PENGOMPOSAN
OLEH :
DOSEN PENGAMPU :
Dra. ATRIA MARTINA, M. Si
HARI KAPLI, M. Si
ASISTEN :
AFNI ZULIANI
TIWI FEBRINA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
I. PENDAHULUAN
Lingkungan umum dan masih sering digunakan untuk budidaya jamur adalah
dataran tinggi karena memiliki suhu rendah dan kelembaban tinggi. Namun jamur
tiram dapat dibudidayakan dalam suatu media buatan atau dikenal dengan baglog.
Media tersebut dapat berasal dari kayu yang telah lapuk atau bahan lignin yang
media yang kaya akan selulosa, lignin, protein dan hemiselulosa yang telah
tubuh buah jamur karena merupakan sumber nutrisi melimpah bagi jamur
Budidaya jamur sangat dipengaruhi oleh jenis media tanam dan lama waktu
media tanam terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah
berfungsi untuk mengubah limbah yang semula tidak bermanfaat menjadi bahan
yang lebih bermanfaat dan menjasi bahan yang aman dan tidak berbahaya.
Organisme yang bersifat patogen akan mati karena suhu yang tinggi mencapai
bentunya sudah berubah seperti tanah, berbau khas dan memiliki kandungan hara
NPK yang lengkap meskipun persentasenya kecil. Pada prinsipnya semua bahan
yang berasal dari mahkluk hidup atau bahan organik dapat dikomposkan. Ada
1
bahan yang mudah dikomposkan dan ada yang sulit dikomposkan.Secara alami
bahan organik yaitu serbuk gergaji akan mengalami pelapukan menjai kompos,
tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama tergantung bahan dan kondisinya.
Agar proses pengomposan ini berlangsung lebih cepat maka perlu perlakuan
Aktivator ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja mempercepat pelapukan
Pengomposan atau pembuatan kompos ialah pembusukan bahan tanam segar dan
kering dengan jalan fermentasi, berarti penguraian zat-zat yang komplek menjadi zat-zat
Pengomposan untuk penanaman jamur harus mengarahkan agar fermentasi sesuai untuk
dari limbah organik yang tidak sempurna. Tujuan pengomposan adalah untuk
mendapatkan substrat yang cocok untuk jamur yang dibudidayakan, sehingga bibit jamur
penting dalam pembuatan kompos. Salah satu faktor yang menentukan tingginya suhu
adalah tinggi timbunan kompos. Timbunan kompos harus diusahakan tidak lembab dan
Serbuk gergaji dapat digunakan sebagai media jamur dan merupakan pemanfaatan
dari limbah pemotongan kayu. Pemanfaatan serbuk gergaji sebagai media jamur
merupakan salah satu penanganan polusi lingkungan dari bahan-bahan sisa tanaman.
Selain itu enceng gondok, kertas bekas, karton, rumput-rumputan dapat digunakan
sebagai media jamur (Surawiria 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan pengomposan
2
pengomposan substrat tanam jamur yang baik dan benar, serta mengetahui fungsi
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
3
II. METODE
Praktikum ini dilaksanakan dari pukul 08.00 sampai dengan 10.30 WIB,
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah terpal,
sekop dan ember. Adapun bahan yang digunkaan dalam praktikum ini adalah
serbuk kayu, dedak, kapur (CaCO3), gipsum, dolomit, EM4 dan mikroba
inokulum .
Adapun cara kerja dari praktikum ini yaitu semua bahan yang digunakan
disiapkan. Semua bahan (serbuk kayu, dedak, kapur (CaCO3), gipsum, dolomit ,
EM4 dan mikroba inokulum) dicampur hingga merata. Bahan yang sudah
dengan substrat digenggam akan menggumpal dan tidak akan pecah. Kemudian
hari. Setelah 3 hari pengomposan, substrat kompos dibalik dan dimasukkan lagi
morfologi kos (warna, tekstur, bau dan kelembaban) diamati dan dicatat.
4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil
5
5 hari
III.2 Pembahasan
menguntungkan sejenis yang sudah ada di dalam tanah berkembang dengan baik,
yang dapat dijadikan sumber pupuk organik adalah jerami padi, sekam/ arang
sekam, brangkasan kacang tanah dan kedelai, daun dan batang jagung, serbuk
gergaji, sampah kota serta kotoran ternak (sapi, kerbau, domba, kambing, ayam)
adalah : (1) Dedak : Berfungsi sebagai sumber utama makanan untuk mikrobia.
(2) Gula Pasir/ gula merah atau tetes tebu : berfungsi untuk memperoleh energi
kompos (proses fermentasi 3-4 hari). (3) Sekam Arang sekam/ serbuk gergaji
sangat baik untuk meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan dari segi
6
teksturnya. Untuk mengkomposkan 1 ton bahan organik, diperlukan 1 liter EM4
yang dilarutkan ke dalam 10 lt air dan proses dekomposisi < 15 hari (Hidayat et
al. 2010).
1. Faktor dalam
a. C/N rasio
Proses pengomposan akan berjalan baik jika C/N rasio bahan organik yang
dikomposkan sekitar 25-35. C/N rasio bahan organik yang terlalu tinggi akan
Setiap bahan organik memiliki C/N rasio yang berbeda, oleh sebab itu dalam
penggunaan sebagai bahan baku kompos harus dicampur dengan bahan organik
yang memiliki imbangan C/N tinggi sehingga dapat menghasilkan C/N rasio yang
optimal.
aktivator sebanyak 40% : 40%, 50% : 30%, 60% : 20% dan 70% : 10%. Hasil
2. Faktor Luar
7
a. Temperatur
75 oC.
Pengaturan pH perlu dilakukan karena merupakan salah satu faktor yang kritis
Pada awal pengomposan cenderung agak asam. Namun akan mulai naik sejalan
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen
(aerob). Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban).
d. Kelembaban (RH)
berlangsung semakin cepat. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan luas
memiliki C/N rasio yang tinggi perlu ditambah hijauan untuk menurunkan kadar
dicampur. Proses pengomposan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif
8
selobiosa lalu dihidrolisis lagi menjadi D-Glukosa dan difermentasikan menjadi
asam Laktat, Etanol, CO2, dan Amonia. Selama tahap awal proses, oksigen dan
meningkat hinga di atas 50–70oC. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu.
Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba
yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi bahan organik yang
akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah
sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur – angsur mengalami
penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
penyusutan volume maupun biomasa bahan. Penguraian ini dapat mencapai 30-
40% dari volume/bobot awal bahan (Isroi 2007). Dalam proses pengomposan
lignin menjadi CO dan HO; (2). Zat putih telur menjadi amonia, CO dan HO; (3).
Peruraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap oleh tanaman.
Dengan perubahan tersebut kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa
N yang larut (Amonia) akan meningkat. Dengan demikian C/N rasio semakin
rendah dan relatif stabil mendekati C/N rasio tanah. Pengomposan berdasarkan
9
karbondioksida, air dan energi. Beberapa energinya digunakan untuk
pertumbuhan mikroba dan sisanya dikeluarkan dalam bentuk panas (Suhut &
Salundik 2006).
Menurut Suhut & Salundik (2006), prinsip-prinsip proses biologis yang terjadi
a. Kebutuhan Nutrisi
sumber energi, yaitu karbon untuk proses sintesa jaringan baru dan elemen elemen
bahan makanan untuk membentuk sel-sel tubuhnya. Selain itu, untuk memacu
dapat disintesa dari sumber-sumber karbon lain. Nutrien organik tersebut antara
b. Mikroorganisme
2. Eubacteria, bersel tunggal dan tidak mempunyai membran inti, contoh: bakteri.
kutu juga berperan dalam pengurai sampah. Sesuai dengan peranannya dalam
10
b. Kelompok II (Konsumen tingkat II) mengkonsumsi jasad kelompok I, dan;
Standar kualitas kompos sampah organik domestik yang sesuai dengan SNI 19-
Kadar air maksimum 50% (Kurniawan 2013). Pupuk kompos tidak diberikan
hara yang dimiliki oleh pupuk kompos sangat rendah sehingga fungsinya hanya
struktur fisik tanah, memperbaiki kimia tanah, meningkatkan daya simpan air dan
jamur, bahan yang akan di buat kompos juga harus cukup mengandung air. Air
sangat dibutuhkan untuk kehidupan jasad renik di dalam aktivator kompos. Bahan
yang kering lebih sulit untuk dikomposkan. Akan tetapi kandungan air yang
dalam pengomposan ini bertujuan untuk menjaga suhu dan kelembaban substrat.
Jika suhu tidak sesuai maka kemungkinan yang terjadi adaah pertumbuhan tubuh
buah jamur tidak terbentuk atau walaupun terbentuk akan membutuhkan waktu
lama karena kondisi yang tidak sesuai dengan pertumbuhan jamur. Begitu juga
11
dengan kelembaban, Jika terlalu kering dapat mengakibatkan pertumbuhan jamur
tergangu, dan jika terlalu banyak miselium akan membusuk dan jamur mati.
mikroorganisme yang ada pada substrat merata. Hasil dari pengomposan ini
diketahui suhu substrat panas, dan memiliki bau yang khas serta warnanya
IV.1 Kesimpulan
12
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah teknik pengomposan pada
substrat tanam jamur penting dilakukan untuk membuat media tanam terurai
menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna oleh jamur dalam
IV.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya praktikum ini dilakukan
secara langsung, sehingga praktikkan lebih memahami teori dan juga prakteknya
DAFTAR PUSTAKA
13
Hidayat F, Untung S, Ari DW. 2010. Pemanfaatan Limbah Media Jamur Tiram
Putih (Pleurotus florida) sebagai Tambahan Pupuk Organik Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).
AGRIKA. 4(2) : 130-135.
Isroi A. 2008. Kompos. Balai penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Bogor.
Kurnia VC, Sumiyati S, Samudro G. 2017. Pengaruh Kadar Air terhadap Hasil
Pengomposan Sampah Organik dengan Metode Windro. Jurnal Teknik
Mesin. 6 (1) : 119-123.
Kurniawan HNA, Kumalaningsi S, Febrianto A. 2013. Pengaruh Penambahan
Konsentrasi Microbacter Alfaafa-11 (MA-11) dan Penambahan Urea
terhadap Kualitas Pupuk Kompos dari Kombinasi Kulit dan Jerami Nangka
dengan Kotoran Kelinsi. Malang : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya.
Muller. 2005. The Function of the Compost and Casing Layer in Relation to
Fruiting and The Growth of The Citivated Mushroom.
Mundiatun. 2013. Faktor Penentu Kualitas Kompos. Widyaisara Departemen
PLH PPPPTK BOE. Kota Malang. Diakses pada tanggal 1 februari 2017.
http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/plh/65-
peduli-kesehatan-ii.
Pasaribu T. 2002. Aneka jamur unggulan yang menembus pasar. Grasindo.
Jakarta
Prayogo TS, Razak AR dan Sikanna R. 2018. Pengaruh lama pengomposan
terhadap tubuh buah dan kandungan gizi pada jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus). KOVALEN. Vol 4 (2) : 131-144.
Suhardiman P. 2006. Jamur Merang dan Mushroom. Jakarta : Pusat Penelitian
Yayasan Sosial Tani Membangun.
Suhut, Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta : Agro Media.
Surawiria. 2007. Pengantar untuk Mengenang dan Menanam Jamur. Bandung.
Wahyudi, Husen dan Santoso. 2002. Pertanian organik menuju pertanian
alternatif dan berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta.
Widiwurjani. 2010. Menggali potensi serasah sebagai media tumbuh jamur
Tiram putih (Pleurotus oetreatus). Unesa University Press. Surabaya.
14