NIM : PO.714241192012
1. Arthritis
Arthritis secara harfiah berarti peradangan sendi. Arthritis merupakan sekelompok
kondisi yang mempengaruhi sendi. Kondisi ini menyebabkan kerusakan sendi, biasanya
mengakibatkan rasa sakit dan kekakuan. Arthritis dapat mempengaruhi banyak bagian yang
berbeda dari sendi dan hampir setiap sendi di dalam tubuh (Arthritis Care, 2016). Secara
umum, arthritis dikenal dengan rematik.
2. Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan penyakit radang degenerative yang menyerang sendi
dan otot, tendon dan ligament yang melekat, hal ini ditandai dengan rasa sakit,
bengkak dan gerakan terbatas di persendian (Touhy & Jett, 2014). Faktor resiko yang
dapat menyebabkan terjadinya osteoarthritis yaitu penambahan usia, obesitas,
riwayat keluarga, dan memiliki trauma sendi.
Osteoarthritis terjadi dimana lapisan kartilago normal yang lembut dan ulet
menjadi tipis dan rusak, berlubang, kasar dan rapuh. Hal ini menyebabkan ruang
sendi menyempit dan akhirnya tulang-tulang sendi bergesekan, menyebabkan
kerusakan, rasa sakit, bengkak dan kesulitan bergerak. Tulang dibawah kartilago
menebal dan melebar keluar. Dalam beberapa kasus, osteofit dapat terbentuk di tepi
luar sendi, dan menyebabkan sendi terlihat menonjol. Membran sinoval dan kapsul
sendi menebal, dan ruang sendi menyempit yang dapat menyebabkan peningkatakan
jumlah cairan dalam sendi dan dapat membengkak (Arthritis Care, 2016). Untuk
lebih jelas, perhatikan gambar perbandingan antara sendi normal dan sendi dengan
gangguan.
Gambar 3 Perbandingan antara sendi normal dengan sendi yang mengalami
gangguan
3. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis yaitu penyakit autoimun yang disebabkan karena
inflamasi sendi pada sendi (Arthritis Research UK, 2014). Ganguan ini merupakan
gangguan sistemik dan kronis. Diperkirakan gangguan ini terjadi ketika tubuh
menciptakan peradangan pada persendiannya sendiri yang tidak di perlukan dan
bersifat merusak dirinya sendiri. Hal ini terjadi pada selaput synovial tipis yang
melapisi kapsul sendi, selubung tendon dan bursae menjadi meradang. Sendi yang
meradang kemudian menjadi kaku, nyeri dan bengkak. Pasien biasanya akan merasa
lelah atau mengalami kekakuan di pagi hari melebihi osteoarthritis. Menurut Arthritis
Research UK (2014) rasa sakit yang diderita oleh pasien rheumatoid arthritis karena
dua hal yaitu ujung saraf yang teriritasi oleh bahan kimia yang dihasilkan oleh
peradangan dan kapsul sendi meregang karena pembengkakan. Ketika inflamasi
berkurang, kapsul sendi tetap meregang dan tidak bisa kembali ke posisi awal, hal ini
disebabkan karena sendi menjadi tidak stabil dan dapat menyebabkan posisi yang
salah.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan rheumatoid arthritis yaitu faktor
genetik, lingkungan dan gaya hidup. Karena gangguan ini merupakan gangguan
autoimun, sesuatu yang bermasalah yaitu sistem imun. Penurunan sistem imun juga
dapat menjadi faktor risiko terjadinya rheumatoid arthritis, gaya hidup seperti
merokok, banyak konsumsi daging merah dan kopi juga menjadi salah satu faktor
risiko (Arthritis Research UK, 2014). Gejala yang sering muncul pada pasien ini
yaitu kekakuan sendi dan nyeri, lelah, depresi, anemia, merasa panas dan berkeringat,
malaise dan demam yang sesekali tidak di rasakan. Gangguan ini dapat terjadi secara
bertahap selama beberapa bulan, tahun atau bisa menjadi kondisi kronis dengan
kerusakan progresif pada sendi. Pengobatan yang diberikan kepada pasien
rheumatoid arthritis yaitu menggunakan obat modifikasi antirheumatic (DMARDs),
obat ini harus diberikan dengan hati-hati karena berpotensi beracun. Perawatan yang
dilakukan juga bersifat paliatif untuk kenyamanan pasien serta diberikan dukungan
khusus kepada pasien dan merubah gaya hidup pasien (Touhy & Jett, 2014)
5.Gout
Gout merupakan bagian dari penyakit radang sendi yang ditandai dengan
adanya inflamasi pada sendi akibat akumulasi kristal asam urat (Touhy & Jett, 2014).
Kadar asam urat dalam tubuh ditentukan dari keseimbangan antara produksinya baik
melalui asupan purin dalam diet atau produksi endogen dan ekskresi ginjal. Menurut
Ragab et al (2017), gout merupakan penyakit sistemik yang dihasilkan dari
pengendapan kristal Monosodium Urat (MSU) dalam jaringan. MSU dapat disimpan
disemua jaringan terutama di dalam sendi yang nantinya akan membentuk tophi.
Asam urat merupakan produk sampingan dari purin yang disintesis dari
makanan yang dikonsumsi (Touhy & Jett, 2014). Purin merupakan salah satu
komponen utama dalam asam nukleat di DNA atau RNA bersama pirimidin. Purin
akan terkonversi menjadi asam urat yang normalnya dapat difiltrasi oleh ginjal dan
dikeluarkan melalui urin. Asam urat memiliki kelarutan yang terbatas dalam cairan
tubuh (Ragab et al, 2017). Namun, dalam kondisi patologis yaitu ketika terjadi
kenaikan asam urat diatas 6,8 mg/dL, maka akan terjadi deposisi asam urat di
jaringan. Asam urat tersebut akan kehilangan proton dan akan menjadi ion urat yang
kemudian mengikat natrium dan berkembang menjadi kristal MSU (Ragab et al,
2017). Walaupun demikian, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kelarutan asam urat dalam sendi seperti pH cairan sinovial, konsentrasi air, tingkat
elektrolit, dan komponen sinovial lainnya seperti proteoglikan dan kolagen (Ragab et
al, 2017).
Adanya pengendapan kristal MSU akan menimbulkan manifestasi klinis pada
penderita gout. Pada tahap akut, pengendapan kristal MSU dapat mengakibatkan
nyeri akut, pembengkakan, dan hangat apabila disentuh dibagian sendi yang nyeri
(Tabloski, 2014). Hal ini diakibatkan oleh proses inflamasi dari sel darah putih yang
bermigrasi ke sendi untuk membantu menghilangkan MSU. Sementara, pada tahap
kronik atau yang biasa disebut dengan gout thopaceous dimulai dari paling cepat 3
tahun atau paling lambat 40 tahun setelah serangan akut. Individu akan mengalami
nyeri sendi yang persisten dan kaku sendi pada pagi hari (Tabloski, 2014). Hal ini
dapat mengakibatkan sulitnya individu untuk menggerakan tangan dan kakinya
sehingga, Ia akan menjadi sulit untuk melakukan mobilisasi. Pada lansia umumnya
jarang terjadi serangan yang akut namun, gout akan terlihat sebagai manifestasi
arthritis yang kronik dengan kumpulan tophi pada jari-jari kaki, jari-jari tangan, siku,
dan lutut (Tabloski, 2014).
Salah satu kondisi yang mengakibatkan terjadinya gout ialah hyperuricemia.
Namun, Ragab et al (2017) mengungkapkan bahwa banyak individu yang menderita
hyperuricemia tidak berlanjut menjadi gout atau membentuk kristal asam urat. Hanya
5% individu yang memiliki nilai asam urat diatas 9 mg/dL yang menderita gout
(Ragab et al, 2017). Faktor predisposisi lain yang mengakibatkan gout ialah kelainan
genetik metabolisme purin. Hal ini memberikan dampak pada produksi purin yang
berlebih. Pada pasien dengan kondisi kelainan genetik, mengurangi asupan makanan
purin pun tidak mempengaruhi tingkat produksi asam urat (Ragab et al, 2017). Faktor
lain yang berkontribusi pada gout ialah konsumsi alkohol, tekanan darah tinggi, diet
tinggi purin, obesitas, gagal ginjal, dan medikasi seperti thiazid diuretic, aspirin,
cyclosporine, dan ledovopa (Touhy & Jett, 2014)
Pengkajian yang dapat digunakan pada gout ialah identifikasi kristal MSU
melalui aspirasi cairan sinovial (Ragab et al, 2017). Cairan sinovial tersebut akan
dilihat menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi. Sampel dapat bertahan selama
24 jam dalam penyimpanan pada suhu 4˚C, namun hal ini dapat memungkinkan
hilangnya kristal. Sehingga, pemeriksaan sampel harus dilakukan sedini mungkin
dan waktu terbaik ialah 6 jam setelah sampel diambil (Ragab et al, 2017). Analisis
lebih lanjut mencakup jumlah leukosit, pada penderita gout akut, leukositik cairan
sinovial dapat melebihi 50.000 sel/μL. Pengkajian lain juga dapat menggunakan urin
24 jam untuk mengidentifikasi hiperurisemia (Ragab et al, 2017). Adanya asam urat
melebihi 800m/24 jam, dapat mengindikasikan gout. Selain itu, pengkajian lain juga
dapat melalui Ultrasound, Conventional Radiography, dan Double Countour Sign
(DCT).
Penatalaksanaan medis untuk gout bertujuan untuk mencegah serangan, mencegah penyebaran
penyakit, dan mencegah perkembangan gout menjadi kronis. Obat-obatan yang diberikan untuk
menurunkan produksi asam urat misalnya allopurinol, colchicine (Touhy & Jett, 2014). Dapat
juga diberikan obat untuk meningkatkan ekskresi asam urat itu sendiri misalnya probenecid.
Peran perawat untuk pengobatan individu dengan gout ialah memastikan intake cairan adekuat
yaitu 2L/hari (jika tidak ada kontraindikasi) agar asam urat dapat di ekskresi melalui ginjal
(Touhy & Jett, 2014). Perawat juga perlu memberikan edukasi terkait efek samping obat, tidak
terjadi serangan berulang dengan edukasi untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan
asam urat seperti jeroan, daging merah, sarden, jamur, kacang-kacangan, dan kerang (Touhy &
Jett, 2014).