Anda di halaman 1dari 6

REVITA NATALI .

K
K5417062

Langkah-Langkah Dalam Proses Pelingkupan :

1. Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji.


Berisi informasi tentang :
a. Status studi amdal, apakah dilaksanakan secara terintegrasi, bersamaan
atau setelah studi kelayakan teknis dan ekonomis.
b. Kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata
ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan fokus kepada
komponen-komponen kegiatan yang berpotensi menyebabkan dampak
lingkungan berdasarkan tahapan kegiatan termasuk alternatifnya. Dalam
hal ini diperlukan informasi yang lebih detail terhadap deskripsi rencana
kegiatan, maka perlu dilampirkan peta-peta yang relevan.

2. Deskripsi rona lingkungan hidup awal


Berisi uraian mengenai rona lingkungan hidup secara umum di lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan yang mencakup :
a. Komponen lingkungan terkena dampak, paling sedikit memuat :
1. Komponen geo-fisik-kimia, seperti sumber daya geologi, tanah, air
permukaan, air bawah tanah, udara, kebisingan, dsb.
2. Komponen biologi, seperti vegetasi/flora, fauna, tipe ekosistem,
keberadaan spesies langka dan/atau endemic serta habitatnya, dll.
3. Komponen sosio-ekonomi-budaya, seperti tingkat pendapatan,
demografi, mata pencaharian, budaya setempat, situs arkeologi, situs
budaya, dsb.
4. Komponen kesehatan masyarakat, seperti perubahan tingkat kesehatan
masyarakat.
b. Usaha dan/atau kegiatan yang ada di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diusulkan beserta dampak yang ditimbulkannya terhadap
lingkungan hidup.

3. Hasil perlibatan masyarakat


Pelibatan masyarakat dilakukan melalui pengumuman dan konsultasi publik.
Informasi yang dibutuhkan oleh pengambil keputusan terkait dengan hasil
pelibatan masyarakat ini, antara lain sebagai contoh adalah:
a. Informasi deskriptif tentang keadaan lingkungan sekitar (”ada hutan
bakau” atau ”banyak pabrik membuang limbah ke sungai X”).
b. Nilai-nilai lokal terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan.
c. Kebiasaan adat setempat terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan
yang diusulkan.
d. Aspirasi masyarakat terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan, antara lain kekhawatiran tentang perubahan lingkungan yang
mungkin terjadi (”jangan sampai kita kekurangan air” atau ”tidak senang
adanya tenaga kerja dari luar”); dan harapan tentang perbaikan lingkungan
atau kesejahteraan akibat adanya rencana kegiatan (”minta disediakan air
bersih” atau ”minta pemuda setempat diperkerjakan”).

4. Dampak penting hipotetik


Proses untuk menghasilkan dampak penting hipotetik tersebut pada
dasarnya diawali melalui proses identifikasi dampak potensial. Esensi dari
proses identifikasi dampak potensial ini adalah menduga semua dampak yang
berpotensi terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan dilakukan pada lokasi
tersebut. Langkah ini menghasilkan daftar ‘dampak potensial’. Pada tahap ini
kegiatan pelingkupan dimaksudkan untuk mengidentifikasi segenap dampak
lingkungan hidup (primer, sekunder, dan seterusnya) yang secara potensial
akan timbul sebagai akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Pada
tahapan ini hanya diinventarisasi dampak potensial yang mungkin akan timbul
tanpa memperhatikan besar/kecilnya dampak, atau penting tidaknya dampak.
Proses identifikasi dampak potensial dilakukan dengan menggunakan metode-
metode ilmiah yang berlaku secara nasional dan/atau internasional di berbagai
literatur.
Selanjutnya dilakukan evaluasi dampak Potensial, esensinya adalah
memisahkan dampak-dampak yang perlu kajian mendalam untuk
membuktikan dugaan (hipotesa) dampak (dari dampak yang tidak lagi perlu
dikaji). Dalam proses ini, harus dijelaskan dasar penentuan bagaimana suatu
dampak potensial dapat disimpulkan menjadi dampak penting hipotetik
(DPH) atau tidak. Salah satu kriteria penapisan untuk menentukan apakah
suatu dampak potensial dapat menjadi DPH atau tidak adalah dengan menguji
apakah pihak pemrakarsa telah berencana untuk mengelola dampak tersebut
dengan cara-cara yang mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP)
tertentu, pengelolaan yang menjadi bagian dari rencana kegiatan, panduan
teknis tertentu yang diterbitkan pemerintah dan/atau standar internasional, dan
lain sebagainya. Langkah ini pada akhirnya menghasilkan daftar kesimpulan
‘dampak penting hipotetik (DPH)’.Dalam bagian ini, penyusun dokumen
Amdal diharapkan menyampaikan keluaran berupa uraian proses evaluasi
dampak potensial menjadi DPH. Setelah itu seluruh DPH yang telah
dirumuskan ditabulasikan dalam bentuk daftar kesimpulan DPH akibat
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji dalam ANDAL sesuai hasil
pelingkupan. Dampakdampak potensial yang tidak dikaji lebih lanjut, juga
harus dijelaskan alasan-alasannya dengan dasar argumentasi yang kuat kenapa
dampak potensial tersebut tidak dikaji lebih lanjut.

5. Batas wilayah studi dan batas waktu kajian


Batas wilayah studi ini merupakan hasil overlay dari batas wilayah
proyek, ekologis, sosial dan administratif setelah mempertimbangkan kendala
teknis yang dihadapi. Batasan ruang lingkup wilayah studi penentuannya
disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki
keterbatasan sumber data, seperti waktu, dana, tenaga, teknis, dan metode
telaahan. Setiap penentuan masing-masing batas wilayah (proyek, ekologis,
sosial dan administratif) harus dilengkapi dengan justifikasi ilmiah yang kuat.
Bagian ini harus dilengkapi dengan peta batas wilayah studi yang dapat
menggambarkan batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif. Peta
yang disertakan harus memenuhi kaidah-kaidah kartografi.
Batas wilayah studi dibentuk dari empat unsur yang berhubungan
dengan dampak lingkungan suatu rencana kegiatan, yaitu:
a. Batas proyek, yaitu ruang dimana seluruh komponen rencana kegiatan
akan dilakukan, termasuk komponen kegiatan tahap pra-konstruksi,
konstruksi, operasi dan pasca operasi. Dari ruang rencana usaha dan/atau
kegiatan inilah bersumber dampak terhadap lingkungan hidup
disekitarnya. Batas proyek secara mudah dapat diplotkan pada peta,
karena lokasilokasinya dapat diperoleh langsung dari peta-peta
pemrakarsa. Selain tapak proyek utama, batas proyek harus juga meliputi
fasilitas pendukung seperti perumahan, dermaga, tempat penyimpanan
bahan, bengkel, dan sebagainya.
b. Batas ekologis, yaitu ruang terjadinya sebaran dampak-dampak
lingkungan dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji,
mengikuti media lingkungan masing-masing (seperti air dan udara),
dimana proses alami yang berlangsung dalam ruang tersebut diperkirakan
akan mengalami perubahan mendasar. Batas ekologis akan mengarahkan
penentuan lokasi pengumpulan data rona lingkungan awal dan analisis
persebaran dampak. Penentuan batas ekologis harus mempertimbangkan
setiap komponen lingkungan biogeofisikkimia yang terkena dampak (dari
daftar dampak penting hipotetik). Untuk masing-masing dampak, batas
persebarannya dapat diplotkan pada peta sehingga batas ekologis memiliki
beberapa garis batas, sesuai dengan jumlah dampak penting hipotetik.
c. Batas sosial, yaitu ruang disekitar rencana usaha dan/atau kegiatan yang
merupakan tempat berlangsungsunya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem
dan struktur sosial), sesuai dengan proses dan dinamika sosial suatu
kelompok masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar akibat suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Batas ini pada
dasarnya merupakan ruang di mana masyarakat, yang terkena dampak
lingkungan seperti limbah, emisi atau kerusakan lingkungan, tinggal atau
melakukan kegiatan. Batas sosial akan mempengaruhi identifikasi
kelompok masyarakat yang terkena dampak sosial-ekonomi-kesehatan
masyarakat dan penentuan masyarakat yang perlu dikonsultasikan (pada
tahap lanjutan keterlibatan masyarakat).
d. Batas administratif, yaitu wilayah administratif terkecil yang relevan
(seperti desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi) yang
wilayahnya tercakup tiga unsur batas diatas. Dengan overlay batas
administratif wilayah pemerintahan dengan tiga peta batas seperti tersebut
di atas, maka akan terlihat desa/keluruhan, kecamatan, kabupaten dan/atau
provinsi mana saja yang masuk dalam batas proyek, batas ekologis dan
batas sosial. Batas administratif sebenarnya diperlukan untuk
mengarahkan pemrakarsa dan/atau penyusun Amdal untuk dapat
berkoordinasi ke lembaga pemerintah daerah yang relevan, baik untuk
koordinasi administratif (misalnya penilaian Amdal dan pelaksanaan
konsultasi masyarakat), pengumpulan data tentang kondisi rona
lingkungan awal, kegiatan di sekitar lokasi kegiatan, dan sebagainya.
Masing-masing batas diplotkan pada peta yang kemudian di overlay
sehingga dapat ditarik garis luar gabungan keempat batas tersebut. Garis
luar gabungan itu yang disebut sebagai ’batas wilayah studi’. Dalam
proses ini, harus dijelaskan dasar penentuan batas wilayah studi.
Dalam proses pelingkupan, harus teridentifikasi secara jelas pula
batas waktu kajian yang akan digunakan dalam melakukan prakiraan dan
evaluasi dampak dalam kajian Andal. Setiap dampak penting hipotetik
yang dikaji memiliki batas waktu kajian tersendiri. Penentuan batas waktu
kajian ini selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan
penentuan perubahan rona lingkungan tanpa adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan atau dengan adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.

Anda mungkin juga menyukai