Anda di halaman 1dari 16

GASTRITIS

PENGERTIAN GASTRITIS

Gastritis merupakan penyakit pada lambung yang terjadi akibat peradangan dinding lambung.
Pada dinding lambung atau lapisan mukosa lambung ini terdapat kelenjar yang menghasilkan
asam lambung dan enzim pencernaan yang bernama pepsin. Untuk melindungi lapisan mukosa
lambung dari kerusakan yang diakibatkan asam lambung, dinding lambung dilapisi oleh lendir
(mukus) yang tebal. Apabila mukus tersebut rusak, dinding lambung rentan mengalami
peradangan.Secara umum, gastritis dibagi menjadi dua jenis, yaitu gastritis akut dan kronis.
Dikatakan gastritis akut ketika peradangan pada lapisan lambung terjadi secara tiba-tiba.
Gastritis akut akan menyebabkan nyeri ulu hati yang hebat, namun hanya bersifat
sementara.Sedangkan pada gastritis kronis, peradangan di lapisan lambung terjadi secara
perlahan dan dalam waktu yang lama. Nyeri yang ditimbulkan oleh gastritis kronis merupakan
nyeri yang lebih ringan dibandingkan dengan gastritis akut, namun terjadi dalam waktu yang
lebih lama dan muncul lebih sering. Peradangan kronis lapisan lambung ini dapat menyebabkan
perubahan struktur lapisan lambung dan berisiko berkembang menjadi kanker. Selain berisiko
menimbulkan kanker, gastritis juga dapat menyebabkan pengikisan lapisan lambung. Pengikisan
lapisan lambung ini dikenal dengan gastritis erosif, yang dapat menyebabkan terjadinya luka dan
perdarahan pada lambung. Gastritis tipe erosif lebih jarang terjadi dibandingkan gastritis non
erosif.

Penyebab Gastritis

Gastritis terjadi akibat peradangan pada dinding lambung. Dinding lambung tersusun dari
jaringan yang mengandung kelenjar untuk menghasilkan enzim pencernaan dan asam lambung.
Selain itu, dinding lambung juga dapat menghasilkan lendir (mukus) yang tebal untuk
melindungi lapisan mukosa lambung dari kerusakan akibat enzim pencernaan dan asam
lambung. Rusaknya mukus pelindung ini dapat menyebabkan peradangan pada mukosa lambung.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan rusaknya mukus pelindung, adalah:

 Infeksi bakteri. Infeksi bakteri merupakan salah satu penyebab gastritis yang cukup
sering terjadi, terutama di daerah dengan kebersihan lingkungan yang kurang baik.
Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada lambung dan menimbulkan gastritis,
cukup banyak jenisnya. Namun, yang paling sering adalah bakteri Helicobacter pylori.
Selain dipengaruhi faktor kebersihan lingkungan, infeksi bakteri ini juga dipengaruhi
oleh pola hidup dan pola makan.
 Pertambahan usia. Seiring bertambahnya usia, lapisan mukosa lambung akan
mengalami penipisan dan melemah. Kondisi inilah yang menyebabkan gastritis lebih
sering terjadi pada lansia dibandingkan orang yang berusia lebih muda.
 Berlebihan mengonsumsi minuman beralkohol. Minuman beralkohol dapat mengikis
lapisan mukosa lambung, terutama jika seseorang sangat sering mengonsumsinya.
Pengikisan lapisan mukosa oleh alkohol dapat menyebabkan iritasi dan peradangan pada
dinding lambung, sehingga mengakibatkan terjadinya gastritis, terutama gastritis akut.
 Terlalu sering mengonsumsi obat pereda nyeri. Obat pereda nyeri yang dikonsumsi
terlalu sering dapat menghambat proses regenerasi lapisan mukosa lambung, yang
berujung pada cedera dan pelemahan dinding lambung, sehingga lebih mudah mengalami
peradangan. Beberapa obat pereda nyeri yang dapat memicu gastritis jika dikonsumsi
terlalu sering, adalah aspirin, ibuprofen, dan naproxen.
 Autoimun. Gastritis juga dapat terjadi karena dipicu oleh penyakit autoimun. Gastritis
jenis ini disebut gastritis autoimun. Gastritis autoimun terjadi pada saat sistem imun
menyerang dinding lambung, sehingga menyebabkan peradangan.

Selain penyebab di atas, beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang
mengalami gastritis adalah:

 Penyakit Crohn.
 Infeksi virus.
 Kebiasaan merokok.
 Infeksi parasit.
 Refluks empedu.
 Gagal ginjal.
 Penggunaan kokain.
 Menelan zat yang bersifat korosif dan dapat merusak dinding lambung, misalnya obat
pembasmi hama.

Patofisiologi gastritis dimulai dari infeksi atau inflamasi pada lapisan mukosa lambung.

Pada lapisan mukosa lambung terdapat kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung, dan enzim
pepsin. [1-5] Asam lambung bertugas memecah makanan, dan enzim pepsin mencerna protein.
Lapisan mukosa lambung diliputi oleh lapisan tebal mukus yang melindunginya dari cairan asam
lambung yang dapat melumerkan dan mengikis jaringan lambung di dalamnya.

Inflamasi Mukosa

Ketika lapisan mukosa mengalami inflamasi, produksi asam lambung, enzim pepsin, dan zat-zat
pelindung lainnya menjadi berkurang. Awalnya, pada fase akut, infeksi atau inflamasi yang
terjadi adalah sub-klinik pada kebanyakan penderita. Pada fase ini terjadi erosi superfisial, di
mana permukaan mukosa lambung menampakkan eritema dan edema. Umumnya, gastritis fase
ini beronset akut, dan cepat berakhir.

Inflamasi dapat menyeluruh (pan gastritis), atau sebagian lambung saja (antral gastritis).
Inflamasi dapat berupa nodul-nodul kecil, sebagai tanda akut atau subakut gastritis, yang asal
muasalnya belum jelas. Nodul inflamasi ini diperkirakan merupakan gambaran erosi yang telah
berepitelialisasi atau menyembuh, namun masih mungkin terjadi edema. [1,2]

Gastritis Reaktif

Gastritis yang disebabkan oleh zat-zat dari luar, seperti NSAID, atau alkohol, akan
menginflamasi bagian bawah lambung daerah kurvatura mayor, hal ini dikarenakan oleh gaya
gravitasi. Efek jangka panjang zat-zat erosif eksternal tersebut akan menyebabkan fibrosis dan
striktur pada lambung, menyebabkan gastritis menjadi kronis. Namun, mekanisme terbesar
terhadap inflamasi lambung ini adalah penurunan sintesa prostaglandin.

Prostaglandin adalah zat kimia yang bertanggungjawab untuk mempertahankan mekanisme


proteksi mukosa terhadap efek erosif internal asam lambung. Selanjutnya, kerusakan pada
lapisan mukosa lambung akan memudahkan seseorang yang menderita kondisi ini mengalami
gastritis reaktif, atau gastropati reaktif.

Gastritis reaktif dapat akut, kronik, erosif, dengan sedikit atau tidak terjadi inflamasi. Pemicu
terjadinya gastritis reaktif ini adalah obat NSAID seperti ketoprofen, diklofena, ibuprofen;
alkohol, kokain, paparan radiasi, refluks empedu dari usus kecil kembali ke lambung, reaksi
stress. Gastritis reaktif yang terjadi sebagai reaksi terhadap stres disebut sebagai Gastritis stres.
[1,2]

Gastritis Akut

Gastritis fase akut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu gastritis erosif akut dan gastritis non-
erosif.

Gastrtitis erosif akut

Gastritis erosif akut dapat muncul dalam tiga bentuk, yaitu gastritis erosif yang masih superfisial,
yang sudah lebih dalam menginvasi lapisan mukosa lambung, dan erosi hemoragik akut dimana
erosi sudah mencapai vaskularisasi lambung sehingga terjadi perdarahan lambung.

Non-erosif, umumnya disebabkan oleh Helicobacter pylori

Gastritis non-erosif adalah gastritis fase akut yang terjadi dalam waktu yang pendek, secara
spontan organisme dapat dibasmi, infiltrat polimorfologis teresolusi, dan gambaran mukosa
gaster kembali normal. Hal ini terjadi pada sebagian kecil orang-orang yang terkena infeksi
tersebut, khususnya anak-anak. [1,2]

Gastritis Kronik

Dalam hal respon imun penderita gagal untuk mengatasi infeksi, maka secara perlahan tapi pasti
dalam jangka waktu 3-4 minggu akan terjadi pembentukan dan akumulasi sel-sel inflamasi yang
bersifat kronik. Keadaan ini dapat menggantikan istilah gastritis netrofilik akut dengan gastritik
kronik aktif, yang umumnya disebabkan oleh Helicobacter pylori.[1]

Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi berbagai tipe yang hanya dapat dibedakan secara
histologis, yaitu:

 Gastritis atrofik
 Gastritis kronis aktif
 Gastritis atrofik dengan stadium lanjut, berhubungan dengan infeksi Helicobacter
pylori kronik
 Gastritis atrofik autoimun   [1,2,6]

Pengobatan Gastritis

Pengobatan yang diberikan kepada pasien oleh dokter, tergantung kepada penyebab dan kondisi
yang memengaruhi terjadinya gastritis. Untuk mengobati gastritis dan meredakan gejala-gejala
yang ditimbulkan, dokter dapat memberikan obat-obatan berupa:

 Obat antasida. Antasida mampu meredakan gejala gastritis (terutama rasa nyeri) secara
cepat, dengan cara menetralisir asam lambung. Obat ini efektif untuk meredakan gejala-
gejala gastritis, terutama gastritis akut. Contoh obat antasida yang dapat dikonsumsi oleh
pasien adalah aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida.
 Obat penghambat histamin 2 (H2 blocker). Obat ini mampu meredakan gejala gastritis
dengan cara menurunkan produksi asam di dalam lambung. Contoh obat penghambat
histamin 2 adalah ranitidin, cimetidine, dan famotidine.
 Obat penghambat pompa proton (PPI). Obat ini memiliki tujuan yang sama seperti
penghambat histamin 2, yaitu menurunkan produksi asam lambung, namun dengan
mekanisme kerja yang berbeda. Contoh obat penghambat pompa proton adalah
omeprazole, lansoprazole, esomeprazole, rabeprazole, dan pantoprazole.
 Obat antibiotik. Obat ini diresepkan pada penderita gastritis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, yaitu Helicobacter pylori. Contoh obat antibiotik yang dapat diberikan
kepada penderita gastritis adalah amoxicillin, clarithromycin, tetracycline, dan
metronidazole.
 Obat antidiare. Diberikan kepada penderita gastritis dengan keluhan diare. Contoh obat
antidiare yang dapat diberikan kepada penderita gastritis adalah bismut subsalisilat.

Untuk membantu meredakan gejala dan penyembuhan gastritis, pasien perlu menyesuaikan gaya
hidup dan kebiasaan. Pasien akan dianjurkan untuk membuat pola dan jadwal makan yang
teratur. Pasien yang sering makan dengan porsi besar, akan dianjurkan untuk mengubah porsinya
menjadi sedikit-sedikit, sehingga jadwal makan menjadi lebih sering dari biasanya. Selain itu,
pasien sebaiknya menghindari makanan berminyak, asam, atau pedas, guna mencegah gajala
gastritis bertambah parah.

Jika sering mengonsumsi minuman beralkohol, pasien akan dianjurkan untuk mengurangi atau
bahkan menghentikan kebiasaan tersebut. Stres juga dapat menjadi pemicu timbulnya kondisi
ini. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk mengendalikan tingkat stresnya, agar dapat
membantu pemulihan.

Jika gejala gastritis sering kambuh akibat penggunaan obat pereda nyeri jenis antiinflamasi
nonsteroid (OAINS), maka sebaiknya pasien mengonsultasikan hal tersebut kepada dokter.
Pencegahan Gastritis

Jika seseorang rentan terhadap gejala gastritis, mulailah mencoba mengubah porsi dan jadwal
makan. Mengubah porsi dan jadwal makan bisa dilakukan dengan mengurangi porsi makan dari
yang sebelumnya. Hal tersebut bertujuan agar jadwal makan jadi lebih sering dari biasanya.
Makanan berminyak, asam, atau pedas juga harus dihindari. Alkohol juga bisa menyebabkan
gejala gastritis, maka konsumsi minuman beralkohol juga harus dihindari. Pengendalian stres
juga harus dilakukan agar bisa terhindar dari penyakit ini.

PEMERIKSAAN LAB SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSTIK

Anamnesis

Dari anamnesis akan didapatkan riwayat sering sakit maag atau nyeri ulu hati yang hilang
timbul. Rasa nyeri bisa hilang dengan makanan, atau bahkan tambah memburuk.

Kebanyakan orang dengan gastritis adalah asimptomatik. Pada individu simtomatik, gejala yang
muncul umumnya adalah sebagai berikut:

 Nyeri, atau rasa tidak enak, atau rasa seperti terbakar pada epigastrium
 Mual
 Muntah
 Hilang nafsu makan
 Sering bersendawa
 Rasa kembung

Pada kasus gastritis erosif  hemoragik akut, gejala klinis dapat disertai muntah darah, nyeri yang
sangat berat di ulu hati, melena, maupun gejala syok dan anemia.

Pada kasus dimana sudah terjadi gangren lambung (phlegmonous gastritis), gejala yang muncul
adalah nyeri abdomen yang sangat berat, mual, muntah berupa isi lambung yang purulen,
demam, dan hiccup.

Pemeriksaan Fisik

Umumnya, pemeriksaan fisik pada gastritis adalah normal pada kasus yang ringan. Pada inspeksi
feses penderita gastritis erosif hemoragik akut akan didapatkan melena. Kadang kala terdapat
nyeri tekan ringan daerah epigastrik, terutama pada keadaan akut.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding gastritis dapat dibuat berdasarkan keluhan utama yang muncul. Penyakit yang
cocok untuk didiagnosis banding dengan gastritis adalah:

 Kolesistitis
 Batu empedu (Kolelitiasis) dimana terjadi kolik empedu yang dirasakan sebagai nyeri
epigastrium yang berat
 Kehamilan terutama trimester pertama dimana sering terjadi emesis dan rasa tidak
nyaman pada perut

Diagnosis banding lain yang mungkin dapat terjadi walaupun jarang adalah:

 Gastropati hiperplasia, atau penyakit Menetrier


 Gastropati granulomatous
 Komplikasi akut sarkoidosis
 Limfoma B-Cell
 Penyakit Crohn
 Gastroenteritis karena virus  [12]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gastritis dilakukan untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding.

Pemeriksaan Helicobacter pylori

Pemeriksaan penunjang untuk mengidentifikasi adanya Helicobacter pylori dapat dilakukan


dengan atau tanpa endoskopi. Apabila menggunakan endoskopi, Helicobacter pylori dapat
diidentifikasi melalui tes rapid urease, kultur, dan deteksi histologis menggunakan sampel
biopsi. Sedangkan apabila dilakukan tanpa endoskopi, identifikasi Helicobacter pylori dapat
dilakukan melalui tes antigen Helicobacter pylori pada feses, urea breath test, dan serum
antibodi terhadap kuman apabila pasien tidak pernah diobati sebelumnya. [13, 14]

Pemeriksaan Gastroskopi

Apabila dilakukan pemeriksaan endoskopi melalui gastroskopi akan tampak lipatan-lipatan


gaster yang erosi, kemerahan, dengan penebalan, dan edema. Apabila terjadi edema yang berat
dapat menyebabkan obstruksi jalan keluar gaster ke duodenum. Bila gastritis sudah berlanjut dan
memburuk, ulkus dan perdarahan dapat terlihat.

Pemeriksaan CT Scan, atau MRI

Pada CT Scan atau MRI terdapat 4 tanda radiologis gastritis akut tanpa menimbang etiologi,
yaitu :

1. Lipatan yang tebal: ukuran diameter >5 mm, bila lipatan tebal terdapat pada pasien yang
simptomatik, umumnya ada keterlibatan Helicobacter pylori

2. Nodul-nodul inflamasi pada lapisan mukosa


Hal ini merupakan ciri khas gastritis, yang sering terlihat pada gaster bagian distal, berbentuk
kecil, dengan tepi tak rata, tampak berbaris pada lipatan-lipatan antrum gaster, dan menghilang
ke dalam mukosa sekitarnya

3. Permukaan gaster tampak kasar

4. Permukaan gaster tampak erosi

Gambaran ini merupakan salah satu tanda spesifik gastritis. Erosi dapat tampak linier atau
bergelombang, dapat diiringi edema, terlihat pada atau dekat dengan kurvatura mayor. Erosi ini
dapat tampak jelas terlihat dengan pemberian zat kontras

Pemeriksaan Histologi Melalui Biopsi Jaringan Mukosa Gaster Menggunakan Endoskopi

Pemeriksaan histologi melalui biopsi mampu menentukan diagnosis secara histologis dan
klasifikasi gastritis, menggunakan zat pewarna Warthin-Starry silver menghasilkan sensitivitas
93% dan spesifisitas 99%. Pemeriksaan ini direkomendasikan juga pada pasien dengan
perdarahan gastrointestinal akut, atau pasien yang diberikan PPI seperti omeprazole dan
lansoprazole atau antibiotika.

Gambaran histologis pada gastritis akut adalah sebagai berikut:

1. Fase awal infeksi Helicobacter pylori:

Kolonisasi Helicobacter pylori akan menimbulkan infiltrasi sel-sel netrofil dan mononuclear
pada permukaan epitelium dan foveolar mukosa gaster di bagian antrum dan corpus. Lamina
propria tampak edema. Helicobacter pylori tampak menempatkan diri sebagai basil hitam,
bentuk kurva pada deretan lapisan sel-sel epithelial mukosa gaster. Jarang ditemukan pada
kebanyakan pasien karena infeksi ini umumnya sub-klinik, dan bila ditemukan hanya secara
kebetulan.

2. Infeksi Cytomegalovirus, tampak sel-sel sitomegali dengan inklusi intranuklear


3. Infeksi histoplasmosis, tampak non-necrotizing granuloma yang berisi kuman tersebut
4. Gastritis ulcero-hemoragik

Sel-sel epitelium tampak tererosi dengan edema dan bercak perdarahan, secara tipikal inflamasi
hanya sedikit. Pada kasus yang berat, lumen gaster dapat diliputi oleh eksudat fibropurulen dan
lamina propria bisa digantikan oleh zat-zat hialin eosinofilik

5. Gastritis erosif karena konsumsi zat besi per oral yang berlebihan

Tampak hiperplasia foveolar, atau hiperplasia polip. Zat besi dapat diasosiasikan dengan
nekrosis seperti infark, karena bersifat korosif. Ditemukan tanda adanya zat besi dapat dilihat
dengan pigmen berwarna coklat keemasan pada sampel jaringan, dan hal ini seringkali mudah
terlihat dengaan kasatmata.
6. Gastritis karena kemoterapi

Tampak sel-sel epitelial atipikal pada dasar kelenjar-kelenjar gaster. Tampak adanya mitosis
yang tak terlalu banyak dan nuklei pleomorfik

7. Gastritis karena radioterapi

Tampak karyorrhexis nuklear dan sitoplasmik eosinophilia pada celah epitelium gaster dalam
waktu 10 hari pertama terapi. Diikuti dengan edema mukosa, kongesti, pembengkakan
submukosa bundle kolagen, deposit kolagen dan telangiektasia. Bila keadaan ini ekstensif, maka
ulserasi dan perdarahan juga akan terlihat.

Gambaran histologis pada gastritits kronis adalah sebagai berikut:

1. Polimorfonuklear lekosit tampak menginfiltrasi lamina propria, kelenjar-kelenjar,


permukaan epitelium, dan epitelium foveolar, yang terkadang dapat terlihat tumpah
kedalam lumen dan membentuk mikro abses kecil-kecil
2. Limfoid tampak berkumpul dan folikel-folikel limfoid yang sudah matang sekali-kali
tampak menyelubungi lamina propria mukosa gaster
3. Beberapa limfosit juga tampak menyebar ke epitelium [14,15]

Apabila gastritis berlanjut menjadi kronis klasifikasinya dibedakan secara histologis, yaitu:

1. Gastrik atrofi

Terjadi bila penyakit sudah sangat lama, berakibat pada kehilangan kelenjar-kelenjar lambung
yang signifikan, akibat dari kehilangan sel-sel epitelial gaster yang tidak tergantikan oleh
proliferasi sel yang sesuai atau juga dapat terjadi dari penggantian epitelium dengan epitelium
tipe intestinal (intestinal metaplasia)

2. Gastritis kronik aktif

Terjadi pada infeksi tipikal yang melibatkan bakteri Helicobacter pylori, yang tampak pada
antrum (paling banyak jumlahnya) dan corpus gaster. Bakteri Helicobacter pylori ditemukan di
antara lapisan mukosa gaster, sering terakumulasi dalam grup-grup pada sisi apikal permukaan
sel-sel gaster. Kadang- kadang tampak pada bagian bawah dari foveola gaster, dan jarang pada
area mukosa yang lebih dalam di mana terdapat sel-sel kelenjar.

3. Gastritis atrofik dengan stadium lanjut yang berhubungan dengan infeksi Helicobacter


pylorikronik

Memberikan gambaran sel-sel intestinal metaplasia yang ekstensif pada korpus dan antrum
gaster. Keadaan ini dihubungkan dengan perkembangan terjadinya hipoklorhidria. Dengan
tejadinya ekspansi dari intestinal metaplasia, jumlah organisme Helicobacter pylori yang dapat
dideteksi dalam lambung akan berkurang jumlahnya. Hal ini disebabkan kuman tersebut
dikeluarkan dari area epitelium yang bermetaplasia.
4. Gastritis atrofik autoimun

Pada fase awal akan didapatkan infiltrasi multifokal difus pada lamina propria oleh sel-sel
mononuklear dan eosinophil dan infiltrasi fokal T-cell dari kelenjar-kelanjar oxyntic dengan
kerusakan kelenjar yang nampak terlihat.

Pada fase hiperplasia akan nampak sel-sel neck mukosa fokal (pseudopilorik metaplasia)


dan perubahan adanya hipertrofi dari sel-sel parietal.

Pada fase florid akan terjadi peningkatan inflamasi limfositik, dan atrofi kelenjar oxyntic.

Pada fase akhir akan ada keterlibatan difus pada corpus dan fundus gaster oleh gastritis kronis
atrofi yang berhubungan dengan sedikit intestinal metaplasia, perubahan ini tidak ditemukan
pada antrum [1, 2, 6]

Laboratorium Darah

Pada pemeriksaan darah lengkap (complete blood count) bisa didapatkan hemoglobin menurun
atau anemia yang terjadi bila ada perdarahan pada gastritis akut. Leukositosis juga dapat
ditemukan dan menunjukkan kecenderungan terjadinya gastritis phlegmonous.

Tes fungsi ginjal juga dapat dilakukan karena gangguan fungsi ginjal yang diiringi dengan
adanya urea dalam darah disertai refluk cairan empedu dapat memicu inflamasi mukosa gaster.
[16]

Tes fungsi pankreas juga dapat dilakukan apabila dicurigai bahwa kausal dari gastritis
berhubungan dengan masalah pada pankreas. Pernah dilaporkan adanya gastritis kronis pada
pasien dengan pankreatitis autoimun [17]

Pemeriksaan serum vitamin B12 dianjurkan terutama pada pasien dengan gejala dispepsia yang
juga menderita defisiensi vitamin B12 ini, karena gastritis kronis umumnya terjadi pada orang
lanjut usia, dan diasosiasikan dengan gastritis autoimun, dan dapat menurunkan absorpsi vitamin
B12.

Pemeriksaan serum antibodi faktor intrinsik dapat dilakukan apabila ada kecurigaan terjadi
komplikasi berupa anemia pernisiosa.

Tes Kehamilan

Tes ini penting untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan pada pasien wanita dengan
keluhan gastritis.

Kultur Cairan Lambung Atau Darah

Kultur dilakukan bila ada kecurigaan gastritis phlegmonous. [18]


HEPATITIS

Hepatitis adalah istilah umum penyakit yang merujuk pada peradangan yang terjadi di hati. Hepatitis
umumnya disebabkan oleh infeksi virus, meskipun juga dapat disebabkan oleh kondisi lain. Beberapa
penyebab hepatitis selain infeksi virus adalah kebiasaan minum alkohol, penyakit autoimun, serta zat
racun atau obat-obatan tertentu.

Hepatitis dapat mengganggu berbagai fungsi tubuh terutama yang berkaitan dengan
metabolisme, karena hati memiliki banyak sekali peranan dalam metabolisme tubuh, seperti:

 Menghasilkan empedu untuk pencernaan lemak.


 Menguraikan karbohidrat, lemak, dan protein.
 Menetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh.
 Mengaktifkan berbagai enzim.
 Membuang bilirubin (zat yang dapat membuat tubuh menjadi kuning), kolesterol,
hormon, dan obat-obatan.
 Membentuk protein seperti albumin dan faktor pembekuan darah.
 Menyimpan karbohidrat (dalam bentuk glikogen), vitamin, dan mineral.

Hepatitis yang terjadi dapat bersifat akut maupun kronis. Seseorang yang mengalami hepatitis
akut dapat memberikan beragam manifestasi dan perjalanan penyakit. Mulai dari tidak bergejala,
bergejala dan sembuh sendiri, menjadi kronis, dan yang paling berbahaya adalah berkembang
menjadi gagal hati. Bila berkembang menjadi hepatitis kronis, dapat menyebabkan sirosis dan
kanker hati (hepatocellular carcinoma) dalam kurun waktu tahunan. Pengobatan hepatitis sendiri
bermacam-macam sesuai dengan jenis hepatitis yang diderita dan gejala yang muncul.

Penyebab Hepatitis

Hepatitis dapat disebabkan karena infeksi maupun bukan karena infeksi. Pembagian jenis
hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus adalah sebagai berikut:

 Hepatitis A. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). Hepatitis A biasanya
ditularkan melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi feses dari penderita
hepatitis A yang mengandung virus hepatitis A.
 Hepatitis B. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Hepatitis B dapat
ditularkan melalui cairan tubuh yang terinfeksi virus hepatitis B. Cairan tubuh yang dapat
menjadi sarana penularan hepatitis B adalah darah, cairan vagina, dan air mani. Karena
itu, berbagi pakai jarum suntik serta berhubungan seksual tanpa kondom dengan
penderita hepatitis B dapat menyebabkan seseorang tertular penyakit ini.
 Hepatitis C. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Hepatitis C dapat
ditularkan melalui cairan tubuh, terutama melalui berbagi pakai jarum suntik dan
hubungan seksual tanpa kondom.
 Hepatitis D. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV). Hepatitis D
merupakan penyakit yang jarang terjadi, namun bersifat serius. Virus hepatitis D tidak
bisa berkembang biak di dalam tubuh manusia tanpa adanya hepatitis B. Hepatitis D
ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya.
 Hepatitis E. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV). Hepatitis E mudah
terjadi pada lingkungan yang tidak memiliki sanitasi yang baik, akibat kontaminasi virus
hepatitis E pada sumber air.

Ibu yang menderita hepatitis B dan C juga dapat menularkan kepada bayinya melalui jalan lahir.

Selain disebabkan oleh virus, hepatitis juga dapat terjadi akibat kerusakan pada hati oleh
senyawa kimia, terutama alkohol. Konsumsi alkohol berlebihan akan merusak sel-sel hati secara
permanen dan dapat berkembang menjadi gagal hati atau sirosis. Penggunaan obat-obatan
melebihi dosis atau paparan racun juga dapat menyebabkan hepatitis.

Pada beberapa kasus, hepatitis terjadi karena kondisi autoimun pada tubuh. Pada hepatitis yang
disebabkan oleh autoimun, sistem imun tubuh justru menyerang dan merusak sel dan jaringan
tubuh sendiri, dalam hal ini adalah sel-sel hati, sehingga menyebabkan peradangan. Peradangan
yang terjadi dapat bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat. Hepatitis autoimun lebih sering
terjadi pada wanita dibanding pria.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi hepatitis A (HA) menyebabkan peradangan hati akut atau hepatitis. HA dapat
menyebabkan tanda-tanda kambuh dan gejala tetapi tidak menyebabkan infeksi kronis.

Virus HA, secara klasik, masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan atau minuman yang
terkontaminasi virus tersebut. Virus akan mencapai epitelium intestinal, lalu beredar melalui
vena mesenterika ke hati. Virus memasuki sel-sel hati, dan bereplikasi secara ekslusif didalam
sitoplasma melalui polymerase RNA-dependent. Mekanisme pasti masih belum diketahui,
namun bukti ilmiah menunjukkan bahwa adanya peran respon imun sel mediator, yaitu HLA,
HAV-spesifik CD8 + T-limfosit, dan sel natural killer (NK). Selain itu, juga terdapat peran
interferon gamma yang turut serta membersihkan sel-sel hati yang terinfeksi virus HA.

Virus HA ini tidak secara langsung sitopatik terhadap sel-sel hepar, kerusakan hepatosit
merupakan dampak yang sekunder dari respon imun tubuh host terhadap virus HA.  Terjadinya
infeksi akut HA disertai respon imunitas tubuh host yang berlebihan untuk membasmi virus,
diasosiasikan dengan keadaan hepatitis berat.

Pengobatan Hepatitis

Pengobatan yang diberikan kepada penderita hepatitis bergantung kepada penyebabnya.


Pemantauan kondisi fisik pasien selama masa penyembuhan hepatitis sangat diperlukan agar
proses pemulihan bisa berjalan dengan baik. Aktivitas fisik yang melelahkan harus dihindari
selama masa penyembuhan hingga gejala mereda.

Pengobatan hepatitis A, B, dan E akut umumnya tidak membutuhkan pengobatan spesifik,


pengobatan difokuskan untuk meredakan gejala-gejala yang muncul, seperti mual muntah dan
sakit perut. Perlu diingat pada kasus hepatitis akut, pemberian obat-obatan harus
dipertimbangkan dengan hati-hati karena fungsi hati pasien sedang terganggu. Pasien hepatitis
akut harus menjaga asupan cairan tubuh, baik dengan minum air maupun dengan pemberian
cairan lewat infus, untuk menghindari dehidrasi akibat sering muntah. Khusus untuk hepatitis C
akut, akan diberikan obat interferon.

Pengobatan hepatitis kronis memiliki tujuan untuk menghambat perkembangbiakan virus, serta
mencegah kerusakan hati lebih lanjut dan berkembang menjadi sirosis, kanker hati, atau gagal
hati. Beda dengan hepatitis B kronis, pengobatan hepatitis C kronis juga bertujuan untuk
memusnahkan virus dari dalam tubuh. Pengobatan terhadap hepatitis kronis melibatkan obat-
obatan antivirus seperti ribavirin, simeprevir, lamivudine, dan entecavir, serta suntikan
interferon. Pasien hepatitis kronis diharuskan untuk berhenti minum alkohol dan merokok untuk
mencegah kerusakan hati bertambah parah.

Infeksi hepatitis D dapat terjadi bersamaan atau setelah terdapat infeksi hepatitis B. Pengobatan
infeksi hepatitis D sampai saat ini belum diteliti lebih lanjut.

Pengobatan hepatitis autoimun umumnya melibatkan obat imunosupresan, terutama golongan


kortikosteroid seperti prednisone dan budesonide. Selain itu, pasien penderita hepatitis autoimun
juga dapat diberikan azathioprine, mycophenolate, tacrolimus, dan cyclosporin.

Pencegahan Hepatitis

Agar terhindar dari hepatitis, seseorang perlu menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Misalnya
dengan:

 Menjaga kebersihan sumber air agar tidak terkontaminasi virus hepatitis.


 Mencuci bahan makanan yang akan dikonsumsi, terutama kerang dan tiram, sayuran, serta
buah-buahan.
 Tidak berbagi pakai sikat gigi, pisau cukur, atau jarum suntik dengan orang lain.
 Tidak menyentuh tumpahan darah tanpa sarung tangan pelindung.
 Melakukan hubungan seksual yang aman, misalnya dengan menggunakan kondom, atau tidak
berganti-ganti pasangan.
 Kurangi konsumsi alkohol.

Selain melalui pola hidup bersih dan sehat, hepatitis (terutama A dan B) bisa dicegah secara
efektif melalui vaksinasi. Untuk vaksin hepatitis C, D, dan E hingga saat ini masih dalam tahap
pengembangan. Namun di beberapa negara, vaksin hepatitis C sudah tersedia dan bisa
digunakan.
Anda juga bisa mendaftarkan diri sebagai anggota asuransi kesehatan terpercaya untuk
melindungi diri dari hepatitis dan mempermudah proses pengobatan. Hal ini karena biaya
pengobatan hepatitis tidaklah sedikit dan penyakit ini berpotensi menular.

Diagnosis Hepatitis

Langkah diagnosis hepatitis pertama adalah dengan menanyakan riwayat timbulnya gejala dan
mencari faktor risiko dari penderita. Lalu dilakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda
atau kelainan fisik yang muncul pada pasien, seperti dengan menekan perut untuk mencari
pembesaran hati sebagai tanda hepatitis, dan memeriksa kulit serta mata untuk melihat
perubahan warna menjadi kuning.

Setelah itu, pasien akan disarankan untuk menjalani beberapa pemeriksaan tambahan, seperti:

 Tes fungsi hati. Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pasien untuk
mengecek kinerja hati. Pada tes fungsi hati, kandungan enzim hati dalam darah, yaitu
enzim aspartat aminotransferase dan alanin aminotransferase (AST/SGOT dan
ALT/SGPT), akan diukur. Dalam kondisi normal, kedua enzim tersebut terdapat di dalam
hati. Jika hati mengalami kerusakan akibat peradangan, kedua enzim tersebut akan
tersebar dalam darah sehingga naik kadarnya. Meski demikian, perlu diingat bahwa tes
fungsi hati tidak spesifik untuk menentukan penyebab hepatitis.
 Tes antibodi virus hepatitis. Tes ini berfungsi untuk menentukan keberadaan antibodi
yang spesifik untuk virus HAV, HBV, dan HCV. Pada saat seseorang terkena hepatitis
akut, tubuh akan membentuk antibodi spesifik guna memusnahkan virus yang menyerang
tubuh. Antibodi dapat terbentuk beberapa minggu setelah seseorang terkena infeksi virus
hepatitis. Antibodi yang dapat terdeteksi pada penderita hepatitis akut, antara lain adalah:
o Antibodi terhadap hepatitis A (anti HAV).
o Antibodi terhadap material inti dari virus hepatitis B (anti HBc).
o Antibodi terhadap material permukaan dari virus hepatitis B (anti HBs).
o Antibodi terhadap material genetik virus hepatitis B (anti HBe).
o Antibodi terhadap virus hepatitis C (anti HCV).
 Tes protein dan materi genetik virus. Pada penderita hepatitis kronis, antibodi dan
sistem imun tubuh tidak dapat memusnahkan virus sehingga virus terus berkembang dan
lepas dari sel hati ke dalam darah. Keberadaan virus dalam darah dapat terdeteksi dengan
tes antigen spesifik dan material genetik virus, antara lain:
o Antigen material permukaan virus hepatitis B (HBsAg).
o Antigen material genetik virus hepatitis B (HBeAg).
o DNA virus hepatitis B (HBV DNA).
o RNA virus hepatitis C (HCV RNA).
 USG perut. Dengan bantuan gelombang suara, USG perut dapat mendeteksi kelainan
pada organ hati dan sekitarnya, seperti adanya kerusakan hati, pembesaran hati, maupun
tumor hati. Selain itu, melalui USG perut dapat juga terdeteksi adanya cairan dalam
rongga perut serta kelainan pada kandung empedu.
 Biopsi hati. Dalam metode ini, sampel jaringan hati akan diambil untuk kemudian
diamati menggunakan mikroskop. Melalui biopsi hati, dokter dapat menentukan
penyebab kerusakan yang terjadi di dalam hati.

NEFRITIS Pengertian Nefritis Interstisial

Nefritis interstisial adalah infeksi yang menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada
ginjal. Infeksi ini bisa dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan pada bagian ginjal yang
mengalami nefritis. Tiga bagian utama yang biasanya terkena nefritis adalah glomerulus, tubule,
dan jaringan renal interstisial.

 Glomerulonefritis – Glomerulus berfungsi untuk menyaring darah. Nefritis jenis ini


terjadi ketika pembuluh kapiler kecil di dalam ginjal yang bernama glomerulus
mengalami peradangan. Bila mengalami peradangan, glomerulus tidak akan dapat
menyaring darah dengan baik.

 Nefritis Interstisial – Apabila peradangan tidak mengenai glomerulus, kemungkinan besar


peradangan akan terjadi pada bagian di antara nefron yang bernama interstitium renal,
sehingga menyebabkan nefritis interstisial, terkadang dikenal sebagai
nefritis tubulointerstitial.

 Pyelonephritis – Kotoran yang dikeluarkan oleh darah akan diantarkan ke kandung kemih
melalui tabung yang bernama ureter. Pada beberapa kasus, peradangan akan mulai timbul
di kandung kemih dan menjalar ke ureter sampai ginjal. Kondisi ini dikenal
sebagai pyelonephritis.

Faktor Risiko Nefritis Interstisial

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit ini, antara lain :

 Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.

 Diabetes melitus yang tidak diobati dengan tepat.

 Konsumsi obat-obatan dan produk herba dalam jangka panjang dan tidak disertai dengan
rekomendasi oleh dokter.

 Merokok.

 Infeksi.
 

Penyebab Nefritis Interstisial

Setiap jenis nefritis memiliki penyebab tersendiri. Namun, penyebab pasti dari glomerulonefritis
sampai saat ini masih belum diketahui. Para dokter dan peneliti menduga ada beberapa faktor
yang kemungkinan bisa menyebabkan infeksi, misalnya penyakit sistem kekebalan tubuh,
riwayat kanker, abses yang timbul di bagian tubuh lainnya, dan menyebar ke ginjal melalui
peredaran darah.

Penyebab utama pyelonephritis adalah bakteri Escherichia coli (E. coli). Bakteri ini berada di
usus dan dapat menyebabkan infeksi di ginjal. Selain E. coli, batu ginjal juga merupakan
penyebab lain pyelonephritis, penggunaan sistoskopi untuk memeriksa bagian dalam kandung
kemih, dan operasi pada kandung kemih, ureter, atau ginjal.

Nefritis interstisial kebanyakan disebabkan oleh reaksi alergi terhadap obat-obatan tertentu.
Penyebab lainnya adalah konsumsi obat-obatan dalam jangka panjang dan kadar potasium darah
yang rendah.

PATOFISIOLOGI

 Patofisiologi terjadinya glomerulonefritis sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Akan
tetapi beberapa studi telah menyimpulkan bahwa penyebab tersering terjadinya glomerulonefritis
adalah akibat respons imun.

Glomerulonefritis merupakan suatu proses kompleks yang umumnya berkaitan dengan respons
imun humoral maupun cell-mediated. Patofisiologi dasar dari glomerulonefritis adalah deposisi
kompleks antigen-antibodi pada membran basal glomerular. Secara kasat mata, ginjal akan
tampak membesar hingga 50%. Secara histopatologi, akan terlihat infiltrasi sel polimorfonuklear
dan edema pada sel ginjal.

Pada post streptococcal glomerulonephritis (PSGN), neuraminidase Streptokokus dapat


menyebabkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang akan menumpuk di glomeruli. Hal
ini akan memicu respon imun lebih lanjut dan pelepasan sitokin proinflamasi.

Diagnosis Nefritis Interstisial

Untuk mendiagnosis nefritis interstisial, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik,
ditambah dengan beberapa tes penunjang. Di antaranya adalah tes darah, tes fungsi ginjal, USG
ginjal, pemeriksaan urine, dan biopsi ginjal. Kebanyakan nefritis interstisial hanya bersifat
sementara, tetapi pada beberapa kasus. Infeksi ini dapat mengakibatkan gangguan ginjal
permanen, seperti gagal ginjal kronis.

 
Pengobatan Nefritis Interstisial

Dokter akan melakukan pengobatan, setelah dokter memastikan adanya nefritis dan berhasil
menemukan penyebab pasti di balik infeksi tersebut. Apabila penyebabnya tidak dapat diketahui,
kamu akan diberi obat-obat tertentu untuk mengobati infeksi ginjal.

Obat-obatan yang biasanya digunakan dalam pengobatan infeksi ginjal adalah obat penghilang
rasa sakit dan antibiotik. Obat untuk mengatur tekanan darah juga akan diberikan pada pengidap
yang memiliki tekanan darah tinggi. Bila infeksi disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang
terlalu aktif atau kelainan pada sistem kekebalan tubuh (kondisi autoimun), pengidap akan diberi
obat penekan sistem kekebalan tubuh, misalnya kortikosteroid.

Selain menjalani pengobatan, pengidap juga harus melakukan perubahan gaya hidup secara
drastis untuk membantu mereka melawan infeksi ginjal. Perubahan tersebut meliputi
memperbanyak konsumsi air dan mengurangi konsumsi sodium. Air dapat membantu kinerja
ginjal dan menghilangkan kotoran dari darah. Sementara mengurangi asupan sodium dapat
mengurangi risiko penimbunan air, yang dapat menyebabkan komplikasi seperti edema
(pembengkakan) pada berbagai bagian tubuh dan wajah

Pencegahan Nefritis Interstisial

Nefritis interstisial secara umum dapat dicegah dengan cara-cara berikut:

 Segera periksakan diri ke dokter jika mengalami infeksi bakteri pada tenggorokan dan
kulit.

 Tekanan darah tinggi berpotensi menyebabkan gangguan pada ginjal. Oleh karenanya,
selalu kontrol tekanan darah.

 Cegah nefropati diabetik dengan mengontrol kadar gula darah.

 Hindari konsumsi obat-obatan dan produk herba dalam jangka panjang jika tidak
direkomendasikan dokter.

 Berhenti merokok.

 Menjaga berat badan ideal.

PACREATITIS

Anda mungkin juga menyukai