Anda di halaman 1dari 13

Makalah Pengetahuan Lingkungan

PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN ENERGI

Di Susun Oleh

Kelompok IV

M. Ibnu Hidayat/17010108037

Muhamad Lutfi/17010108018

Meli Julianti/17010109015

Suwarnia/17010108007

Rasni/17010108005

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Indonesia dikaruniai sumber daya alam dan energi yang melimpah. Di


sebutkan potensi sumber daya alam dan cadangan mineral metalik, tersebar di 437
lokasi di Indonesia Bagian Barat dan Timur seperti tembaga dan emas di Papua,
emas di Nusa Tenggara, nikel di Sulawesi dan Kepulauan Indonesia Timur,
bauksit dan batubara di Kalimantan. Dalam dunia pertambangan, Indonesia
memang dikenal sebagai negara kaya dengan kandungan mineral yang siap di
angkat kapan saja.Meskipun Indonesia menempati posisi produsen terbesar kedua
untuk komoditas timah, posisi terbesar keempat untuk komoditas tembaga, posisi
kelima untuk komoditas nikel, posisi terbesar ketujuh untuk komoditas emas.
Konsep dasar hak menguasai negara atas kekayaan sumber daya alam oleh
negara termuat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: “bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Ketentuan pasal 33
ayat (3), dapat diartikan dalam hubungan antara negara dengan bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah hubungan
penguasaan.Artinya bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
itu dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran
rakyat, termasuk dalam hal kekayaan sumber daya alam berupa mineral dan
batubara.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
2. Kecelakaan di pertambangan
3. Penyehatan lingkungan pertambangan
4. Pencemaran dan penyakit –penyakit yang mungkin timbul

C. Tujuan

Adapun tujuan pada makalah ini yaitu sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui cara pengolaan pembangunan pertambangan
2. Untuk mengetahui kecelakaan di pertambangan
3. Untuk mengetahui penyehatan lingkungan pertambangan
4. Untuk mengetahui pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul

5.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Cara pengelolaan pembangunan pertambangan


1. Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk ke dalam kajian studi AMDAL karena
merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan
sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai
kegiatan ini adalah
a. Pengamatan melalui udara
b. Survey geofisika
c. Studi sedimen di aliran sungai dan
d. Studi geokimia yang lain
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstraksi bahan mineral didunia
dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya
dilakukan dengan open pit mining, strip mining, dan quarrying.
a. Open Pit Mining
Penambangan dengan metode tambang terbuka adalah suatu kegiatan
penggalian bahan galian seperti batu bara, ore (bijih), batu dan sebagainya
di mana para pekerja berhubungan langsung dengan udara luar dan iklim.
Tambang terbuka (open pit mining) juga disebut dengan open cut mining;
adalah metode penambangan yang dipakai untuk menggali mineral deposit
yang ada pada suatu batuan yang berada atau dekat dengan
permukaan.Metode ini cocok dipakai untuk ore bodies yang berbentuk
horizontal yang memungkinkan produksi tinggi dengan ongkos rendah.
Walaupun “stripping” dan “quarrying” termasuk ke dalam open pit
mining, namun strip mining biasanya dipakai untuk penambangan
batubara dan quarry mining yang berhubungan dengan produksi non-
metallic minerals seperti dimension stone, rock aggregates, dll.
b. Strip Mining
Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu
bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral.Setelah mineral
diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang
lama.Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang
yangdihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini
biasanya digunakan untuk menggali deposit batu bara yang tipis dan datar
yang terletak di dekat permukaan tanah.
c. Quarrying
Bertujuan untuk mengambil batuan ornamen, bahan bangunan seperti
pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan, semen, beton dan batuan urugan jalan
makadam.Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak
jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka
jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar. Produktivitas
tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang terbuka,
karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam lubang
tambang lebih terbatas. Kegiatan ekstraksi menghasilkan limbah dan produk
samping dalam jumlah yang sangat banyak.Limbah utama yang dihasilkan
adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan
limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak mengandung mineral, yang
menutupi atau berada di antara zona mineralisasi atau batuan yang
mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk
diolah.Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi
sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat
pembuatan terowongan, pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta
batuan yang berada bersamaan dengan singkapan bijih.
2. Reklamasi Setelah Pasca Tambang
a. Decommissioning dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan
menurun dan tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena
tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi tambang yang
ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi.Pada prinsipnya
kawasan atau sumber daya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan
pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif
melalui rehabilitasi.Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk
bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi.Selain itu rehabilitasi
juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang
memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif.
b. Metode Pengelolaan Lingkungan
Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktivitas tambang,
diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan
terukur.Pengelolaan lingkungan di sektor pertambangan biasanya
menganut prinsip Best Management Practice. US EPA (1995)
merekomendasikan beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya
pengendalian dampak kegiatan tambang terhadap sumber daya air,
vegetasi dan hewan liar. Beberapa upaya pengendalian tersebut adalah:
1. Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah
sedimen yang keluar dari lokasi penambangan
2. Mengembangkan rencana sistim pengendalian tumpahan untuk
meminimalkan masuknya bahan B3 ke badan air
3. Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
4. Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida
terhadap burung dan hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam
pengendapan tailing atau dengan memasang pagar dan jaring untuk
5. Mencegah hewan liar masuk ke dalam kolam pengendapan tailing
6. Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang
menghalangi jalur migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak
dapat dihindari gunakan terowongan, pintu-pintu, dan jembatan
penyeberangan bagi hewan liar.
7. Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi
jumlah jalan akses dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak
digunakan lagi.
8. Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang.

B. Kecelakaan di Pertambangan
Berdasarkan Kepmen 555 tahun 1995 tentang keselamatan dan kesehatan kerja
pertambangan umum, kecelakaan tambang harus memenuhi lima kriteria. Adapun
kriteria kecelakaan tambang adalah sebagai berikut:

1. Benar-benar terjadi
Bahwa kecelakaan ini memang benar terjadi, dapat dibuktikan, ada
korbannya, dan bukan merupakan kecelakaan yang disengaja (kriminal).
Bagaimana cara mengetahui itu kriminal atau bukan.?Itu tugas investigator
untuk mencari penyebab kecelakaan tersebut, dan jika terbukti ada unsur
kriminal, maka kasus ini dapat dilimpahkan ke pihak kepolisian.
2. Mengakibatkan cedera pada pekerja tambang atau orang yang diberi ijin oleh
Kepala Teknik Tambang (KTT).
Agar kecelakaan itu dikategorikan kecelakaan tambang maka orang
yang cedera harus pekerja tambang, jika yang mengalami cedera adalah orang
luar (selain karyawan perusahaan tambang) maka kecelakaan itu tidak dapat
dikategorikan kecelakaan tambang.Selain pekerja tambang, tamu yang
memasuki area konsesi dan telah mendapat ijin dari KTT jika terjadi
kecelakaan yang mengakibatkan cedera terhadap tamu tersebut dikategorikan
kecelakaan tambang.
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan
Apabila kecelakaan yang menimpa pekerja tambang tidak terjadi
akibat kegiatan usaha pertambangan maka kecelakaan tersebut tidak dapat
dikategorikan menjadi kecelakaan tambang.Sebagai contoh, seorang pekerja
tambang pada saat jam istirahat memancing ikan di kolam dekat tambang dan
tenggelam, maka kecelakaan tersebut tidak bisa dikategorikan kecelakaan
tambang.
4. Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cedera atau setiap saat
orang yang diberi izin
Suatu kecelakaan dikategorikan kecelakaan tambang jika terjadi pada
jam kerja pekerja tambang yang Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang
mendapat cedera atau setiap saat orang yang diberi izin mengalami cedera.
Sebagai contoh : seorang pekerja tambang (pekerja A) jam kerjanya adalah
pukul 07:00 – 17:00 (shift siang), pada saat malam hari pekerja tersebut ikut
rekan kerjanya (pekerja B) mengendarai sarana ke tambang. Pada saat itu
terjadi kecelakaan dan mengakibatkan pekerja tambang A cedera patah tulang,
namun pekerja B tidak mengalami cedera. Maka kecelakaan tersebut tidak
bisa dikategorikan kecelakaan tambang.
5. Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah
proyekKecelakaan yang dikategorikan kecelakaan tambang harus terjadi pada
wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek. Wilayah kegiatan
usaha pertambangan adalah sesuai dengan luasan yang tertera pada ijin
penambangan (PKP2B, KP, KK, IUJP). Untuk wilayah proyek adalah wilayah
di luar wilayah kegiatan usaha pertambangan, namun masih berkaitan dengan
kegiatan pertambangan. Wilayah proyek ditentukan oleh pemerintah daerah
setempat.

Sebagai contoh : kecelakaan terjadi di area pelabuhan yang


mengakibatkan cedera pekerja tambang, selama pelabuhan tersebut mendapat
ijin dari pemerintah daerah untuk jadi wilayah proyek, maka kecelakaan
tersebut dapat dikategorikan kecelakaan tambang.
Yang perlu diingat adalah suatu kecelakaan dapat dikategorikan
menjadi kecelakaan tambang jika memenuhi lima kriteria di atas. Apabila
salah satu tidak memenuhi, maka kecelakaan tersebut bukan kecelakaan
tambang.
C. Penyehatan lingkungan pertambangan
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu
lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan
kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan
kesehatan.
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
1. Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
2. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
3. Pengendalian dampak risiko lingkungan
4. Pengembangan wilayah sehat.

Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai


pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat di
mana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling
kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya
yaitu dari hulu berbagai lintas sektor ikut serta berperan (Perindustrian, KLH,
Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen
Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.

D. Pencemaran dan Penyakit-Penyakit yang Timbul Akibat Aktivitas


Pertambangan

Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan


kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan
(merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang
disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri,
minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga
mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo,
2003).

Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh
kasus keracunan logam berat.Logam berat yang berasal dari limbah tailing
perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian
besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari
lingkungan.

Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil,


pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg)
digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang
berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya
dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah.Selain itu, untuk menekan jumlah
limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat
menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.

Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak


lagi.Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di
dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih
baik.Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan
tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top
soil).Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk
penghijauan setelah penambangan.Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan
yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing
plant dan diolah.Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah
sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika
dibuang.
Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil
pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan.Tailing hasil penambangan
emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara
lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan
emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen
(As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya.
Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang
masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic).Unsur ini


bila bercampur dengan enzim di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya
kemampuan enzim untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang
penting.Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan
dan kulit.Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat
berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil.
Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang
terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya.
Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan
rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.

Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan


melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan
sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan
perolehan (recovery) logam emas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada makalah ini yaitu sebagai berikut


1. Cara pengelolaan pembangunan pertambangan dengan dua cara yaitu
eksplorasi dan reklamasi setelah pasca tambang.
2. Kecelakaan di pertambangan terdapat kriteria kecelakaan di pertambangan
yaitu benar-benar terjadi, Mengakibatkan cedera pada pekerja tambang atau
orang yang diberi ijin oleh Kepala Teknik Tambang (KTT), Akibat kegiatan
usaha pertambangan, Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat
cedera atau setiap saat orang yang diberi izin, dan Terjadi jam kerja pekerja
tambang yang mendapat cedera atau setiap saat orang yang diberi izin.
3. Penyehatan lingkungan pertambangan Adapun kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan tersebut meliputi:
Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar, pemeliharaan, pengawasan
kualitas lingkungan, pengendalian dampak risiko lingkungan, pengembangan
wilayah sehat.
4. Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul. Pencemaran
lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata
lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan
merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh
kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam
berbahaya, dsb.)
DAFTAR PUSTAKA

Erika, Perkembangan Politik Hukum Pertambangan Mineral Dan Batubara dan


Implikasinya Bagi Masyarakat Hukum Adat. Jurnal Jurnal Yuridis Vol. 5
No.1, 2018.h 114-115.

Hamdani, Riki. 2011. Cara Pengelolaan Pembangunan Pertambangan.


https://rikihamdanielektro.wordpress.com/2011/12/12/cara-pengelolaan-
pembangunan-pertambangan-2/. Diakses pada 28 Desember 2019.

Hannita, 2011. Cara Pengolahaan Pembangunan Pertambangan.


http://hannitacambridge.blogspot.co.id/2011/11/normal-0-false-false-false-en-
us-x-none_27.html. Diakses pada 28 Desember 2019.

KotijahSiti, Pengaturan Hukum Pengelolaan Pertambangan Batubara Secara


Berkelanjutan di Kota Samarinda.Jurnal Yuridika Vol 27 No 1.h 47-48.

Anda mungkin juga menyukai