Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI PERBANKAN

SISTEM KUANGAN ISLAM

OLEH KELOMPOK 1

1. Novi Asrina (1711021022)


2. Nur Syamsi Adilla(1711021009)
3. Oftaviani(1711021013)
4. Westi Rahmadhani(1711021032)

POLITEKNIK NEGERI PADANG

2018/2019
Sistem Keuangan Syariah

Praktik sistem keuangan syariah telah dilakukan sejak zaman kejayaan Islam. Namun
seiring melemahnya sistem Khalifa pada abad ke-19, dinasti onttoman memperkenalkan sistem
perbankan barat kepada dunia Islam. Perkembangan selanjutnya pada 1970-an mulailah berdiri
bank yang mengadopsi sistem syariah kemudian berkembang pesat dan saat ini banyak negara
telah melakukan kegiatan perdagangan dan bisnis sesuai syariat Islam.

Filosofi sistem keuangan “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya melihat interaksi
antara faktor produksi dan prilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem keuangan
konvensional, melainkan juga harus menyeimbangkan berbagai unsur etika, moral, sosial, dan
dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan menuju masyarakat yang
sejahtera secara menyeluruh. Melalui sistem kerjasama bagi hasil maka akan ada pembagian
resiko. Resiko yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya ditaggung penerima modal atau
pengusaha saja, namun juga resiko ditanggung oleh pemberi modal.

Sistem keuangan Islam adalah seperangkat aturan dan hukum, secara kolektif disebut
sebagai syariah, yang mengatur aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya masyarakat Islam.
Penjabaran lebih lanjut dari peraturan yang di interpretasikan oleh ulama dalam hukum Islam
bersumber dari Quran dan Sunnah.

Berikut ini adalah sistem keuangan Islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan aS-
sunnah :

 Pelarangan bunga (Prohibition of interest) Larangan riba, istilah secara harfiah berarti
"kelebihan" dan ditafsirkan sebagai "setiap peningkatan dibenarkan modal apakah
pinjaman atau penjualan" adalah prinsip utama dari sistem. Lebih tepatnya, setiap
tambahan, tetap, tingkat yang telah ditetapkan terkait dengan kedewasaan dan jumlah
pokok) dianggap riba dan dilarang. Konsensus umum di kalangan ulama Islam adalah
bahwa riba tidak hanya mencakup riba tetapi juga pengisian "bunga" yang dipraktekkan
secara luas.Larangan ini didasarkan pada argumen keadilan sosial, kesetaraan, dan hak
milik. Islam mendorong pendapatan dari keuntungan tetapi untuk-tawaran pengisian
bunga karena keuntungan bagi hasil ditentukan setelahnya melambangkan kewirausahaan
sukses dan penciptaan kekayaan tambahan. Sedangkan bunga, ditentukan sebelum
keuntungan atau hasil usaha diperoleh sehingga biaya yang masih harus dibayar terlepas
dari hasil operasi bisnis dan tidak mungkin menciptakan kekayaan jika ada kerugian
bisnis. Keadilan sosial menuntut bahwa peminjam dan pemberi pinjaman berbagi
manfaat serta kerugian dalam metode yang adil dan bahwa proses akumulasi kekayaan
dan distribusi dalam perekonomian adil dan hasil produktivitas yang murni.
 Pembagian resiko (Risk sharing) Melalui pembagian resiko maka pembagian hasil akan
dilakukan dibelakang yang besarannya tergantung dari hasil yang diperoleh. Halini juga
membuat kedua belah pihak saling membantu untuk bersama-sama memperoleh laba,
selain lebih mencerminkan keadilan.
 Tidak Menganggap Uang sebagai Modal Potensial Dalam fungsinya sebagai
komoditas, uang dipandang dalam kehidupan yang sama dengan barang yang dijadikan
sebagai objek transaksi untuk mendapatkan keuntungan (laba). Sedang dalam fungsinya
sebagai modal nyata (capital), uang dapat menghasilkan sesuatu (sifat produktif) baik
menghasilkan barang maupun jasa. Oleh sebab itu, sistem keuangan islam memandang
uang boleh dianggap sebagai modal kalau digunakan bersama dengan sumber daya yang
lain untuk memperoleh laba.
 Larangan perilaku spekulatif (Prohibition of speculative behavior) Larangan
perilaku spekulatif. Sebuah sistem keuangan Islam melarang penimbunan dan melarang
transaksi menampilkan ketidakpastian yang ekstrim, perjudian, dan risiko.
 Kesucian kontrak (Sanctity of contract) Islam menjunjung tinggi kewajiban kontrak
dan pengungkapan informasi sebagai tugas suci. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
risiko informasi asimetris dan moral yang berbahaya.
 Kegiatan syariah disetujui (Shariah approved activities) Hanya kegiatan usaha yang
tidak melanggar aturan syariah dan memenuhi syarat untuk dijadikan investasi. Misalnya,
investasi dalam bisnis berurusan dengan alkohol, perjudian, dan kasino akan dilarang
A. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Lembaga keuangan Islam secara esensial berbeda dengan lembaga keuangan


konvensional baik dalam tujuan, mekanisme, kekuasaan, ruang lingkup serta tanggung jawabnya.
Setiap institusi dalam lembaga keuangan syariah bertujuan membantu mencapai tujuan sosio
ekonomi masyarakat Islam.

Lembaga keuangan Islam didirikan dengan tujuan mempromosikan dan mengembangkan


penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan
perbankan serta bisnis yang terkait. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah
prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

Dasar pemikiran dikembangkannya lembaga keuangan Islam di Indonesia adalah untuk


memberikan pelayanan kepada sebagian masyarakat Indonesia yang tidak dapat dilayani oleh
lembaga keuangan yang sudah ada di Indonesia, karena bank-bank tersebut menjalankan sistem
bunga. Sebagian masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, meyakini bahwa aktivitas
lembaga keuangan yang menjalankan praktek bunga tidak sesuai dengan prinsip Syari'ah
Islamiyah, sehingga keikutsertaan mereka dalam sektor keuangan tidak optimal. Dengan
dikembangkannya lembaga keuangan yang dijalankan dengan prinsip-prinsip Syari'ah
diharapkan seluruh potensi ekonomi masyarakat Indonesia yang belum dioptimalkan dapat
dioptimalkan.

Kegiatan Lembaga Keuangan Islam haruslah didasarkan atas:

a. Larangan bunga pada semua bentuk transaksi.


b. Pelaksanaan pada aktivitas bisnis dan perdagangan atas dasar kejujuran dan
keuntungan yang sah.
c. Pemupukan dana serta penggunaannya di Negara- negara islam.
d. Pembinaan kebiasaan menabung di kalangan umat islam.
e. Penataan aktivitas bisnis yang dapat diterima oleh dan sesuai dengan Syari’ah.
f. Kerja sama dengan lembaga keuangan Islam lain di luar negeri untuk mendorong
pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial masyarakat muslim.
Lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia:

a. Bank Syariah

Pada zaman Bani Abbasiyyah, jihbiz lebih dikenal dengan profesi penukaran uang. Yang
pada waktu itu diperkenalkan mata uang yang dikenal dengan fulus yang terbuat dari tembaga,
dengan adanya fulus. Para gubernur pemerintahan cenderung mencetak fulusnya masing-masing
sehingga akan berbeda-beda nilai dari fulus tersebut kemudian ada sistem penukaran uang.
Selain melakukan penukaran uang jihbiz juga menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan
jasa pengiriman uang.

jadi bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan BPR Syariah.

b. Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam bahasa arab istilah asuransi
biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa
zawalul khauf. tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut. Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992
tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah
pihak atau lebih. Dimana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan
menerima premi asuransi. untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi. dalam
bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada akad tabarru’. yaitu akad yang
didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari satu pihak kepada pihak yang lain. Dengan akad
tabbaru’ berarti peserta asuransi telah melakukan persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan
asuransi. untuk menyerahkan pembayaran sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelola
dan dimanfaatkan. untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami kerugian.
Akad tabarru’ ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi saling tolong-menolong
antara peserta asuransi untuk saling menanggung bersama. Akad lain yang dapat diterapkan
dalam bisnis asuransi adalah akad mudharabah. yaitu satu bentuk akad yang didasarkan pada
prinsip profit dan loss sharing atas untung dan rugi. dimana dana yang terkumpul dalam total
rekening tabungan dapat di investasikan oleh perusahaan asuransi. yang risiko investasi
ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.

c. Pasar Modal Syariah

Istilah sekuritas (securities) seringkali disebut juga dengan efek. yakni sebuah nama kolektif
untuk macam-macam surat berharga. misalnya saham, obilgasi, surat hipotik, dan jenis surat lain
yang membuktikan hak milik atas sesuatu barang. Dengan istilah yang hampir sama, sekuritas
juga dapat dipahami sebagai promissory notes/commercial bank notes. yang menjadi bukti
bahwa satu pihak mempunyai tagihan pada  pihak lain. Adapun yang dimaksud sekuritas syariah
atau efek syariah adalah efek sesuai dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal. yang akad pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-
prinsip syariah.
Alasan penyangkalan mereka yang menolak surat berharga adalah karena di dalamnya
terkandung bai ad-dyn (jual beli utang). Sementara itu islam secara tegas telah mengharamkan
jual beli utang. Reaksi yang berbeda dikemukakan oleh pendapat kedua, yakni mereka yang
mengabsahkan transaksi surat berharga. Umumnya mereka menyandarkan pada prinsip bahwa
surat berharga tersebut haruslah di endors (dijamin) oleh pihak penerbit. kemudian surat
berharga tersebut haruslah timbul dari aktivatas yang tidak bertentangan dengan syariah. Jadi,
selama kedua hal ini tidak dilanggar, tarnsaksi surat berharga menjadi sah karenanya.
Terlepas bagaimanapun reaksi yang diungkapkan oleh umat. Yang pasti islam sangat
menganjurkan umatnya untuk melakukan aktifitas ekonomi (mu’amalah) dengan cara yang benar
dan baik. serta melarang penimbunan barang, atau membiakan harta menjadi tidak produktif.
sehingga aktifitas ekonomi yang dilakukan depat meningkatkan ekonomi umat. Tujuan utamanya
adalah untuk memproleh keuntungan (falah), baik materi maupun non materi, dunia dan akhirat.
Sementara itu, segala bentuk aktivitas ekonomi yang dilakukan haruslah berdasarkan suka sama
suka, berkeadilan, dan tidak saling merugikan.
d. Lembaga Zakat

Zakat dalam arti fikih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan
kepada orang-orang yang berhak. Dalam sebuah hadist tentang penempatan Muaz di Yaman.
Rasulullah berkata “Terangkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang
dikenakan pada kekayaan orang-orang kaya”. Dalam beberapa ayat zakat diterangkan sebagai
sedekah.

Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar dan maisir.

 Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara


linguistik, riba berarti tumbuh dan membesar (Saeed, 1996). Menurut Abu hanifah, riba
adalah melebihkan harta dalam suatu transaksi tanpa pengganti atau imbalan.
Maksudnya, tambahan terhadap barang atau uang yang timbul dari suatu transaksi utang
piutang yang harus diberikan oleh pihak yang berutang kepada pihak yang berpiutang
pada saat jatuh tempo.
Dalam Al Qur’an sendiri, sudah dijelaskan keharamannnya:
“Wahai orang-orang yang beriman Janganlah kamu memakan riba dengan belipat
ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung,”( Q.S. Ali Imran [3] : 130).
 Gharar adalah “ketidakpastian”. Maksud ketidapastian dalam transaksi muamalah
adalah “ada sesuatu yang ingin disembunyikan oleh sebelah pihak dan hanya boleh
menimbulkan rasa ketidakadilan serta penganiayaan kepada pihak yang lain.”
Secara sederhana, gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan atau
keraguan tentang adanya komoditas yang menjadi objek akad, ketidakjelasan akibat, dan
bahaya yang mengancam antara untung dan rugi; pertaruhan atau perjudian. Dalam islam,
gharar adalah perkara yang dilarang dan haram hukumnya karena sangat merugukan
salah satu pihak yang lain
 Maisir atau qimar secara harfiah bermakna judi (spekulasi). Secara teknis,maysir adalah
setiap permainan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu berupa materi yang diambil dari
pihak yang kalah untuk pihak yang menang.
 Ikhtikar (penimbunan barang ) adalah penimbunan barang, dilarang karena akan
merugikan orang lain dengan melangkakannya dan didapat dengan harga tinggi. sesuai
hadist “Tidak menimbun barang kecuali yang berdosa” (HR. Muslim, Tarmidzi dan Abu
Dawud)

Perbedaan Lembaga Keuangan Islam dengan Lembaga Keuangan Konvensional.

Sistem Keuangan Islam Sistem Keuangan Konvensional


Melakukan investasi yang halal saja. Investasi yang halal dan haram.
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, Memakai perangkat bunga.
atau sewa.
Berorientasi pada keuntungan (profit Profit oriented.
oriented) dan kemakmuran dan kebahagiaan
dunia akhirat.
Penghimpunan dan penyaluran dana harus Tidak terdapat DPS
sesuai dengan fatwa DPS (Dewan Pengawas
Syariah)

Prinsip Prinsip Bank Syariah

Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-


prinsip:

 Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko
masing-masing pihak
 Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana,
serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi
untuk memperoleh keuntungan
 Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara
terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya
 Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Adapun prinsip-prinsip yang membedakan Bank Syariah dengan Bank Konevensional adalah:
 Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
 Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan
keuntungan yang halal
 Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
 Larangan menjalankan monopoli.
 Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan
yang tidak dilarang oleh Islam.

Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:

 Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan
fatwa Dewan Pengawas Syariah;
 Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan
Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan
debitur-kreditur;
 Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga
falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
 Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan
bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam
(qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
 Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam

Produk dan Jasa Bank Syariah

Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah
dengan bank konvensional adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank
konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya.
Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam memberikan
pelayanan kepada nasabahnya.
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian
besar, yaitu :

 Produk Penyaluran Dana (financing);


 Produk Penghimpunan Dana (funding); dan
 Produk Jasa (service)

Penyaluran Dana

Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi
kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu :

1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli


2. Pembiayaan dengan prinsip sewa
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4. Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap

Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang
menggunakan prinsip sewa digunakan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan
untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.

 Prinsip Jual Beli (Ba’i)

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi
bagian harga atas barang yang dijual.Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut :

 Bai'al Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu
memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Sebagai contoh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan
adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-
Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru
kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah
pada pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar
negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
 Bai'as-Salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui
terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus
dalam bentuk uang.
 Bai'al Istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu
ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam.
Pengertian Bai'Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen
(pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu
tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-
menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per
bulan atau di belakang.
 Prinsip Sewa (Ijarah)

Akad Ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau
manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah
sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada
jual-beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.

Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena
itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamik (sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

 Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut:

 Al-musyarakah (Partisipasi Modal) adalah akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau
amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.
AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan
proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan
dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai
dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang
dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti
pada lembaga keuangan modal ventura.
 AI-mudharabah Secara spesifikterdapat bentuk musyarokah yang popular dalam
produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama
antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama antara panduan kontribusi 100%
modal kas dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.
Perbedaan yang esensial dari musyarokah dan mudharobah terletak pada besarnya
kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam
mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarokah
modal berasal dari dua pihak atau lebih.Musyarokah dan mudharabah dalam literatur
fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al-amanah) yang menuntut tingkat
kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak
harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama.

Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah :

1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus
diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau berupa barang yang dinyatakan
nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan bertahap, maka harus
jelas tahapannya dan disepakati bersama.
2. Hasil dari pengelolaan modal mudharabah dapat diperhitungkan dengan cara:
 Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
 Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan
atau waktu yang disepakati.
4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak
mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
 Al-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan
penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami
produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia
perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi
hasil panen.Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk.
Sedangkan penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan
diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati
 Al-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana
dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen
pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dengan penggarap.
 Akad Pelengkap

Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan akad pelengkap. Akad


pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi ditujukan untuk mempermudah
pelaksanaan pembiayaan. Uraian berikut ini akan membahas akad-akad pelengkap ini.

 Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari
satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan
kegiatan anjak piutang atau factoring.
 Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti
jaminan utang atau gadai.
 Qard adalah pinjaman uang. Aplikasi qard dalam perbankan baiasanya dalam empat
hal, yaitu:
1. Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon jamaah haji diberikan
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan haji.
2. Sebagai pinjaman tunai (Cash advanced) dari produk kartu kredit syariah,
dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank
melalui ATM.
3. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank
akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema
jual bel, ijarah, atau bagi hasil.
4. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas
ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.
 Al-Wakalah (Amanat) atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau
pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan
sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
 Al-Kafalah (Garansi) merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada
pihak lain.

Produk Penghimpun Dana

Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito.
Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip Wadhi’ah dan Mudharabah.

 Prinsip Wadhiah

Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari
satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.

Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu
bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang
titipan. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan
dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh.
Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah(tangan
penanggung).

Prinsip wadi'ah yang diterapkan adalah wadi'ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk
rekening giro. Wadh'ah dhamanah berbeda dengan wadi'ah amanah. Dalam wadi'ah amanah
harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedangkan dhamanah yang dititipi
(bank) boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Implikasi hukumnya sama dengan qardh,
dimanan nasabah meminjamkan uang kepada bank. Pemilik dana tidak mendapat imbalan tapi
insentif yang tidak diperjanjikan. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan
deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk
simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.

 Prinsip Mudharabah

Mudharabah dapat didefinisikan sebagai sebuah akad atau perjanjian diantara dua belah
pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahib al-mal atau al-mal), memercayakan
kepada pihak kedua atau pihak lain (pengusaha), untuk menjalankan suatu aktivitas atau
usaha.Apabila mengalami kerugian maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian pengelola, maka sipengelolalah yang bertanggug jawab. Dan didalam
prktiknya mudharabah terbagi menjadi 2 macam, yakni:

a. Mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain
yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha
dan daerah bisnis.
b. Mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di
mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.

Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan


atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari
simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat
dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan 

Dan keistmewaan dari sebuah mudharabah adalah pada peran ganda dari mudharib, yakni
sebagai wakil (agen) sekaligus mitra. Mudharib adalah wakil dari rabb al- mal dalam setiap
transaksi yang ia lakukan pada harta mudharabah. Mudharib kemudian menjadi mitra dari rabb
al-mal ketika ada keuntungan.

 Akad Pelengkap

Seperti yang juga terjadi pada penyaluran dana, maka dalam pelaksanaan penghimpunan
dana, biasanya juga diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ini juga tidak ditujukan untuk
mencari kuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Salah satu
alat pelengkap yang dapat dipakai untuk penghimpunan dana adalah akad wakalah.

Wakalahdalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.

Jasa Perbankan

Selain menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pihak yang membutuhkan dana
dengan pihak yang kelebihan dana, bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa
perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan.

Jasa perbankan tersebut antara lain :

 Sharf (Jual Beli Valuta Asing)


Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf.jual beli mata uang
yang tidak sejenis ini ,penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).
Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
 Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan dan jasa tata laksana
administrasi dokumen. Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Berikut akan dikemukakan beberapa kendala dan perkembangan yang dihadapi


perbankan Syari'ah di Indonesia, sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan secara
optimal bagi dunia keuangan dan masyarakat.
 Hukum 

Sebelum tahun 1998 perbankan syari'ah berjalan tanpa adanya sandaran hukum yang kokoh
dan peraturan operasional perbankan yang sesuai dengan Syari'ah serta perangkat lainnya.
Keadaan ini menyebabkan Perbankan Syari'ah berusaha menyesuaikan produk-produknya
dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Akibatnya ciri khusus produk Islami belum bisa
ditampilkan. Akibat yang lainnya adalah produk-produk itu belum sepenuhnya dapat diterima
masyarakat. 

 Likuiditas

Bank Indonesia belum menyediakan fasilitas likuiditas tanpa bunga bagi perbankan Syari'ah,
hal ini karena BI menjalankan UU Bank Sentral No.13/1968 yang menyatakan bahwa
pendapatan Bank Indonesia adalah bunga. 

 Earning Assets

Standard yang digunakan BI untuk mengukur kolektibilitas antara perbankan Syari'ah dan
konvensional adalah sama, padahal dalam perbankan Syari'ah dimungkinkan untuk memperoleh
pendapatan nol. Contohnya jika usaha yang dibiayai bank syari'ah secara mudharabah
pengembaliannya nol, dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan. Bagi perbankan Syari'ah
fenomena ini sesuatu yang normal sebagai "nature of business cycle" yang mengakibatkan
penurunan pendapatan, sementara bank sentral akan mengukurnya dengan ukuran pembiayaan
pada ba nk konvensional, dan memasukkannya kedalam kolektibilitas. 

 Akuntansi 

Sistem akutansi perbankan di Indonesia mengacu kepada Standard dan Ketentuan Akuntansi
Perbankan Indonesia (SKAPI) tanpa ada ketentuan khusus tentang perbankan Syari'ah
didalamnya. Ini akan membuat penilaian terhadap pembukuan dalam perbankan Syari'ah tidak
sesuai, karena asumsi yang digunakan dalam SKAPI adalah perbankan konvensional. 

 Perpajakan 

Perbankan Syari'ah memiliki produk bai' (jual beli), dalam hal ini Perbankan Syari'ah
mengalami kendala perpajakan. Produk bai' seharusnya diperlakukan sebagai jual beli riil, bukan
pembiayaan, sehingga akan terjadi pajak ganda (double taxation), yaitu pajak jual beli ketika
transaksi dan pajak pendapatan pada akhir tahun. 

 Standard Fatwa 

Belum adanya keseragaman fatwa tentang beberapa produk perbankan Syari'ah, walaupun
sudah ada Dewan Syari'ah Nasional, tetapi setiap Dewan Pengawas Syari'ah di setiap institusi
dapat mengeluarkan fatwanya sendiri yang memiliki kemungkinan berbeda dengan yang lain.
Hal semacam ini akan membingungkan ummat dan menyulitkan pelaksana di lapangan. 

 Jaringan Bank Syari'ah 

Jaringan Bank Syari'ah masih sangat terbatas, keterbatasan jaringan ini sangat berpengaruh
terhadap kemampuan pelayanan bank Syari'ah terhadap masyarakat yang mendambakan produk-
produk bank Syari'ah. 

 Sumber Daya Insani 

Masih sangat terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan prinsip maupun
keterampilan teknis, sehingga akan berpengaruh pada kualitas pelayanan. 

 Persepsi masyarakat 

Secara umum masyarakat memiliki pemahaman yang terbatas mengenai kegiatan operasional
perbankan Syari'ah ; keterbatasan ini menyebabkan sebagian masyarakat memiliki persepsi yang
tidak tepat mengenai operasional perbankan Syari'ah. 

DAFTAR PUSTAKA

Kasmir. 2002. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud. 2001. Perbankan Syariah Prinsip, Praktik,


Prospek.. Yakarta: Serambi.
Muhammad. 2006. Bank Syariah Analisa Kekuatan, Peluang, Kelemahan, dan Ancaman, .
Yogyakarta: Ekonesia.

Karim, Adiwarman A. 2009. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan ed.3. Jakarta: Rajawali
Pers

Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya; (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


2002),cetakan keenam., Hlm 177.

r.Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan;(PT RajaGrafindo


Persada,2004),cetakan ketiga, hlm.97

Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip,Praktik,Prospek,


(Yakarta:Serambi,2001), Hlm 66.

Anda mungkin juga menyukai