LAPORAN KASUS
Keluhan Utama :
Sesak yang bertambah hebat sejak ± 1 hari SMRS.
1
bantal, bengkak di kaki, perut, atau kelopak mata tidak ada, batuk ada, dahak berwarna
putih, jumlah ± 1½ sendok teh setiap batuk. Nafsu makan turun, penurunan berat badan ada,
± 5 kg. BAB dan BAK biasa. Os dibawa ke RSMH dan dianjurkan untuk dirawat.
Pemeriksaan Organ
o Kepala : Normocephali, jejas (-).
o Mata : Sklera ikterik (-/-), conjungtiva palpebra pucat (-/-).
o Hidung : Rhinorhea (-), epistaksis (-).
o Mulut : Rhagaden (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), bibir sianosis ()
o Leher : JVP (5-2) cmH2O, >KGB (-).
o Dada : Jejas (-), spider nevi (-), diameter anteroposterior 34 cm, diameter
2
transversal 27 cm
o Paru-paru :
- Inspeksi : Statis dinamis simetris kanan dan kiri, barrel chest.
- Palpasi : Stem fremitus menurun kanan dan kiri.
- Perkusi : Hipersonor kedua lapang paru.
- Auskultasi : Vesikuler (+) menurun, ekspirasi memanjang, wheezing (-),
ronkhi (+) pada lapangan bawah paru kiri.
o Jantung :
- Inpeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.
- Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
- Auskultasi : Bunyi jantung menjauh, HR: 89x/m, murmur & gallop sulit
dinilai.
o Abdomen :
- Inspeksi : Datar, spider nevi (-), venektasi (-), caput medusa (-).
- Palpasi : Lemas, hepar teraba 3 jbac, lien tak teraba, nyeri tekan (-).
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-).
- Auskultasi : Bising usus (+) normal.
o Genitalia : Tidak diperiksa
o Ekstrimitas : Edema pretibia (-/-), sianosis (-/-), clubbing finger (-/-),
palmar eritema (-/-)
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (tanggal 29 November 2010)
- Hb : 13,8 g/dl (12-18 g/dl)
- Ht : 45 vol% (40-48 vol%)
- Leukosit : 13.100/mm3 (5000-10.000/mm3)
- LED : 20 mm/jam (10 mm/jam)
- Trombosit : 150.000/mm3 (200.000-500.000/mm3)
- Diff Count : 0/2/1/85/9/3 (0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8)
- BSS : 127 mg/dl
- Uric acid : 10,7 mg/dl (3,5-7,1 mg/dl)
- Ureum : 16,4 mg/dl (15-39 mg/dl)
- Creatinine : 2,3 mg/dl (0,9-1,3 mg/dl)
- Natrium : 136 mEq/L (135-155 mEq/L)
3
- Kalium : 4,2 mEq/L (3,5-5,5 mEq/L)
- Kolesterol total : 203 mg/dL ( < 200mg/dL )
- HDL : 23 mg/dL ( > 55 mg/dL )
- LDL : 151 mg/dL ( < 130 mg/dL
- Trigliserida : 143 mg/dL ( < 150 mg/dL
- Protein total : 5,8 g/dL ( 6,0 – 7,6 g/dL )
- Albumin : 3,1 g/dL ( 3,5 – 5,0 g/dL )
- Globulin : 2,7 g/dL
RESUME
Pasien bernama Tn AR, laki-laki, usia 71 tahun datang ke bagian emergensi penyakit
dalam RSMH dengan keluhan utama sesak yang bertambah sejak ± 1hari yll. Dari Anamnesis
diketahui bahwa pasien telah mengalami sesak sejak 1 bulan yll dan semakin progersif.
Sebelum sesak timbul, pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak yang telah pasien alami
sejak 1 bulan yll dan bertambah berat hingga sekarang, dahak berwarna kuning dan putih,
dengan jumlah ± ½ sendok teh.
Riwayat merokok pasien (+), dimana pasien telah merokok sejak 20 tahun lalu, dengan
jumlah 1 bungkus/hari. Pasien juga mengaku bahwa pasien pernah menderita TBC ± 10 tahun
yll dan minum OAT hingga dinyatakan sembuh oleh dokter atas dasar yang pasien tidak
ketahui.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sesak dengan laju pernapasan
32 x/menit dan nadi 89 x/menit. Terdapat kecendrungan barrel chest berdasarkan diameter
anteroposterior (34 cm) dan transversal (27 cm), dengan perkusi dada didapatkan hipersonor
pada kedua lapang paru dan batas jantung sulit dinilai. Dari auskultasi paru didapatkan bunyi
napas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru dan adanya ronkhi di lapangan bawah
paru kiri. Sedangkan dari auskultasi jantung terdengar bunyi jantung yang menjauh. Dari
palpasi abdomen didapatkan hepar yang teraba 3 jari bawah arcus costae.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan adanya kecenderungan ke arah
hiperurisemia ( uric acid 10,7 mg/dL ) dan hiperkolesterolemia.
D. Daftar Masalah
- Sesak yang progresif
- Batuk berdahak sputum mukoid
- Demam yang tidak terlalu tinggi
4
E. Diagnosis Kerja
Penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut + hipoalbuminemia
F. Rencana Pemeriksaan
- Spirometri
- Analisis gas darah
- BTA
- EKG
- Rontgen thorax AP
- Echocardiography
G. Diferential Diagnosis :
Gagal jantung kronik
Asma bronkiale
H. Penatalaksanaan
Farmakologi:
- Ceftriaxone 1x1 IV
- Ambroxol syrp 3x1C
- Salbutamol 4 x 20 mg
Non-farmakologi
- Istirahat
- Oksigen 3-5 L
- Diet Jantung III
- IVFD D5% gtt X mikro
- Edukasi pasien
I. Prognosis
Dubia ad vitam : dubia ad bonam
Dubia ad bonam : dubia ad bonam
5
J. Follow Up
Tanggal 30 November – 2 Desember 2010
S Batuk, sesak
O
Keadaan sakit Tampak sakit sedang
Sens Compos mentis
TD 140/80 mmHg
N 88 x/m
RR 28 x/m
T 36,8°C
Keadaan Spesifik
Kepala Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher JVP ( 5-2 ) cmH2O
Thorax
Cor HR 88 x/m, murmur dan gallop sulit dinilai
Pulmo Ves(+)↓, wheezing(-), ronki (+) di lapangan bawah paru kiri
Abdomen Datar, lemas, hepar teraba3 jbac, BU(+)normal
Ekstremitas Edema pretibial (-)
A PPOK eksaserbasi
P Istirahat
O2 3L/m
IVFD D5 gtt X mikro
Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
Ambroxol 3 x 1C
Kaptopril 2 x 6,25 mg
Salbutamo 4 x 20 mg
Tanggal 3 – 6 Desember 2010
S Batuk, sesak
O
Keadaan sakit Tampak sakit sedang
Sens Compos mentis
TD 140/80 mmHg
N 96 x/m
RR 30 x/m
T 36,9°C
Keadaan Spesifik
Kepala Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher JVP ( 5-2 ) cmH2O
Thorax
Cor HR 96 x/m, murmur dan gallop sulit dinilai
Pulmo Ves(+)↓, wheezing(+), ronki (+) di lapangan bawah paru kiri
Abdomen Datar, lemas, hepar teraba3 jbac, BU(+)normal
Ekstremitas Edema pretibial (-)
A PPOK eksaserbasi
P Istirahat
O2 3L/m
IVFD D5 gtt X mikro
6
Ceftriaxon 2x1 gr iv
Ambroxol 3x1C
Kaptopril 2 x 6,25 mg
Salbutamol 4 x 20 mg
Tanggal 7 – 11 Desember 2010
S Sesak
O
Keadaan sakit Tampak sakit sedang
Sens Compos mentis
TD 140/80 mmHg
N 86 x/m
RR 26 x/m
T 36,6°C
Keadaan Spesifik
Kepala Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher JVP ( 5-2 ) cmH2O
Thorax
Cor HR 88 x/m, murmur dan gallop sulit dinilai
Pulmo Ves(+)↓, wheezing(+), ronki (+) di lapangan bawah paru kiri
Abdomen Datar, lemas, hepar teraba3 jbac, BU(+)normal
Ekstremitas Edema pretibial (-)
Laboratorium ( Na 126 mmol/L
9-12-10 ) K 2,7 mmol/L
A PPOK eksaserbasi + hiponatremia + hipokalemia
P Istirahat
O2 3L/m
IVFD NaCL gtt X mikro + KCl 1 fl
Kotrimoxazole 2 x 960 mg
Ambroxol 3x1C
Kaptopril
Salbutamol 4 x 20 mg
Methyl prednisolon 1 x 4 mg
Tanggal 12 – 16 Desember 2010
S Sesak, nyeri ulu hati
O
Keadaan sakit Tampak sakit sedang
Sens Compos mentis
TD 110/80 mmHg
N 84 x/m
RR 28 x/m
T 36,6°C
Keadaan Spesifik
Kepala Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher JVP ( 5-2 ) cmH2O
Thorax
Cor HR 88 x/m, murmur dan gallop sulit dinilai
Pulmo Ves(+)↓, wheezing(-), ronki (+) di lapangan bawah paru kiri
Abdomen Datar, lemas, hepar teraba3 jbac, BU(+)normal
Ekstremitas Edema pretibial (-)
A PPOK eksaserbasi
7
P Istirahat
O2 3L/m
IVFD NaCl gtt X + 1 fl KCl
Kaptopril 2 x 6,25 mg
Salbutamol 4 x 20 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg
Methyl prednisolon 1 x 4 mg
Tanggal 17 – 21 Desember 2010
S Sesak
O
Keadaan sakit Tampak sakit sedang
Sens Compos mentis
TD 140/80 mmHg
N 88 x/m
RR 28 x/m
T 36,8°C
Keadaan Spesifik
Kepala Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher JVP ( 5-2 ) cmH2O
Thorax
Cor HR 88 x/m, murmur dan gallop sulit dinilai
Pulmo Ves(+)↓, wheezing(-), ronki (+) di lapangan bawah paru kiri
Abdomen Datar, lemas, hepar teraba3 jbac, BU(+)normal
Ekstremitas Edema pretibial (-)
Laboratorium ( Na 133 mmol/L
18-12-10 ) K 3,6 mmol/L
Albumin 3,0 g/dL
A PPOK eksaserbasi + hipoalbuminemia + hiponatremia +
hipokalemia
P Istirahat
O2 3L/m
IVFD NaCl gtt X mikro + KCl 1 fl
Kaptopril 2 x 6,25 mg
Teofilin 3 x 150 mg
Methyl prednisolon 1 x 40 mg
22 – 26 Desember 2010
S Sesak, batuk
O
Keadaan sakit Tampak sakit sedang
Sens Compos mentis
TD 110/80 mmHg
N 86 x/m
RR 28 x/m
T 36,5°C
Keadaan Spesifik
Kepala Konjungtiva pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)
Leher JVP ( 5-2 ) cmH2O
Thorax
Cor HR 88 x/m, murmur dan gallop sulit dinilai
Pulmo Ves(+)↓, wheezing(-), ronki (+) di lapangan bawah paru kiri
8
Abdomen Datar, lemas, hepar teraba 3 jbac, BU(+)normal
Ekstremitas Edema pretibial (-)
Laboratorium ( Na 133 mmol/L
23-12-10 ) K 3,8 mmol/L
A PPOK eksaserbasi + hiponatremia + anemia
P Istirahat
O2 3L/m
IVFD NaCl gtt X mikro
Ambroxol 3x1C
9
BAB III
ANALISIS KASUS
A. Identifikasi Pasien
Jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan tempat tinggal penting untuk diketahui karena
penyakit tertentu memiliki kecendrungan dari segi ini. Pada kasus PPOK pengaruh segi jenis
kelamin, usia, pekerjaan dan tempat tinggal adalah sebagai berikut:
Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien
yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita
gangguan genetik berupa defisiensi α1 antitripsin, namun kejadian ini hanya dialami <
1% pasien PPOK. Pada pasien yang menderita PPOK pada usia dibawah 50 tahun ada
kecenderungan untuk asma atau SPOT (sindroma obstruktif pasca tuberkulosis) sebagai
etiologi.
Pada kasus, diketahui os berusia 71 tahun, maka kecendrungan asma
ataupun SPOT dapat disingkirkan terlebih dahulu dan mengutamakan PPOK,
walaupun demikian perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk mengonfirmasi hal ini.
Jenis Kelamin
Laki-laki berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait
dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecendrungan peningkatan
prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
10
sebagai penyebab penting terjadinya PPOK. Jelaslah bahwa pengaruh yang kuat
terhadap paparan lingkungan secara kronik pada level tinggi dapat menyebabkan
perkembangan PPOK.
B. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan sesak, bila kita menganalisis
tentang sesak maka akan didapatkan banyak sekali kemungkinan yang terjadi pada os,
namun dengan menanyakan riwayat perjalanan penyakit, maka kita memperkirakan apa
yang terjadi pada os.
Sebelum muncul sesak os mengaku pernah mengalami batuk kronis (selama 2 tahun)
berdahak berwarna putih dengan jumlah ± ½ sdt. Apakah suatu batuk produktif ataupun
tidak, apa warna sputum, dan jumlah sputum yang dibatukan dapat mengarahkan kita
kerarah etiologi batuk ini, namun kepentingan klinis dari batuk ini adalah hubungannya
11
dengan keluhan sesak yang dialami os yang mungkin dapat menjadi petunjuk ke mana arah
diagnosis os.
Berdasarkan onset:
1. Akut (< 3minggu), klasifikasi berdasarkan etiologi:
Infeksi
Common cold (infeksi virus saluran napas atas, sinus infection, pneumonia, whooping
cough).
Non-infeksi
Flare up dari: bronchitis, emphysema, asma, dan alergi terhadap lingkungan.
2. Kronik (>3 minggu), klasifikasi berdasarkan lokasi dengan respect pada paru-paru:
Iritan dari lingkungan, ex: rokok, debu, bulu binatang, polusi industri, dll.
Kondisi dalam paru
o Common : asma, emfisema, dan bronchitis kronik.
12
o Uncommon : kanker, sarcoidosis, diseases of the lung tissue, and congestive heart
failure with chronic fluid build-up in the lungs
Kondisi sepanjang perjalanan yang menghubungkan traktus respiratorius dengan
lingkungan luar. Dapat disebabkan oleh infeksi sinus kronik, chronic postnasal drip,
penyakit telinga luar, infeksi tenggorokan, dan penggunaan ACE inhibitors untuk
hipertensi.
Kondisi di dalam rongga dada (di luar paru), seperti kanker, paertumbuhan
abnormal lymph node, pembesaran abnormal aorta.
Penyebab digestivus
Gastroesophageal reflux (GERD) : terjadi katika asam lambung naik ke esophagus. Kondisi
abnormal ini menyebabkan iritasi pada esophagus dan laring yang menyebabkan refleks
batuk.
Reseptor aferen vagal di trakea (karina dan laring) Pembentukan mukus berlebihan
Bisa juga di kepala dan leher
Glottis tertutup
Batuk produktif
13
Kemudian dari riwayat perjalanan penyakit diketahui bahwa os merupakan perokok,
dimana os telah merokok selama 46 tahun dengan jumlah 1 bungkus/hari. Adapun kriteria
perokok dapat ditentukan dari jumlah batang rokok yang ia hisap ataupun dengan
menggunakan Indeks Brinkman (IB), sebagai berikut:
Kriteria perokok:
Sangat berat : > 31 batang/hari, 5 menit setelah bangun pagi harus merokok
Berat : 21 – 30 batang/hari, 6 – 30 menit setelah bangun pagi harus merokok.
Sedang : 11 – 20 batang/hari, 31 – 60 menit setelah bangun pagi harus merokok
Ringan : 10 batang/hari,60 menit setelah bangun pagi harus merokok.
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
Pada kasus ini, os merupakan perokok sedang.
Penentuan apakah os seorang perokok dan derajatnya akan sangat membantu kita dalam
menentukan kecendrungan diagnosis gangguan pernapasan dan tingkat keparahannya.
Diketahui rokok merupakan faktor resiko utama untuk berbagai gangguan pernapasan, hal ini
disebabkan oleh banyaknya zat berbahaya (± 4000 jenis bahan kimia) pada rokok yang
beberapa diantaranya (40 jenis bahan kimia) berdampak sangat negative bagi sistem
pernapasan, antara lain:
1)CO
o Menimbulkan desaturasi Hb.
14
o Mengganggu pelepasan O2 ke jaringan sehingga mengurangi persediaan O2 jaringan
(termasuk pada miokardium).
o Mempercepat terjadinya aterosklerosis.
2)Nikotin
o Menyebabkan ketagihan merokok.
o Merangsang pelepasan adrenalin.
o Mengganggu sisstem saraf simpatis akibatnya meningkatkan kebutuhan O 2.
o Meningkatkan frekuensi denyut jantung.
o Meningkatkan tekanan darah.
o Meningkatkan kebutuhan O2 jantung.
o Meningkatkan irama jantung
3)Tar
o Menyebabkan gangguan jalan napas, seperti batuk dan sesak napas.
o Menempel pada lidah, bibir, dan jalan napas.
4)Cadmium
o Ketika diisap, cenderung tertahan di ginjal sehingga dapat memperparah hipertensi.
15
Metaplasia squamosa
Sumbatan lender pada bronkiolus terminal dan bronkiolus respiratory
Alveoli dan kapiler
Kerusakan jaringan peribronkiolar alveoli pada perokok yang mengalami emfisema paru
Pengurangan jumlah kapiler perialveolar
Penebalan intima dan tunika media pembuluh darah
Imunologis
Leukosit darah tepi meningkat
Nilai fungsi paru lebih kecil
Efek Nikotin pada rokok
Rasa bahagia Lipolisis
Keguncangan Vasokontriksi pembuluh darah
Kesigapan kulit dan koroner
Performance Frekuensi jantung meningkat
Mengurangi kegelisahan Isi semenit jantung meningkat
Meningkatkan metabolisme Tekanan darah meningkat
Relaksasi otot rangka
Jika berhenti merokok
Irritable Rasa lapar
Rasa kelemahan Berat badan meningkat
Rasa mengantuk Gangguan tidur
Sulit konsentrasi Ketagihan nikotin
Kemampuan bertugas berkurang Penurunan sekresi katekolamin
Gelisah Denyut jantung melambat
Asap rokok
(gas + partikel-
partikel)
Setiap hembusan
terdapat 10 radikal
bebas hidroksida(OH)
Sampai ke alveolus
Merus Kerusakan silia partikulat
(oksidan)
Modifika
ak Penigkatan
si anti
dindin iritasi pd
g elastase
mukosa
Kerusa pd
alveol Tdk terjadi bronkus
kan
us sal.nafas
hambatan pd
parenki neutrofil &
Penuru
m makrofag Kerusakan
nan Reaksi
inflamasi jar.interstitial
elastic
Udara di paru
recoil
paru2 sulit
keluar/emfi overinflasi
sema
Resiko penyakit: Penyebab kematian perokok menurut WHO
16
Kanker paru 80 – 90 %
PPOK 75 %
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko 30 kali
lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan penyebab
dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK.
Kanker kandung kencing 40 %
Jantung koroner 25 %
Stroke 18 %
Dari anamnesis, kita sudah dapat menduga diagnosis os yang mengarah pada PPOK,
namun terdapat suatu tanda yang cukup penting bagi penegakan diagnosis ini. Diketahui bahwa
os telah mengalami sesak dalam jangka waktu yang cukup lama, namun satu hari SMRS sesak
napas os tiba-tiba menghebat, diketahui sebelumnya terdapat demam yang mendahului serangan
sesak ini.
Bila kondisi PPOK stabil tidak menimbulkan sesak yang berat dan mendadak, maka ada
kemungkinan suatu kondisi eksaserbasi dari PPOK ini sendiri dapat dicetuskan oleh berbagai
sebab salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan, yang pada kasus ini bermanifestasi pada
adanya demam.
Pemeriksaan fisik membantu kita untuk menegakan kemungkinan diagnosis PPOK ini, antara
lain:
Laju pernapasan (RR) = 32 x/menit dan nadi 89 x/menit.
RR yang tinggi menunjukan adanya kondisi hipoksemia pada os, ditambah lagi
adanya penggunaan otot-otot dinding pernapasan mengisyaratkan kita adanya kondisi
oxygen demand yang berat dan bersifat akut. Kondisi ini dapat timbul dari berbagai kondisi
meliputi: kondisi syok, perdarahan akut, infark miokard akut, heart failure, obstruksi
saluran pernapasan (yang salah satunya adalah PPOK), gangguan sistem pernapasan lain
(pneumotrak, hidrotorak, efusi pleura, trauma dinding dada, dll), gangguan keseimbangan
asam-basa, dan gangguan sistem saraf pusat.
Semua kemungkinan diatas harus dipikirkan, namun berdasarkan riwayat
perjalanan penyakit, kondisi perdarahan, syok, gangguan sistem pernapasan non obstruktif
dapat dikesampingkan dan kita dapat fokus ke kemungkinan lain.
Terdapat kecendrungan barrel chest berdasarkan diameter anteroposterior (34 cm) dan
transversal (27 cm).
Kondisi hiperinflasi atau barrel chest adalah kondisi emfisema pada seluruh paru
17
yang khas pada kondisi PPOK, kondisi lain yang dapat menyebabkan kondisi ini adalah
pneumotorak bilateral atau adanya proses metastase pada kedua paru, namun kondisi
demikian sangatlah jarang.
Perkusi dada didapatkan hipersonor pada kedua lapang paru .
Kondisi ini mengonfirmasi bahwa pada parenkim paru terjadi hiperaerasi, dan
menyingkirkan kemungkinan adanya efusi pleura, peradangan paru (TBC, pneumonia),
atelektasis paru, maupun keganasan paru.
Batas jantung yang sulit dinilai.
Kondisi ini disebabkan karena terdapatnya banyak udara di lapangan paru sehingga
menyebabkan perkusi jantung tidak dapat dinilai.
Dari auskultasi paru didapatkan bunyi napas vesikuler yang menurun pada kedua lapang
paru, waktu ekspirasi yang memanjang, dan adanya ronkhi kasar halus di kedua lapang
paru.
Vesikuler menurun dapat disebabkan oleh berbagai kondisi seperti hiperaerasi,
efusi, atau adanya masa, namun dari perkusi paru diketahui bahwa hal ini disebabkan oleh
kondisi hiperaerasi. Waktu ekspirasi yang memanjang menunjukan adanya obstruksi jalan
napas bawah yang menyebabkan pengeluaran udara lebih sulit dari biasa, hal ini dapat
disebabkan oleh reaksi peradangan pada bronkeolus. Ronkhi kasar halus menunjukan
bahwa penyempitan jalan napas ini (oleh inflamasi atau produk sekret) terjadi pada cabang
bronkus yang kecil.
Auskultasi jantung terdengar bunyi jantung yang menjauh.
Bunyi jantung menjauh sering disalah interpretasikan dengan kondisi denyut
jantung yang melemah, namun dari pemeriksaan torak sebelumnya ditambah dengan tidak
adanya pulsus parvus, maka sudah dapat dipastikan bahwa kecinya suara jantung ini akibat
dari kondisi hiperaerasi yang membuat jantung menjauh dari dinding dada.
Dari palpasi abdomen didapatkan hepar yang teraba 3 jbac.
Terabanya hepar pada palpasi abdomen dapat berarti: 1) terjadi pembesaran hati,
yang dapat mengarah pada hepatitis, hepatoma, dll; atau 2) terdorongnya hati kebawah oleh
paru. Dari pemeriksaan sebelumnya dan dari anamnesis maka kemungkinan terjadinya
pembesaran hati sangatlah kecil, dan sebaliknya kemungkinan terdorongnya hati oleh
karena kondisi hiperaerasi paru sangatlah mungkin.
Untuk memastikannya kita dapat melakukan pemeriksaan batas paru hati.
Normalnya pada perkusi torak kanan, akan didapatkan redup pada ICS V yang menunjukan
batas atas hati, namun pada os perkusi redup tersebut ditemukan pada ICS VI (dengan
catatan pasien tidak dalam fase inspirasi). Hal ini membuktikan bahwa pada os terabanya
hati ini disebabkan oleh pendorongan mekanik paru dan bukan merupakan kelainan pada
organ tersebut.
18
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (darah rutin dan kimia klinik)
Dari hasil pemeriksaan labor hanya ditemukan kelainan pada kadar Hb dan Ht,
dimana pada kasus ini os mengalami polisitemia. Kondisi polisitemia ini adalah
sekunder dari kondisi PPOK dimana produksi sel darah merah ditingkatkan untuk
mengompensasi kebutuhan oksigen jaringan. Pada peningkatan kebutuhan oksigen
yang akut, tubuh belum melakukan kompensasi ini, sehingga temuan ini khas untuk
kondisi hipoksemia kronis seperti pada PPOK.
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%)
Obstruksi ditegakan bila:
(VEP1/VEP1 pred) < 80%,
(VEP1/KVP) < 75%
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK
dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%.
19
Tabel 5. Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO
Uji bronkodilator: Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
20
APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20%
nilai awal dan < 200 ml.
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil. Uji faal paru setelah pemberian obat-
obat bronkodilator. Umumnya kriteria irreversibel bila kenaikan nilai-nilai spirometri
15 — 25%, rata-rata 20% .
21