Anda di halaman 1dari 3

DISKUSI MINGGUAN HARI JUM’AT

Jum’at, 3 April 2020


HADITS TENTANG NIAT
Oleh: Alfi Qonita Badi’ati

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ِ َ َ‫اب ر ِض ي اهلل َتع اىَل عْن ه ق‬ ٍ ‫َع ْن أ َِمرْيِ الْ ُم ْؤ ِمنِنْي َ أَيِب َح ْف‬
ُ‫ص لَّى اهلل‬ َ ‫ت َر ُس ْو َل اهلل‬ ُ ‫ مَس ْع‬: ‫ال‬ ُ َ َ ُ َ َ ِ َّ‫ص عُ َم َر بْ ِن اخْلَط‬
ِ َ‫ات وإِمَّنَا لِ ُك ل ام ِر ٍئ م ا نَ وى فَمن َك ان‬ ِ ِ ُ ‫ إِمَّنَا اْأل َْعم‬: ‫َتعاىَل علَي ِه وعلَى آلِِه وسلَّم ي ُقو ُل‬
ُ‫ت ه ْجَرتُه‬ ْ ْ َ َ َ ْ ِّ َ َّ‫ال بالِّني‬ َ ََْ ََ ََ َْ َ
ِ ٍ ِ ِ ِ َ‫اهلل ورس ولِِه ومن َك ان‬ ِ ِ ِِ ِ ِ
ُ‫ت ه ْجَرتُ هُ ل ُد ْنيَا يُص ْيُب َها أَ ِو ْام َرأَة َيْنك ُح َه ا فَ ِه ْجَرتُ ه‬
ْ ْ َ َ ْ ُ َ َ ‫إىَل اهلل َو َر ُس ْوله فَ ِه ْجَرتُ هُ إىَل‬
.‫اجَر إِلَْي ِه‬َ ‫إىَل َما َه‬
ِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang
ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan
Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya,
maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan
Muslim, no. 1907]

Sababul Wurud Hadits

Hadits ini merupakan komentar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang laki-laki
yang berhijrah dari mekkah ke Madinah bukan karena mencari keutamaan hijrah tetapi karena
mengincar seorang wanita yang ingin dinikahinya. Berkata Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id: “Mereka
meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang berhijrah dari Mekkah menuju Madinah, dengan
hijrahnya itu dia tidak menghendaki keutamaan hijrah. Dia hanya menghendaki agar dapat
menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qais.” (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al
Arba’in An Nawawiyah, Hal. 27. Maktabah Al Misykah. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 1/10.
Darul Fikr)

Di dalam sejarah, laki-laki tersebut dikenal dengan sebutan Muhajir Ummu Qais. Walaupun
sababul wurud hadits ini karena laki-laki tersebut, namun nilai dan hukum yang terkandung di
dalamnya juga berlaku bagi manusia lain secara umum. Hal ini sesuai kaidah: Al ‘Ibrah bi
‘umumil lafzhi laa bi khushushis sabab (Pelajaran bukanlah diambil dari sebabnya yang spesifik,
tetapi dari makna lafaznya secara umum).

Penjelasan
Niat yang yang terkandung dalam hati seseorang sewaktu melakukan amal perbuatan
menjadi kriteria yang menentukan nilai dan status hukum amal yang dilakukannya. Apakah nilai
dari perbuatan itu sebagai amal syariat atau perbuatan kebiasaan. Jika ia sebagai amal syariat,
wajib atau sunat atau lain sebagainya ditentukan oleh niat pelakunya. Tujuan utama
disyariatkannya niat adalah untuk membedakan antara perbuatan-perbuatan ibadat dengan
perbuatan adat dan untuk menentukan tingkatan ibadat satu sama lain. Para fuqaha berbeda
pendapat dalam mendudukkan niat. Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal
mendudukkan niat sebagai syarat perbuatan. Sedang Imam Syafii mendudukkannya sebagai
rukun perbuatan. Syarat adalah ketentuan yang harus dilakukan mukallaf sebelum terjadinya
perbuatan sedang rukun adalah ketentuan yang harus dilakukan bersama dengan perbuatan.
Akibat dari perselisihan tersebut akan membawa dampak hukum.

Secara bahasa niat berarti maksud (al-Qashd). Sedangkan Syihab al-Din dan ‘Umayrah
berpendapat bahwa niat secara bahasa berarti al-‘azm atau al-qashd.

Niat secara istilah adalah :

Mengerjakan sesuatu disertai dengan pelaksanaannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah


rahimahullah menjelaskan, “Siapa saja yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara
pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk
menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat. Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau
melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan
tidak berniat, maka sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap
orang yang hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti
ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat.” (Majmu’ah Al-Fatawa,
18:262)

Dasar al-Qur’an mengenai niat:

Tujuan utama disyariatkannya niat adalah untuk membedakan antara ibadat dengan adat
(kebiasaan), dan untuk membedakan tingkatan ibadat antara satu dengan yang lainnya. Misalnya,
seseorang yang tinggal di Mesjid, ini mempunyai 2 kemungkinan, apakah I’tikaf atau hanya
numpang istirahat. I’tikaf harus disertai dengan niat agar mendapat pahala dari Allah SWT bagi
yang melakukannya, sedangkan untuk istirahat tidak perlu niat, dan karena itulah pelaku tidak
mendapatkan pahala.

Pendapat Para Ulama tentang Hadits Niat:

1- Dalam Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam (1:61), Imam Ahmad sebagai salah satu hadits


pokok dalam agama kita (disebut ushul al-islam).
2- Imam Ibnu Daqiq Al-‘Ied dalam syarhnya (hlm. 27) menyatakan bahwa Imam Syafi’i
mengatakan kalau hadits ini bisa masuk dalam 70 bab fikih dan bahwa hadits ini
sebagai tsulutsul Islam (sepertiganya Islam).

Hadits lain tentang niat juga dijelaskan dalam hadis di bawah ini:

‫ول اللَّ ِه‬ ِ ِ ِ‫هِل‬ ِ ‫ فَِإ َذا َكانُوا بَِبْي َداءَ ِم َن األ َْر‬، َ‫ش الْ َك ْعبَة‬
َ ‫ت يَا َر ُس‬ُ ‫ت ُق ْل‬ ْ َ‫ قَال‬. ‫ف بِأ ََّو ْم َوآخ ِره ْم‬ُ ‫ض خُيْ َس‬ ٌ ‫َي ْغُزو َجْي‬
‫ ثُ َّم‬، ‫آخ ِر ِه ْم‬
ِ ‫ال خُيْس ف بِأ ََّوهِلِم و‬
َْ ُ َ َ َ‫ ق‬. ‫س مْن ُه ْم‬
ِ ‫ وفِي ِهم أَس وا ُقهم ومن لَي‬، ‫آخ ِر ِهم‬
َ ْ ْ ََ ْ ُ َْ ْ َ ْ
ِ ‫َكيف خُيْسف بِأ ََّوهِلِم و‬
َْ ُ َ َ ْ
‫ُي ْب َعثُو َن َعلَى نِيَّاتِ ِه ْم‬
“Akan ada satu kelompok pasukan yang hendak menyerang Ka’bah, kemudian setelah mereka
berada di suatu tanah lapang, mereka semuanya dibenamkan ke dalam perut bumi dari orang
yang pertama hingga orang yang terakhir.” ‘Aisyah berkata, saya pun bertanya, “Wahai
Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir,
sedangkan di tengah-tengah mereka terdapat para pedagang serta orang-orang yang bukan
termasuk golongan mereka (yakni tidak berniat ikut menyerang Ka’bah)?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka semuanya akan dibenamkan dari yang pertama sampai
yang terakhir, kemudian nantinya mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niat mereka.”
(HR. Bukhari, no. 2118 dan Muslim, no. 2884, dengan lafal dari Bukhari).

Anda mungkin juga menyukai