Anda di halaman 1dari 3

Analisis Ekonomi Deskriptif:

Wabah virus corona yang berasal dari Cina terus menginfeksi ekonomi dunia, termasuk Indonesia karena
China berperan besar terhadap peta ekspor, pariwisata dan investasi Indonesia. Nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS melemah dan sempat menyentuh Rp14.400 dan saat ini masih di angka Rp 14.253 per
dolar.

Dampak dari wabah virus corona diprediksi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi yang
diperkirakan hanya tumbuh dibawah 5%. Hal ini, tentu jauh dibawah target yang ditetapkan Pemerintah
yakni sebesar 5,3%.

Persebaran COVID-19 atau yang dikenal sebagai virus Corona menjadi perhatian serius para ekonom,
pelaku bisnis, sampai pengambil kebijakan di berbagai negara. Sebagai raksasa ekonomi global, Tiongkok
merupakan produsen sekaligus konsumen terbesar global dengan Produk Domestik Bruto atau yang
biasa dikenal dengan istilah Gross Domestic Product (GDP) pada tahun 2018 mencapai USD 13,6 triliun.
Gejolak yang terjadi di Tiongkok berimbas ke negara-negara lain yang memiliki aktivitas perekonomian
dengan Tiongkok, salah satunya adalah Indonesia.

Pariwisata diperkirakan akan menjadi sektor yang paling berdampak akan merebaknya kasus ini. Asosiasi
Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) memprediksi potensi kerugian sektor industri
pariwisata mencapai puluhan miliar per bulan karena anjloknya turis dari China.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kunjungan wisatawan China ke Indonesia selama Januari
sampai Juni 2019 mencapai 1,05 juta orang, terbanyak kedua setelah wisatawan Malaysia.

Pelemahan ekonomi Indonesia lainnya bisa terjadi karena China merupakan salah satu mitra dagang
terbesar Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2020, penurunan tajam
terjadi pada ekspor migas dan non-migas yang merosot 12.07%, hal ini dapat terjadi karena China
merupakan pengimpor minyak mentah terbesar, termasuk dari Indonesia.

Dari sisi impor juga terjadi penurunan 2.71% yang disumbang turunnya transaksi komoditas buah-
buahan.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan memperkirakan


pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan sekitar 0,23%, jika perekonomian China
melemah satu persen akibat wabah virus Corona.

Analisis Ekonomi Mikro dan Makro

 Mikro
 Perilaku Konsumen
 Perilaku Produsen
 Kondisi Pasar
 Makro
Kebijakan pemerintah:
 untuk mengantisipasi melemahnya industri pariwisata dan membuat stimulus agar daya beli
masyarakat dapat bertahan. Salah satu strategi itu adalah mengucurkan dana APBN senilai
Rp 72 miliar untuk “influencer”.
Dana tersebut dialokasikan untuk maskapai dan dan agen perjalanan, berupa diskon khusus
tiket pesawat ke daerah-daerah pariwisata.
Total dana insentif untuk diskon pesawat itu adalah Rp 98,5 miliar dari Rp 298,5 miliar dana
keseluruhan.
Stimulus lain yang disiapkan pemerintah adalah pengurangan tarif Pelayanan Jasa
Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) sebesar 20 persen selama 3 bulan pada 10 destinasi,
yang nilainya sekitar Rp 265,6 miliar.
Tak hanya itu, Pertamina juga memberikan insentif berupa diskon avtur di bandara yang ada
di 9 destinasi wisata, dengan total diskon ini nilainya senilai Rp 265,5 miliar selama 3 bulan.
Terakhir, pemerintah mendorong adanya insentif sesuai dengan usulan asosiasi untuk pajak
hotel dan restoran. Untuk itu, pemerintah akan menyubsidi atau memberikan hibah kepada
pemerintah daerah yang terdampak akibat penurunan tarif pajak hotel dan restoran di
daerah, besarnya sebanyak Rp 3,3 triliun.
Daerah-daerah yang diberikan insentif tersebut adalah (1) Danau Toba, (2) DI Yogyakarta, (3)
Malang, (4) Manado, (5) Bali, (6) Mandalika, (7) Labuan Bajo, (8) Bangka Belitung, (9) Batam,
(10) Bintan.
 Pemerintah Indonesia menyiapkan sejumlah insentif fiskal demi mereduksi dampak negatif
dari kasus merebaknya virus corona, khususnya mereduksi dari sisi perekonomian agar tak
terlalu berdampak bagi ekonomi nasional.
Salah satu cara yang dipakai adalah dengan menyiapkan sejumah kartu sakti, yakni kartu
sembako dan kartu prakerja.
Inflasi:
Pemerintah mewaspadai ancaman inflasi sebagai dampak lanjutan akibat merebaknya virus
corona Covid-19. Pemerintah harus mengendalikan pasokan pangan agar harga-harga tidak
melonjak pada masa mendatang.
Saat ini sudah terjadi kenaikan harga untuk beberapa komoditas. Salah satunya gula akibat
pasokan menipis. Di sejumlah pasar tradisional, harga gula eceran mencapai Rp 13.500 hingga
Rp 15 ribu per kilogram.
Jika pemerintah tidak bisa mengantisipasi gejala ini, inflasi akan tidak terkendali dan konsumsi
masyarakat menurun. Padahal, selama ini produk domestik bruto Indonesia masih bertumpu
pada tingkat konsumsi.
Pemerintah harus segera melakukan operasi pasar sebelum mendekati Lebaran. Operasi pasar
dinilai efektif untuk mengendalikan kenaikan harga untuk bahan baku dan produk-produk
makanan serta minuman.
Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat laju inflasi pada Januari 2020 sebesar 0,39 persen.
Inflasi dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas pangan, terutama cabai merah dan cabai
rawit. Komoditas lain yang mengalami kenaikan harga pada Januari adalah ikan segar dan
minyak goreng yang masing-masing menyumbang andil inflasi 0,04 persen.

Analisis Ekonomi Terapan

Kesimpulan dari teori ekonomi yang ada dalam ekonomi deskriptif yaitu pemerintah sudah sepatutnya
mengantisipasi dampak virus corona ke Indonesia baik lewat jalur perdagangan, investasi, dan
pariwisata. Sehingga, target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada 2020 dapat dicapai.

Anda mungkin juga menyukai