Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang ada pada saat ini memberi
kemudahan bagi para praktisi kesehatan untuk mendiagnosa penyakit serta
menentukan jenis pengobatan bagi pasien. Salah satu bentuk kemajuan tersebut
adalah penggunaan alat MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk melakukan
pencitraan diagnosa penyakit pasien.

MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan suatu alat diagnostik


mutakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh anda dengan menggunakan
medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi,
penggunaan sinar X, ataupun bahan radioaktif. selama pemeriksan MRI akan
memungkinkan molekul-molekul dalam tubuh bergerak dan bergabung untuk
membentuk sinyal-sinyal. Sinyal ini akan ditangkap oleh antena dan dikirimkan
ke komputer untuk diproses dan ditampilkan di layar monitor menjadi sebuah
gambaran yang jelas dari struktur rongga tubuh bagian dalam.

MRI menciptakan gambar yang dapat menunjukkan perbedaan sangat jelas


dan lebih sensitive untuk menilai anatomi jaringan lunak dalam tubuh, terutama
otak, sumsum tulang belakang, susunan saraf dibandingkan dengan pemeriksaan
x-ray biasa maupun CT scan juga jaringan lunak dalam susunan musculoskeletal
seperti otot, ligament , tendon , tulang rawan , ruang sendi seperti misalnya pada
cedera lutut maupun cedera sendi bahu. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
dengan MRI yaitu evaluasi anatomi dan kelainan dalam rongga dada, payudara ,
organ organ dalam perut, payudara, pembuluh darah, dan jantung.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran
penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen.
Tehnik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat
gambaran potongan coronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
tubuh pasien. Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detil tubuh
manusia akan tampak jelas, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti. Magnetic Resonance Imaging yang disingkat dengan MRI
adalah suatu alat diagnostik mutahir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh
dengan menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio, tanpa
operasi, penggunaan sinar X ataupun bahan radioaktif. Hasil pemeriksaan MRI
yaitu berupa rekaman gambar potongan penampang tubuh/organ manusia dengan
menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 Tesla (1 Tesla =
1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen.1

2.2 Tipe MRI


MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :
MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang luas
MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.
Sedangkan bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :
MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5 T
MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – T
MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T.
Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena alat
tersebut dapat digunakan untuk teknik Fast Scan yaitu suatu teknik yang
memungkinkan 1 gambar irisan penampang dibuat dalam hitungan detik, sehingga
kita dapat membuat banyak irisan penampang yang bervariasi dalam waktu yang
sangat singkat. Dengan banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi menjadi
menjadi lebih spesifik.1,2

2
2.3 Komponen MRI
Komputer pada MRI merupakan otak dan komponen utama yang
digunakan untuk memproses sinyal, menyimpan data dan menampilkan gambar
yang dihasilkan. Selain sistem computer, komponen utama pada perangkat MRI
adalah: magnet utama, koil gradient X, Y, dan Z, koil pemancar dan penerima
radiofrekuensi, serta sistem akuisisi data dalam komputer.
Pada gambar 2.1 menunjukkan beberapa perangkat keras dari mesin MRI dimana
diantaranya magnet utama, koil gradient X, Y, dan Z, koil pemancar dan penerima
radiofrekuensi.3

Gambar 2.1 Beberapa perangkat keras dari mesin MRI

2.4 Prinsip MRI


Pada prinsip ini proton yang merupakan inti atom hydrogen dalam sel
tubuh berputar (spining), bila atom hydrogen ini ditembak tegak lurus pada
intinya dengan radiofrekuensi tinggi didalam medan magnit secara periodik akan
beresonansi, maka proton tersebut akan bergerak menjadi searah / sejajar. Dan
bila radiofrekuensi tinggi ini dimatikan, maka proton yang bergetar tadi akan
kembali keposisi semula dan akan menginduksi dalam satu kumparan untuk
menghasilkan sinyal elektrik yang lemah. Bila hal ini terjadi berulang-ulang dan
sinyal elektrik tersebut ditangkap kemudian diproses dalam komputer akan dapat
disusun menjadi suatu gambar.

3
Permanent magnet (generating a constant static magnetic
field)
Gradient magnetic field coil (providing MR signal with positional information)
Transmitter coil (applying an RF pulse)
Receiver coil (receiving MR signal)

Display

Image
Nc Processing
system

Rf Signal

Gambar 2.2 Komposisi dasar sistem MRI

Metode ini dipakai karena tubuh manusia mempunyai konsentrasi atom


hydrogen yang tinggi (70%). Untuk menghasilkan sebuah gambaran dari proton,
minimum dibutuhkan tenaga medan magnit 0,064 Tesla. Untuk suatu medan
magnit yang rendah 0,2 tesla dibutuhkan kumparan yang normal dimana tenaga
listrik dirubah menjadi panas. Untuk suatu medan magnit diatas 0,3 tesla
dibutuhkan suatu kumparan istimewa / super. Kumparan ini ekstrim dingin (-2690
C), sehingga tahanannya tidak sama sekali nol. Oleh karena itu, kumparan super
ini tidak memakai listrik kumparan ini sangat mahal. Saat kini alat Magnetic
Resonance Imaging (MRI) yang digunakan mulai dari 0.064T sampai 3 Tesla.
Teknik penggambaran MRI relatif kompleks karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut tepat,
kualitas gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan
perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti. Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu
teknologi pencitraan yang menggabungkan prinsip magnetic dan resonansi
(gelombang radiofrekuensi) untuk menghasilkan gambaran parenkim tubuh
manusia.4

4
Prinsip dasar pencitraan MRI dapat disimpulkan secara ringkas yaitu
dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara acak
sehingga tidak ada jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan kedalam medan
magnet yang kuat dalam pesawat MRI, proton-proton dalam tubuh pasien akan
searah (parallel) dan tidak searah (antiparallel) dengan kutub medan magnet
pesawat serta melakukan gerakan presesi. Selisih proton proton yang searah dan
berlawanan arah amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan
selisih inilah yang akan merupakan inti bebas (tidak berpasangan) yang akan
membentuk jaringan magnetisasi. Pemberian gelombang radio frequency (RF)
proton menyerap sinyal elektromagnetik atau sinyal MRI. Sinyal - sinyal diterima
oleh sebuah koil antena penerima, selanjutnya sinyal- sinyal tersebut diubah
menjadi pulsa listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi
gambar.4

2.4.1 Dasar Fisika MRI

Gambar 2.3 Dasar Fisika MRI

Gambar 2.3 menunjukkan dasar fisika MRI, dimana (a) inti hidrogen
mengitari sumbunya atau spinning memiliki medan magnet, panah kuning
merupakan arah sumbu magnetis. Pada awalnya inti hidrogen (1–6), berpresesi
dengan berbagai sudut akan tetapi saat masuk kedalam medan magnet eksternal
(B0) akan berbaris, jumlah momen magnetis disebut vektor magnetisasi (NMV).
RF diberikan NMV membentuk sudut yang menghasilkan dua komponen
magnetisasi yaitu magnetisasi longituginal (Mz) dan magnetisasi transversal

5
(Mxy). Presesi Magnetisasi transversal disekitar koil penerima, dipengaruhi
tegangan (i). Ketika RF dimatikan terjadi T1 pembangkitan atau T1 recovery, T2
peluruhan atau T2 decay dan T2*.

2.5 Parameter MRI

Parameter pada magnetic resonance imaging adalah variabel yang dapat


mengakibatkan terjadinya pembedaan kontras. Dan khususnya dalam bidang
kesehatan untuk mendiagnosa suatu kelainan pada jaringan tubuh manusia.
Parameter dalam MRI dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Waktu pengulangan atau time repetition (TR)
b. Waktu gaung atau time encho (TE)

a. Waktu pengulangan atau time repetition (TR)


Waktu pengulangan adalah interval waktu antara pengulangan dua pulsa
yang sama. Pemberian TR yang panjang dapat mengevaluasi jaringan dalam irisan
yang lebih banyak serta SNR (Signal to Noise Ratio) yang lebih baik, namun
menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh data menjadi lebih
lama.TR yang pendek dapat mempersingkat waktu pengambilan data namun
jumlah irisan jaringan yang dievaluasi menjadi sedikit dan SNR menjadi rendah.4,5

Gambar 2.4

b. Waktu gaung atau time encho (TE)

6
Waktu gaung adalah interval waktu dari saat terakhir pada RF diberikan
sampai terdeteksinya sinyal MR (Magnetic Resonance) maksimum. Sinyal MR
maksimum tersebut merupakan sinyal spin echo. TE disebut pendek, jika
waktunya kurang dari 30 ms. Pemberian TE dengan panjang waktu sekitar tiga
kali lipat TE pendek disebut TE panjang. Pemilihan panjang dan pendeknya akan
mempengaruhi intesitas sinyal yang didapat.

Gambar 2.5

Intensitas sinyal besar jika memakai TE pendek, namun akibatnya


kekontrasan citra kurang baik karena tidak dapat membedakan jaringan yang satu
dengan jaringan yang lainnya yang memiliki relaksasi transversal yang
berbeda.Pemilihan TE panjang dapat memberikan kekontrasan citra yang kurang
baik, namun intensitas sinyal yang di dapat kecil.4,5

2.6 Pengukuran Sinyal MRI


Secara ringkas prosedur pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI
adalah pasien diletakan dalam medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan
sebuah gelombang radio, ketika gelombang radio dimatikan (turn off) pasien
memancarkan signal yang berasal dari proton proton tubuh pasien dan signal
tersebut akan diterima oleh antenna dan dikirim ke sisitem komputer untuk
direkonstruksi menjadi gambar. Proses terjadinya signal MRI yang berasal dari
pasien tersebut melalui 3 fase fisika yaitu : Fase Presesi (Magnetisasi), Fase
Resonansi dan Fase Relaksasi.

7
a. Fase Presesi dimana telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron
yang tidak bermuatan (netral) dan proton yang bermuatan positif.
Protonyang bersifat magnetic memiliki medan magnet yang mengarah
pada 2 kutub (utara dan selatan) mirip dengan sebuah magnet kecil
sehingga proton proton dengan kutubnya tersebut lazim disebut “Magnetic
Dipole”. Dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh
tersusun secara acak sehingga tidak dihasilkan jaringan magnetisasi.
Ketika pasien dimasukan kedalam medan magnet yang kuat dalam
pesawat MRI, magnetik dipole tubuh pasien akan searah (parallel) dan
tidak searah (antiparallel) dengan kutub medan magnet pesawat. Selisih
proton proton yang searah dan berlawanan arah amat sedikit dan
tergantung kekuatan medanmagnet pesawat dan selisih inilah yang akan
merupakan inti bebas (tidak berpasangan) yang akan membentuk jaringan
magnetisasi.
b. Fase Resonansi dimana kita mengetahui secara tepat frekuensi presesi
proton proton sangat mutlak untuk menentukan besarnya frekuensi presesi
gelombang radio (RF) yang akan dipancarkan untuk mengubah arah
orientasi dipole yang membentuk jaringan magnetisasi. Ketika proton
proton hydrogen mengalami 1 presesi, maka proton proton akan mudah
menyerap energi luar. Pada saat fase presesi itulah gelombang radio (RF)
dipancarkan dan proton proton hydrogen akan menyerapnya dan mulai
bergerak meninggalkan arah longitudinal (L direction) yang sejajar dengan
arah kutub magnet pesawat menuju kearah transversal (Tegak lurus
terhadap sumbu medan magnet pesawat) dan menghasilkan magnetisasi
transversal.
c. Fase Relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. T1 didefenisikan sebagai waktu
yang diperlukan proton proton hydrogen sekitar 63% telah berada kembali
dalam arah longitudinal (magnetisasi longitudinal). T1 mencerminkan
tingkat transfer energi frekuensi radio (RF) dari proton proton keseluruh
jaringan sekitar (Tissue-Lattice) sehingga T1 biasa pula dikenal; istilah
“Spin Lattice-Relaxation”, dimana besar T1 tergantung pada konsentrasi
dan kepadatan proton. Waktu yang diperlukan proton proton dari keadaan

8
magnetisasi transversal berkurang hingga sekitar 37 % saja merupakan
nilai T2 yang sebenarnya. Kehilangan signal yang diakibatkan oleh medan
magnetic lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nilai T2 yang
sebenarnya.6

2.7 Cara Kerja MRI


Putaran nukleus atom molekul otot diselarikan dengan menggunakan
medan magnet yang berkekuatan tinggi, Kemudian, denyutan/pulse frekuensi
radio dikenakan pada tingkat menegak kepada garis medan magnet agar sebagian
nuklei hidrogen bertukar arah, kemudian frekuensi radio akan dimatikan
menyebabkan nuklei berganti pada konfigurasi awal. Ketika ini terjadi, tenaga
frekuensi radio dibebaskan yang dapat ditemukan oleh gegelung yang
mengelilingi pasien, Sinyal ini dicatat dan data yang dihasilkan diproses oleh
komputer untuk menghasilkan gambar yang diinginkan.
Komponen-komponen seperti pada gambar dibawah ini yaitu :
1. System magnet.
2. Alat pemancar radio frekuensi tinggi.
3. Alat penerima radio frekuensi yang tinggi.
4. Computer
5. Tenaga listrik dan system pendingin.

Gambar 2.6

9
2.8 Pembobotan Pada MRI

Pembobotan pada MRI merupakan suatu pencitraan degan menggunakan


beberapa parameter yang berhubungan dengan jaringan tubuh yang akan di
diagnosa, dipengaruhi oleh nilai TR dan TE. Dalam penelitian ini dikaji tentang
pembobotan T1.
Pembobotan T1 dilakukan untuk menunjukkan struktur anatomi. TR dan
TE yang dipergunakan adalah pendek dengan metode pencitraan spin echo. Pada
pembobotan T1 menggunakan nilai TR dan TE yang pendek yaitu TR kurang dari
1000 msec dan TE kurang dari 30 msec, untuk menunjukkan struktur anatomi dari
jaringan yang didiagnosa. TR yang pendek akan memaksimalkan perbedaan
magnetisasi longitudinal selama kembali kekeadaan kesetimbangan atau
equilibrium.
Hal ini dikarenakan oleh nilai T1 jaringan yang pendek mengakibatkan
longitudinal recovery, T1 pada equilibrium banyak atau instensitas sinyal relative
banyak, tetapi untuk jaringan yang mempunyai T1 panjang atau long intensitas
sinyal relatifnya sedikit. Dengan TE yang pendek maka waktu untuk meluruh atau
relaksasi spin-spin sangat singkat sehingga peluruhan sinyal menjadi minimal. TE
yang pendek untuk meminimalkan tranverse decay, T2 selama akuisisi sinyal.
Peluruhan sinyal yang minimal merupakan tujuan dari pembobotan T1 dengan
nilai TE yang pendek, hasilnya akan terlihat hypointens atau sinyalnya
terperlihara karena nilai TE pendek.6,7
Jaringan Pembobotan T1
CSF Gelap
Gray matter Abu-abu
White matter Terang
Lemak atau fat Terang
Corticoal bone Gelap
Air Gelap
Darah atau blood Gelap
Edema Abu-abu gelap
Protein Terang

2.9 Relaksasi Spin T1

Waktu relaksasi T1 ini terjadi dimana energi yang dibebaskan ke


lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi bidang longitudinal akan

10
semakin lama semakin menguat (recovery) dengan waktu recovery yang konstan
dan berupa proses eksponensial.
Pada saat pulsa RF dihentikan (off), akan terjadi proses dimana Net Magnetisasi
Vektor kehilangan energi yang dikenal dengan relaksasi. Ada dua fenomena yang
terjadi pada saat terjadinya relaksasi yaitu jumlah magnetisasi pada bidang
longitudinal secara perlahan semakin meningkat yang dikenal dengan peristiwa
recovery dan pada saat yang sama jumlah magnetisasi pada bidang transversal
akan meluruh yang dikenal dengan decay

Gambar 2.7 Magnetisasi longitudinal

Sebagai contoh adalah lemak dan cairan cerebro spinal. Lemak memiliki
waktu relaksasi T1 yang pendek sekitar 180 ms sedangkan untuk cairan
cerebrospinal memiliki waktu relaksasi T1 yang panjang berkisar 2000 ms.
Sehingga untuk mencapai waktu relaksasi T1 (63%), lemak akan lebih cepat
dibanding dengan cairan cerebrospinal. Dengan demikian untuk pembobotan T1,
jaringan dengan waktu relaksasi T1 pendek (lemak) akan tampak terang dan
jaringan dengan waktu relaksasi T1 panjang (cairan cerebrospinal) akan tampak
gelap.

Relaksasi T1 (Relaksasi Longitudinal) Proton kembali ke kondisi awal


setelah melepaskan energi yang diserap dalam bentuk panas yang sangat sedikit
dan gelombang RF. Magnetisasi net berotasi kembali ke sumbu z (Mz). Jadi,
setelah beberapa saat, situasi menjadi sama persis sebelum pulsa RF dikirim.

11
Relaksasi T1 adalah konstanta waktu. T1 didefinisikan sebagai waktu yang
diperlukan Mz (magnetisasi longitudinal) untuk mencapai 63% dari magnetisasi
awal.8

Gambar2.8 Proses Relaksasi T1

Merupakan interaksi antara proton dengan proton. Berdasarkanmekanisme


relaksasi baik transversal maupun longitudinal di atas, untuk berbagai jaringan
dalam tubuh mempunyai prilaku dan waktu relaksasi yang berbeda – beda, yang
diterangkan pada Tabel 2.5.7,8

Tissue T1 (msec)
Muscle 870
Liver 490
Kidney 650
Grey Matter 920
White Matter 790
Lung 830
CSF 2.400

Tabel 2.1 Waktu relaksasi T1 pada jaringan tubuh

2.9 Hasil MRI T1

12
Gambar 2.9 MRI T1

BAB III
KESIMPULAN

13
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran
penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen.
Tehnik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat
gambaran potongan coronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
tubuh pasien.
Komponen utama pada perangkat MRI adalah: magnet utama, koil
gradient X, Y, dan Z, koil pemancar dan penerima radiofrekuensi, serta sistem
akuisisi data dalam komputer. Parameter pada magnetic resonance imaging
adalah variabel yang dapat mengakibatkan terjadinya pembedaan kontras. Dan
khususnya dalam bidang kesehatan untuk mendiagnosa suatu kelainan pada
jaringan tubuh manusia. Parameter dalam MRI dapat dibagi menjadi dua, yaitu
waktu pengulangan atau time repetition (TR) dan waktu gaung atau time encho
(TE). Pembobotan pada MRI merupakan suatu pencitraan dengan menggunakan
beberapa parameter yang berhubungan dengan jaringan tubuh yang akan di
diagnosa, dipengaruhi oleh nilai TR dan TE.
Proses relaksasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu relaksasi spin-kisi
(relaksasi longitudinal) dan relaksasi spin-spin (relaksasi transversal) yang
ditandai masing-masing dengan waktu relaksasi T1 dan T2.

DAFTAR PUSTAKA

1. Keevil SF. Magnetic Resonance Imaging in Medicine. PhysEd. 2001 Sep


6:476–485.

14
2. Bushberg, J.T. 2002. The Essential Physic Of Medical Imaging. California
: University of California
3. Brown MA, Semelka RC. MRI: Basic Principles and Applications Third
Edition. Hoboken, New Jersey, USA: John Wiley and Sons, Inc; 2003.
4. Schild HH. MRI: Made Easy. Berlin, Germany: Schering AG; 1990.
5. Blink EJ. MRI: Physics. http://mriphysics.net/bin/mri-physics-en-
rev1.3.pdf. Diakses pada tanggal 3 Juni 2018
6. Westbrook, Catherine, Carolyne Kaut, and John Talbot. 2011. MRI in
Practice, Fourth Edition.United Kingdom: Blackwell Science Ltd.
7. Alam DY. Rauf N. Samad BA. Perbandingan Parameter Waktu Relaksasi
Transversal Propeller dan Waktu Relaksasi Transversal Flair pada Citra
MRI. Universitas Hasanudin
8. Brown, M.A. dan Semelka, R. C. MRI Basic Principles and Application,
Fourth Edition.New Jersey: Wiley-Blackwell. 2010

15

Anda mungkin juga menyukai