Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/315940859

PENATAAN SERTIFIKASI KOMPETENSI AWAK KAPAL PENANGKAP IKAN DI


INDONESIA

Article · February 2017


DOI: 10.24319/jtpk.7.145-152

CITATIONS READS

0 3,483

3 authors, including:

Budhi Hascaryo Iskandar


Bogor Agricultural University
89 PUBLICATIONS   74 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Experimental Bilge Keel Rolling View project

Casualty of Roro Ship in Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Budhi Hascaryo Iskandar on 17 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 2 November 2016: 146-152_____________ISSN 2087-4871

PENATAAN SERTIFIKASI KOMPETENSI AWAK


KAPAL PENANGKAP IKAN DI INDONESIA

ARRANGEMENT OF CERTIFICATION COMPETENCE CREW


OF FISHING VESSEL IN INDONESIA

Muhammad Syarif Budiman1, Budi Hascaryo Iskandar2, Deni Achmad Seboer3


1,3
Stasiun Lapang Kelautan
2
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Korespondensi: budimansyarif75@gmail.com, ryo@psp-ipb.org, denisoeboer@gmail.com

ABSTRACT

Competence crew of fishing vessels is one of the main factors supporting the success of fishing operations. Mastery
of crew competence evidenced by a certificate of competence gained through education and training as well as
certification testing crew of the fishing vessel by the competent authority. Crew competency standards fishing vessels
must conform to the size of the vessel (ship’s length and gross tonnage) and area fishing operations. This study aims
to assess the gap that occurs between the crew competency certificates fishing vessels with provisions of existing
law in Indonesia as well as a contributing factor. Research has been done on the ship measuring more than 30 GT
in Pelabuhanratu Nusantara Fishery Port and Fishing Port Ocean Nijam Zachman Muara Baru Jakarta. Primary data
obtained from the evidence documents crew (BST, seaman books, Ankapin, Atkapin, SKK) who were on board.
Secondary data were obtained from the Sijil Crew, SPB, vessel size (length and GT), the area of fishing operations
as well as legislation on the manning of fishing vessels that apply in Indonesia. Data processing was performed
using descriptive analysis with qualitative approach. The results showed the majority of the crew of the fishing vessel
Indonesia does not have a certificate of competence in accordance with applicable regulations. This is caused by
the publication dispensation SPB and certification test execution time constraints. The authorities should make clear
deadline for publishing the dispensation of SPB and multiply the time and place of the certification test that is easily
accessible by the crew.

Keyword: competence, crew, fishing vessels. fishing operation

ABSTRAK

Kompetensi awak kapal penangkap ikan merupakan salah satu faktor utama penunjang keberhasilan operasi
penangkapan ikan. Penguasaan kompetensi awak kapal dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang didapatkan melalui
pendidikan dan latihan serta uji sertifikasi awak kapal penangkap ikan oleh badan berwenang. Standar kompetensi
awak kapal penangkap ikan harus sesuai dengan ukuran kapal (panjang kapal dan gross tonage) dan wilayah operasi
penangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesenjangan yang terjadi antara sertifikat kompetensi awak kapal
penangkap ikan dengan ketentuan perundangan yang berlaku di Indonesia beserta faktor penyebabnya. Penelitian
telah dilakukan pada kapal ukuran lebih dari 30 GT di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu dan Pelabuhan
Perikanan Samudra Nizam Zachman Muara Baru Jakarta. Data primer diperoleh dari bukti dokumen awak kapal
(BST, buku pelaut, Ankapin, Atkapin, SKK) yang berada diatas kapal. Data sekunder diperoleh dari Sijil Awak Kapal,
SPB, ukuran kapal (panjang dan GT), wilayah operasi penangkapan serta peraturan perundangan tentang pengawakan
kapal penangkap ikan yang berlaku di Indonesia. Pengolahan data dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas awak kapal penangkap ikan Indonesia belum
memiliki sertifikat kompetensi sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh dispensasi penerbitan SPB
dan keterbatasan waktu pelaksanaan uji sertifikasi. Pihak berwenang harus tegas menentukan batas waktu dispensasi
penerbitan SPB serta memperbanyak waktu dan tempat uji sertifikasi yang mudah diakses oleh awak kapal.

Kata kunci: awak kapal, kapal penangkap ikan, kompetensi. operasi penangkapan

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB__________________________ E-mail: jurnalfpik.ipb@gmail.com


ISSN 2087-4871

PENDAHULUAN Menurut Peraturan Pemerintah


RI Nomor 51 Tahun 2002 tentang
Latar belakang Perkapalan, awak kapal perikanan adalah
orang yang bekerja di kapal perikanan
Setiap kapal yang berlayar harus (kapal penangkap ikan, kapal pendukung
berada dalam kondisi laik laut sehingga operasi penangkapan, kapal pengangkut
menjamin keselamatan dan keamanan hasil tangkapan, pembudidayaan ikan,
selama kapal berlayar. Kapal yang laik pengolahan ikan, pelatihan/penelitian
laut adalah keadaan kapal yang memenuhi perikanan) dengan beban tugas sesuai yang
persyaratan keamanan dan keselamatan tertera dalam buku sijil.
kapal, pencegahan pencemaran lingkungan Menurut Undang-undang Perikanan
perairan dari kapal, pengawakan, peralatan Nomor 45 Tahun 2009, Kapal perikanan
navigasi dan peralatan keselamatan, garis adalah kapal, perahu, atau alat apung
muat, pemuatan, kesejahteraan awak lainnya yang digunakan untuk kegiatan
kapal dan kesehatan penumpang, status penangkapan ikan, mendukung operasi
hukum kapal, manajemen keselamatan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan,
dan pencegahan pencemaran perairan dari pengangkutan ikan, pengolahan ikan,
kapal, serta manajemen keamanan kapal pelatihan perikanan dan penelitian/
untuk berlayar di perairan tertentu. eksplorasi perikanan.
FAO (2000) dalam Suwarjo (2010) Menurut Undang-undang RI Nomor 17
menyatakan bahwa kegiatan penangkapan Tahun 2008 tentang Pelayaran, Setiap awak
ikan di laut merupakan pekerjaan yang kapal berhak mendapatkan kesejahteraan
paling berbahaya di dunia. Profesi pelaut (gaji, jam kerja, jam cuti asuransi, dll) yang
memiliki karateristik “3D” yaitu dangerous dicantumkan di dalam Perjanjian Kerja Laut
(berbahaya), dirty (kotor) dan difficult (sulit). (PKL). Awak kapal harus memiliki PKL dan
Tingkat kecelakaan kapal penangkap ikan disijil sesuai dengan sertifikat kompetensi
di dunia rata-rata 80 orang setiap 100.000 dan sertifikat keahliannya.
awak kapal, hal ini meningkatkan perhatian Menurut Peraturan Pemerintah RI
badan dunia (IMO, FAO, ILO) terhadap Nomor 07 Tahun 2011 tentang Kepelautan.
peningkatan keselamatan tenaga kerja Dokumen pengawakan kapal terdiri dari
kapal penangkap ikan. Penyebab kecelakaan perjanjian kerja laut, sijil awak kapal, buku
utama pada kapal penangkap ikan adalah pelaut, sertifikat kompetensi dan sertifikat
rendahnya kesadaran awak kapal tentang keahlian yang sesuai dengan jabatan diatas
penting keselamatan kerja pada kegiatan kapal. Dokumen sertifikat kompetensi
penangkapan ikan baik keselamatan awak awak kapal harus selalu dibawa selama
kapal, kapal, muatan serta lingkungan kapal melakukan operasi penangkapan
perairannya. dan dilampirkan bersama dokumen kapal
Arsham Mazaheri et al. (2015) banyak lainnya pada saat mengajukan Surat Izin
kecelakaan kapal terjadi akibat kesalahan Berlayar dari syahbandar.
awak kapal dalam membaca situasi dalam Menurut Kepmenhub No.9 Tahun
bernavigasi sehingga mengakibatkan 2005 tentang Pendidikan dan Latihan, Ujian
kesalahan dalam pengambilan keputusan. serta Sertifikasi Pelaut Kapal Penangkap
Kesalahan terjadi akibat lemahnya Ikan, sertifikat keahlian (Certificate of
kompetensi, sehingga sangat diperlukan Proficiency/COP) awak kapal perikanan
penyusunan peraturan yang mengatur terdiri dari Ahli Nautika Kapal Penangkap
kompetensi pengawakan kapal. Ikan (ANKAPIN) untuk perwira dek dan Ahli
Menurut Gael Morel dan Christine Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat
Chauvin (2006), besaran gaji pekerja awak (ATKAPIN) untuk perwira mesin. Standar
kapal penangkap ikan diberikan dengan uji mutu sertifikat tersebut mengacu pada
sistem bagi hasil. Semakin banyak hasil peraturan international Standar Training of
tangkapan, maka gaji yang diterima akan Certificate Watchkeeping–Fisheries (STCW-F)
semakin besar. Hal ini menyebabkan awak 1995 dari International Maritim Organozation
kapal penangkap ikan seringkali bekerja (IMO).
melewati batas standar keselamatan Kewenangan pengawakan kapal
demi mendapatkan hasil tangkapan yang penangkap ikan didasarkan pada tiga
banyak. Sehingga diperlukan perubahan faktor utama yaitu Gross Tonage (GT) kapal,
dalam sistem penggajian, agar awak kapal panjang kapal dan wilayah operasi pelayaran.
tetap bekerja sesuai dengan batas standar Berdasarkan GT-nya, pengawakan kapal
keamanan dan keselamatan. penangkap ikan dikelompokan menjadi 3

Penataan Sertifikasi Kompetensi........................................................................................................(BUDIMAN et al.) 147


yaitu : Indonesia yang tidak memiliki sertifikat
1. Kapal 30 - 60 GT, COP Nahkoda kompetensi yang sesuai dengan peraturan
Ankapin III, KKM Atkapin III. perundangan yang berlaku. Penelitian ini
2. Kapal 60 - 88 GT, COP Nahkoda bertujuan untuk mengkaji kesenjangan yang
Ankapin II, KKM Atkapin II. terjadi antara sertifikat kompetensi awak
3. Kapal > 88 GT, COP Nahkoda Ankapin kapal penangkap ikan dengan ketentuan
I, KKM Atkapin I. perundangan yang berlaku di Indonesia.
Berdasarkan ukuran panjang
kapalnya, kewenangan pengawakan kapal METODE PENELITIAN
penangkap ikan dikelompokan menjadi 3
yaitu : Penelitian ini menggunakan metode
1. Kapal panjang < 12M, COP Nahkoda survei dengan dianalisis secara deskriptif
Ankapin III, KKM Atkapin III. dengan pendekatan kualitatif. Permasalahan
2. Kapal panjang 12 - 24M, COP Nahkoda utama dalam penelitian ini adalah awak
Ankapin II, KKM Atkapin II. kapal penangkap ikan Indonesia banyak yang
3. Kapal panjang > 24M, COP Nahkoda tidak memiliki sertifikat kompetensi sesuai
Ankapin I, KKM Atkapin I. ketentuan perundangan yang berlaku. Hal
Berdasarkan wilayah operasinya, ini merupakan salah satu penyebab terjadi
kewenangan pengawakan kapal penangkap Ilegal, Unreported, Unregulated (IUU) fishing
ikan dikelompokkan menjadi 3 yaitu : di Indonesia.
1. Wilayah operasi perairan < 60 Mil dan Penelitian lapang dilakukan pada bulan
tidak termasuk ZEE Indonesia, COP Oktober 2015–Januari 2016 dilaksanakan
Nahkoda Ankapin III, KKM Atkapin III. di PPN Palabuhanratu dan PPS Muara Baru
2. Wilayah operasi > 60 mil dan tidak Jakarta. Target penelitian adalah kapal-
termasuk ZEE Indonesia, COP Nahkoda kapal penangkap ikan dengan ukuran > 30
Ankapin II, KKM Atkapin II. GT dengan jumlah sample 100 kapal (25
3. Wilayah operasi ZEE Indonesia, COP kapal di PPN Palabuhanratu, 75 kapal di PPS
Nahkoda Ankapin I, KKM Atkapin I. Muara Baru Jakarta).
Sertifikat keterampilan (Certificate of Pengambilan data dilakukan
Competency/COC) awak kapal penangkap menggunakan metode survei lapangan
ikan terdiri dari : Basic Safety Training for dengan wawancara dan kuesioner. Data
all fishing vessel personal (BST-F), Advance primer diperoleh dari bukti dokumen
Fire Figthing (AFF), Medical Emergency First awak kapal (BST), buku pelaut, Ankapin,
Aid (MEFA), Medical Care on Board (MC), Atkapin, Surat Kecakapan Khusus/SKK)
Radar Simulator, General Maritim Distress yang berada diatas kapal. Data sekunder
and Safety System (GMDSS, Survival Craft diperoleh dari Sijil Awak Kapal, SPB, ukuran
and Rescue Boat (SCRB),Shif Security kapal (panjang dan GT), wilayah operasi
Officer (SSO), Electronic Chart Display and penangkapan serta peraturan perundangan
Information System (ECDIS). tentang pengawakan kapal penangkap ikan
Menurut Peraturan Menteri dan yang berlaku di Indonesia.
Kelautan Perikanan RI Nomor : 08/PERMEN-
KP/ 2012 tentang Kepelabuhan Perikanan, HASIL DAN PEMBAHASAN
setiap kapal ikan yang akan berlayar wajib
mendapatkan Surat Persetujuan Berlayar Dalam kegiatan penelitian ini, awak
dari Syahbandar Perikanan. kapal dikelompokkan menjadi dua yaitu
Menurut Peraturan Menteri Kelautan perwira (nakhoda, mualim, Kepala Kamar
dan Perikanan RI Nomor : 3/PERMEN- Mesin/KKM, masinis) dan non perwira
KP/2013 Kesyahbandaran di Pelabuhan (bosman, ABK). Setiap awak kapal wajib
Perikanan, salah satu syarat penerbitan SPB memiliki sertifikat BST dan buku pelaut.
adalah sertifikat kelayakan pengawakan Awak kapal dengan jabatan perwira dek wajib
nakhoda dan Anak Buah Kapal (ABK). memiliki sertifikat Ankapin dan sertifikat
Kelengkapan dokumen pengawakan Atkapin untuk perwira mesin. Tingkatan
kapal terdiri dari sijil awak kapal, buku sertifikat Ankapin dan Atkapin seorang
pelaut, COC dan COP. Dokumen sertifikat perwira harus sesuai dengan klasifikasi
kompetensi awak kapal tersebut harus kapal berdasarkan ukuran panjang kapal,
berada diatas kapal selama kapal beroperasi GT dan wilayah operasi.
dan wajib dilampirkan pada saat kapal Pimpinan tertinggi diatas kapal adalah
mengajukan SPB di syahbandar perikanan. nakhoda. Saputra et al. (2013) menyatakan
Saat ini banyak awak kapal penangkap ikan bahwa seorang nakhoda sepenuhnya

148 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 2 November 2016: 146-152
ISSN 2087-4871

bertanggung jawab untuk memperlengkapi Gambar 5 menunjukkan bahwa


kapalnya dengan sempurna, mengawaki berdasarkan tahun penerbitan sertifikat,
kapalnya secara layak sesuai prosedur, ditemukan sertifkat SKK yang terbit setelah
membuat kapalnya layak laut, bertanggung Tahun 2005. Dalam Peraturan Menteri
jawab atas keselamatan pelayaran, Perhubungan No 9 Tahun 2005 menyatakan
bertanggung jawab atas para pelayar yang bahwa sertifikat yang diakui untuk perwira
ada diatas kapal, dan memenuhi perintah kapal ikan adalah Ankapin dan Atkapin.
pengusaha kapal selama tidak menyimpang Berdasarkan dokumen Sertifikat
dari peraturan perundangan yang berlaku. Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap
Gambar 1 menunjukkan sebaran Ikan dan Sijil Awak Kapal, setiap kapal
pelabuhan pangkalan berdasarkan data terdiri mulai 12 sampai 16 orang awak kapal
didalam Surat Izin Usaha Penangkapan terdiri dari nakhoda, wakil nakhoda, KKM,
(SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) wakil KKM, Bosman dan ABK. Diperkirakan
dari 100 kapal sample. Masing-masing kapal dari 1400-an awak kapal tersebut tidak
memiliki 1-4 pelabuhan pangkalan. Total memiliki kualifikasi sertifikat kompetensi
ada 16 pelabuhan perikanan yang menjadi sesuai ketentuan perundanganyang berlaku
pangkalan tersebar mulai pelabuhan Sabang sehingga menjadi salah satu penyebab
(Indonesia bagian barat) sampai Pelabuhan terjadi IUU fishing di Indonesia.
Ambon (Indonesia bagian timur) dengan 4 Data hasil penelitian menunjukkan
lokasi pelabuhan yang paling dominan yaitu bahwa kondisi awak kapal penangkap
PPS Jakarta, PPS Benoa, PPS Cilacap dan ikan saat ini belum memenuhi persyaratan
PPN Pelabuhanratu. Data ini menunjukkan pengawakan yang sesuai dengan aturan
bahwa dengan kondisi pengawakan kapal Peraturan Menteri Perhubungan Nomor :
seperti saat ini, syahbandar dari pelabuhan- KM 9 tahun 2005 tentang Pendidikan dan
pelabuhan tersebut masih memberikan izin Latihan, Ujian serta Sertifikasi Pelaut Kapal
operasi kepada kapal-kapal tersebut dengan Penangkap Ikan. Hal ini disebabkan oleh
menerbitkan SPB. beberapa faktor penyebab, antara lain :
Gambar 2 menunjukkan 48% kapal dispensasi penerbitan SPB, keterbatasan
berukuran 30–60 GT. Menurut peraturan waktu pelaksanaan uji sertifikasi, serta
nakhoda wajib memiliki sertifikat Ankapin lama waktu dan biaya uji sertifikasi. Sudah
III, hanya 15% yang memiliki sertifikat 11 tahun peraturan ini ditetapkan, tetapi
Ankapin III. Ada 16% kapal berukuran 60– belum bisa di implementasikan dengan
80 GT. Menurut peraturan nakhoda wajib baik. Diperlukan langkah tegas dari pihak
memiliki sertifikat Ankapin II, tidak ada berwenang untuk percepatan peningkatan
satupun nakhoda yang memiliki sertifikat kompetensi awak kapal penangkapn ikan
Ankapin II. Ada 36% kapal ukuran > 88 baik melalui program pendidikan dan
GT. Menurut peraturan nakhoda harus latihan formal maupun informal yang mudah
memiliki sertifikat Ankapin I, tidak satu pun diakses di seluruh wilayah Indonesia.
ditemukan nakhoda yang memiliki sertifikat Indriastiwi et al. (2011) menyatakan
Ankapin I. bahwa pemerintah harus mengambil
Gambar 3 menunjukkan 2% kapal langkah tegas dalam pemenuhan kebutuhan
beroperasi di seluruh Alur Pelayaran kompetensi sumberdaya manusia sesuai
Indonesia (API) kecuali ZEEI. Menurut dengan kualifkasi yang dibutuhkan baik
peraturan nakhoda wajib memiliki sertifikat melalui diklat formal maupun informal.
Ankapin II, tidak ada satu orangpun Wahyu P. Anggrahini (2010), menyatakan
nakhoda yang memiliki sertifikat Ankapin II. bahwa perusahaan pelayaran hendaknya
Ada 98% kapal beroperasi di ZEEI. Menurut menyediakan sumberdaya manusia (SDM)
peraturan nakhoda wajib memiliki sertifikat yang kompeten dengan keahlian dan
Ankapin I, tidak ditemukan nakhoda yang keterampilan yang sesuai. Peningkatan
memiliki sertifkat Ankapin I. kemampian SDM dapat dilakukan melalui
Gambar 4 menunjukkan 74% kapal diklat formal maupun informal.
panjang 12–24 meter. Menurut peraturan Muhamad Ainul Huda et al.
nakhoda wajib memiliki sertifikat Ankapin (2012) menyatakan bahwa solusi dalam
II, tidak ditemukan nakhoda yang memiliki upaya mencapai optimalisasi penerapan
sertifikat Ankapin II. Ada 26% kapal panjang regulasi nasional terkait keselamatan
>24 meter. Menurut peraturan nakhoda kapal penangkap ikan yaitu kesesuaian
wajib memiliki sertifikat Ankapin I, tidak persyaratan dengan aspek pertimbangan
ditemukan nakhoda yang memiliki sertifikat teknis kemudian ketegasan aturan
Ankapin I. dengan pertimbangan aspek hukum serta

Penataan Sertifikasi Kompetensi........................................................................................................(BUDIMAN et al.) 149


kesungguhan lembaga terkait dalam
menegakkan aturan yang telah dibuat.

Gambar1. Pelabuhan pangkalan responden kapal

Gambar 2. Ukuran kapal berdasarkan GT

150 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 2 November 2016: 146-152
ISSN 2087-4871

Gambar 3. Kapal berdasarkan wilayah operasi

Gambar 4. Kapal berdasarkan panjang

Gambar 5. Tahun penerbitan COP

Penataan Sertifikasi Kompetensi........................................................................................................(BUDIMAN et al.) 151


KESIMPULAN DAN SARAN pelabuhan. J.Pen.Transla Vol.13 No.1
halaman 1-77 Maret 2011
Kesimpulan Gael M dan Christine C. 2006. A socio-
technical approach of risk management
Sertifikat kompetensi awak kapal applied to collisions involving Fishing
penangkap ikan Indonesia saat ini tidak Vessels. j.ssci.2006.01.002
memiliki kualifikasi sertifikat kompetensi Lazuardi S, Adwani, Mahfud. 2013.
sesuai ketentuan perudangan yang berlaku Tanggung jawab nakhoda kapal cepat
( >90%) sehingga menjadi salah satu pemicu angkutan penyebrangan terhadap
terjadi IUU fishing di Indonesia. Kesenjangan kelaiklautan kapal dalam keselamatan
terjadi akibat dispensasi penerbitan SPB dan keamanan pelayaran. Jurnal Ilmu
oleh syahbandar, keterbatasan waktu Hukum Universitas Syiah Kuala. Vol.2
pelaksanaan uji sertifikasi, serta lama No.2 November 2013.
waktu dan biaya uji sertifikasi. Muhammad A H, Herry B, Indradi S. 2012.
Implementasi regulasi nasional terkait
Saran keselamatan kapal penangkap ikan di
PPN Pekalongan. Journal of Fisheries
Pemerintah atau lembaga terkait Resourches Utilization Management
harus segera memberikan ketegasan and Technology Volume 1, Nomor 1,
mengenai batas waktu dispensasi SPB, Tahun 2012 Hlm 87 -96
agar perusahaan perikanan dan awak kapal Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
segera mengikuti diklat uji sertifikasi sesuai Nomor : 51 Tahun 2002 tentang
ketentuan. Pemerintah menambah frekuensi Perkapalan
diklat uji sertifikasi dan menyiapkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor :
tempat yang mudah di akses oleh awak KM 9 tahun 2005 tentang Pendidikan
kapal. Perusahaan penangkapan ikan dan latihan, ujian serta sertifikasi
mengarahkan kepada awak kapalnya untuk pelaut kapal penangkap ikan
mengikuti diklat uji sertifikasi sehingga Peraturan Pemerintah RI Nomor 07 Tahun
dapat menunjang kelancaran kegiatan 2011 tentang Kepelautan
operasi penangkapan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor : 07/ PERMEN. KP/ 2011
DAFTAR PUSTAKA tentang sistem standar mutu
pendidikan dan pelatihan, ujian dan
Arsham M, Jakub M, Jari N, Pentti K. sertifikasi pelaut kapal penangkap
2015. Usability of accident and ikan
incident reports for evidence-based Peraturan Menteri dan Kelautan Perikanan
risk modeling – A case study on ship RI Nomor : 08/PERMEN-KP/ 2012
grounding reports. Safety Science 76 tentang kepelabuhan perikanan
(2015) 202 -214 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Djojo S, John H, Indra J, Soen’an HP. 2010. RI Nomor : 3/PERMEN-KP/2013
Keselamatan kapal penangkap ikan, Kesyahbandaran di pelabuhan
tinjauan dari aspek regulasi nasional perikanan
dan international. Jurnal Teknologi Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2008
Perikanan dan Kelautan. Vol 1 No 1. tentang pelayaran
November 2010:1-13 Undang-undang Perikanan Nomor 45 Tahun
Fitri I, Dienda R P. 2011. Kebutuhan 2009 tentang perikanan
kualifikasi sumberdaya manusia Wahyu PA. 2010. Kajian penerapan
otoritas pelabuhan dalam rangka manajemen keselamatan dan
pelaksanaan tupoksi otoritas keamanan pengoperasian kapal

152 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 2 November 2016: 146-152

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai