PRO1414351028
PRO1414351028
Masyarakat Lokal
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Slogan ‘tanah untuk pembangunan’ yang digaungkan rezim Orde Baru mengiringi
kebijakan pembangunan yang dikenal ‘Repelita’ mengantarkan Indonesia memasuki babak baru
menjadi Negara Industri. Masuknya investasi modal asing berupa pembangunan industri milik
megakorporasi berupa perusahaan-perusahaan kapitalis ekstraktif seperti PT Exonmobile di
Aceh dan PT Freeport di Papua. Di antara dua ujung timur dan barat Kepulauan Indonesia itu
pun banyak sekali terdapat proyek industrialisasi yang dibangun sepanjang rezim ini.
Pasca tumbangnya Orde Baru digantikan Orde Reformasi hingga sekarang industrialiasi
semakin massif berjalan di bumi Indonesia.Demikian itu semakin kentara setelah dikeluarkannya
Peraturan Presiden tentang Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 2011-2025.Pasalnya, MP3EI ini mendapat dukungan besar dari
Megakorporasi Asing untuk meningkatkan investasinya di Indonesia dan membangun beragai
jenis usaha industri di Indeonesia.Misalnya, China Top 500 Foreign Trade Enterprise
menargetkan investasi sebesar US 80 milyar Dollar. Pada pertemuan Japan Joint Economic
Forum (IJJEF) yang diselenggarakan pada awal tahun 2013 Jepang memberikan investasi
sebesar 100 miliar yen (Rp 140 triliun), utamanya untuk fast-track projects. Tidak ketinggalan,
Amerika Serikat melalui nota kesepahaman (MoU) Cooperation for the Development of
Industrial Sectorsto Support Infrastructure Projects pada 2014 lalu memasukkan investasi
sebesar US$ 5 miliar atau sekitar Rp 47,12 triliun.1
1
Dian Yanuardi dkk, MP3EI; Master Plan Perceoatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia, Tanah Air
Beta : 2014, Yogyakarta.
1
2
Dengan gelontoran investasi asing itu, Indonesia dapat dengan cepat mengubah diri
menjadi Negara Industri.Namun, dalam praktiknya upaya pembangunan ekonomi yang
dilakukan pemeritah itu seringkali justru mendapatkan penolakan dari masyarakat 2.Proyek
pembangunan industri selalu diringi dengan bayang-bayang ancaman krisis ruang hidup
masyarakat pribumi lokal, bahkan tidak jarang menimbukan konflik agraria dan lingkungan.
Dengan dalih masih kekurangan energi listrik, pemerintah pada 4 Mei 2015 lalu
meluncurkan proyek penambahan 35000 Megawatt (MW). Dari program ini, dalam jangka
waktu 5 tahun pemerintah akan membangun 109 pembangkit listrik baru, masing-masing 34
proyek dikerjakan oleh PLN dengan kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh
swasta/Independent Power Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW. Proyek lima tahun
ini akan dicicil dengan perhitungan 7000 MW dalam setahun. Bagi pemerintah, proyek ini
dianggap sangat mendesak, oleh karena itu proyek ini dikukuhkan ke dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Salah satu bagian dari proyek itu rencana pembangunan PLTU unit 2 dan 3 di pesisir
Cirebon. Proyek PLTU 2 yang berkapasistas kapasitas 1×1.000 MW direncanakan akan
beroperasi pada semester awal 2020 mendatang dan setelah itu direncanakan akan dibangun
PLTU unit 3. Proyek PLTU Cirebon ini hasil dari penandatanganan Power Purchase Agreement
(perjanjian jual beli tenaga listrik) oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan Konsorsium
Marubeni Corporation, Indika Energy Tbk, Samtan Co. Ltd, Korea Midland Power Co. Ltd, dan
Chubu Electric Power Co. Int. Konsosrsium berperan sebagai kontraktor swasta dalam
pembangunan PLTU.
PLTU Unit 1 Cirebon yang sudah berdiri sejak 2007 dan 2 unit lain yang sudah
dicanagkan untuk dibangun tidak jauh dari Unit 1 tersebut terletak berdampingan dengan
pemukiman masyarakat pesisir. Sudah tentu masyarakat sekitarnya ini lah yang telah dan akan
merasakan dampaknya secara langsung. Sedikitnya ada beberapa desa yang merasakan dampak
PLTU Unit 1 secara langsung, di anataranya Desa Kanci Kulon, Kanci Wetan, Waruduwur,
Citemu dan Bandengan. Terlebih mayoritas mata pencaharian masyarakat di desa-desa tersebut
adalah nelayan tangkap dan petambak garam.Sudah tentu, bukan hanya dampak krisis
lingkungan yang dirasakan melainkan dampak sosial ekonomi pun cukup dirasakan masyarakat.
Dampak lingkungan PLTU batubara yang paling menimbulkan krisis ruang hidup bagi
masyarakat adalah pencemeran udara.Batubara dinilai sebagai bahan bakar fosil paling beracun
di dunia.Bahan bakar batubara lebih banyak menghasilkan 29% karbon per unit dibanding
minyak bumi dan 80% disbanding gas. PLTU batubara saat ini menyumbang emisi polutan
seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida yang menjadi penyebab terjadinya hujan asam dan
pencemaran udara. Sudah tentu ini mengancam kehidupan masyarakat disekitarnya bahkan
sampai berpuluh kilometer. Partiker beracun yang dihasilkan ini akan menjadi penyebab utama
2
yang dimaksud dengan masyarakat dalam penelitian ini adalah kumpulan orang yang
tinggal dan memiliki kepentingan dalam wilayah yang menjadi lokasi penelitian
3
Beberapa penyakit yang ditimbulkan polutan mematikan PLTU Batubara adalah kangker
paru-paru, asma, batuk dan infeksi dan penyakit pernapasan lainnya. Selain itu peyakit kornis
lain sepeti stroke, penurunan fungsi syaraf, berbagai penyakit jantung dan berbagai penyakit
yang terkait organ intim bisa juga diderita masyarakat. Benih-benih penyakit kronis tersebut
bukan hanya akan diderita masyarakat sekitar PLTU melinkan pula mesayarakat luas, dimana
polutan itu bergerak bersama dengan bergeraknya arah angin. Pasalnya, selain dua emisi
polutan di atas, asap PLTU batubara pula mengandung berbagai jenis logam beracun yaitu nikel,
kromium, timbal merkuri dan lain-lain. (Greenpeace : 2015). Satu saja, merkuri misalnya bila
diserap dalam tubuh manusia dapat menimbulkan kerusakan otak berat pada janin, gangguan
motoric dan emosi, bahkan kematian pada orang dewasa (Greenpeace : 2010).
Dengan memahami gambaran krisis sosial ekologis yang ditimbulkan PLTU Batubara
tersebut, alih-alih mengurangi pembangunan PLTU Batubara, pemerintah justru memenuhi
berbagai izin ligkungan bersamaan dengan proyek 35000 MW nya itu. Padahal jelas-jelas untuk
mengesahkannya suatu perlu ditaati seperangkat UU, peraturan dan seperangkat instrument
pencegahan perusakan lingkungan hidup. Dalam UU 32/2009 dijelaskan, perusakan lingkungan
hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
Masih UU 32/2009, dua dokumen yang menjadi acuan perindungan dan pengelolaan
leingkungan hidup yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL). Keduanya memliki objek kajian yang berbeda. KLHS
merupakan dokumen kajian yang menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah. Jika tidak memenuhi rekomendasi KLHS kebijakan,
rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah maka wajib diperbaiki, bahkan
tidak diperbolehkan lagi. Sedangkan AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Objek KLHS meliputi
RTRW, RPJP/RPJM dan KRP lain yang berkaitan dengan lingkungan hidup, sedangkan
AMDAL meliputi usaha dan/atau suatu proyek.
Berdasarkan UU di atas mestinya upaya pencegahan krisis sosial ekologis dapat diatasi
dengan bijak melalui jalur hukum. Namun pada kenyataannya perusakan sosial-ekologis oleh
korporasi masih bayak terjadi. Pantas saja, hasil Pembinaan dan Pengawasan Komisi Penilai
Amdal Daerah pada 2011 dan 2012 lalu menyatakan bahwa 97% (32 Prov) dan 91,4% (53
Kab/Kota) mutu amdal yang ada tidak memenuhi standar kelayakan. Tidaklah heran jika
diberbagai tempat Operasi PLTU Batubara menimbulkan bermacam krisis sosial-ekologis.
Berdasarka leporan WALHI, di Tanjung Jati, Jepara, Jawa Tengah misalnya sejak 2003
lalu sudah ada pembangunan PLTU Batubara, hingga kini sudah beroperasi sampai empat unit,
bahkan berencana sampai sepuluh unit. Hingga saat ini masyarakat sudah merasakan betul
dampak krisis sosial-eklogisnya. Kerusakan sosial-ekologis yang sudah dirasakan di antaranya
adalah pembakaran batubara yang tidak kurang dari 16 ton per hari, menimbulkan pencemaran
lingkungan. Pengerukan dasar laut dan penyedotan air laut secara besar-besaran mengkibatkan
rusaknya ekosistem laut, seperti terumbu karang yang ada di pesisir sekitar PLTU. Selain itu
pembuangan limbah cair turut mencemari air laut, yang juga merusak ke-anekaragaman
hayatinya. Sudah barang tentu itu merugikan kehidupan nelayan sekitar akibat sudah hilangnya
hasil tangkapan sekitar.
Selain itu di Paiton, Jawa Timur keberadaan PLTU Batubara menjadi momok bagi
kehidupan masyarakat sekitar. Pertanian masyarakat sekitar yang umumnya itu padi, tembakau
dan jagung mengalami penurunan kualitas secara drastis. Selain masyarakat petani, masyarakat
nelayan pun bernasib sama sebagaimana yang ada di Jepara. Bahkan, ketika angin bertiup
kencang di daerah pemukiman, banyak warga mengeluh akibat debu batubara yang sampai
menimbun pemukiman mereka. Tentu itu cukup memberi penjelasan akan bahaya pencemran
udara yeng dihasilkan.
Mayoritas masyarakat di keempat desa itu adalah nelayan tangkap, petani garam dan bebeberapa
pengrajin olehan hasil laut. Meskipun tidak sedikit pula yang bekerja sebagai buruh industri.
Tanah-tanah pertanian garam tepat disekitar lokasi PLTU juga tidak bisa lagi produktif,
bahkan ada sebagian tanah itu dipaksa untuk menjualnya kepada pihak PLTU. 5 Produktifitas
petani garam semakin menurun akibat pencemaran air dan udara yang dihasilkan PLTU. Untuk
mendapatkan bahan baku pembuatan garam warga mengaliri ladang menggunakan air sungai
yang langsung terhubung dengan laut. Sementara debu dan limbah PLTU mencemari air laut
hingga ladang garam menghitam.6 Demikain itu menunjukkan semakin menurunnya
produktifitas kehidupan masyarakat petani garam.
Belum lagi, penurunan kesejahteraan hidup juga dialami oleh masyarakat yang bekerja
sebagai nelayan, terutama nelayan yang biasa menagkap ikan dipinggiran laut. Nelayan-nelayan
ini yang semula bisa menghasilkan ikan dari jarak yang dekat dengan bibir pantai, karena biota
laut tangkapan itu hilang, meraka harus menempuh jarak yang lebih jauh ke tengah laut. Tentu
mereka harus menambah ongkos dan perbekalan yang diperlukan, dengan biaya yang lebih
mahal pula. Dengan demikian nelayan mengalami penurunan pendapatannya. Bahkan, akibatnya,
sebagian dari mereka lebih memilih menjadi buruh migran dibeberapa tempat. 7
Dalam hal ini nyatalah apa yang diungkapkan dalam Al-qur’an surat Ar-Rum ayat 41-42
Artinya : Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (kejalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), Berperanglah di bumi lalu
lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang
yang mempersekutukan (Allah). (Q.S Ar-Rum (30) : 41-42)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) yang ada di Desa Kanci Kulon, baik secara sosial, ekonomi, lingkungan dan kesehatan.
Langkah awal yang akan dilakukan untuk mengetahui dampak apa saja yang terjadi disana
adalah dengan melakukan identifikasi terhadap kondisi Desa Kanci Kulon sebelum berdirinya
PLTU. Lebih spesifik lagi peneliti akan mendalami relasi sosial antara satu warga dengan warga
lainnya, sehingga akan tergambar bagaimana kondisi sosial masyarakat Desa Kanci Kulon
sebelum adanya PLTU 1 Cirebon. Tidak lepas dari kondisi sosial, kondisi ekonomi pun ikut
diteliti, karena secara otomatis ketika kondisi sosial berubah, kondisi ekonomi pun ikut
terpengaruh, sehingga dianggap perlu juga untuyk membahas terkait kondisi ekonomi
masyarakat Kanci Kulon sebelum berdirinya PLTU 1 Cirebon. Selanjutnya yang akan
diidentifikasi adalah kondisi lingkungan dan kesehatannya. Setelah mengetahui kondisi awal,
baik secara sosial, ekonomi, lingkungan dan kesehastan, lalu akan membandingkan kondisi awal
dengan keadaannya sekarang setelah PLTU berdiri dan beroperasi. Setelah data terkumpul, akan
muncul sebuah kesimpulan mengenai dampak PLTU itu, jika permasalahannya sudah ditemukan
langkah selanjutnya adalah mencarikan alternatif atas permasalahan-permasalahan yang terjadi.
D. Kegunaan Penelitian
Setelah penelitian ini selesai dan menghasilkan sebuah kesimpulan tentang kondisi
masyarakat baik secara sosial ataupun secara ekonomi dan keadaan ekologinya, kemudian
peneliti menyodorkan sebuah rekomendasi untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi.Ini
bisa dipakai oleh pemangku kebijakan (pemerintah) sebagai landasan dalam mengeluarkan
kebijakan khususnya yang berkaitan dengan urusan sosial, ekonomi dan ekologi masyarakat
7
Kancikulon.Selain itu, karena penelitian ini sifatnya monitoring dan evaluating, bisa dijadikan
landasan oleh pihak pengelola PLTU dalam mengoperasiakan perusahaannya.
Dalam tataran teoritisnya peneliti berharap karya tulisnya menjadi pelengkap atas
pertumbuhan khazanah pengetahuan dan bermanfaat untuk adik-adik yang ada di jurusan
Pengembangan Masyarakat Islamkhususnya atau jurusan yang keilmuannya berkaitan dengan isi
dari karya tulis ini.
Penelitian yang membahas tentang dampak PLTU batu bara sudah banyak dilakukan oleh
para peneliti sebelumnya yang ditulis dengan gaya penulis yang berbeda-beda sesuai dengan
fokus yang ia teliti. Meskipun demikian, tidak melunturkan niat penulis untuk kembali meneliti
tentang objek penelitian yang sama. Hal ini dikarenakan setiap lokasi penelitian pasti memiliki
permasalahan yang berbeda. Oleh karena itu, saya akan menyertakan referensi penelitian yang
pernah dilakukan oleh peneliti lain, diantaranya :
Pertama, sebuah laporan yang ditulis oleh Bayu Aji Prakoso, Dewi Rostyaningsih,
Sundarso, dan Aufarul Marom (2015) dengan judul Evaluasi Dampak Pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati di Desa Tubanan Kecamatan Kembang
Kabupaten Rembang. Laporan Penelitian tersebut ditulis oleh mahasiswa dari Jurusan
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro.
Dalam laporan tersebut penulis menceritakan tentang dampak yang ditimbulkan dengan
adanya pembanngunan PLTU Tanjung Jati B terhadap lingkungan masyarakat Desa Tubanan
Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara.Tujuannya adalah untuk mengevaluasi dampak yang
ditimulkan akibat pembangunan PLTU Tanjung Jati B itu. Adapun hasil yang didapatkan oleh
peneliti yang dituliskan dalam laporan itu menyebutkan bahwa ada beberapa dampak yang
terjadi akibat beroperasinya PLTU Tanjung Jati B, dalam tulisannya peneliti mengklasifikasikan
dampakitu pada 4 kategori yaitu :
1. Dampak Individu
Secara individu banyak warga yang merasakan dampak dari beroperasinya PLTU
Tanjung Jati B ini terutama pada asepek kesehatan, diantara yang masyarakat rasakan adalah
gatal-gatal, kulit kering, dan batuk berdahak. Meskipun begitu ada masyarakat yang merasa
senang juga, karena banyak warga yang mendapatkan pekerjaan, dapat membuka usaha, serta
mendapatkan bantuan dari dana CSR PLTU. Tapi ada pula warga yang belum mendapatkan
pekerjaan dan bantuan sehingga akibat ktimpangan ini sering terjadi kecemburuan sosial. Dari
segi kenyamanan, warga juga merasa kurang nyaman karena cuaca yang panas karena ruang
terbuka hijau semakin berkurang, suara bising yang ditimbulkan oleh mesin PLTu dan
lingkungan sosial yang berubah
8
2. Dampak Organisasi
3. Dampak Masyarakat
Dampak yang dirasakan oleh masyarakat Desa Tabunan sebagai akibat dari
pembangunan PLTU dapat dilihat dari aspek lingkungan hidup, ekonomi, serta pendidikan dan
keagamaan.
Desa Tubanan memiliki banyak lembaga yang dibentuk oleh masyarakat, namun hanya
beberapa saja yang mampu mendapatkan bantuan dari PLTU Tanjung jati B, sehingga
menimbulkan kecembuaruan antar lembaga. Adapun secara sistem sosial ada beberapa sistem,
sosial yang berubah beberapa hal yang dapat diidentifikasi adalah para pemuda suka melakukan
balapan liar, meminum minuman beralkohol, terdapat oknum yang menjadi pekerja sex
komersial, ada oknum yang melakukan kawin kontrak dan angka kriminalitas di Desa Tabunan
semakin tinggi. Namun bagi sebagian warga kehadiran PLTU ini membawa berkah, struktur
sosialnya bias berubah karena peningkatan ekonomi yang dia alami. Selain itu secara lembaga,
Desa Tubanan dengan PLTU Tanjung Jati B terjalin hubungan baik.Selanjutnya lembaga-
lembaga yang ada di Desa tubanan juga mendapatkan bantuan, diantaranya seperti peternakanm
pertanian, sepak bola, sehingga membuat organisasi tersebut semakin maju.
Kedua, sebuah skripsi seorang mahasiswi dari Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammaditah Surakarta, dia adalah Anapis Putri
Apriyanti. Skripsi ini dipublikasikan pada tahun 2015 dengan judul “Pengaruh Abu Terbang
9
Batubara Terhadap Timbulnya Gejala Dermatitis Kontak Pada Karyawan bagian Boiler di PT.
Indo Acidamatma Tbk, Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar”.
Dalam skripsi tersebut penulis menceritakan tentang pengaruh abu terbang yang
dihasilkan dari pembakaran batubara terhadap karyawan baian boiler di PT Indo Acidatama Tbk
adalah timbulnya gejala dermatitis kontak. Hasil uji statistic menggunakan uji Chi square
diperoleh p-value (0,006<0,05). Kadar Paparan Abu batubara pada bagian boiler di PT. Indo
Acidatama Tbk, Kemiri, Kebakkramat, karanganyar memiliki kisaran angka antara 6.66-50,66
mg/m³. Angka ini berada diatas NAB yang telah ditentukan oleh Permenakertrans No.13 tahun
2011 tentang NAB factor fisik dan kimia ditempat kerja yaitu 2 mg/m³. lalu berdasarkan
wawancara yang dilakukan oleh tim kepada karyawan mengasilkan 62% (8 orang) responden
yang bekerja di bagian boiler dan 8% (1 orang) responden bagian workshop mekanik
mengelukhkan timbulnya gejala dermatitis kontak yang merupakan peradangan pada kulit.
Selain disebabkan oleh abu terbang batubara, factor resiko yang lain yang dapat meningkatkan
resiko timbulnya gejala dermatitis kontak adalah tidak digunakannya APD secara lengkap, yaitu
masker, wearpack, sarung tangan sebagai pelindung tangan dan sepatu sebagai pelindung kaki
F. Deskripsi Teori
Berdasarkan dari Pengertian Para Ahli tersebut, kita dapat menyimpulkan Pengertiannya,
yaitu :
“Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam suatu lingkungan sosial meliputi
berbagai unsur yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem sosial dalam lingkungan
tersebut. Perubahan sosial meliputi perubahan struktur dan fungsi masyarakat, termasuk
diantaranya nilai-nilai sosial, norma, dan berbagai pola kehidupan manusia”.
10
Menurut Karl Marx, Konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan paling
berpengaruh terhadap semua perubahan sosial yang terjadi.
Menurut Ralf Dahrendort, Setiap Perubahan sosial merupakan hasil dari konflik yang terjadi
dalam kelas masyarakat.
3. Teori Fungsionalis
Teori Fungsionalis menjelaskan bahwa, Perubahan Sosial merupakan suatu yang konstan
dan tidak memerlukan penjelasan. Oleh karena itu perubahan sosial bisa saja mengacaukan suatu
keseimbangan dalam masyarakat. Jadi Teori Fungsional hanya menerima perubahan yang
bermanfaat bagi masyarakat, sedangkan perubahan yang tidak bermanfaat akan dibuang (tidak
dipakai).
Tokoh yang berpengaruh dalam teori ini adalah William Ogburn. Menurutnya, biarpun
unsur – unsur masyarakat saling berkaitan satu sama lain, namun kecepatan perubahan setiap
unsur tidaklah sama. Ada Unsur yang berubah dengan cepat, adapula yang perubahannya lambat.
1. Perubahan Sosial yang terjadi secara lambat dan perubahan sosial yang terjadi
secara cepat.
Perubahan Evolusi, umumnya perubahan secara lambat disebut evolusi. Perubahan ini
memerlukan waktu yang lama, dan biasanya perubahan terjadi tanpa ada perencanaan terlebih
dahulu, perubahan terjadi bisa bergantung pada orang – orang yang berkuasa pada masa tertentu.
Perubahan Revolusi, umumnya perubahan yang terjadi dalam jangka waktu yang cepat
disebut perubahan revolusi. Perubahan Revolusi mengubah dasar – dasar dan penopang
kehidupan masyarakat dalam waktu yang singkat.
G. Pendekatan Penelitian
Studi ini merupakan penelitian evaluasi kualitatif bersifat persepsi 8, dimana peneliti
berusaha memahami makna kejadian. Perspektif yang digunakan adalah perspektif verstehen,
yakni pemahaman menurut tafsiran atas interaksi orang orang. Sebagaimana telah disampaikan
di bab sebelumnya bahwa dalam ranah studi sosial kemasyarakatan, studi ini pada dasarnya
dapat digolongkan sebagai suatu bentuk kegiatan evaluasi terhadap dampak Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara di Desa Kanci Kulon, Kec. Astanajapura, Kab. Cirebon.
8
Persepsi adalah suatu proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke
dalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrasi dari individu terhadap stimulus
yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman
pengalaman individu akan ikut berpengaruh dalam proses persepsi. Sebagaimana
dikemukakan John M. Ivancevich, dkk(2008:57) Persepsi adalah proses kognitif yang
dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya terhadap
obyek. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses
penginderaan, stimulus yang dapat diterima oleh individu melalui alat indera yang
kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus
yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula
oleh pengalaman dan proses belajar individu.
14
H. Sumber Data
Sumber data penelitian ini tidak saja menggunakan satu sumber data lapangan atau
data primer, tetapi juga menggunakan data sekunder. Menurut Marzuki (2000: 55), sumber
data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Data primer
Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Data tersebut
diperoleh dari para responden dalam penelitian ini. Untuk itu akan digunakan metode
“snowballsampling” terkait dengan tujuan penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder, yaitu data yang bukan diusahakan sendiri oleh peneliti.Data tersebut
diperoleh dari Data, Desa, Potensi Desa, Kabupaten Dalam Angka, Badan Pusat Statistik
(BPS), perpustakaan, majalah, internet, artikel atau jurnalyang berhubungan dengan obyek
penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan adalahekonomi, sosial budaya, politik/hukum, dan
teknologi. Secara teoritis, data yang diperlukan di dalam studi ini terdiri dari data primer dan
sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer yang diperlukan antara lain data
tentang kondisi fisik lapangan (physical geography, demografis, budaya, dan environment)
kawasan di sekitar kawasan PLTU 1 Cirebon, kegiatan sosial ekonomi, serta hubungan antar
lembaga di lapangan dan atau hubungan patron klien dan patron-patron. Dalam kaitan
dengan hal di atas, persepsi masyarakat terhadap keberadaan kawasan PLTU 1 Cirebon di
ring I misalnya, juga akan menjadi perhatian studi ini. Data sekunder yang diperlukan antara
lain berbagai jenis pustaka, seperti: Rencana Tata Ruang Wilayah, Pembangunan Jangka
Panjang, dan Rencana Jangka Pendek Kabupaten Cirebon khususnya Kecamatan Astanajapura,
Kabupaten Cirebon Dalam Angka, Laporan Tahunan dari Dinas Dinas Daerah, Laporan-
laporan Studi, serta buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kawasan
disekitar PLTU 1 Cirebon.
Observasi
Wawancara
15
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang
dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik yang digunakan dengan cara peminjaman terhadap arsip-
arsip, khususnya yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti.
Studi pustaka
Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan studi literatur
terhadap buku-buku yang relevan, surat kabar, majalah, dan tulisan-tulisan ilmiah. Data
primer akan dikumpulkan dengan cara melalui kunjungan lapangan (site visit) dan wawancara
mendalam melalui metode “Snowball Sampling”. Penelitian dilakukan secara hati-hati dan
bebas nilai terhadap beberapa responden penting melalui beberapa simpul kemudian
bergulir berdasarkan referensi simpul sebelumnya, hingga dipandang informasi cukup.
Disamping itu dilakukan pula pengamatan lapangan melalui pengambilan gambar atau foto
(ground truthing) yang kemudian akan dikonfirmasi-kan dengan peta-peta yang tersedia.
Data primer juga akan dikumpulkan melalui berbagai bentuk wawancara dengan para
pemangku kepentingan.Wawancara dapat dilakukan secara sambil lalu pada waktu
kunjungan lapangan atau dengan cara langsung person to person dan atau melalui konsultasi,
focus group discussion (FGD) sederhana. Data sekunder akan dilakukan dengan studi
kepustakaan dan penelusuran dokumen.Hasil pengumpulan data primer dan sekunder dapat
dikonfirmasikan kebenarannya melalui verifikasi dengan jalan konsultasi. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa studi deskriptif melalui survei kepustakaan dan survei
lapangan melalui kegiatan pengamatan mendalam dengan metode snowball sampling.
Wawancara yang dilaku-kan bersifat terbuka (openended questions). Wawancara yang
bersifat terbuka hanya digunakan untuk tahapan awal penelitian, yang ditujukan untuk
menangkap gambaran umum kondisi sosial ekonomi masyarakat. Wawancara dilakukan
pada masyarakat di desa sampel melalui metode snowball sampling. Metode ini bertujuan
untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang karakteristik sosial ekonomi
masyarakat, persepsi masyarakat terhadap persepsi masyarakat mengenai PLTU 1 Cirebon.
Wawancara juga dilakukan pada pemangku pengambil keputusan baik di level informal
maupun formal baik di tingkat RT, RW, Desa, Kecamatan, hingga mungkin Kabupaten
dengan tujuan untuk menangkap persepsi terkait dengan dampak PLTU 1 Cirebon
Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh
serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan
data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai
16
sebab-sebab dalam lingkup pikiran orang-orang setempat. Data mentah dan data kasar
(catatan lapangan yang belum tersusun, pita rekaman hasil dikte, rekaman langsung) sebelum
dianalisis
Analisis Data
Menurut Miles& Huberman (2002:305) analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan yaitu:
Reduksi data
Penyajian data
Tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data data merupakan proses
siklus interaktif. Peneliti bergerak diantara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan
data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi. Hasil analisis akan dibahas dengan mempergunakan beberapa
pendekatan, antara lain:
A. Pendekatan kelembagaan.
Hal ini dilakukan karena stakeholders Kawasan di sekitar lokasi PLTU 1 Cirebon
terdiri dari masyarakat dan lembaga lembaga, yaitu lembaga pemerintah, lembaga swasta,
dan lembaga masyarakat yang saling berhubungan satu sama lain.
B. Pendekatan perbandingan.
Hal ini dilakukan untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang situasi dan
kondisi kawasan di sekitar lokasi PLTU 1 Cirebon dengan cara membandingkan, misalnya,
antara fenomena lingkungan yang satu dengan fenomena lingkungan lainnya.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui bahwa terjadinya sesuatu di kawasan di Sekitar
ring I merupakan akibat dari sesuatu sebab tertentu, misalnya keberadaan lokasi PLTU 1
Cirebon terhadap masyarakat khususnya secara sosial, ekonomi dan budaya, bahkan
keberadaan pertanian, pesisir dan nelayan.
Lokasi penelitian adalah di Desa Kanci Kulon, Kec. Astanajapura, Kab. Cirebon.
Sitematika penulisan ini meliputi lima bab, berikut rincian bab yang akan ditulis :
BAB I akan memaparkan dan menjelaskan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan urgensi dari penelitian yang
dilakukan.
BAB II memaparkan kajian literatur yang berupa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
Dampak PLTU Batubara. Selain kajian literatur, dalam bab ini akan memaparkan deskripsi teori
dari Dampak PLTU Batubara.
BAB III akan menjelaskan metodologi penelitian yang berisi pendekatan penelitian, metode
pengambilan data, sumber data, informan penelitian, teknik analisis data, lokasi penelitian dan
sistematika penulisan skripsi.
BAB IV akan membahas mengenai gambaran umum lokasi penelitian yakni Desa Kanci Kulon,
Kec. Astanajapura, Kab. Cirebon. Pada bab ini juga akan mengemukakan gambaran Dampak
PLTU Batubara di Desa Kanci Kulon, Kec. Astanajapura, Kab. Cirebon.
BAB V akan menguraikan hasil penelitian berupa Tinjauan Dampak Kebaeradaan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara Terhadap Masyarakat Lokal
BAB VI Penutup, memuat uraian kesimpulan dan saran, bagian akhir laporan, daftar pustaka dan
lampiran-lampiran
19
DAFTAR PUSTAKA
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kulitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Ritzer, George Dan Goodman, Gouglas J. 2007. Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Rajawali Pers.
Yanuardi, D, dkk. (2014). MP3EI; Master Plan Perceoatan dan Perluasan Krisis Sosial-
Ekologis Indonesia, Yogyakarta: Tanah Air Beta.
Aji Prakoso, dkk. 2016. “Evaluai Dampak Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Tanjung Jati B di Desa Tabunan Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara”. Journal of
Public and Management Review volume 5 nomor 2.
Apriyatri, Anapis Putri. 2015. Pengaruh Abu Terbang Batubara Terhadap Timbulnya Gejala
Dermatis Kontak Pada Karyawan Bagian Boiler Di Pt. Indo Acidatama Tbk, Kemiri,
Kebakkramat, Karanganya, Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmj Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dampak PLTU/Begini Nasib Nelayan yang Bertetangga dengan Pembangkit Listrik Batubara di Cirebon
_ Mongabay.co.id.html (diunduh 13 Agustus 2018, pukul 20.56)
Dampak PLTU/Begini Nasib Nelayan yang Bertetangga dengan Pembangkit Listrik Batubara di Cirebon
_ Mongabay.co.id.html (diunduh 13 Agustus 2018, pukul 21.36)
Dampak PLTU/Begini Nasib Nelayan yang Bertetangga dengan Pembangkit Listrik Batubara di Cirebon
_ Mongabay.co.id.html (diunduh 13 Agustus 2018, pukul 21.57)