkan produk samping atau limbah
yang dapat mencemari lingkungan. Limbah yang dihasilkan umumnya
mengandung konsentrasi bahan organik yang sangat tinggi yang terdiri dari lemak,
karbohidrat protein dan selulosa atau lignoselulosa. Lipid (lemak) adalah
kelompok senyawa heterogen yang berkaitan baik secara aktual maupun potensial
dengan asam lemak. Sifat dari lemak secara umum tidak larut dalam air, sehingga
limbah yang mengandung lemak yang terdapat dalam badan air mempunyai
dampak yang cukup besar dalam mengganggu ekosistem perairan. Lapisan lipid
yang ada pada permukaan perairan akan menghalangi masuknya cahaya dalam
badan air sehingga proses fotosintesis berlangsung terhambat dengan demikian
kadar oksigen akan rendah yang akan menyebabkan organisme aerobik akan mati.
Usaha yang dilakukan sebelum limbah dibuang kelingkungan adalah dengan
melakukan pengolahan. Dalam mengembangkan suatu sistem pengolahan limbah
yang tepat guna maka terlebih dahulu harus diketahui sifat-sifat suatu limbah.
Pemahaman ini penting mengingat sistem pongolahan suatu jenis limbah akan
berbeda dengan jenis limbah yang lain. Saat ini sudah dikenal sistem pengolahan
dengan menggunakan organisme hidup, yang dikenal dengan sistem pengolahan
secara biologis yang penerapannya sangat ramah lingkungan. Metode biologi atau
biodegradasi oleh mikroorganisme merupakan salah satu cara yang tepat, efektif
dan hampir tidak ada pengaruh sampingannya pada lingkungan karena tidak
menghasilkan racun atau bloomingkarena mikroba ini akan mati seiring dengan
habisnya minyak. Agar pengolahan limbah berlangsung secara efektif khususnya
limbah yang banyak mengadung lemak maka langkah awal yang perlu dilakukan
adalah mencari mikroorganisme yang memiliki kemampuan dalam mendegradasi
lemak. Pada penelitian ini akan dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri
pendegradasi lemak (lipid) yang dilakukan dengan mengambil sampel dilokasi
pembuangan limbah (Darmayasa, 2008).
Trigliserida merupakan penyimpanan lipid yang utama di dalam jaringan
adiposa, bentuk lipid ini akan terlepas setelah terjadi hidrolisis oleh enzim lipase
yang sensitif -hormon menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak
bebas akan terait pada albumin serum dan untuk pengangkutannya ke jaringan,
tempat asam lemak tersebut dipakai sebagai sumber bahan bakar yang
penting. Usia produktif adalah usia dimana seseorang mampu melakukan
tindakan kreatif yang dapat menghasilkan sesuatu. Tindakan produktif dapat
berupa tindakan kerja keras, tindakan kerja cerdas, mampu bersikap mandiri,
serta memiliki pandangan hidup dan wawasan ke depan. Rentang usia
produktif menurut BKKBN adalah antara 15 – 59 tahun. Pada umumnya,
dengan gaya hidup normal, trigliserida tidak meningkat saat usia produktif.
Dislipidemia digambarkan sebagai suatu keadaan yang ditandai dengan
peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol High Density Lipoprotein
(HDL), kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) biasanya normal namun
mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL.
Dislipidemia memiliki prevalensi yang tinggi hampir di seluruh negara di
dunia, diantaranya Cina, tepatnya kota Beijing. Suatu penelitian yang
dilakukan pada 3251 orang dewasa dengan umur antara 45-89 tahun,
didapatkan prevalensi dislipidemia sebesar 56.1±0.9%. Nilai rata rata konsentrasi
kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan trigliseridemia yakni
4.92±1.01 mmol/L, 1.61±0.36 mmol/L, 2.88±8.85 mmol/L, dan 1.76±1.26
mmol/L (Watuseke et al, 2016).
III. ALAT DAN BAHAN
 Alat:
1. Biuret 50 mL
2. Erlenmeyer 250 mL
3. Hot plate
4. Indikator fenolftalein
5. Indikator kertas lakmus
6. Klem
7. Neraca
8. Statip
9. Tabung reaksi
 Bahan
1. Alkohol panas
2. Aquades
3. Eter
4. HCl 0,5 M
5. Kloroform
6. KOH 0,1 M
7. Lemak hewan
8. Margarin
9. Mentega
10. Minyak kelapa
11. Na2CO3 1,0 %

IV. METODE PERCOBAAN


Uji kelarutan
1. Dimasukkan 3 mL pereaksi ke dalam tabung reaksi yang bersih.
Dibubuhkan sedikit bahan percobaan ke dalam tabung yang sudah berisi
pelarut. Dikocok isi tabung kuat-kuat dan diamati kelarutannya.

Emulsi
1. Dimasukkan kira-kira 5 mL air ke dalam tabung reaksi yang bersih.
Dibubuhkan 3 tetes bahan percobaan pada tabung reaksi berisi air. Dikocok
kuat-kuat selama 1-2 menit. Diamati dan dicatat hasilnya.
2. Dimasukkan 5 mL air ke dalam tabung reaksi yang bersih. Dibubuhkan 2-3
tetes larutan Na2CO3 1,0 %. Dikocok dan diperiksa dengan indikator
hingga larutan bersifat basa. Dibubuhkan 3 tetes bahan percobaan ke
dalamnya dan dikocok kuat-kuat selama 1-2 menit. Diamati dan dicatat
hasilnya.

Penentuan Bilangan Asam


1. Minyak sebanyak 20 g ditimbang dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50
mL etanol 95%.
2. Campuran kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam pemanas air
sambil diaduk, kemudian ditambahkan 3 tetes indicator PP dan dititrasi
dengan KOH 0,1 M.
3.
V. HASIL PERCOBAAN
Uji kelarutan

Bahan percobaan Dietil eter Kloroform Aquades 40 0C HCl KOH


Minyak kelapa + - - - -
Lemak hewan + - - - -
Mentega + - - - -
Margarin + - - - -

Keterangan: (+) = larut (-) = tidak larut

Emulsi

Bahan percobaan Emulsi A Emulsi B


Minyak kelapa √ √
Lemak hewan - -
Mentega - -
Margarin - -

Keterangan: (√) = membentuk emulsi (-) = tidak membentuk emulsi

Penentuan bilangan asam


 Konsentrasi KOH = 0,01 M
 Volume KOH = 0,75 mL
 Berat sampel = 20 g

mL KOH x M KOH x 56,1


Bilangan asam = x 100 %
Berat sampel(g)

0,75 mL x 0,01 M x 56,1


= x 100 %
20 g

0,42075
= x 100 %
20 g

= 2,1037 %

VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan uji kelarutan, Keempat sampel larut sempurna dalam
pelarut dietil eter. Sedangkan untuk pelarut yang lain sampel tidak larut.
Menurut Poedjiadi (2006), lipid adalah sekelompok senyawa organik yang
terdapat dalam tumbuhan, hewan, atau manusia yang memegang peranan
penting dalam struktur dan fungsi sel. Senyawa lipid tidak mempunyai
rumus empiris tertentu atau struktur yang serupa, tetapi terdiri atas beberapa
golongan. Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipid mempunyai sifat
tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut non polar seperti eter,
kloroform, aseton, dan benzena. Berdasarkan sifat demikian, lipid dapat
diperoleh dengan cara ekstraksi dari jaringan hewan atau tumbuhan
menggunakan eter atau pelarut nonpolar lainnya. Jadi hasil percobaan
tersebut hamper sesuai dengan teori tentang kelarutan lipid, karena nyatanya
terdapat satu penyimpangan menarik dari hasil uji kelarutan lipid ini.
Penyimpangan itu ada pada hasil kelarutan dalam pelarut kloroform.
Kloroform adalah pelarut non-polar kuat, sehingga seharusnya sampel harus
larut sempurna agar sesuai dengan teori. Penyimpangan ini mungkin terjadi
karena kesalahan dari para praktikan, baik volume yang tidak proporsional
antara pelarut dengan sampel, maupun kekeliruan pengamatan.

Pada percobaan emulsi, hanya minyak kelapa yang membentuk emulsi.


Baik pada percobaan emulsi A (aquades saja), maupun emulsi B (aquades +
Na2CO3). Hal ini dikarenakan dari keempat sampel yang diuji, hanya
minyak yang berbentuk cair, sisanya berbentuk padat. Mentega dan
margarin pun merupakan suatu emulsi air dalam minyak yang berbentuk
padat. Teori yang mendasari proses emulsi adalah dari Fessenden (1982), di
mana dikatakan bahwa Emulsi adalah campuran antara partikel-partikel
suatu zat cair (fase terdispersi) dengan zat cair lainnya (fase pendispersi)
dimana satu campuran yang terdiri dari dua bahan tak dapat bercampur,
dengan satu bahan tersebar di dalam fasa yang lain, seperti air dan minyak.
Dikarenakan setiap bahan pangan memilki karakteristik masing-masing
maka setiap bahan pangan memiliki jenis emulsi dan pengaruh jenis emulsi
yang berbeda-beda. Emulsi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu:
pertama, fase terdispersi (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil
kedalam zat cair lain (fase internal). Kedua, fase pendispersi (zat cair yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase
eksternal). Terakhir emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan
emulsi). Bagian dari teori tersebut yang perlu ditekankan disini adalah
bahwa emulsi hanya mungkin terjadi jika campuran berasal dari zat cair dan
zat cair, sehingga pada sampel-sampel yang diteliti, hanya minyak kelapa
yang mempunyai kemungkinan terbentuk emulsi. Selain itu, perlu
disebutkan bahwa pelarut juga berpengaruh terhadap pembentukan emulsi.
Dalam kasus ini, minyak kelapa adalah suatu larutan non-polar, sedangkan
air adalah larutan polar sehingga mustahil bagi mereka untuk larut. Dari
sinilah terbentuk suatu emulsi. Pada emulsi A, emulsi yang terbentuk belum
stabil akibat belum adanya emulsifier. Sedangkan untuk membuat suatu
emulsi yang stabil diperlukan zat emulsifier yang berfungsi menurunkan
tegangan permukaan antara kedua fase cairan. Pada emulsi B, telah
terbentuk emulsi yang stabil sebagai akibat telah ditambahkannya Na 2CO3
sebagai zat emulsifier.

Pada percobaan penentuan bilangan asam, hasil yang didapat adalah


2,1037%. Menurut Ketaren (1986), bilangan asam itu sendiri adalah ukuran
dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari
asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai
jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak
bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Bilangan asam yang
besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar pula, yang berasal dari
hidrolisa minyak atau lemak, ataupun karena proses pengolahan yang
kurang baik. Makin tinggi bilangan asam, maka makin rendah kualitasnya.
Asam lemak bebas merupakan hasil degradasi/deesterifikasi/hidrolisis
lemak yang dapat menunjukkan kualitas bahan makanan mulai menurun.
VII. KESIMPULAN
1. Lemak/minyak hanya larut dalam pelarut non-polar.
2. Lemak/minyak bisa membentuk emulsi stabil ketika ada zat emulsifier.
3. Bilangan asam dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

mL KOH x M KOH x 56,1


Bilangan Asam= x 100 %
Berat sampel (g)

4.
DAFTAR PUSTAKA

Darmayasa, I. G. 2008. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Lipid pada Beberapa
Tempat Pembuangan Limbah Denpasar. Jurnal Bumi Lestari. 8(2): 122-127.

Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1982. Kimia Organik II Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Petrucci, R. H. 1989. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Poedjiadi, A. 2006. Dasar-dasar Bokimia. Jakarta: UI Press.

Rinidar dan Isa, M. 2014. Pencernaan dan Absorbsi Makanan. Banda Aceh: Syah Kuala
University Press.

Silalahi, J. dan Tampubolon, S. 2002. Asam Lemak Trans dalam Makanan dan Pengaruhnya
terhadap Kesehatan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 13(3): 20-23.

Tim Penyusun. 2017. Penuntun Praktikum Struktur dan Fungsi Biomolekul. Manado: FMIPA
UNSRAT.

Watuseke, A. E., Polii H. dan Wowor P. M. 2016. Gambaran Kadar Lipid Trigliserida pada
Pasien Usia Produktif di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado
Periode November 2014 – Desember 2014. Jurnal Biomedik. 4(2): 1-5.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai