Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi telah memberikan perubahan terhadap berbagai aspek
kehidupan manusia. Banyaknya penemuan-penemuan teknologi baru telah merubah pola hidup
manusia menjadi lebih dinamis dan berteknologi tinggi. Seiring dengan perkembangan ini,
tingkat kebutuhan manusia pun semakin meningkat dimulai dari kebutuhan akan makanan,
tempat tinggal, energy, listrik maupun air. Salah satu aspek yang saat ini menjadi kebutuhan
utama masyarakat adalah energi yang berasal dari minyak bumi. Perkembangan teknologi telah
memberikan kontribusi besar tehadap peningkatan penggunaan energi yang berasal dari minyak
bumi ini yang mana alat-alat berteknologi dapat meningkatkan produksi minyak bumi setiap
tahunnya. Energi minyak bumi atau juga dikenal sebagai energi bahan bakar fosil merupakan
bahan bakar yang persediaan nya terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Eksploitasi yang
berlebihan akan mengakibatkan persediaan energi menurun dan suatu saat akan habis. Keadaan
ini akan sangat merugikan masyarakat yang saat ini telah menggunakan energi ini sebagai salah
satu kebutuhan hidup mereka seperti memasak, berkendara, dan lain-lain. Masyarakat telah
bergantung akan penggunaan energi ini namun persediaan yang ada semakin terbatas
mengakibatkan harga pasar pun semakin meningkat.
Secara umum, dapat kita ketahui bahwa harga minyak bumi tidak sama dengan harga
komoditas lainnya yang mana harga minyak bumi tidak ditentukan berdasarkan persediaan dan
permintaan masyarakat akan minyak bumi tersebut secara fisik. Minyak bumi adalah suatu
inventaris yang penyimpanannya tidak memerlukan biaya dan juga terbatas, tidak terbarukan
serta butuh ribuan tahun untuk mengembalikan setiap penurunan dalam pasokannya sehingga
kenaikan harga berbagai komoditas minyak bumi tidak dapat dipungkiri dan akan semakin
meningkat dikarenakan persediaan yang terbatas.
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan bahan transportasi yang paling umum dan
merupakan salah satu bahan baku yang diperlukan bagi perkembangan masyarakat insdutri saat
ini. Perekonomian masyarakat sangat bergantung terhadap BBM dalam aktivitas industri yang
mana jika harga minyak mengalami kenaikan maka harga penjualan dipasar akan turut naik.
Dapat disimpulkan juga ketika BBM ini semakin berkurang dan suatu saat akan habis,
masyarakat akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan mereka akan energi dan memerlukan
energi baru sebagai penunjang kebutuhan hidup mereka. Maka dari itu, diperlukan suatu energi
alternatif yang memiliki peran yang sama persis seperti minyak bumi terhadap kehidupan
masyarakat.
Jerami padi merupakan limbah pertanian yang memiliki kandungan bahan lignoselulosa
yang tersedia dalam jumlah besar dan belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. Biasanya
jerami padi hanya ditumpuk atau dibakar di ladang selepas panen. Jerami padi umumnya
mengandung selulosa (39%), hemiselulosa (27%), lignin (18%), dan abu (11%) (Lee et al. 2007).
Jerami memiki kandungan selulosa yang tinggi sehingga jerami padi memiliki potensial
yang besar untuk dikembangkan sebagai substrat dalam produksi bioetanol. Jerami yang selama
ini hanya dianggap sekedar limbah justru mengandung hemoselulosa dan jika dilakukan proses
difermentasi dapat menghasilkan etanol. Etanol merupakan zat mudah terbakar seperti terdapat
pada minyak tanah dan bisa digunakan sebagai energi bahan bakar layaknya minyak tanah.
Semakin besarnya angka penggunaan BBM sedangkan cadangan bahan bakar fosil yang
semakin menipis akan menyebabkan kenaikan harga BBM dan akan semakin sulit diakses oleh
masyarakat yang membutuhkan. Penggunaan BBM juga menyebabkan pemanasan global di
atmosfer disebabkan oleh gas buangan hasil pembakaran bahan bakar minyak yang mengandung
karbondioksida (CO2). Hasil pengolahan jerami yang berupa bioethanol akan meringankan
permasahan tersebut karena keberadaan limbah jerami yang berlimpah dapat dimanfaatkan
sebagai energi terbarukan dan gas buang hasil pembakaran bioethanol lebih ramah lingkungan
dibandingkan BBM.
Indonesia memiliki keunggulan dalam hal biomassa lignoselulosa dibanding dengan
negara-negara lainnya yang beriklim dingin. Biomassa lignoselulosa sebagian besar terdiri dari
campuran polymer karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa), lignin, ekstraktif, dan abu. Kadang-
kadang disebutkan holoselulosa, istilah ini digunakan untuk menyebutkan total karbohidrat yang
dikandung di dalam biomassa dan meliputi selulosa dan hemiselulosa. Jika di luar negeri banyak
yang mencari bahan baku tersebut, justru terjadi kebalikannya di Indonesia. Biomassa
lignoselulosa di Indonesia melimpah, dapat dilihat dari data datanoks.katadata.co.id
bahwa luas lahan sawah Indonesia pada 2016 mencapai 8,19 juta hektar terdiri 4,78 juta ha
merupakan sawah irigasi dan 3,4 juta ha non irigasi. Dari kondisi seperti ini dapat dilihat akan
banyaknya limbah jerami padi yang dihasilkan setiap tahunnya. Maka dari itu, selain dapat
memanfaatkan limbah ini sebagai sumber energy alternatif juga bisa mengurangi tingkat
pembuangan limbah di Indonesia.
1.2 TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus penelitian ini untuk dapat memanfaatkan kandungan bioethanol pada
Limbah Jerami sebagai bahan bakar alternatif berbentuk gel pengganti minyak tanah dan
memproduksi bahan bakar alternatif ini sebagai sumber energi alternatif yang dapat membantu
kebutuhan masyarakat.
1.3 URGENSI PENELITIAN
Bahan bakar minyak yang dipergunakan masyarakat saat ini terbuat dari bahan bakar
fosil yang semakin menipis keberadaannya dan tidak dapat di perbaharui. Energi yang semakin
menipis ini memiliki potensi untuk habis dan tidak dapat ditemukan lagi di masa mendatang,
namun kebutuhan masyarakat akan sumber energy tidak akan menghilang dan akan semakin
meningkat. Maka dari itu, diperlukan suatu energy alternatif yang terbuat dari bahan yang mudah
diakses dan seterusnya dapat dipergunakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

BAB 2
TINJUAN PUSTAKA

2.1 JERAMI
Jerami adalah hasil samping dari pertanian padi yang sudah diambil padinya, sehingga
tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian. Mayoritas petani hanya
membakar limbah jerami karena dianggap tidak berguna, akan tetapi pembakaran limbah
pertanian tersebut dapat meningkatkan kadar CO2 di udara yang berdampak terjadinya
pemanasan global dan efek rumah kaca.
Jerami termasuk dalam biomassa berlignoselulosa yang terbentuk dari tiga komponen
utama yakni selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa merupakan komponen utama yang
terkandung dalam dinding sel tumbuhan dan mendominasi hingga 50% berat kering tumbuhan.
Jerami padi diketahui memiliki kandungan selulosa yang tinggi, mencapai 39.1% berat kering,
27.5% hemiselulosa dan kandungan lignin 12,5%. Komposisi kimia limbah pertanian maupun
limbah kayu tergantung pada spesies tanaman, umur tanaman, kondisi lingkungan tempat
tumbuh dan langkah pemprosesan. Kandungan jerami dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Potensi etanol dari jerami padi menurut Kim dan Dale (2004) adalah sebesar 0,28 L/Kg jerami.
Dan menurut Badger (2002) adalah sebesar 0,20 L/Kg jerami.

2.2 BIOETHANOL
Bioetanol merupakan etanol atau kependekan dari etil alkohol (C2H5OH) yang terbuat
dari bahan baku tanaman. Etanol dapat diperoleh dari hasil proses fermentasi gula dengan
menggunakan bantuan mikroorganisme. Sifat etanol yaitu tidak berwarna, berbau spesifik,
berfase cair pada temperatur kamar, mudah menguap, dan mudah terbakar.
Etanol adalah bahan bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal sebagai peningkat
nilai oktan dalam bensin.

2.3 PRETREATMENT DENGAN NAOH DAN STEAM EXPLOSION


Pada metode pretreatment basa menurut Sun et al., (1995) kondisi optimal yang
diperlukan untuk mengurangi 60% kadar lignin dan 80% hemiselulasepada jerami gandum
adalah menggunakan 1,5% NaOH selama 144 jam pada suhu20°C. Selanjutnya biomassa diberi
tekanan uap tinggi, kemudian tekanan dikurangi secara tiba-tiba, yang menyebabkan biomassa
mengalami dekompresi eksplosif yang mengakibatkan serat-serat biomassa terpisah. Pada
metode ini juga terjadi hidrolisis (autohidrolisis) dari gugus asetil pada hemiselulosa.
Autohidrolisis gugus asetil pada suhu tinggi menghasilkan asam asetat. Selain itu air pada suhu
tinggi dapat bersifat seperti asam (Menon dan Rao 2012).
Proses ini biasanya menggunakan suhu 160-260°C dengan tekanan 0,69-4,83 mPa selama
beberapa detik hingga beberapa menit sebelum biomassa dipapar pada tekanan atmosfir. Proses
ini dapat menyebabkan degradasi hemiselulosa dan perubahan lignin sehingga meningkatkan
laju hidrolisis selulosa (Menon dan Rao 2012).
Beberapa kelebihan pretreatment Steam explosion adalah: a) dampak lingkungan yang
rendah, b) modal investasi yang diperlukan kecil, c) efiensi energinya yang lebih baik, d)
menggunakan sedikit sekali bahan dan proses berbahaya, e) dapat menggunakan bahan
berukuran besar, f) hasil hidrolisis enzimatiknya baik, dan h) layak secara ekonomi.

Skema Tujuan Pretreatment Biomassa Lignoselulosa (Mosier, et al., 2005).

2.4 HIDROLISIS ENZIMATIK


Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara
lain tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih lunak (pH sekitar 4,70-
4,80 dan suhu 45–50°C), tidak terjadi reaksi samping, lebih ramah lingkungan, dan tidak
melibatkan bahan-bahan yang bersifat korosif (Cheng & Timilsina, 2011; Schacht et al., 2008).
Hidrolisis merupakan reaksi kimia yang memecah molekul menjadi dua bagian dengan
penambahan molekul air (H2O), dengan tujuan untuk mengkonversi polisakarida menjadi
monomer-monomer sederhana.
Reaksi Hidrolisa enzim :
2.5 FERMENTASI DENGAN SACCHAROMYCES CEREVISIAE
Sejalan dengan pengembangan teknik proses fermentasi, peneliti menggunakan proses
simultaneous sacharification and fermentation (SSF) sebagai salah satu teknik untuk
memproduksi etanol secara simultan. Penelitian dengan teknik SSF berbahan baku jerami padi
yang melakukan diluted acid pretreatment telah menghasilkan etanol dengan konsentrasi 20,96
g/L (Karimi et al., 2006).
Mikroba Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk mengkonversi gula menjadi
bioetanol dengan kemampuan konversi yang baik. Proses fermentasi dilakukan selama 3 hari
pada pH 5 dan temperatur 30 C untuk mengetahui kadar bioetanol yang dihasilkan (Bon-Wook
Koo et al., 2010).
Reaksi proses fermentasi pada seccharomyces cerevisiae, yaitu:
C6H12O6 Saccharomyces cerevisiae 2CH3CHOHCOOH + 22,5 kkal
Glukosa Asam Laktat

2.6 DISTILASI
Distilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan kembali, yang dimaksudkan
untuk memisahkan campuran dua atau lebih zat cair ke dalam fraksi-farksinya berdasarkan
perbedaan titik didih. Pada umumnya, pemisahan hasil fermentasi glukosa/dektrosa
menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari komponen-komponen tertentu yang mudah
tercampur. Umumnya destilasi berlangsung pada tekanan atmosfer, contoh dalam hal ini adalah
sistem alkohol air, yang pada tekanan atmosfer memiliki titik didih sebesar 78,6 oC.
(Tjokroadikoesoemo, 1986)

2.7 GEL
Propilenglikol berfungsi sebagai humektan yang akan menjaga kestabilan sediaan dengan
mengurangi penguapan air dari sediaan dan mengabsorbsi lembab dari lingkungan (Martin et al.,
1993)
Kim, S and Dale. 2004. Global potential bioethanol production from wasted crops
and crop residues. Biomass and Bioenergy, Vol. 26, pp. 361-375.

Ballesteros I, Negro MJ, Oliva JM, Cabañas A, ManzanaresP, dan Ballesteros M. 2006. Ethanol
production from steamexplosion pretreated wheat straw. Appl. Biochem. Biotechnol. 130: 496–
508.

Menon V dan Rao M. 2012. Trends in bioconversion of lignocellulose: Biofuels, platform


chemicals & biorefinery concept. Progress in Energy and Combustion Science 8(4): 522–550

Schacht, C., Zetzl, C., & Brunner, G. (2008). From plant materials to ethanol by means of
supercritical fluid technology. The Journal of Supercritical Fluids, 46, 299-321.

Cheng, J. J., & Timilsina, G. R. (2011). Status and barriers of advanced biofuel technologies: A
review. Renewable Energy, 36, 3541-3549.

Kádár, Z., Szengyel, Z., & Réczey, K. (2004). Simultaneous saccharification and
fermentation (ssf) of industrial wastes for the production of ethanol. Industrial Crops and
Products, 20, 103-110

Marques, S., Alves, L., Roseiro, J. C., & GÃ-rio, F. M. (2008). Conversion of recycled paper
sludge to ethanol by shf and ssf using pichia stipitis. Biomass and Bioenergy, 32, 400-406

Bon wook-Koo, Ho-Yong Kim, Nahyun Park,Soo-Min lee, Hwanmyeong Yeo, and In-Gyu Coi.
2010. Organosolv Pretreatment of Liriodendron Tulipifera and Simultaneous Saccharification
and Fermentation for Bioethanol Production. Seoul National University:1835.

Karimi, K., G. Emtiazi, and M. J. Taherzadeh. 2006. Ethanol production from dilute-acid
pretreated rice straw by simultaneous saccharification and fermentation with Mucor indicus,
Rhizopus oryzae, and Saccharomyces cerevisiae. Enzyme and Microbial Technology

Tjokroadikoesoemo, S, 1986, “ HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya”, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Martin, A., Bustamante, P., & Chun, A.H.C., 1993, Physical Pharmacy, 4th Ed., 324-361, Lea
and Febiger, Philadelphia, London.

Anda mungkin juga menyukai