Anda di halaman 1dari 23

6

BAB II
LANDASAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,
KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. MAKE A MATCH

Model pembelajaran membuat dan mencocokkan adalah sistem


pembelajaran yang mengutamakan perencanaan kemampuan sosial dengan
kemampuan yang sama, kemampuan melemahkan kemampuan berpikir cepat
melalui permainan mencari pasangan dengan mendukung kartu (Wahab, 2007:
59).
Model membuat pertandingan atau mencari pasangan merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan untuk siswa. Penerapan metode yang dimulai dari
teknik ini adalah siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan
jawaban / soal sebelum batasan, siswa yang dapat mencocokkan kartunya dengan
poin. Teknik metode pembelajaran cocok atau mencari pasangan yang
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah
siswa yang mencari pasangan sambil belajar tentang konsep atau topik yang
menyenangkan
Suyatno (2009: 72) mengungkapkan bahwa model make and
match adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal
atau soal dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan
kartunya. Model pembelajaran membuat dan mencocokkan merupakan bagian dari
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif berbasis falsafah homo
homini socius, falsafah ini mendorong manusia sebagai mahluk sosial (Lie, 2003:
27). Model membuat dan mencocokkan melatih siswa untuk memiliki sikap sosial
yang baik dan melatih kemampuan siswa dalam bekerja sama dengan melatih
kemampuan berfikir siswa.(membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari
metode dalam pembelajaran kooperatif. Menurut Rusman (2011: 223-
233)  Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).

Model pembelajaran make and match merupakan bagian dari


6
7

pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah


homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk
sosial (Lie, 2003:27).

Model pembelajaran make and match  adalah sistem pembelajaran yang


mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerjasama,
kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan
mencari pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59).

Hal ini sejalan dengan pendapat Isjoni (2007: 77) menyatakan bahwa
make a match merupakan model pembelajaran mencari pasangan sambil belajar
konsep dalam suasana yang menyenangkan.

Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Make


A Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi
kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak
didik.

Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model  make and match


adalah model pembelajaran  dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau
permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan
kartunya. 

Menurut Hamruni 2009: 290, Model pembelajaran Make A Match


adalah cara menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pembelajaran
dengan memberi kesempatan pada peserta didik untuk berpasangan dan
memainkan kuis kepada kawan sekelas

Komalasari (2010: 85) menyatakan bahwa model make a match


merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa mencari jawaban terhadap
suatu pertanyaan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu permainan kartu
pasangan dalam batas waktu yang ditentukan.

Teknik Make a Match adalah teknik mencari pasangan, siswa di gabung


8

suruh mencari pasangan dari kartu yang mereka pegang. Keunggulan tekhnik ini
adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lorna Curran dalam
Miftahul Huda, 2011: 113).

Lebih lanjut, Huda (2012: 135) mengatakan make a match merupakan


salah satu pendekatan konseptual yang mengajarkan siswa memahami konsep-
konsep secara aktif, kreatif, efektif, interaktif, dan menyenangkan bagi siswa
sehingga konsep mudah dipahami dan bertahan lama dalam struktur kognitif
siswa.

Tujuan dari pembelajaran dengan model make and match adalah untuk
melatih peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap
suatu materi pokok (Fachrudin, 2009 : 168). Pengertian Model pembelajaran
Kooperatif Tipe Make A Match Model pembelajaran merupakan suatu gambaran
tahap-tahap proses pembelajaran dari awal sampai akhir. Joyce dan Weil
( Rusman, 2014) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk merancang bahan pembelajaran dan
membimbing pembelajaran di kelas. Model pembelajaran Make a Match
diperkenalkan oleh Lena Curran pada tahun 1994. Pada model ini siswa diminta
untuk mencari pasangan kartu (Zainal Aqib, 2014). Tujuan dari model ini yaitu:
(1) 14 pendalaman materi; (2) penggalian materi; (3) edutainment (Huda, 2014:
251). Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam pembelajaran make a match adalah
kartu-artu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari dari kartu yang berisi
pertanyaanpertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan tersebut ( Suprijono, 2012 ). Model pembelajaran make a match ini
cocok digunakan untuk meningkatkan aktivitas siswa saat pembelajaran
berlangsung. Hal tersebut dikarenakan dalam pembelajaran ini siswa diberikan
kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa lain. Suasana belajar dikelas juga
dapat diciptakan sebagai suasana permainan, dimana terdapat kompetisi antar
siswa untuk memecahkan masalah yang terkait dengan topik pembelajaran serta
9

adanya penghargaan (reward), yang membuat siswa dapat belajar dalam suasana
yang menyenangkan. Sehingga siswa dalam mengikuti pembelajaran tidak hanya
pasif mendengarkan guru menerangkan saja tetapi siswa akan lebih aktif karena
terdapat penghargaan (reward) yang akan diberikan oleh guru untuk kriteria siswa
yang telah ditentukan sebelumnya. Model pembelajaran make a match bertujuan
untuk menumbuh kembangkan sikap bertanggung jawab, aling menghormati, dan
juga meningkatkan rasa percaya diri dalam menyelesaikan suatu masalah.
Pembelajaran ini juga menuntut siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran
dibandingkan dengan guru sehingga disini guru hanya sebagai fasilitator dan juga
pengamat. Suasana saat pembelajaran selain menyenangkan juga diusahakan
bersifatdemokratis,dimana siswa diberi kebebasan untuk menyampaikan
pendapatnya ataupun bertanya jika ada yang belum dimengerti. Berdasarkan
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran make a match
merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam mencari
penyelesian dari masalah dengan ciri khusus yaitu menggunakan kartu soal dan
kartu jawaban.

a. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Make A Match


menurut Miftahul Huda (2015:252-253) adalah sebagai berikut:pertama
Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari
materi di rumah. Kedua Siswa dibagi ke dalam dua kelompok, misalnya
kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk
berhadaphadapan.Ketiga Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A
dan kartu jawaban kepada kelompok B. Keempat Guru menyampaikan kepada
siswa bahwa mereka harus mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan
kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu
yang ia berikan kepada mereka. Kelima Guru meminta semua anggota kelompok
A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan
pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya.
Guru mencatat nama mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan. Keenam Jika
waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis. Siswa
10

yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri. Ketujuh


Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang
tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah
pasangan itu cocok atau tidak. Kedelapan Terakhir, guru memberikan konfirmasi
tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang
memberikan presentasi. Kesembilan Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu
seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

b. Kelebihan dan Kekurangan Model Make A Match

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, karena


tidak ada model pembelajaran yang terbaik. Suatu model pembelajaran cocok
untuk materi dan tujuan tertentu, tetapi belum tentu cocok untuk materi atau
tujuan lainnya. Demikian juga dengan model pembelajaran Make A Match yang
mempunyai kelebihan dan kekurangan.

adapun kelebihan model Make A Match menurut Miftahul Huda (2015 )


adalah sebagai berikut: Pertama Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik
secara kognitif maupun fisik. Kedua Karena ada unsur permainan, model ini
menyenangkan. Ketiga Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang
dipelajari. Keempat Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Kelima Efektif
sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. KeenamEfektif
melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.Menurut Lie (2002 )
kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kelompok berpasangan adalah
sebagai berikut: Pertama Meningkatkan partisipasi siswa.Kedua Cocok untuk
tugas sederhana. Ketiga Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-
masing anggota kelompok.Keempat interaksi lebih mudah. Kelima lebih mudah
dan cepat membentuknya.

Beberapa kekurangan atau kelemahan dari model Make A Match


(Miftahul Huda, 2015 ), antara lain : Pertama Jika tidak merancangnya dengan
baik, maka banyak waktu terbuang. Kedua Pada awal-awal penerapan model ini,
banyak siswa yang malu bila berpasangan dengan lawan jenisnya. Ketiga Jika
11

tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang kurang
memperhatikan. Keempat Harus berhati-hati dan bijaksana saat memberi
hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan. Kelima Guru perlu persiapan
alat yang memadai. Menurut Lie ( 2002 ) Pertama banyak kelompok yang
melapor dan perlu dimonitor. Kedua lebih sedikit ide yang muncul

Berdasarkan teori yang telah disampaikan mengenai model pembelajaran


make a match dapat disintesiskan bahwa model pembelajaran make a match
merupakan suatu model pembelajaran kooperatife learning dimana model
pembelajan ini guru menyiapkan kartu berupa jawaban atau soal dan membagikan
kepada murid dan murid yang mencari pasangan dari kartu yang diterima baik
berupa soal atau jawaban,dalam penilitian ini penggunaan model pembelajaran
make a match yang dimaksud adalah peniliti menyiapkan perlatan barupa kartu
jawaban atau soal untuk dan rpp untuk membuat pembelajran lebih aktif dan
menyengangkan.

Model pembelajaran make a match memiliki kelebihan maupun


kekurangan, kelebihan dari model pembelajaran make a match adalah :pertama
suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran,artinya suasan
dalam kelas akan menjadi aktif karna siswa yang berperan aktif dalam mencari
atau mencocokan pasangan dengan kartu yang dibagikan kepada mereka.Kedua
kerja antara semua siswa akan terwujud dengan dinamis, artinya semua siswa
harus mau berinteraksi kepada seluruh teman kelas karna kartu soal atau jawaban
di bagi secara acak sehingga mereka tidak hanya berinteraksi dengan teman yang
mereka inginkan saja .Ketiga munculnya dinamika gotong royong yang merata di
seluruh siwa, artinya semua siswa harus mau bekerja sama dan tidak saling
menjatuhkan untuk mencari kartu jawaban atau soal yang di bagi secara acak.

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran make a match yaitu


model ini mengharuskan guru meracangkan segalah persiapan sebaik mungkin
sehingga tidak banyak waktu terbuang,kelas menjadi lebih gadu karna siswa
sangat aktif dalam menemukan pasangan. Guru harus pandai memberikan
hukuman agara tidak membuat siwa cenderung menjadi takut salah.
12

2. Hasil Belajar
Di bidang pendidikan, hasil belajar merupakan suatu gambaran mengenai
taraf penguasaan kemampuan masing-masing siswa sebagaimana telah ditetapkan
untuk suatu bidang studi tertentu. Dalam rangka menentukan tingkat penguasaan
materi atau bahan ajar, hendaknya dilakukan kegiatan pengukuran dan penilaian
terhadap hasil belajar murid secara menyeluruh dan berkesinambungan. Hasil
belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Hasil belajar
merupakan perubahan perilaku pada diri seseorang akibat tindak belajar yang
mencakup aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Hasil belajar
dapat di bagi menjadi dua kata yaitu hasil dan belajar. Hasil merupakan proses
perolehan akibat yang dilakukan sebuah perilakunya dibandingkan sebelumnya.
Menurut Sudjana, D (2010:25), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar, aktivitas atau proses
yang mengakibatkan perubahan input secara fungsional.
Piaget (2010) berpendapat bahwa belajar sifatnya individual. Artinya
proses belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut
Piaget perkembangan individu tersebut melalui empat tahap. Tahap pertama
adalah mengenal lingkungan. Tahap kedua adalah tahap praoperasional, yaitu
anak mulai menggunakan bahasa dan simbol yang paling sederhana. Tahap ketiga
adalah, anak telah mampu mengembangkan kemampuannya secara logis dan
sistematis pada tahap yang paling awal berdasarkan respon yang ada pada
lingkungan. Ia sudah mulai berpikir secara konkret. Pada tahap yang terakhir,
melalui daya pikir logisnya seseorang sudah mampu berpikir abstrak, dan
melakukan analisis seperti lazimnya orang dewasa.
Dalam pengertian psikologi, belajar merupakan suatu proses
perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perubahan perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Menurut Hintzman (1987) belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam
diri manusia disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku
manusia. Kegiatan belajar merupakan unsur yang sangat mendasar dalam setiap
13

penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, jadi perubahan yang timbul baru
dapat dikatakan apabila mempengaruhi perilaku dan kehidupan sehari-hari sampai
batas tertentu.
Unsur-unsur yang terkait dalam proses belajar diantaranya motivasi, alat
bantu belajar, bahan belajar, suasana belajar dan kondisi subjek yang belajar.
Kelima unsur inilah yang bersifat dinamis dan sering berubah, menguat atau
melemah dan mempengaruhi proses belajar siswa proses belajar pada hakekatnya
merupakan perubahan dalam tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu yang
berulang-ulang berdasarkan keadaan seseorang.
Perbuatan belajar adalah suatu perubahan yang ditimbulkan oleh
pengalaman baru yang mempengaruhi tingkah laku siswa dalam situasi tertentu
yang berulang-ulang. Setiap perbuatan belajar mengandung beberapa unsur yang
bersifat dinamis (berubah-ubah) dalam arti dapat menjadi kuat maupun
lemah. Kedinamisan itu mempengaruhi kondisi yang ada dalam diri siswa dan
yang ada di luar diri siswa tentunya ada pengaruhnya pada kegiatan belajar siswa.
Sesuai peristilahan dan makna dari sudut bahasa, pembelajaran berarti
perihal mengerjakan sesuatu. Pembelajaran sebagai suatu proses, buah atau
hasilnya belajar (learning), yaitu terjadinya peristiwa belajar di dalam diri siswa.
Pembelajaran pada hakekatnya ialah pelaksanaan dari kurikulum sekolah untuk
menyampaikan isi atau materi mata pelajaran tertentu kepada siswa dengan segala
daya upaya, sehingga siswa dapat menunjukkan aktivitas belajar.
Pengertian belajar menurut Sudjana, D (2010:51), merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi,
perilaku individu. Dalam pengertian yang umum, belajar merupakan suatu
aktifitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen dalam upaya-upaya
yang dilakukan. Menurut Daryanto (2010:2), belajar merupakan suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Membantu siswa bagaimana belajar merupakan suatu tujuan pendidikan
yang sangat penting dan merupakan tujuan utama. Pengajaran yang baik meliputi
14

mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir


dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Dalam dunia pendidikan, strategi
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan. Strategi belajar mengacu pada
perilaku dan proses-proses berpikir yang digunakan oleh siswa dan berpengaruh
pada apa yang dipelajari.
Belajar menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan
seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai.
Perubahan tingakah laku karena belajar memang dapat diamati dan berlangsung
dalam waktu yang relatif lama. Perubahan tingkah laku yang berlaku dalam waktu
yang relatif lama harus disertai dengan usaha, sehingga dapat mengerjakan
sesuatu. Kegiatan dalam usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku sendiri
merupakan proses belajar dan perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil
belajar. Keberhasilan dalam belajar juga sangat dipengaruhi oleh strategi atau
metode dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Metode sebagai suatu
cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam mencapai
tujuan belajar yang diharapkan. Sedangkan strategi lebih mengarah kepada
perencanaan atau taktik yang dirancang sedemikian rupa dengan maksud
mencapai tujuan pembelajaran yang lebih khusus. Keduanya menjadi hal yang
sangat penting dalam implementasi program pendidikan yang memuat tugas-tugas
atau kegiatan yang perlu dilakukan guru atau peserta didik.
Tujuan belajar adalah membentuk pengetahuan dan keterampilan.
Pembentukan pengetahuan dan keterampilan berupa kemampuan berfikir kritis
dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, dan menerima orang lain. Tujuan yang
ingin dicapai setelah seseorang mengalami proses belajar adalah seseorang dapat
berpikir kritis serta kreatif dalam hidupnya serta terbuka dan demokratis dalam
menerima pendapat, kritik dan saran dari pihak lain dalam kehidupannya dengan
tujuan untuk mengetahui sejauh mana bakat (potensi) dasar seseorang yang
dibawah sejak lahir karena setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda
menurut Purwanto, N (2011:82).
Hasil belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap atau
15

kecerdasan anak didik. Dalam proses belajar dan pembelajaran anak didik
merupakan masalah yang utama dan pertama karena anak didiklah yang
diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran yang diprogramkan dalam
kurikulum. Sekolah sebagai salah satu tempat belajar memberikan bermacam
macam pelajaran yang harus ditempuh oleh para siswa untuk mewujudkan suatu
tujuan yang ingin dicapai. Hasil yang telah dicapai oleh peserta didik setelah
adanya aktifitas belajar suatu mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam waktu
yang telah ditentukan pula. Hasil belajar dapat diketahui setelah dilakukan
evaluasi hasil belajar. Setiap orang yang melakukan suatu kegiatan ingin tahu
hasil dari kegiatan yang dilakukannya. Untuk mengetahui tentang baik dan
buruknya proses hasil dari kegiatan pembelajaran maka seorang guru harus
menyelenggarakan evaluasi.
Menurut Hamalik, O (2013:145) hasil-hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap, serta apersepsi dan
abilitas.Menurut Sudjana, Nana (2010:22), hasil belajar dibagi menjadi 3 macam
hasil belajar yaitu :Pertama,keterampilan dan kebiasaan. Kedua, pengetahuan dan
pengertian, Ketiga, sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi
dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Komponen-komponen dalam
pembelajaran berkaitan dengan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yaitu untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan
pendidikan dapat tercapai jika proses pembelajaran dapat berjalan efektif. Proses
pembelajaran dapat berjalan efektif apabila komponen yang mempengaruhi
kegiatan pembelajaran saling mendukung dalam rangka menciptakan tujuan
pembelajaran.
Menurut Muhibbin, S (2008: 132-139) Faktor- factor
yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa adalah faktor internal, faktor
eksternal dan faktor pendekatan dalam masyarakat. Faktor internal adalah faktor
yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam
diri individu atau si pembelajar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan tersebut adalah : Pertama, Kesiapan Belajar, faktor kesiapan belajar baik
16

fisik maupun psikologis, sikap guru yang penuh perhatian dan mampu
menciptakan situasi kelas yang menyenangkan merupakan implikasi dari faktor
kesiapan. Kedua, Perhatian, Perhatian adalah pemusatan tenaga dan psikis pada
suatu objek. Perhatian timbul karena adanya sesuatu yang menarik perhatian
sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Ketiga Intelegensi,
intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari kecakapan untuk menghadapi dan
menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cara cepat, efektif,
memanfaatkan konsep-konsep yang abstrak, mengetahui relasinya dengan cepat.
Keempat, Motivasi, motivasi adalah hal-hal yang dapat mendorong siswa agar
dapat belajar dengan baik, untuk berfikir dan memusatkan perhatian, serta
merencanakan kegiatan yang menunjang belajar. Kelima, Sikap Siswa, sikap
adalah gejala internal yang berdimensi aktif berupa kecenderungan untuk
merespon dengan cara relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya.
Keenam, Bakat Siswa, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
Faktor eksternal adalah pencapai tujuan belajar perlu diciptakan adanya
sistem lingkungan belajar yang kondusif. Pencapaian tujuan belajar berkaitan erat
dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah:
Pertma, Keluarga, Keluarga adalah tempat pembelajaran individu yang pertama.
Oleh karena itu baik keadaan, suasana, hubungan antar anggota keluarga serta
perhatian orang tua sangat mempengaruhi kemampuan siswa. Kedua, Sekolah,
Sekolah merupakan tempat individu menerima pelajaran, sehingga komponen-
komponen dan unsur-unsur sekolah harus menciptakan suasana yang mendukung
proses pembelajaran. Ketiga, Masyarakat, Masyarakat merupakan faktor ekstern
yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa karena masyarakat merupakan
tempat bagi individu untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki.
Menurut Bloom,hasil belajar mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ranah kognitif adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif adalah sikap menerima, memberikan
respon, nilai, organisasi dan karakter. Ranah psikomotorik mencakup
17

keterampilan produktif, teknik, fisik, manajerial, dan intelektual. Untuk mencapai


keberhasilan belajar ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan. Penggabungan
ketiga aspek tersebut dapat diketahui kualitas keberhasilan pembelajaran. Hasil
belajar dapat diketahui setelah dilakukan evaluasi belajar.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik
yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Dengan kata lain
hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi
kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan
belajarnya melalui kegiatan belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui
proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri
sebagai berikut :kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi
pada diri siswa, menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, hasil belajar yang
dicapai bermakna bagi dirinya, kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai
dan mengendalikan dirinya.
Hasil belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Hasil
belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam meningkatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan eksternal
dari suatu institusi pendidikan sesuai dengan kurikulum. Kurikulum yang
digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan anak didik. Indikator
eksternal dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan
indikator kesuksesan anak didik dalam masyarakat. Hasil belajar dapat dijadikan
indikator terhadap daya serap atau kecerdasan anak didik. Dalam proses belajar
dan pembelajaran anak didik merupakan masalah yang utama dan pertama. Hasil
yang telah dicapai atau dilakukan oleh peserta didik setelah adanya aktifitas
belajar yang telah ditetapkan dalam waktu yang ditentukan pula. Hasil belajar
dapar diketahui setelah dilakukan evaluasi hasil belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Sudjana, D (2010:22) hasil
18

yang telah dicapai oleh peserta didik setelah adanya aktifitas belajar suatu mata
pelajaran yang telah ditetapkan dalam waktu yang telah ditentukan pula. Hasil
belajar dapat diketahui setelah dilakukan evaluasi hasil belajar. Setiap orang yang
melakukan suatu kegiatan ingin tahu hasil dari kegiatan yang dilakukannya.
Untuk mengetahui tentang baik dan buruknya dan proses hasil dari kegiatan
pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan evaluasi.
Pengukuran hasil belajar siswa dilakukan agar diperoleh tingkat prestasi
yang dicapai. Tingkat prestasi yang diperoleh menjadi acuan dalam pencapaian
tujuan pendidikan. Untuk pencapaian tujuan dengan hasil yang optimal diperlukan
dedikasi oleh guru dan siswa sebagai penyelenggaraan proses pembelajaran.
Kepastian mengenai hasil belajar seorang siswa dapat diperoleh melalui evaluasi
atau penilaian yang dilakukan oleh guru.
3.Teacher Centered Learning (TCL)
Menurut Shuell (1996) dalam David A. Jacobsen, Paul E. & Donald
Kauchak (2009:197) Pengajaran yang berpusat pada guru mencakup strategi-
strategipengajaran dimana peran gurua dalah menghadirkan pengetahuan untuk
dipelajari dan mengarahkan proses pembelajaran siswa dengan cara yang lebih
eksplisit.

Menurut Smith dalam Sanjaya yang dikutip ulang oleh Parwati bahwa
Teacher Centered Teaching (TCL) adalah suatu pendekatan belajar yang berdasar
pada pandangan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan dan
keterampilan. Selanjutnya Parwati menegaskan Cara pandang ini memiliki
beberapa ciri sebagai berikut:( a ) Memakai pendekatan berpusat pada guru,
yakni gurulah yang harus menjadi pusat dalam pembelajaran.( b )Siswa
ditempatkan sebagai objek belajar. Siswa dianggap sebagai organisme yang pasif,
sebagai penerima informasi yang diberikan guru.( c )Kegiatan pembelajaran
terjadi pada tempat dan waktu tertentu. Siswa hanya belajar manakala ada kelas
yang telah didesain sedemikian rupa sebagai tempat belajar.

Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran.


Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat
19

menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Di Indoneisa sistem


pembelajaran pada hampir semua sekolah masih bersifat satu arah, karena yang
ingin dicapai adalah bagaimana guru bisa mengajar dengan baik sehingga yang
terjadi adalah hanya transfer pengetahuan. Modifikasi model pembelajaran
TCL telah banyak dilakukan, antara lain mengkombinasikan lecturing
(ceramah) dengan Tanya jawab dan pemberian tugas namun hasil yang dihasilkan
masih dianggap belum optimal..

Dampak dari sistem pembelajaran TCL adalah guru kurang


mengembangkan bahan pembelajaran dan cenderung seadanya (monoton). Guru
mulai tampak tergerak untuk mengembangkan bahan pembelajaran dengan
banyak membaca jurnal atau download artikel hasil-hasil penelitian terbaru dari
internet, jika siswanya mempunyai kreativitas tinggi, banyak bertanya, atau sering
mengajak diskusi

Joyce dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu


rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Joyce and Weil,
1980:1).Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.

Pada sistem pembelajaran model teacher centered learning, guru lebih


banyak melakukan kegiatan belajar mengajar dengan bentuk ceramah (Lecturing).
Guru menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan
menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini berarti memberikan informasi satu
arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana guru bisa mengajar dengan baik
sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan.

Pendekatan teacher center dimana proses pembelajaran lebih berpusat


pada guru hanya akan membuat guru semakin cerdas tetapi siswa hanya memiliki
pengalaman mendengar paparan saja. Output yang dihasilkan oleh pendekatan
20

belajar seperti ini tidak lebih hanya menghasilkan siswa yang kurang mampu
mengapresiasi ilmu pengetahuan, takut berpendapat, tidak berani mencoba yang
akhirnya cenderung menjadi pelajar yang pasif dan miskin kreativitas.

Di Indonesia model pembelajaran yang digunakan masih bersifat


konvensional, yang menjadikan siswa sebagai objek bukan subjek. Pada model
ini, pendidik menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan
seakan- akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model pembelajaran ini pada
umumnya membatasi setiap gerak ruang peserta didik untuk lebih aktif. Model
pembelajaran ini menganggap semua siswa sama atau dalam dunia pendidikan
dikenal dengan istilah seragamisasi, tanpa memikirkan potensi serta kebutuhan
setiap peserta didik berbeda. Sistem pembelajaran seperti ini, disebut juga dengan
sistem pembelajaran yang bersifat satu arah, karena yang ingin dicapai adalah
bagaimana pendidik bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah
transfer pengetahuan.

Model konvensional juga dikenal dengan model Teacher Centered


Learning (TCL), dimana pada model ini guru atau pendidik sebagai seorang ahli
menyampaikan ilmu pemgetahuan kepada peserta didik. Model pembelajaran
seperti ini ternyata membuat peserta didik pasif karena hanya mendengarkan saat
proses pembelajaran berlangsung sehingga kreativitas peserta didik kurang
terpupuk atau bahkan cenderung tidak kreatif. Pada model TCL, pendidik lebih
banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing),
sedangkan peserta didik pada saat proses pembelajaran berlangsung hanya
mendengarkan ceramah, hanya sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi
yang merasa memerlukannya.

Modifikasi model pembelajaran TCL telah banyak dilakukan, antara


lain mengkombinasikan lecturing dengan Tanya jawab dan pemberian tugas
namun hasil yang dihasilkan masih diaggap belum optimal. Pola pembelajaan
pendidik aktif dengan peserta didik pasif ini mempunyai efektivitas
21

pembelajaran rendah, paling tidak bisa dilihat pada dua hal yakni pendidik sering
hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran dan pada
saat-saat mendekati ujian, dimana aktivitas peserta dididk ”berburu” catatan serta
aktivitas belajar mereka mengalami kenaikan yang sangat signifikan, namun
turun kembali secara signifikan pula setelah ujian selesai.

Dampak lain dari sistem pembelajaran TCL adalah guru atau pendidik
kurang mengembangkan bahan ajar dan cenderung seadanya (menonton),
terutama jika peserta didik cenderung pasif dan hanya sebagai penerima transfer
ilmu. Pendidik mulai tampak tergerak untuk mengembangkan bahan ajar dengan
banyak membaca jurnal atau download artikel hasil-hasil penilitian terbaru dari
internet, jika peserta didiknya mempunyai kreaivitas tinggi, banyak bertanaya atau
sering mengajak diskusi (Sudjana, 2005).

Suyono & Hariyanto (2012:10) memaparkan fakta dalam praktik


pengajaran selama ini yaitu, Tatkala guru menjadi pusat kegiatan pengajaran, guru
menjadi dominan, siswa seolah gelas kosong yang harus selalu diisi air. Biasanya
guru menerangkan bahan pengajaran kepada siswa, memberikan ilustrasi dengan
contoh-contoh, kemudian mengukur tingkat keberhasilan dan kegagalan
pengajaran yang terkait dengan materi pengajaran. Dalam segala situasi itu, siswa
tidak banyak dilibatkan atau bahkan tidak dilibatkan sama sekali. Pengajaran
bentuk ini mematikan semangat demokratisasi dan kreativitas siswa.

Menurut Wina Sanjaya (2011:97) menjelaskan Teacher Centered


Learning (TCL) sebagai berikut:Teacher Centered Learning merupakan proses
pengajaran yang berorientasi pada guru. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru
memegang peran yang sangat penting. Sehubungan dengan proses pembelajaran
yang berpusat pada guru, maka minimal ada tiga peran utama yang harus
dilakukan guru, yaitu guru sebagai perencana, sebagai penyampai informasi, dan
guru sebagai evaluator. Sebagai perencana pengajaran, sebelum proses pengajaran
22

guru harus menyiapkan berbagai hal yang diperlukan, seperti misalnya materi
pelajaran apa yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, media
apa yang akan digunakan, dan lain sebagainya. Dalam melaksanakan perannya
sebagai penyampai informasi, sering guru menggunakan metode ceramah sebagai
metode utama. Metode ini merupakan metode yang dianggap ampuh dalam proses
pengajaran. Karena pentingnya metode ini, maka biasanya guru sudah merasa
mengajar apabila sudah melakukan ceramah, dan tidak mengajar jika tidak
melakukan ceramah. Sedangkan sebagai evaluator guru juga berperan dalam
menentukan alat evaluasi keberhasilan pengajaran. Biasanya kriteria keberhasilan
proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran
yang disampaikan guru. Metode ini ternyata cukup problematis, utamanya untuk
siswa-siswa yang masih muda karena jangka perhatian mereka yang sangat pendek
dan kosakata yang mereka yang masih terbatas (David A. Jacobsen, Paul E. &
Donald Kauchak (2009: 217). Dari pengertian-pengertian Teacher Centered
Learning tersebut, dapat disimpulkan bahwa TCL merupakan suatu metode
pembelajaran yang berpusat kepada guru di mana guru masih aktif sebagai
pemberi informasi dan mendominasi pembelajaran dikelas, sedangkan peserta
didik pasif sebagai penerima informasi.

a) Presentasi dan Penjelasan


Presentasi adalah model yang berpusat pada guru. Presentasi (ceramah)
dan penjelasan memakan waktu yang cukup lama. Banyaknya waktu yang
digunakan untuk mempresentasikan dan menjelaskan informasi semakin
meningkat, mulai dari SD, SMP, dan SMA.

Secara singkat hasil-hasil belajar model presentasi ini cukup jelas dan
tidak ruwet malahan hal ini membantu siswa memperoleh, mengasimilasikan dan
menyimpan informasi baru, memperluas struktur konseptual dan mengembangkan
kebiasaan mendengarkan dan memikirkan tentang informasi.

b) Pengajaran Langsung
Pengajaran langsung yaitu gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam
mengusung isu pelajaran kepada seluruh kelas.Model pembelajaran langsung
23

dimaksudkan untuk membantu siswa mempelajari berbagai keterampilan dan


pengetahuan dasar yang dapat diajarkan langsung secara bertahap.

Pengajaran langsung dirancang untuk meningkatkan penguasaan berbagai


keterampilan (pengetahuan prosedural) dan pengetahuan faktual yang dapat
diajarkan secara bertahap. Elemen-elemen utama pengajaran langsung yang
efektif, diantaranya :(a) Pelajaran yang distrukturisasikan dengan jelas Pelajaran
harus memiliki struktur yang jelas, sehingga siswa dapat memahami dengan
mudah isi pelajaran hubungannya dengan apa yang mereka ketahui.(b) Presentasi
yang terstruktur dan jelas. Model deduktif. Di dalam model ini presentasi dimulai
dengan prinsip atau aturan umum, kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh
yang lebih terinci dan spesifik. Model induktf. Pada model ini presentasi dimulai
dengan contoh-contoh (aktual) kemudian beralih ke aturan atau prinsip umum.( c )
Pacing pengajaran sebagai bagian penting dari pengajaran langsung yang efektif.
( d ) Modelling, yaitu salah satu prosedur yang berguna untuk diikuti ketika
mengajarkan topik-topik tertentu, dan memberikan model secara eksplisit tentang
sebuah keterampilan atau prosedur.( e )Penggunaan pemetaan konseptual, yaitu
salah satu strategi yang dapat membantu menstrukturisasikan pelajaran dalam
pikiran murid dengan menggunakan pemetaan konseptual.( f )Tanya jawab
interaktif

Berdasarkan teori-teori yang telah disampaikan menegenai TCL dapat


disintesiskan bahwa model TCL merupakan suatu model pembelajran yang
pelaksanaannya guru merupakan central dari pembelajran tersebut dimana murid
hanya menerima ilmu yang hanya bersumber dari guru,dalam penilitian ini
penggunaan model pembelajaran TCL yang dimaksud adalah dengan menyajikan
materi pelajan yang di sampaikan oleh guru dan siswa hanya sebagai penerima
materi.

Model pemebelajaran TCL memiliki kelebihan maupun kekurangan,


kelebihan dari model TCL yakni guru tidak perlu repot-repot menyiapkan model
pembelajaran yang akan diterapkan karna model pembelajaran ini guru menjadi
satu-satunya sumber materi, dapat menejelaskan materi dangan tenang karna kelas
24

menjadi tenang dan tidak ribut karna murid hanya akan menerima materi dari apa
yang di sampaikan guru sehingga proses pembelajaran menjadi tenang dan tidak
ribut.

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran TCL yaitu model ini


membuat siswa menjadi pasif dan malas mengungkapkan apa yang dipikirkan
karna dalam model ini guru hanya terus menyampaikan materi dan siswa hanya
menerima materi, guru harus mempersiapkan materi dengan sebaik-baiknya karna
apa yang disampaikan akan diterima secara utuh oleh siswa.

B. PENELITIAN YANG RELEVAN


Anggrahini (2013), dengan judul penelilian “Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Mencari Pasangan (Make A Match) Terhadap
Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa SMA Negeri 1 Ranau Tengah”
dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 Materi pelajaran yang digunakan
penelitian tersebut adalah materi Biologi. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan diperoleh nilai rata-rata pretest dan posttest kelas eksperimen adalah
43,96, dan 87,08 sedangkan kelas kontrol 42,10, dan 75,08. Peningkatan rata-rata
hasil belajar kelas eksperimen adalah 43,12 dan kelas kontrol adalah 32,98. Pada
penelitian tersebut peneliti memilih aspek aktifitas siswa di kelas, sedangkan
peneliti menggunakan aspek minat belajar siswa. Hasil aktivitas siswa
dikategorikan sangat aktif dengan nilai rata-rata hasil observasi 86,90%.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa dibandingkan pembelajaran konvensional.

Manik (2012), menerapkan Model Pembelajaran kooperatif tipe Make a


Match dengan menggunakan media Handout. Penelitian tersebut berjudul “
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
menggunakan Media Handout Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Pokok
Bahasan Hidrokarbon di SMA”. Penelitian tersebut dilakukan di SMA Swasta
Methodist 8 Medan kelas X IPA tahun ajaran 2011/2012. Hampir sama dengan
penelitian sebelumnya penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen.
25

Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan, eksperimen ini


menggunakan media handout sedangkan penelitian yang akan dilakukan
menggunakan media kartu konsep. Dari hasil uji statistik terhadap hasil belajar
siswa diperoleh hasil signifikan. Persen hasil belajar di kelas eksperimen naik
menjadi 70,84% dengan kategori tinggi. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Make a Match menggunakan handout
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa di SMA Swasta Methodist 8 Medan kelas
X IPA tahun ajaran 2011/2012 pada pokok bahasan hidrokarbon.

C. KERANGKA BERPIKIR
1. Pengaruh model pembelajaran TCL terhadap hasil belajar siswa pada
pelajaran pemrograman di kelas X TAV 1 SMK N 2 Kupang

Berdasarkan teori-teori yang telah disampaikan dapat disintesiskan


bahwa model pembelajaran TCL adalah suatu model pemebelajaran yang berpusat
pada guru sebagai satu-satunya sumber ilmu yang akan diterima oleh siswa
sebagai pedoman bagi kehidupan dimasa yang akan datang

Model pemebelajaran TCL memiliki tujuan pembelajaran satu arah atau


guru menjadi satu-satunya sumber ilmu karna yang ingin dicapai adalah
bagaimana guru bisa mengejar yang baik sehingga yang ada cuman transfer ilmu
pengetahuan.

Kelebihan model pembelajaran TCL adalah guru dapat lebih cerdas


dalam materi karna guru cenderung harus menguasai materi yang akan
disampaikan keda anak murid yang hanya menerima materi,kelas menjadi lebih
tenang karna murid hanya akan mencatat apa yang di sampaikan guru yang
merupak sesuatu yang penting bagi mereka.

Model pembelajaran TCL juga mempunyai kekurangan yaitu, murid


cenderung pasif dalam kelas yang membuat mereka kesulitan berinteraksi dengan
sesama, pemebelajaran menjadi monoton karna guru yang memegang peranaan
penting dalam kelas.

Diduga model pembelajaran pengaruh dalam peningkatan hasil belajar


26

siswa X TAV 2 KUPANG pada pelajaran pemrograman.

2. Pengaruh model pembelajaran Make A Match terhadap hasil belajar siswa


pada pelajaran pemrograman di kelas X TAV 1 SMK N 2 Kupang ?
Berdasarkan teori-teori yang telah disampaikan dapat disintesiskan
bahwa model pembelajaran make a match adalah model pembelajaran kooperatif
learning atau pembelajaran kelompok di mana pembelajaran ini menggunakan
kartu berupa soal dan jawaban dan yang menjawab benar mendapatkan
penghargaan.

Model pembelajaran make a match memiliki tujuan yaitu pemebelajaran


yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan yang artinya
pemebelajaran dalam kelas tidak monoton dan tidak membosankan sehingga
peserta didik menjadi semangat dalam menerima pelajaran.

Kelebihan model pembelajaran make a match adalah siswa dapat belajar


bekerja sama yang baik karna model pembelajaran ini mengharuskan suatu kerja
sama yang dalam menemukan pasangan dari kartu yang di bagikan kepada
meraka, kelas menjadi lebih hidup dan siswa merasa belajar seperti sedang
bermain.

Model pembelajaran make a match juga mempunyai kekurangan yaitu,


murid cenderung aktif dalam kelas sehingga kelas akan terlihat sangat gadu,guru
juga harus menyiapkan perlengkapan secara matang karna jika tidak pembelajaran
akan semakin lama.

Diduga model pembelajaran make a match memiliki pengaruh dalam


peningkatan hasil belajar siswa X TAV 2 KUPANG pada pelajaran pemrograman.

D. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara yang dirumuskan
berdasarkan kajian teori dan perlu diuji dengan metode statistik (Burhan, 2001 :
12). Atau dengan kata lain, hipotesis adalah dugaan sementara yang masih harus
dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian yang menjadi hipotesis dalam
27

penelitian ini adalah :


1. Terdapat pengaruh model pembelajaran TCL terhadap hasil belajar siswa pada
pelajaran pemrograman di kelas X TAV 1 SMK N 2 Kupang

2. Terdapat Pengaruh model pembelajaran Make A Match terhadap hasil belajar


siswa pada pelajaran pemrograman di kelas X TAV 1 SMK N 2 Kupang.

Anda mungkin juga menyukai